Anda di halaman 1dari 19

LECTURE 10

CHRONIC KIDNEY DISEASE

- CKD merupakan suatu penyakit yang saat ini prevalensinya meningkat di banyak negara
- Di Indonesia CKD menempati BPJS nomer 2 paling tinggi setelah penyakit jantung

Definisi CKD
Kelainan struktural atau fungsional ginjal selama >3 bulan, sebagaimana ditunjukkan oleh:
1. Kerusakan ginjal, dengan atau tanpa penurunan GFR, sebagaimana didefinisikan oleh
• Kerusakan ginjal bisa dimanifestasikan berdasarkan kelainan patologis, baik secara
makroskopis maupun mikroskopis. Biasanya bisa kelihatan jika dilakukan pemeriksaan
imaging, kalau mikroskopis kelainannya bisa dilihat menggunakan histopatologi
• tanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin atau
kelainan dalam tes imaging
#Adanya kelainan laboratorium. Urinalisis untuk melihat adakah hematuria atau
proteinuria
2. GFR <60 ml / menit / 1,73 m2, dengan atau tanpa kerusakan ginjal
NB:
- Gangguan itu bisa bersifat fungsional dan structural. Maka sangat penting untuk
menilai fungsi dari ginjal yang dapat diukur dengan glomerular filtration rate, biasanya
mengukur estimasi GFR menggunakan formula
- Jika GFR <60 ml / menit / 1,73 m2 maka didiagnosis terjadi penurunan fungsi ginjal
walaupun tanpa disertai dengan kerusakan ginjal.
- Jika GFR 60 atau lebih maka poin 1 di atas harus dijadikan poin tambahan, tetapi kalau
GFR <60 maka tanpa poin 1 kita sudah bisa mendifinisikan pasien dengan CKD

Epidemiology
• Chronic kidney disease (CKD) adalah masalah di seluruh dunia, karena beban ekonomi
dialisis dan kematian yang tinggi dari penyakit kardiovaskular.
#Peningkatan CKD sangat signifikan dari tahun ke tahun
• Tekanan darah tinggi dan diabetes mellitus adalah kontributor utama.
#Riskesdas tahun 2018, tekanan darah tinggi sudah mencapai 31% dan DM sekitar 7-8%
 ini berarti bahwa peningkatan CKD sejalan dengan meningkatkan prevalensi tekanan
darah tinggi dan DM
• Di Indonesia, CKD dilaporkan pada 12,5% di antara pasien dengan tekanan darah tinggi
dan diabetes mellitus di masyarakat.
#Ada salah satu penelitian di Indonesia, apabila pasien memiliki tekanan darah tinggi dan
DM maka prevalensi CKD meningkat menjadi 12,5%. Kalau di negara lain, CKD pada
populasi umum sekitar 3%.

Etiology of ESRD (2014)

- Hipertensi dan DM adalah 2 penyebab utama ESRD


#Penyebab utama dari pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis (End-stage renal
disease) yaitu hipertensi dan nefropati diabetika. Sekitar 60% kedua penyakit ini
memberikan kontribusi terhadap pasien-pasien yang menjalani hemodialisis di Indonesia.
#Jadi, dapat dipahami bahwa apabila kedua penyakit ini meningkat maka CKD atau ESRD
akan meningkat
- Diagnosis tekanan darah tinggi masih harus divalidasi pada pasien ESRD
Tingkat kejadian ESRD,berdasarkan diagnosis primer, disesuaikan dengan usia, jenis kelamin,
& ras.
#Di dunia khususnya di Amerika, insiden dari penyakit diabetes dan hipertensi meningkat.
Hipertensi dan DM harus dikendalikan serta skrining kedua penyakit ini sangat penting
dilakukan dan diobati sehingga insiden penyakit ginjal kronis bisa ditekan di masa yang akan
datang

- Staging penyakit perlu diketahui untuk menentukan terapi yang akan dilakukan serta dapat
mencegah baik secara primer ataupun sekunder  sehingga dapat menekan beban
kesakitan dan ekonomi
- Stadium 1: kalau memiliki fungsi ginjal yang normal atau meningkat maka harus ada
kriteria kidney damage  apabila GFR ≥90
- Stadium 2: ini juga memerlukan kriteria kidney damage (baik secara imaging maupun
kelainan marker di darah atau urin), mulai terjadi penurunan GFR 60-89
- Stadium 3: bisa mendiagnosis CKD tanpa memerlukan kriteria kidney damage. Penurunan
GFR berlanjut sampai stadium 4 dan 5
- Pada stadium 5 maka penurunan fungsi ginjal tidak lagi mampu mempertahankan kondisi
optimal di dalam badan yang disebut dengan internal impairment (?)  pasien akan
mengalami gejala uremic syndrome significant dan symptomatic sehingga membutuhkan
terapi pengganti ginjal atau dialisis
- Tahapan ini akan memberikan petunjuk bagaimana cara mencegah, menekan progresifitas,
mempersiapkan pasien untuk menjalani dialisis

Apparatus juxta glomerularis

- Untuk memahami penyakit ginjal maka harus mengetahui tentang nefron


- Nefron terdiri dari glomerulus. Glomerulus merupakan anyaman dari pembuluh darah yang
berasal dari arteri renalis yang bercabang-cabang, kemudian bercabang pada unit yang kecil
disebut dengan afferent arteriole  masuk ke dalam glomerulus yang menjadi anyaman
kapiler yang dilingkup oleh kapsula bowman’s kemudian keluar melalui efferent  dengan
sedemikian rupa akan membentuk anyaman peritubuler yang nantinya akan masuk menjadi
vena.
- Di dalam afferent ada satu komponen yang disebut dengan apparatus juxta glomerularis
- Anyaman ini nantinya akan menghasilkan urin yang sebelumnya disebut dengan filtrate
glomerulus  akan terjadi proses pertukaran pada tubulus  loop henle  collecting duct
 akhirnya menghasilkan urin
- Satu komponen yang harus diketahui adalah apparatus juxta glomerularis  organ ini akan
menghasilkan suatu proses keseimbangan atau pengaturan di dalam ginjal, khususnya
dalam mengatur tekanan darah. Apparatus juxta glomerularis ini akan dirangsang oleh
suatu stimulus yang disebut dengan ischemi (menurunnya aliran ginjal di daerah afferent)
 di afferent akan menghasilkan stimulus yang terjadi di tubulus kontortus distal, disini
akan terjadi modifikasi dari sel-sel yang disebut dengan juxta glomerular cell  ini akan
bisa menghasilkan renin  renin akan menghasilkan satu rangsangan system yang disebut
dengan renin-angiotensin-aldosterone system
- Jadi, apabila terjadi ischemi (penurunan perfusi) maka akan merangsang sel apparatus juxta
glomerularis menghasilkan renin  kemudian renin akan beredar menghasilkan
angiotensin II  angiotensin II bekerja pada efferent sehingga pada efferent akan
mengalami vasokontriksi dan meningkatkan tekanan di dalam glomerulus atau yang
disebut dengan hipertensi intraglomeruler
- Ini merupakan dasar yang paling basic dari patogenesis umum penyakit ginjal
- Selain itu, ada juga yang disebut dengan tubulo-glomerular feedback

Pathophysiology
֍ Cedera ginjal berulang
NB:
- Penyakit ginjal kronik terjadi karena adanya injury ginjal yang berulang. Misalnya
mengalami tubular ischemia pada AKI yang berulang atau minum obat yang berulang/
terus-menerus maka yang terjadi adalah ischemia dan tubular cell injury
- Ischemia adalah menurunnya aliran darah ginjal yang menghasilkan rangsangan kepada
renin-angiotensin kemudian akan mengganggu fungsi tubulus yang awalnya reversible
menjadi irreversible.
- Misalnya terjadi injury yang reversible maka terjadi kehilangan polaritas sel-sel tubulus
dan ini menganggu absorpsi sodium serta menghasilkan suatu rangsangan yang disebut
dengan tubulo-glomerular feedback. Artinya sodium tidak diserap pada tubulus kontortus
proksimal tetapi masuk ke dalam tubulus kontortus distal dan merangsang renin-
angiotensin-aldosterone system (RAAS) yang menyebabkan terjadinya penurunan fungsi
ginjal serta menurunkan produksi urin
- Injury yang irreversible  akan menyebabkan nekrosis dan apoptosis yang menyebabkan
lepasnya sel-sel tubulus ke dalam lumen sehingga terjadi obstruksi  obstruksi ini akan
menghasilkan tekanan di dalam tubulus yang meningkat  ini akan menyebabkan tubular
back-leak, dimana tidak bisa mengalirkan urin ke distal tetapi menyebabkan tekanan di
proksimal meningkat dan terjadi ekstravasasi ke dalam jaringan interstitial  tubular flow
yang menurun
- Disfungsi endotel menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah ginjal  meningkatkan
endotelin dan renin angiotensin, menurunkan nitric oxide dan PGI2 (menyebabkan
vasodilatasi)

Note slide:
o Penyebab penyakit ginjal akut atau kronis secara tradisional diklasifikasikan oleh bagian
anatomi ginjal yang paling terpengaruh oleh gangguan tersebut
o Dua penyebab utama penurunan perfusi ginjal adalah penurunan volume dan / atau
hipotensi relatif. Ini mungkin hasil dari true hypoperfusion karena perdarahan,
gastrointestinal, urinary, atau kehilangan kulit, atau penurunan volume yang efektif pada
gagal jantung, syok, atau sirosis
o Berbagai penyakit pembuluh darah juga dapat menyebabkan penyakit ginjal.
o Etiologi langsung dari ginjal: Tubular dan interstitial disease, Glomerular disease,
Obstructive uropathy
o Acute tubular necrosis — 45 persen
o Prerenal — 21 persen
o Acute or chronic kidney disease — 13 persen (sebagian besar disebabkan oleh nekrosis
tubular akut dan penyakit prerenal)
o Urinary tract obstruction — 10 persen (paling sering pria lanjut usia dengan penyakit
prostat)
o Glomerulonephritis atau vasculitis — 4 persen
o Acute interstitial nephritis — 2 persen
o Atheroemboli — 1 persen

Tanda dan Gejala


• Trias
#Pada stadium yang berat biasanya menimbulkan trias:
1. Anemia
2. Edema,
3. Hipertensi
#Pengobatan yang dilakukan secara symptomatic saja, misalnya anemia diberikan zat besi,
edema diberikan Lasix/ furosemide, hipertensi diberikan obat antihipertensi
• Hematuria, flank pain,  ini terkait dengan batu ginjal
• Uremic syndrome  lethargy/ lesu dan fatigue/ lelah, kehilangan nafsu makan.
#Ditandai dengan kelemahan, kehilangan nafsu makan dimana pasien akan muntah-
muntah, merasa lelah
• Peningkatan SC atau
• Urinalisis abnormal.
#Pemeriksaan yang paling penting adalah kadar creatinine serum dan urinalisis

Tanda faktor risiko CKD


#Risk factor bisa dianggap sebagai suatu etiologi
1. Modifiable (bisa dikelola)
• Diabetes,
• Hipertensi
• Riwayat acute kidney injury,
#Kalau terjadi proses AKI yang berulang maka dapat menyebabkan terjadinya CKD
• NSAID yang sering digunakan dan penggunaan obat tradisional / herbal
2. Non-modifiable
• Riwayat keluarga (penyakit ginjal, diabetes, hipertensi)
• Usia 60 atau lebih (GFR menurun secara normal seiring bertambahnya usia),
#Semakin bertambahnya usia maka akan mengalami penurunan fungsi ginjal secara
alamiah karena setelah umur 45 tahun fungsi ginjal akan menurun secara linear (1 ml/
menit/ tahun). Sehingga pada orang yang berusia >120 tahun pada akhirnya akan
mengalami gagal ginjal
• Status ras / etnis
#Di Amerika dikaitkan dengan black atau suku indian, di Australia dikaitkan dengan
aboriginal. Ras ini juga dikaitkan dengan tingkat kesehatan atau perilaku

Tahapan dalam Perkembangan Penyakit Ginjal Kronis dan Strategi Terapi

- Pasien normal dalam perkembangan selanjutnya atau usianya bertambah maka akan terjadi
peningkatan risiko  jika risiko ini terus dibiarkan maka akan menimbulkan kerusakan 
kerusakan yang dibiarkan terus-menerus maka akan menjadi penyakit ginjal kronis (PGK)
yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal secara progresif dan pada akhirnya terjadi
kidney failure yang memerlukan cuci darah rutin/ dialisis  sehingga risiko kematian yang
sangat tinggi
- Semua fase ini akan menimbulkan suatu komplikasi yang disebut dengan komplikasi
cardiovascular  inilah yang menyebabkan kematian pada pasien
- Skrining factor risiko pada CKD sangat penting untuk mendeteksi dan mengelola risk
factor agar tidak terjadi penurunan fungsi ginjal atau kerusakan ginjal secara progresif
- Skrining fungsi ginjal dapat dilakukan dengan pemeriksaan kadar creatinine. Kalau terjadi
penurunan fungsi (GFR <60%) maka harus melakukan suatu tindakan yang dapat
mencegah terjadinya kerusakan ginjal
- Kalau sudah terjadi kidney damage dan CKD maka yang harus diperhatikan adalah
komorbid (DM, hipertensi, pre-eclampsia), karena komorbid akan mempercepat masuk ke
dalam kondisi kidney failure
- Jika sudah masuk ke kondisi kidney damage maka yang bisa dilakukan adalah
menghentikan perjalanan penyakit sehingga tidak masuk ke dalam kidney failure dan
kematian
- Kalau sudah mengalami CKD yang lanjut maka perlu diperhatikan adalah komplikasi
karena komplikasi penyakit cardiovascularnya sangat tinggi sehingga harus dipersiapkan
untuk renal replacement therapy  artinya pasien dipersiapkan untuk dilakukan
hemodialisis, CAPD (Continuous ambulatory peritoneal dialysis), atau transplantasi

Pedoman Praktik Klinis untuk Deteksi, Evaluasi, dan Manajemen CKD

- Kalau adanya peningkatan factor risiko dan tidak ada penurunan fungsi ginjal maka yang
dilakukan adalah risk management, misalnya mengurangi konsumsi garam, mengontrol
tekanan darah tinggi, olahraga, dll. Serta dilakukan pemeriksaan kadar creatinine serum
secara berkala.
- Pada stadium 1 sudah terjadi kidney damage, maka pada fase ini sudah mulai melakukan
spesifik terapi misalnya ada batu maka batu harus dikeluarkan, gula darah harus
diperhatikan
- Stadium 2: sudah berhadapan pada progresivitas dari penyakit. Yang dapat dilakukan yaitu
menghambat hilangnya fungsi ginjal secara progresif dan menghambat masuk ke dalam
fase berikutnya
- Kalau sudah masuk ke stadium 3 maka perhatian kita adalah komplikasi. Karena pada fase
ini komplikasinya sangat tinggi misalnya kelainan tulang, anemia, kelainan jantung, risiko
stroke, dll sehingga diperlukan prevensi dan pengobatan komplikasi
- Pada stadium 4 pasien sudah harus di warning bahwa akan menghadapi renal replacement
therapy. Disini yang memegang peranan tidak lagi dokter umum tetapi dokter ahli penyakit
ginjal

Perawatan dini dapat membuat perbedaan

- Secara umum, apabila pasien mengalami suatu gangguan maka secara progresif akan
mengalami penurunan fungsi ginjal dengan cepat
- Tetapi apabila segera ditangani atau diobati maka dapat menunda terjadinya penurunan
fungsi ginjal secara progresif misalnya selama 2 tahun
- Apabila dilakukan pengobatan lebih awal maka masa penundaannya akan lebih panjang
Siapa yang Harus Terlibat dalam Pendekatan Keselamatan Pasien ke CKD?

- Peranan dokter umum (faskes 1) adalah pada stadium 1, 2, 3

֍ Proteinuria adalah penanda/ marker penting dari kerusakan ginjal dan menentukan
prognosis penurunan fungsi ginjal sehingga sasaran kita di dalam deteksi dan prevensi
setelah pengobatan adalah menurunkan proteinuria. Apabila dapat menurunkan proteinuria
maka dapat mencegah, menghambat, dan dapat memperbaiki prognosis penyakit ginjal
kronis
- Di dalam nefron adanya suatu pengaturan yang disebut dengan internal regulation ginjal
- Internal regulation ginjal adalah permainan antara afferent dan efferent untuk mengatur
tekanan di dalam glomerulus. Kalau tekanan glomerulus normal maka tidak akan terjadi
proteinuria, tetapi apabila tekanannya meningkat maka akan terjadi proteinuria
- Mengapa proteinuria penting? Karena proteinuria dapat menyebabkan suatu proses
peradangan di dalam jaringan mesangium  mesangium terletak diantara kapiler yang
merupakan jaringan ikat ginjal tetapi juga berfungsi sebagai jaringan retikoendotelial yang
bisa menghasilkan suatu inflamasi
- Apabila terjadi proteinuria dan mengendap maka akan meningkatkan kaskade atau
merangsang kaskade inflamasi dan pada akhirnya menyebabkan glomerulosclerosis atau
fibrosis ginjal. Inilah yang ditakutkan, sehingga jika pasien mengalami proteinuria maka
harus bisa menurunkan proteinuria

Albuminuria sebagai Faktor Risiko untuk CVD di PREVEND

- Secara epidemiologi dan klinik, proteinuria dapat meningkatkan kematian baik kematian
total maupun kematian jantung
- Semakin tinggi proteinuria atau semakin tinggi produksi protein di dalam urin maka risiko
kematian akan semakin tinggi secara eksponensial baik cardiovascular maupun non-
cardiovascular
Pentingnya Proteinuria di CKD

- Pertama, kita harus melakukan pemeriksaan albumin-to-creatinine ratio (ACR)  ini


diambil dari spot urin pagi hari tidak dari urin 24 jam. Diperiksa kadar albumin dan
kreatininnya serta rasio dari albumin-creatinine, dengan pemeriksaan ini kita bisa menduga
proteinuria 24 jam. >30 mg/g sudah tergolong tidak normal, apabila ini berlangsung secara
terus-menerus dalam 3 bulan ini merupakan marker dari kidney damage
- Apabila lebih tinggi lagi sampai 1000 mg/g maka ini menandakan adanya gangguan
glomerulus, misalnya pada sindrom nefritik
- Proteinuria juga dapat menandakan sebagai risiko cardiovascular dan progresivitas
penyakit. Kalau proteinurianya tinggi secara terus-menerus maka itu berarti adanya
progresivitas penyakit ginjal dan risiko cardiovascular
- Proteinuria juga memberikan efek modifier  apabila bisa menurunkan proteinuria maka
bisa memperbaiki prognosis, misalnya penggunaan obat-obat ACEi dan ARB yang secara
epidemiologi bisa menghasilkan penghambatan progresivitas penyakit sehingga obat ini
dipilih untuk penyakit ginjal kronik
- Proteinuria juga bisa digunakan sebagai surrogate outcome dari target intervensi, kalau
misalnya memiliki pasien dengan penyakit tertentu dan proteinuria maka apabila bisa
menekan proteinurianya dengan obat apapun maka dapat memperbaiki outcome dari
penyakit dan komplikasinya

Tekanan darah tinggi


• Komorbiditas penting  harus dikontrol
#Jika tekanan darah dibiarkan tinggi maka RAAS akan diaktifkan kemudian akan terjadi
peningkatan tekanan intraglomerular yang tinggi dan proteinuria
• Ini berkontribusi terhadap kerusakan atau penurunan fungsi ginjal yang cepat.
• Obat-obatan antihipertensi khusus dapat menyebabkan penundaan penurunan tingkat
penurunan fungsi ginjal pada CKD (compelling drugs)
#Target pengobatan adalah menurunkan tekanan darah menjadi normal atau mencapai
target
#Obat antihipertensi selain berfungsi untuk menurunkan tekanan darah tetapi juga dapat
menghambat terjadinya penurunan fungsi ginjal melalui mekanisme inflamasi, perbaikan
hemodinamik, dll

Pedoman Praktik Klinis untuk Manajemen Hipertensi pada CKD

- Apabila pasien mengalami penyakit ginjal kronik maka target tekanan darahnya tidak lagi
menggunakan target umum (<140/90 mmHg) tetapi targetnya lebih rendah yaitu <130/80
mmHg
- Hal lain yang perlu diperhatikan adalah proteinuria. Jika sudah terjadi proteinuria ≥200
mg/g maka pilihan terapi utamanya adalah ACEi dan ARB karena obat ini secara langsung
dapat menurunkan proteinuria yang disebut dengan efek direct antiproteinuria tidak melalui
mekanisme penurunan tekanan darah saja
- Tetapi kalau pasien non-diabetic kidney disease yang mengalami proteinuria (tidak terlalu
tinggi) atau pasien mengalami transplantasi ginjal maka semua obat bisa diberikamn 
ACEi, ARB, beta blocker, calcium channel blocker, diuretic semua bisa menjadi pilihan
sesuai dengan kondisi pasien
- Apabila proteinuria signifikan maka yang harus diturunkan adalah tekanan darah dan
proteinuria sehingga obat yang dipilih adalah ACEi dan ARB

Screening of CKD
#Skrining dilakukan dengan formula. Formula berasal dari suatu hitungan matematis dengan
pemeriksaan GFR secara langsung dan menggunakan formula dari persamaan regresi
Estimat GFR (eGFR) menggunakan
• CKD-EPI (2009)  banyak digunakan
• MDRD dan
• Cockroft Gault.  hitungan manual tetapi
CKD-EPI (2009)  Kalkulator GFR tersedia online di www.kidney.org/GFR.
Albuminuria dihitung oleh
1. albumin-creatinine ratio (ACR) sedangkan konsentrasi albumin dalam miligram dibagi
dengan konsentrasi kreatinin dalam gram (menggunakan sampel urin spot first morning)
#ACR yang diambil dari urin pagi hari
2. Tes urin 24 jam jarang diperlukan.
#Tetapi kalau menggunakan urin spot pagi hari kurang bagus maka bisa dilakukan
pemeriksaan langsung dari pengumpulan urin 24 jam sehingga bisa langsung menghitung
berapa eksresi protein selama 24 jam menggunakan pemeriksaan esbach (gold standar)

Treatment in CKD
Bertujuan untuk memperlambat penurunan fungsi ginjal, rata-rata dari:
Kontrol tekanan darah:
#Secara umum ≤140 / 90 mm Hg, tetapi kalau proteinurianya meningkat maka harus lebih
agresif dalam menghadapi cardiovascular mortality dan komorbid lainnya
– menargetkan tekanan darah ≤140 / 90 mm Hg Jika ACR normal (<30 mg / g);
– ≤130 / 80 mm Hg jika ACR 30-300 mg / g:
– ≤130 / 80 mm Hg jika ACR> 300 mg / g,
– Individualkan target dan agen sesuai usia, CVD yang hidup berdampingan (coexistent
CVD), dan komorbiditas lainnya.
Compelling antihypertensive adalah ACE atau ARB  untuk PGK apalagi mengalami
proteinuria atau diabetes
ACEi atau ARB
• Memperlambat perkembangan CKD menggunakan ACEi atau ARB harus
dipertimbangkan: risiko / manfaatnya
• Dinilai dengan cermat pada lansia dan rapuh secara medis (medically fragile)
• Periksa laboratorium setelah mulai pengobatan;
– jika kurang dari 25% SCr meningkat, lanjutkan dan pantau
– jika lebih dari 25% SCr meningkat, hentikan ACEi dan evaluasi untuk obat yang
bertindak RAS.
#ACEi dan ARB juga memiliki suatu potensi yang harus diperhatikan dimana dapat
menyebabkan peningkatan serum creatinine yang menandakan terjadinya acute kidney
injury (AKI) karena kedua obat ini menurunkan tekanan darah intraglomerular sehingga
dapat menyababkan terjadinya AKI. Sehingga diawal-awal harus mengawasi serum
creatinine, apabila meningkat >25% maka harus dihentikan, hal ini biasanya terjadi pada
pasien yang mengalami diare, pre-operasi, menggunakan obat-obat lain yang bisa
menyebabkan kehilangan cairan
• Hindari penipisan volume (volume depletion)
• Hindari kombinasi ACEi dan ARB.  yang benar adalah dipilih salah satu dan
diperhatikan serum creatinine yang meningkat serta diperhatikan juga pada pasien usia
lanjut
• Pantau risiko efek samping (meningkatnya serum creatinine yang menandakan adanya
gangguan fungsi ginjal, hiperkalemia).

Glucose Control
• Menargetkan HbA1c ~ 7,0% dan dapat diperpanjang di atas 7,0% dengan komorbiditas
atau harapan hidup yang terbatas, dan risiko hipoglikemia.
#Khususnya pada pasien diabetes. Targetnya jangan terlalu rendah karena dapat
menyebabkan terjadi hipoglikemia yang berat
• Attention should be paid  Risiko hipoglikemia meningkat ketika fungsi ginjal menjadi
terganggu dan menurunnya fungsi ginjal  non-renally-cleared drugs.

Modifikasi Faktor Risiko CVD Lainnya


1. Penghentian merokok,
2. Olahraga,
3. Penurunan berat badan ke target optimal,
4. Terapi penurun lipid.
– Pada orang dewasa > 50 tahun,
• ketika eGFR ≥ 60 → statin diindikasikan
• ketika eGFR <60  statin atau statin/ezetimibe combination
– pada orang dewasa <50 thn, statin diindikasikan jika riwayat CAD, MI, DM, stroke
diketahui.
#Penurunan lipid dianjurkan apabila pasien memiliki penyakit jantung coroner, miokard
infark, DM, stroke. Penggunaannya adalah statin atau kombinasi statin dan ezetimide
• Aspirin diindikasikan untuk pencegahan sekunder tetapi bukan pencegahan primer.
#Aspirin bisa diberikan untuk prevensi sekunder atau primer dari penyakit jantung coroner

Anemia
#Anemia merupakan suatu komorbid yang dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup dan
risiko penyakit kardiovaskular yang meningkat
• Lakukan terapi besi jika
#Yang pertama dikoreksi adalah zat besi
– TSAT ≤ 20% dan
– Ferritin ≤ 200 ng/ml untuk non dialisis
– Ferritin ≤ 300 ng/ml untuk dialisis
– Besi IV untuk dialisis,
– Oral untuk CKD non-dialisis
#Kalau oral tidak memberikan efek maka bisa diberikan IV
• Terapi individual erythropoiesis-stimulating agent (ESA):
– Mulai ESA jika Hb <10 g / dL,
– Pertahankan Hb 11-12 g / dL.
– Tidak lebih dari 13 g / dL
• Pastikan cadangan Fe yang memadai
• Suplementasi zat besi yang tepat diperlukan agar ESA efektif

CKD-Mineral and Bone Disorder (CKD-MBD)


• Risiko osteodistrofi uremik dan kalsifikasi jaringan lunak (penyakit arteri koroner)
#Ini dikaitkan dengan penyakit uremic osteodystrophy (penyakit tulang uremic) dan
kalsifikasi di daerah soft tissue khususnya koroner
• Obati dengan vitamin D3 sebagaimana diindikasikan untuk mencapai kadar serum normal
• Suplementasi kalsium
• Batasi fosfor dalam makanan (CKD stadium 4/5),  diet fosfor dikurangi, biasanya susah
sehingga harus memberikan obat phosphate binder
• Rujuk ke RD ginjal
• Mungkin membutuhkan phosphate binder

Metabolic acidosis
#Bisa menyebabkan kelainan sistemik, misalnya gangguan tulang, inflamasi, menurunnya
nutrisi
• Biasanya terjadi nanti di CKD
• Terapi natrium bikarbonat  bisa oral, kalau pasien dialisis bisa diberikan pada saat dialisis
menggunakan larutan meylon untuk mempertahankan serum bikarbonat diatas 22 mEq/L,
tetapi jangan sampai alkalosis (>28 mEq/L)
• Pertahankan serum bicarb >22 mEq / L
• Koreksi asidosis metabolik dapat memperlambat atau menghambat progresivitas dari CKD
dan meningkatkan status fungsional atau kualitas hidup pasien

Hyperkalemia
#Pada pasien CKD mengalami gangguan ekskresi proton atau ion H+ karena menurunnya
fungsi tubulus
• Kurangi makanan kalium/ potassium
• Memperbaiki asidosis
#Pasien juga sering mengalami asidosis metabolic, kondisi ini menyebabkan pertukaran
kalium di dalam tubulus terganggu sehingga ini harus diatasi karena dapat mengancam
jantung
• Terapi kombinasi insulin + beta agonis
• Hentikan NSAID, COX-2 inhibitors, potassium-sparing diuretics/ diuretik hemat kalium
(Aldactone)
• Hentikan atau kurangi beta blocker, ACEi / ARB
• Hindari pengganti garam yang mengandung kalium

Renal Replacement Therapy


Indikasi: CKD stage 5 (end-stage kidney disease atau kidney failure)
#Pada kondisi ini cadangan fungsi ginjal yang tersisa tidak lagi mampu mempertahankan
kondisi optimal di dalam tubuh sehingga terjadi sindrom uremic berat. Pada kondisi ini
diperlukan renal replacement therapy artinya usaha kita adalah menganti fungsi ginjal dengan
teknik yang sifatnya eksternal
֍ Dialysis  sindrom uremik diatasi dengan menyeimbangkan darah dengan dialisa
o Hemodialysis: menggunakan mesin
o CAPD (Continuous ambulatory peritoneal dialysis): menggunakan membrane
peritoneum dan cavum peritoneal untuk pertukaran antara dialisa dan darah
֍ Kidney transplantation  mengganti ginjal dengan ginjal orang lain

Anda mungkin juga menyukai