Anda di halaman 1dari 11

Author :

ABDUL GAFFAR RISKILLAH

Faculty of Medicine – University of Riau

Pekanbaru, Riau

2010

© Doctor’s FiLez.(http://www.Doctors-Filez.tk
0
PENDAHULUAN

Candida albicans (C. albicans) merupakan salah satu organisme komensal

yang bertindak sebagai flora normal pada tubuh manusia dan tidak berbahaya.

Tetapi C. albicans juga merupakan jamur yang paling banyak menyebabkan

infeksi pada manusia. Infeksinya biasanya bersifat lokal seperti infeksi oral dan

vaginal. Pada pasien-pasien penderita immunocompromise, seperti bayi yang

lahir prematur, penderita luka bakar, leukemia, dan pasien-pasien penderita

penyakit imunodefisiensi seperti AIDS, infeksi Candida dapat bersifat

menyeluruh dan berakibat fatal, lebih dari 50% pasien immunocompromise dan

imunodefisiensi meninggal akibat infeksi yang disebabkan oleh Candida (Brooks

et al, 2004; Kuswadji, 2005; Schmid, 2006; Wikipedia, 2006).

Pengobatan pada infeksi oleh jamur Candida biasanya dimulai dengan

menghindari atau menghilangkan faktor-faktor predisposisi sebelum pemberian

pengobatan secara medikamantosa. Pengobatan medikamentosa memang

memberikan hasil yang cukup memuaskan, tetapi adanya efek samping obat

seperti demam, muntah, spasme otot, dan hipotensi dapat menyebabkan

kegagalan terapi, dikarenakan keengganan untuk meneruskan terapi tersebut.

Pengobatan tradisional merupakan salah satu alternatif yang banyak dipilih

masyarakat yang enggan menggunakan pengobatan medikamentosa, sehingga

diperlukan adanya penelitian tentang obat-obat tradisional tersebut (Brooks et al,

2004; Kuswadji, 2005; Sinaga, 2005; Kunia, 2007).

Hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan untuk mengetahui ada atau

tidaknya efek antijamur ekstrak lengkuas merah terhadap pertumbuhan

C.albicans secara in vitro didapatkan hasil adanya daya hambat terhadap

1
pertumbuhan jamur C.albicans yang ditandai dengan adanya daerah bening

(clear zone) di sekitar cakram. Penghambatan pertumbuhan jamur terlihat pada

konsentrasi 25% dengan diameter hambatan 8 mm, 50% dengan diameter 13 mm,

dan 100% dengan diameter hambatan 18 mm.

KARAKTERISTIK UMUM CANDIDA ALBICANS

Candida merupakan flora normal dan banyak tersebar di dalam tubuh

terutama di membran mukosa saluran pencernaan (24 %) dan mukosa vagina (5-

11 %). Jamur ini bersifat oportunistik dan beberapa spesies Candida dapat

menyebabkan infeksi seperti C. tropicalis, C. glablata dan terutama C. albicans

sebagai spesies yang paling sering menyebabkan infeksi. Sebanyak 70% infeksi

Candida disebabkan oleh spesies ini. Penyakit yang disebabkan oleh jamur ini

dikenal sebagai Candidiasis dan sering terjadi pada daerah orofaring dan vagina

(Arenas, 2001; Narins et al, 2003; Brooks et al, 2004; Kayser et al, 2005 ).

MORFOLOGI DAN IDENTIFIKASI

Pada pemeriksaan mikroskopis dengan pewarnaan Gram-positif dapat

ditemulan Candida albicans dalam bentuk yeast, berbentuk oval dengan diameter

kurang lebih 5µm dan bereproduksi dengan membentuk budding. C. albicans

sering juga ditemukan dalam bentuk mycelium dengan pseudohyphae dan

kadang-kadang dapat ditemukan dalam bentuk septate mycelium (Kayser et al,

2005).

2
(a) (b) (c)

Gambar 1. Candida albicans (a) pemeriksaan sputum dengan pewarnaan


gram-positif (b) bentuk budding yeast (c) pseudohyphae (Sumber : Kayser et al,
2005; Wikipedia, 2005)

C. albicans dapat tumbuh baik pada media agar Saboroud, tetapi dapat

juga tumbuh pada media kultur biasa. Setelah proses inkubasi, pada media agar

terlihat koloni C. albicans berbentuk bulat, berwarna putih dengan permukaan

koloni yang terlihat agak kasar (Arenas, 2001; Kayser et al, 2005).

PATOGENESIS

C. albicans adalah jamur komensal yang secara normal hidup di mukosa

manusia maupun hewan. Infeksi oleh jamur ini disebut Candidiasis. Penyakit ini

terdapat di seluruh dunia, menyerang semua umur baik laki-laki maupun

perempuan. Penyakit ini timbul apabila terdapat faktor predisposisi baik faktor

yang bersifat endogen maupun eksogen (Narins et al, 2003; Kuswadji, 2005).

Faktor-faktor predisposisi yang berkaitan dengan infeksi Candida

(Kuswadji, 2005) :

Faktor endogen :

1. Perubahan fisiologis

a. Kehamilan, adanya perubahan pH pada vagina


3
b. Kegemukan, karena banyaknya keringat

c. Debilitas

d. Iatrogenik

e. Endokrinopati, gangguan gula darah pada kulit

f. Penyakit-penyakit kronik dengan keadaan umum yang buruk

2. Umur : Orang tua dan bayi lebih mudah terinfeksi, dikarenakan status

imunologisnya yang tidak sempurna.

3. Imunologik.

Faktor eksogen :

a. Iklim, panas dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat

b. Kebersihan kulit

c. Kebiasaan, sebagai contoh kebiasaan merendam kaki yang terlalu lama dapat

menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur.

d. Kontak dengan penderita.

Infeksi Candida berkaitan dengan perubahan bentuk sel-sel Candida dari

bentuk yeast menjadi bentuk mycelium. Bentuk mycelium berbentuk panjang

dengan struktur seperti akar yang disebut rhizoid. Rhizoid dapat menembus

mukosa yang terdapat di mulut dan vagina, dan dapat juga masuk melalui sel-sel

epitel di saluran cerna. Invasi ini dapat berlanjut hingga ke pembuluh darah dan

menyebabkan septikemia. Selain itu penggunaan kortikosteroid dan antibiotik

spektrum luas dalam jangka waktu yang lama juga mempermudah terjadinya

infeksi oleh jamur ini (Narins et al, 2003; .Kayser et al, 2005)

4
Infeksi oleh Candida melibatkan perlekatan pada sel-sel epitel, kolonisasi,

penetrasi sel-sel epitel, dan invasi vaskular yang diikuti dengan penyebaran,

perlekatan dengan sel-sel endotel dan penetrasi ke jaringan. Terdapat Sembilan

faktor virulen pada C. albicans, yaitu (Arenas, 2001) :

a. Perubahan fenotip

b. Bentuk dan susunan hifa

c. Thigmotropism

d. Hydrophobicity

e. Molekul-molekul yang bersifat virulen terhadap permukaan mukosa

maupun epitel

f. Kemampuan untuk meniru molekul-molekul permukaan

g. Produksi enzim yang bersifat litik

h. Tingkat pertumbuhan

i. Kebutuhan nutrisi

MANIFESTASI KLINIS

Penyakit yang disebabkan oleh C. albicans dapat dibagi atas candidiasis

selaput lendir, candidiasis kutis, candidiasis sistemik, dan reaksi id (Candidid).

Candidiasis selaput lendir dapat berupa oral candidiasis (thrush), perléche,

vulvovaginitis, balanitis atau balanopostitis, candidiasis mukokutan kronik,

candidiasis bronkopulmoner dan paru. Pada candidiasis oral terlihat mukosa

yang berwarna merah yang diselubungi bercak-bercak putih. Bercak-bercak putih

ini biasanya bersifat asymptomatic, tetapi dapat juga diikuti dengan perasaan

terbakar (burning sensation). Lesi dapat berbentuk difus maupun lokal, bersifat

5
erosif, dan berbentuk seperti pseudomembran. Pada vaginitis dapat ditemukan

peradangan yang diikuti dengan leucorrhea dan gatal-gatal, dapat juga ditemukan

dysparenia apabila lesi telah mencapai vulva dan perineum.

Gambar 2. Oral Candidiasis, infeksi di permukaan lidah, mukosa pipi dan


palatum mole pada pasien AIDS (Sumber : Kayser et al, 2005).

Candidasis yang telah masuk ke dalam aliran darah dapat menyebar ke

berbagai organ seperti ginjal, limpa, jantung, otak, dan menimbulkan berbagai

penyakit seperti endokarditis, meningitis, endophtalmitis dan pielonefritis

(Arenas, 2001; Narins et al, 2003; Brooks et al, 2004; Kayser et al, 2005;

Kuswadji, 2005).

Candidiasis mukokutan kronik timbul karena adanya defek fungsional pada

limfosit dan leukosit atau sistem hormonal. Penyakit ini dapat juga berhubungan

dengan adanya keganasan. Lesi timbul pada kuku, kulit, mukosa, atau dapat juga

timbul di daerah yang lebih dalam dan menimbulkan candida granuloma

(Arenas, 2001; Kayser et al, 2005; Kuswadji, 2005).

6
Gambar 3. Candidiasis mukokutan kronik pada anak dengan sindrom
imunodefisiensi selular (Sumber : Kayser et al, 2005)

Reaksi id (candidid) terjadi karena adanya metabolit Candida. Gejala

klinisnya berupa vesikel-vesikel yang bergerombol mirip dengan dematofitid.

Pada daerah tersebut tidak ditemukan adanya jamur. Candidid akan sembuh

sendiri bila lesi Candidiasis diobati (Kuswadji, 2005).

DIAGNOSIS

Diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis pada kerokan kulit

atau usapan mukokutan. Diperiksa dengan larutan KOH 10% atau dengan

pewarnaan Gram. Selain itu dapat juga dilakukan kultur pada agar Saboroud baik

yang telah ditambahkan antibiotik maupun yang tidak. Perbenihan disimpan

dalam suhu 37° selama 24-48 jam, terlihat yeast like colony. Identifikasi Candida

albicans dapat dilakukan dengan menggunakan corn meal agar (Arenas, 2001;

Kayser et al, 2005; Kuswadji, 2005).

7
Tes serologi seperti imunodifusi, aglutinasi latex, fiksasi komplemen,

ELISA atau antibodi fluorescent dapat digunakan dan cukup membantu dalam

identifikasi pada infeksi sistemik (Arenas, 2001; Kayser et al, 2005).

PENGOBATAN

Tindakan pertama yang perlu dilakukan adalah menghilangkan atau

mengurangi faktor-faktor predisposisi yang memicu timbulnya infeksi.

Pengobatan medikomantosa diberikan sesuai dengan lokasi infeksi. Ketokonazol

merupakan salah satu obat yang sering digunakan untuk pengobatan candidiasis,

hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Orhon dkk, bahwa sebanyak

91,4% C. albicans yang diisolasi dari pasien-pasien infeksi oleh karena

penggunaan kateter, vaginitis dan infeksi oral masih sensitif terhadap

ketokonazol (Orhon et al, 1999; Arenas, 2001; Narins et al, 2003; Brooks et al,

2004; Kayser et al, 2005; Kuswadji, 2005).

8
DAFTAR PUSTAKA

Arenas R, Estrada R. Tropical Dermatology. Georgetown : Landes Bioscience;


2001. 17-22.
Bagian Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin FKUI. Ilmu Penyakit Kulit Dan
Kelamin. Edisi 4. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ;
2005. 106-9.
Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical
Microbiology. 23rd Edition. Singapore : McGraw-Hill; 2004. 39-40, 58-9,
431-4.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Sediaan Galenik. Jakarta. 1986.
1-2, 80.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia Edisi IV.
Jakarta. 1995. 372-3.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Peningkatan Pengobatan Tradisional
Dalam Pembangunan Kesehatan. Jakarta, 1995. 4-6.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Parameter Standar Umum Ekstrak
Tumbuhan Obat. Jakarta, 2000. 3-6, 9-12.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pembinaan Upaya Kesehatan
Tradisional, Jilid 1. Jakarta, 2003. 2-4.
Dorland WAN. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 19. Jakarta : EGC ; 2002.
2175.
Ganiswara SG. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta : Bagian Farmakologi
FKUI ; 2002.
Hanafiah KA. Rancangan Percobaan. Edisi 3. Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2004.
Hidalgo JA, Vasquez JA. Candidiasis. http://www.emedicine.com [diakses 29
Februari 2008]
Ipteknet. Tanaman Obat Indonesia. http://www.iptek.net.id [diakses 28 Februari
2008]
Katzung BG. Basic And Clinical Pharmacology. 10th Edition. San Fransisco :
McGraw-Hill; 2006.
Kayser FH, Bienz KA, Eckert J, Zinkernage RM. Medical microbiology. 10th
Edition. Stuttgart : Thieme; 2005. 362-4.
Kunia K. Lengkuas Pengganti Formalin. http://www.anekaplanta.wordpress.com
[diakses 1 Maret 2008]
Mainous III AG, Pomeroy C. management of Antimicrobials in Infectious
Disease – Impact of Antibiotic Resistance. New Jersey : Humana Press
Inc.; 2001. 104-5.
Mohamed BB. The Unknwon Benefits of Lengkuas. http://www.slideshare.net
[diakses 29 Februari 2008]
National Tropical Botanical Garden. Alpinia purpurata. http://www.ntbg.com
[diakses 3 Maret 2008]
Orhon H, Ozbakkaloglu B, Surucuoglu S, Tunger O, Sivrel A. The Slime
Production and Antifungal Sensitivity in Candida albicans Species

9
Isolated as Infectious Agents (Abstract no. 1050). Turkey : Interscience
Conference on Antimicrobial Agents and Chemotherapy ; 1999.
Perwitasari T, Hertiani T, Pratiwi ST. Metode Pengeringan Terhadap Daya
Antijamur Candida albicans Minyak Atsiri Lengkuas Merah (Languas
galangal L. Stuntz) Secara In Vitro. Majalah Obat Tradisional Indonesia
Volume 10. 2005. 1-5.
Schmid J. Molecular Microbiology of Candida albicans.
http://www.imbs.massey.ac.nz. [diakses 3 Maret 2008]
Sinaga E. Alpinia galangal (L.) Willd. (Lengkuas). Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tumbuhan Obat UNAS (P3TO UNAS). 2005.
Soeratri W, Yuliani DR, Ifansyah N, Isnaeni. Aktivitas Antifungi Krim Minyak
Atsiri Lengkuas (Alpinia galanga (L.) Swartz) Terhadap Candida
albicans. Majalah farmasi Airlangga Volume 5. Surabaya. 2005. 11-5.
USDA. Alpinia purpurata information from NPGS/GRIN. http://www.usda.gov.
[diakses 29 Februari 2008]
Wikipedia, Candida albicans. http://wikipedia.org/wiki/candida_albicans.
[diakses 3 Maret 2008].
Wikipedia. Lengkuas. http://www.wikipedia.org./wiki/lengkuas. [diakses 3 Maret
2008].
Yuharmen, Eryanti Y, Nurbalatif. Uji Aktivitas Minyak Atsiri dan Ekstrak
Metanol Lengkuas (Alpinia galangal). Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Riau. Pekanbaru. 2002.

© Doctor’s FiLez.(http://www.Doctors-Filez.tk
10

Anda mungkin juga menyukai