Anda di halaman 1dari 4

Wabah virus corona memberikan dampak hebat terhadap perekonomian banyak negara di

dunia, termasuk di Indonesia. Yang paling tampak saat ini adalah terguncangnya bursa
saham global ke titik rendah, yang juga terjadi di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Industri manufaktur, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), industri keuangan, hingga
pendapatan individu masyarakat pun ikut terhempas gelombang wabah corona ini. Tak
heran jika banyak negara memberikan stimulus ekonomi untuk mengurangi dampak
penurunan ekonomi.

Amerika Serikat (AS) siap menggelontorkan uang hingga 1 triliun dolar AS untuk stimulus
ekonomi akibat wabah corona. Presiden Donald Trump menyiapkan dana cash 500 miliar
dolar AS dan 500 miliar dolar lagi untuk kepentingan bisnis terutama UKM.

Trump juga menyiapkan anggaran 300 miliar untuk subsidi pajak bagi perusahaan dan
individu pekerja. China terlebih dahulu melakukan langkah yang sama. Tak kurang dari Rp
2.000 triliun dikeluarkan Beijing untuk menolong ekonomi China dari wabah corona.

Stimulus ekonomi juga diberikan pemerintah Indonesia. Pertama, untuk sektor pariwisata.
Pemerintah memberikan diskon tiket pesawat domestik dan hapus pajak industri hotel dan
restoran di daerah wisata utama. Kedua, stimulus penghapusan pajak bagi pekerja.

Bagaimana dengan industri keuangan dalam hal ini perbankan? Apa ada situmulus khusus?
Pertanyaan ini banyak ditanyakan pebisnis mengingat rendahnya daya beli saat ini. Juga,
pemegang kredit atau pembiayaan rumah dan lainnya.

Pebisnis UMKM sudah teriak sejak awal tahun ini terkait beratnya usaha dan sulitnya
mencicil utang ke bank. Para driver ojek online pun merasakan kesulitan yang sama.

Dengan semua kerja dari rumah dan sekolah diliburkan, penghasilan ojek online menurun
drastis sementara harus tetap membayar cicilan motor. Ancaman kredit macet naik pun
berdiri di depan mata.

Dalam jumpa pers digital dengan wartawan, Jumat (20/3), Menteri BUMN Erick Thohir
memberikan gambaran positif dan optimistis atas situasi ini. Erick Thohir memang tak
menampik beratnya tantangan yang dihadapi BUMN-BUMN saat ini dan yang dialami sektor-
sektor industri lain termasuk UMKM.

Erick menyampaikan BUMN mempunyai tugas dalam aspek kesehatan dan juga mendukung
sistem iklim perekonomian yaitu sektor usaha dan moneter. Kementerian BUMN dengan
berkoordinasi dengan lembaga terkait, kata Erick, segera meluncurkan kebijakan yang
membantu industri terkena terdampak itu.

"Kita ingin memastikan bank-bank milik BUMN segera menurunkan suku bunga UKM
lantaran banyaknya UKM yang terdampak," kata Erick.
Selain penurunan suku bunga yang diminta kepada bank-bank BUMN untuk UKM, Erick
Thohir juga sedang sedang mengajukan kebijakan relaksasi dari OJK untuk sektor-sektor
perhotelan, restoran, dan penerbangan yang mempunyai pinjamann kepada bank-bank
BUMN. Langkah ketiga, Erick menyatakan pemerintah akan mengeluarkan obligasi-obligasi
yang akan membantu devisa, terutama pada obligasi dari perusahaan BUMN yang ratingnya
bagus, seperti BRI dan Mandiri.

Erick menyampaikan rencana penurunan suku bunga telah dibahas dalam rapat terbatas
pada Jumat (20/3) pagi. Mengenai mekanisme lebih lanjut, kata Erick, akan dikoordinasi
oleh kementerian dan Gubernur Bank Indonesia (BI).

Suku Bunga BI Turun


BI sebagai penjaga utama stabilitas mata uang rupiah dan inflasi di Tanah Air langsung
mengeluarkan jurus-jurus moneter terkait pelemahan ekonomi saat ini. Suku bunga acuan
perbankan pun diturunkan seraya berharap segera memberikan efek menetes ke industri
perbankan untuk ikut penurunan ini.

Pada Kamis (19/3) lalu, usai Rapat Dewan Gubernur (RDG), Gubernur BI Perry Warjiyo
mengumumkan penurunan suku bunga acuan 7Days Reverse Repo Rate (7DRRR) di level 4,5
persen. 7DRRR ini menjadi acuan industri perbankan dalam menentukan suku bunga
pinjaman/kredit/pembiayaan.

Perry mengatakan kebijakan moneter di tengah wabah corona saat ini tetap akomodatif dan
konsisten dengan prakiraan inflasi yang terkendali dalam kisaran sasaran. BI tetap
memperhatikan stabilitas eksternal yang terjaga serta upaya untuk menjaga momentum
pertumbuhan ekonomi domestik di tengah perekonomian global yang melambat.

Pekerjaan terbesar BI sekarang tentu menjaga penguatan rupiah atas dolar AS. Pada
penutupan perdagangan Jumat (20/3), rupiah berada di level 15.960 per dolar AS. Rupiah
sempat menembus 16 ribu per dolar AS atau menyamai kerendahan saat krisis moneter
1998.

Jika rupiah menguat maka inflasi bisa terus terjaga. Suku bunga bank pun masih bisa
direlaksasi. Sebaliknya, jika rupiah makin melemah, inflasi bisa terancam, dan penurunan
suku bunga acuan bisa terancam.

Intervensi masih menjadi kata maut BI dalam menjaga stabilitas rupiah. BI melakukan triple
intervention (tiga intervensi) untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan
fundamental dan mekanisme pasar, baik secara spot, Domestic Non-deliverable Forward
(DNDF), maupun pembelian SBN dari pasar sekunder.

Perry mengatakan sepanjang tahun ini BI sudah mengeluarkan uang hampir Rp 300 triliun
dalam rangka menjaga stabilitas rupiah di tengah wabah corona. Jurus lainnya, BI
memperpanjang tenor Repo SBN hingga 12 bulan dan menyediakan lelang setiap hari untuk
memperkuat pelonggaran likuiditas Rupiah perbankan, yang berlaku efektif sejak 20 Maret
2020.

Terkait perbankan, BI ,memperluas kebijakan insentif pelonggaran Giro Wajib Minimum


(GWM) harian dalam rupiah sebesar 50 bps yang semula hanya ditujukan kepada bank-bank
yang melakukan pembiayaan ekspor-impor, ditambah dengan yang melakukan pembiayaan
kepada UMKM dan sektor-sektor prioritas lain, berlaku efektif sejak 1 April 2020.

Relaksasi Perbankan dari OJK


Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta industri perbankan mulai menerapkan kebijakan
relaksasi terhadap debitur yang terdampak wabah Virus Corona baru atau Covid-19.  OJK
menerapkan kebijakan pemberian stimulus bagi perekonomian dengan menerbitkan POJK
Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan
Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 pada Kamis (19/3).

Juru Bicara OJK Sekar Putih mengatakan dengan terbitnya POJK ini maka pemberian
stimulus untuk industri perbankan sudah berlaku sejak 13 Maret 2020 sampai dengan 31
Maret 2021. Perbankan diharapkan dapat proaktif dalam mengidentifikasi debitur-debiturnya
yang terkena dampak penyebaran Covid-19 dan segera menerapkan POJK stimulus
dimaksud.

POJK mengenai stimulus perekonomian tersebut dikeluarkan untuk mengurangi dampak


terhadap kinerja dan kapasitas debitur yang diperkirakan akan menurun akibat wabah Covid-
19. Kinerja ini bisa meningkatkan risiko kredit yang berpotensi mengganggu kinerja
perbankan dan stabilitas sistem keuangan.

Melalui kebijakan stimulus tersebut, perbankan juga memiliki pergerakan yang lebih luas
sehingga pembentukan kredit macet dapat terkendali dan memudahkan memberikan kredit
baru kepada debiturnya. Menurut Sekar, POJK itu diharapkan menjadi countercyclical
dampak penyebaran Covid-19 sehingga bisa mendorong optimalisasi kinerja perbankan,
khususnya fungsi intermediasi, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung
pertumbuhan ekonomi.

Pemberian stimulus ditujukan kepada debitur pada sektor-sektor yang terdampak


penyebaran virus corona. Ini termasuk debitur UMKM dan diterapkan dengan tetap
memperhatikan prinsip kehati-hatian.
Juga, disertai adanya mekanisme pemantauan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan
dalam penerapan ketentuan (moral hazard).

Kebijakan stimulus dimaksud terdiri dari penilaian kualitas kredit atau pembiayaan atau
penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga
untuk kredit sampai dengan Rp 10 miliar. Selain itu, restrukturisasi dengan peningkatan
kualitas kredit atau pembiayaan menjadi lancar setelah direstrukturisasi. Ketentuan
restrukturisasi ini dapat diterapkan bank tanpa batasan plafon kredit.

Relaksasi pengaturan tersebut berlaku untuk debitur non-UMKM dan UMKM, dan akan
diberlakukan sampai dengan satu tahun setelah ditetapkan. Mekanisme penerapan
diserahkan sepenuhnya kepada kebijakan masing-masing bank dan disesuaikan dengan
kapasitas membayar debitur.

Dengan beragam stimulus ekonomi sektor perbankan ini diharapkan sektor riil tetap bisa
bergerak. Pengusaha UMKM yang memiliki kredit bank bisa sedikit tenang dengan adanya
penurunan suku bunga, keringanan membayar cicilan dalam hal ini cicilan bunga saja untuk
periode tertentu, hingga bentuk-bentuk kemudahan lainnya.

Bagi debitur besar, stimulus perbankan ini bisa menjadi jalan untuk merestrukturisasi kredit
mereka. Stimulus ini bisa jadi cara untuk menekan sekecil mungkin kredit macet debitur
yang memang menjadi ancaman industri bank.

Dengan demikian, bakal membengkaknya rasio kredit macet bank dan gagal bayar debitur
bisa terhindari sejak dini. Efek besarnya, ancaman PHK massal pun bisa dielakkan dan daya
beli masyarakat bisa tetap terjaga. Tentu, OJK dalam hal ini harus benar-benar ketat dalam
menyeleksi industri mana saja yang pantas mendapat keringan ini.

Anda mungkin juga menyukai