PENDAHULUAN
1
homogen adalah hutan pinus, hutan jati. Contoh komunitas klimaks yang
heterogen misalnya hutan hujan tropis.
Proses suksesi juga terjadi di Gunung Galunggung Kabupaten
Tasikmalaya. pasca letusan, Gunung Galunggung mengalami proses suksesi
dimana vegetasi tanaman dan komunitas hewan yang hancur lebur dan
aktivitas manusia pun lumpuh, setelah beberapa tahun kemudian mengalami
perubahan, dimana dengan adanya debu vulkanik yang menyebabkan tanah
menjadi subur, biji-bijian pun mengalami masa germinansi dan jika didiamkan
selama 30 tahun maka akan berubah menjadi hutan. Ekosistem hewan pun
akan normal kembali ketika gunung Galunggung mengalami proses suksesi.
Uraian diatas menunjukan perkembangan dari suatu ekosistem dimana
didalamnya terjadi suksesi dan untuk mencapai mekanisme yang klimaks
didalam ekosistem tersebut. Keberhasilan perkembangan ekosistem ini sangat
dipengaruhi oleh organisme yang hidup di dalamnya, kelentingan ekosistem,
dan daya dukung ekosistem.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk membuat
makalah dengan judul “Proses Terjadinya Suksesi akibat letusan Gunung
Galunggung di Kabupaten Tasikmalaya”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka terdapat rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan suksesi?
2. Apa saja jenis-jenis suksesi?
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya suksesi?
4. Bagaimana tahapan-tahapan dan karakteristik suksesi?
5. Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya suksesi?
6. Bagaimana proses suksesi di Gunung Galunggung?
2
C. Tujuan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah, penyusunan makalah ini bertujuan
untuk:
1. Mengetahui pengertian suksesi;
2. Mengetahui jenis-jenis suksesi;
3. Mengetahui factor yang mempengaruhi suksesi;
4. Mengetahui tahapan dan karakteristik suksesi;
5. Mengetahui factor yang menyebabkan terjadinya suksesi;
6. Mengetahui proses suksesi di Gunung Galunggung
D. Kegunaan Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik
secara teoretis maupun secara praktis. Secara teoretis makalah ini berguna
sebagai pengembangan konsep tentang proses suksesi. Secara praktis
makalah ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan dan konsep keilmuan
khususnya tentang konsep suksesi.
2. pembaca, sebagai media informasi tentang konsep suksesi baik secara
teoretis maupun secara praktis.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Pustaka
Menurut Sutomo (2009), menyatakan suksesi ekologi adalah suatu
proses perubahan komponen-komponen spesies suatu komunitas selama
selang waktu tertentu.
Sedangkan menurut Odum (1971), suksesi adalah adanya pergantian
komunitas cenderung mengubah lingkungan fisik sehingga habitat cocok
untuk komunitas lain sampai keseimbangan biotik dan abiotik tercapai.
B. Pembahasan
1. Pengertian suksesi
Suksesi adalah proses perubahan ekosistem dalam kurun waktu
tertentu menuju ke arah lingkungan yang lebih teratur dan stabil.
Proses suksesi akan berakhir apabila lingkungan tersebut telah
mencapai keadaan yang stabil atau telah mencapai klimaks. Ekosistem
yang klimaks dapat dikatakan telah memiliki homeostatis, sehingga
mampu mempertahankan kestabilan internalnya.
2. Jenis-Jenis Suksesi
Pada suksesi terdapat dua jenis, yaitu yang dikenal dengan suksesi
primer dan suksesi sekunder, yang membedakan antara suksesi primer dan
suksesi sekunder terletak pada kondisi awal proses suksesi terjadi,
a. Suksesi Primer
Suksesi primer terjadi ketika komunitas awal terganggu dan
mengakibatkan hilangnya komunitas awal tersebut secara total
sehingga di tempat komunitas asal tersebut akan terbentuk substrat
dan habitat baru. Gangguan ini dapat terjadi secara alami, misalnya
tanah longsor, letusan gunung berapi, endapan lumpur yang baru di
muara sungai, dan endapan pasir di pantai.
Gangguan dapat pula karena perbuatan manusia misalnya
penambangan timah, batubara, dan minyak bumi. Contoh yang
terdapat di indonesia adalah terbentuknya suksesi di gunung
4
Galunggung yang pernah meletus pada tahun 1982. Letusan terakhir
terjadi pada tanggal 5 Mei 1982 disertai suara dentuman, pijaran api,
dan kilatan halilintar.
b. Suksesi sekunder
Apabila dalam suatu ekosistem alami mengalami
gangguan,baik secara alami ataupun buatan (karena manusia), dan
gangguan tersebut tidak merusak total tempat tumbuh organisme yang
ada sehingga dalam ekosistem tersebut substrat lama dan kehidupan
lama masih ada. Contohnya gangguan alami misalnya banjir,
gelombang laut, kebakaran, angin kencang, dan gangguan buatan
seperti penebangan hutan dan pembakaran padang rumput dengan
sengaja.
3. Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Suksesi
Faktor yang mempengaruhi proses suksesi, yaitu :
a. Luasnya habitat asal yang mengalami kerusakan.
b. Jenis-jenis tumbuhan di sekitar ekosistem yang terganggu.
c. Kecepatan pemancaran biji atau benih dalam ekosistem tersebut.
d. Iklim terutama arah dan kecepatan angin yang membawa biji, spora,
dan benih lain serta curah hujan yang sangat berpengaruh daam proses
perkecambahan.
e. Jenis substrat baru yang terbentuk.
4. Tahapan-Tahapan dan Karakteristik Suksesi
Dalam suksesi terjadi suatu proses perubahan secara bertahap
menuju suatu keseimbangan. Clements menyusun urutan kejadian secara
rasional ke dalam 5 fase, yaitu:
a. Fase 1. Nudasi
Proses awal terjadinya pertumbuhan pada lahan terbuka/kosong.
b. Fase 2. Migrasi
Proses hadirnya biji-biji tumbuhan, spora dan lain-lainnya.
c. Fase 3. Ecesis
Proses kemantapan pertumbuhan biji-biji tersebut.
5
d. Fase 4. Reaksi
Proses persaingan atau kompetisi antara jenis tumbuhan yang telah
ada/hidup, dan pengaruhnya terhadap habitat setempat.
e. Fase 5. Stabilisasi
Proses manakala populasi jenis tumbuhan mencapai titik akhir kondisi
yang seimbang (equilibrium), di dalam keseimbangan dengan kondisi
habitat lokal maupun regional.
Suksesi lebih lanjut tersusun atas suatu rangkaian rute perjalanan
terbentuknya komunitas vegetasi transisional menuju komunitas dalam
kesetimbangan. Clements memberi istilah untuk tingkat komunitas
vegetasi transisi dengan nama sere/seral, dan kondisi akhir yang seimbang
disebut sebagai vegetasi klimaks. Untuk komunitas tumbuhan yang
berbeda akan berkembang pada tipe habitat yang berbeda.
Adapun karakteristik umum peristiwa suksesi ini, Park (1980)
menjelaskan sebagai berikut:
a. Keanekaragaman ekologi (Ecological Diversity).
Keanekaragaman jenis/species umumnya meningkat selama
suksesi karena meningkatnya sejumlah relung dalam habitat yang
tersedia bagi tingkat perkembangan seral berikutnya. Regier dan
Cowell (1972, dikutip oleh Park, 1980) menyatakan bahwa awal
suksesi didominasi oleh sedikit jenis organisme yang memiliki
kesempatan yang tinggi untuk tumbuh tanpa kompetisi yang efektif
dengan sebagian besar jenis hidup lebih lama.
Menurut Loucks (1970, dikutip oleh Park, 1980), puncak
keanekaragaman jenis penyusun komunitas hutan terjadi setelah 100
sampai 200 tahun setelah awal suksesi sekunder, dan suatu
keanekaragaman yang menurun terjadi kemudian dalam proses
suksesi. Kemungkinan akibat kebakaran atau juga pengelolaan oleh
manusia.
Oleh karena itu, Park (1980) menyimpulkan bahwa jelasnya
secara umum peningkatan keanekaragaman ekologis melalui suksesi
6
ekologi harus menjadi elemen kunci dalam semuastrategi pengelolaan
hutan.
b. Struktur Ekosistem dan Produktivitas.
Dengan adanya proses suksesi dalam suatu ekosistem maka biomas
akan cenderung meningkat selaras dengan perubahan komposisi jenis
pioneer yang digantikan oleh bentuk vegetasi yang lebih besar, dan
meningkatnya jumlah maupun keanekaragaman habitat. Produktivitas juga
akan meningkat, minimal selama awal suksesi.
c. Perubahan Karakteristik Tanah.
Seperti dinyatakan oleh Clements bahwa suksesi berlangsung
secara progresif (semakin maju) sepanjang waktu, maka perubahan
komunitas vegetasi juga akan memodifikasi (menyebabkan perubahan)
pada habitat dan lingkungan local. Pada ekosistem daratan, misalnya hutan
Jati yang dibiarkan menjadi hutan Jati alam seperti di RPH Darupono,
KPH Kendal, karakteristik tanahnya berbeda dengan yang ada di bawah
tegakan Jati yang dikelola secara intensif. Tampak a.l. pada ketebalan
humus, kelembaban tanah dan iklim mikro di bawah tegakan hutan Jati
yang tercampur dengan berbagai jenis kayu lain secara bertingkat-tingkat.
d. Stabilitas Ekosistem.
Selaras dengan meningkatnya formasi organisme yang ada akibat
proses suksesi, kemudian tumbuh berkembang dan mati, telah memberikan
pelajaran berharga tentang terciptanya stabilitas ekosistem. Ada beberapa
pendapat yang masih diperdebatkan, yaitu berkisar antara ‘stabilitas
ekosistem’ atau ‘stabilitas yang dinamis’. Kedua pendapat ini beralasan
untuk yang pertama bahwa secara sederhana dengan adanya suksesi secara
keseluruhan telah meniadakan perubahan ekologis dalam suatu system,
atau hanya sedikit terjadi peningkatan melalui proses suksesi. Adapun
untuk pendapat yang kedua bahwa kecepatan komunitas giat kembali
setelah terjadinya beberapa gangguan secara temporal umumnya menurun
selama proses suksesi.
7
e. Tingkatan waktu (Time Scales).
Perhatian juga difokuskan pada tingkatan waktu yang terkait
dengan proses suksesi, dan kecepatan perubahan yang terjadi pada tingkat
sere. Hal ini memberikan diagnosis yang bernilai terhadap indikator
stabilitas ekosistem yang potensial, kerentanan terhadap penyebab
perubahan, dan tingkatan waktu yang dibutuhkan (dalam strategi
pengelolaan/manajemen) untuk memperbaiki diri secara alami bagi
ekosistem yang rusak. Odum (1962, dikutip oleh Park, 1980)
menyimpulkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat
klimaks adalah berkaitan dengan struktur komunitas. Dalam ekosistem
hutan, suksesi jauh lebih lama karena biomas yang besar terakumulasi
sepanjang waktu, dan komunitas terus berubah dalam komposisi jenis dan
mengatur lingkungan fisiknya.
5. Faktor Penyebab Terjadinya Suksesi
Adapun faktor yang menyebbkan terjadinya proses suksesi antara
lain sebagai berikut:
a. Iklim
Tumbuhan tidak akan dapat tumbuh teratur dengan adanya
variasi yang lebar dalam waktu yang lama. Fluktuasi keadaan iklim
kadang-kadang membawa akibat rusaknya vegetasi baik sebagian
maupun seluruhnya. Dan akhirnya suatu tempat yang baru (kosong)
berkembang menjadi lebih baik (daya adaptasinya besar) dan
mengubah kondisi iklim. Kekeringan, hujan salju/air dan kilat
seringkali membawa keadaan yang tidak menguntungkan pada
vegetasi.
b. Topografi
Suksesi terjadi karena adanya perubahan kondisi tanah, antara
lain:
8
1) Erosi
Erosi dapat terjadi karena angin, air dan hujan. Dalam
proses erosi tanah menjadi kosong kemudian terjadi penyebaran
biji oleh angin (migrasi) dan akhirnya proses suksesi dimulai.
2) Pengendapan (denudasi)
Erosi yang melarutkan lapisan tanah, di suatu tempat tanah
diendapkan sehingga menutupi vegetasi yang ada dan
merusakkannya. Kerusakan vegetasi menyebabkan suksesi
berulang kembali di tempat tersebut.
c. Biotik
Pemakan tumbuhan seperti serangga yang merupakan
pengganggu di lahan pertanian demikian pula penyakit mengakibatkan
kerusakan vegetasi. Di padang penggembalaan, hutan yang ditebang,
panen menyebabkan tumbuhan tumbuh kembali dari awal atau bila
rusak berat berganti vegetasi.
6. Proses Suksesi di Gunung Galunggung
9
Kini, gunung Galunggung merupakan gunung berapi dengan
ketinggian 2.167 meter (7.111 feet) di atas permukaan laut, terletak sekitar
17 km dari pusat kota Tasikmalaya.
Terdapat beberapa daya tarik wisata yang ditawarkan antara lain
obyek wisata dan daya tarik wanawisata dengan areal seluas kurang lebih
120 hektare di bawah pengelolaan Perum Perhutani.
Obyek yang lainnya seluas kurang lebih 3 hektar berupa
pemandian air panas (Cipanas) lengkap dengan fasilitas kolam renang,
kamar mandi dan bak rendam air panas. Gunung Galunggung mempunyai
Hutan Montane 1.200 – 1.500 meter dan Hutan Ericaceous > 1.500 meter
a. Letusan Gunung Galunggung.
1) Letusan Tahun 1822
Gunung Galunggung tercatat pernah meletus pada tahun
1822. Tanda-tanda awal letusan diketahui pada bulan Juli 1822, di
mana air Cikunir menjadi keruh dan berlumpur.
10
Aliran lahar bergerak ke arah tenggara mengikuti aliran-
aliran sungai. Letusan ini menewaskan 4.011 jiwa dan
menghancurkan 114 desa, dengan kerusakan lahan ke arah timur
dan selatan sejauh 40 km dari puncak gunung.
11
3) Letusan Tahun 1918
Pada tahun 1918, di awal bulan Juli, letusan berikutnya
terjadi, diawali dengan gempa bumi. Letusan tanggal 6 Juli ini
menghasilkan hujan abu setebal 2-5 mm yang terbatas di dalam
kawah dan lereng selatan. Dan pada tanggal 9 Juli, tercatat
pemunculan kubah lava di dalam danau kawah setinggi 85m
dengan ukuran 560×440 m yang kemudian dinamakan Gunung
Jadi.
4) Letusan Tahun 1982
Kegiatan letusan berlangsung selama 9 bulan dan berakhir
pada 8 Januari 1983.Selama periode letusan ini, sekitar 18 orang
meninggal, sebagian besar karena sebab tidak langsung
(kecelakaan lalu lintas, usia tua, kedinginan dan kekurangan
pangan). Perkiraan kerugian sekitar Rp 1 milyar dan 22 desa
ditinggal tanpa penghuni.
Letusan pada periode ini juga telah menyebabkan
berubahnya peta wilayah pada radius sekitar 20 km dari kawah
Galunggung, yaitu mencakup Kecamatan Indihiang, Kecamatan
Sukaratu dan Kecamatan Leuwisari.
Perubahan peta wilayah tersebut lebih banyak disebabkan
oleh terputusnya jaringan jalan dan aliran sungai serta areal
perkampungan akibat melimpahnya aliran lava dingin berupa
material batuan-kerikil-pasir.
Erupsi Gunung Galunggung selama 9 bulan tahun 1982-
1983 telah menyebabkan kerusakan ekosistem hutan lindung
Gunung Galunggung. Namun demikian setelah 25 tahun kemudian
ternyata pasca erupsi telah menimbulkan dampak positif berupa
suksesi vegetasi yang berlangsung baik, diperkirakan material
erupsi mengandung unsur hara penyubur tanah yang mempercepat
penghutanan kembali secara alami kawasan yang terkena dampak
erupsi. Vegetasi yang dominan di tingkat pohon atau vegetasi
12
pembentuk kanopi hutan adalah kibeunteur dan disusul oleh kurai
(Trema orientalis) dan puspa (Schima walichii) puspa adalah
tumbuhan asli sedangkan kurai merupakan pionir kearah
pembentukan hutan primer.
Pada periode pasca letusan (yaitu sekitar tahun 1984-1990)
merupakan masa rehabilitasi kawasan bencana, yaitu dengan
menata kembali jaringan jalan yang terputus.
Dilakukan pengerukan lumpur/pasir pada beberapa aliran
sungai dan saluran irigasi (khususnya Cikunten I), kemudian
dibangunnya check dam (kantong lahar dingin) di daerah Sinagar
sebagai ‘benteng’ pengaman melimpahnya banjir lahar dingin ke
kawasan Kota Tasikmalaya.
Pada masa tersebut juga dilakukan eksploitasi pemanfaatan
pasir Galunggung yang dianggap berkualitas untuk bahan material
bangunan maupun konstruksi jalan raya. Pada tahun-tahun
kemudian hingga saat ini usaha pengerukan pasir Galunggung
tersebut semakin berkembang, bahkan pada awal
perkembangannya (sekitar 1984-1985) dibangun jaringan jalan
Kereta Api dari dekat Station KA Indihiang (Kp. Cibungkul-
Parakanhonje) ke check dam Sinagar sebagai jalur khusus untuk
mengangkut pasir dari Galunggung ke Jakarta.
b. Dampak Positif dan Negatif dari Letusan Gunung Galunggung
1) Dampak positif letusan gunung api ialah :
a) Terdapat ekshalasi gas, seperti solfatar (gas yang mengandung
belerang), fumarol (gas yang mengandung uap air) dan mofet
(gas yang mengandung asam arang yang sangat berbahaya
karena dapat mematikan mahluk hidup).
b) Terdapat geyser yaitu sumber mata air panas yang memancar
dari dalam bumi secara berkala/periodik.
c) Terdapat mata air makdani yaitu mata air yang mengandung
mineral.
13
d) Di daerah vulkanis potensial untuk mengusahakan tanaman
budi daya seperti teh dan kopi.
e) Di daerah vulkanis memungkinkan banyak turun hujan melalui
hujan orografis. Hal tersebut disebabkan gunung merupakan
daerah penangkap hujan yang baik.
f) Di daerah gunung api memungkinkan dibangun pembangkit
tenaga listrik.
14
bumi. Oleh karena itu, pengetahuan tentang kawah ini dapat
dijadikan sebagai media pembelajaran geografi khususnya dalam
mempelajari aktivitas vulkanisme.
15
Foto diatas menampilkan aktivitas pengunjung tempat
wisata Cipanas Galunggung yang sedang berendam di salah satu
kolam pemandian air panas. Sumber air panas dapat digunakan
untuk mengobati reumatik. Selain itu, sumber air panas yang
mengandung belerang dapat mengobati penyakit kulit.
2) Dampak Negatif Letusan Gunung Galunggung
a) Merusak pemukiman warga sekitar bencana;
b) Menyebabkan kebakaran hutan (bencana merapi);
c) Pepohonan dan tumbuhan yang ditanam warga sekitar banyak
yang layu, bahkan mati akibat debu vulkanik, begitu juga
dengan ternak warga banyak yang mati akibat letusan Gunung
berapi;
d) Menyebabkan gagal panen;
e) Terhentinya aktivitas mata pencaharian warga sekitar bencana;
f) Pemerintah harus mengeluarkan biaya yang tidak terduga untuk
memperbaiki infrastruktur yang telah rusak akibat bencana;
g) Bandar udara tidak dapat beroperasi atau tidak dapat
melakukan penerbangan karena debu vulkanik yang dihasilkan
oleh letusan Gunung dapat menyebabkan mesin pesawat mati;
h) Mengganggu hubungan komunikasi, jaringan listrik terputus
dan aktivitas masyarakat lumpuh.
c. Dampak Letusan Gunung Galunggung Terhadap Hewan yang Ada
1) Populasi hewan amphibi seperti kodok merah yang hampir punah
16
2) Jenis burung yang ada di gunung Galunggung
Ixobrychus cinnamomeus, Spilornis cheela, Ictinaetus
malayensis, Spizaetus cirrhatus, Otus bakkamoena, Alcedo
meninting, Halcyon cyanoventris, Halcyon chloris, Pitta
guajana, Malacocincla sepiarium, Dicaeum trochileum,
Cinnyris jugularis, Aethopyga mystacalis dan Arachnothera
longirostra.
Saat ini burung-burung tersebut sangat sedikit populasinya,
sehingga masuk kedalam daftar burung-burung yang
dilindungi.
17
3) Selain itu terdapat pula hewan-hewan ternak milik warga yang
mati akibat letusan gunung Galunggung namun hewan-hewan
tersebut masih ada keberadaannya sampai saat ini dan hewan-
hewan kecil selain hewan ternak pun masih ada di gunung
Galunggung.
18
BAB III
KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
20