Anda di halaman 1dari 15

Pendahuluan

Gereja adalah umat Allah atau persekutuan orang-orang percaya yang dipilih dan dipanggil keluar
dari dalam kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib dan ditempatkan didunia ini untuk melayani Allah
lewat pemberitaan karya penyelamatan Allah dan perbuatan-perbuatanNya yang besar kepada umat
manusia ditengah-tengah dunia ini.1

Pada hakikatnya gereja dipakai oleh Allah sebagai “alat” dalam karya penyelamatanNya didunia
ini. Oleh sebab itu gereja ada untuk menjalankan tugas-tugas yang dipercayakan Allah kepda gereja.
Gereja didirikan bukan hanya sekedar pendirian sebuah tempat ibadah, tetapi juga bagian dari sebuah
pekerjaan Misi Kristen yaitu agar umat manusia dapat mengenal dan mengikuti Yesus Kristus. Gereja
tidak hadir karena dirinya dan oleh dirinya. Gereja hadir sebagai karya Allah Tritunggal untuk
menjalankan misi Allah Tritunggal. Dalam kesadaran ini gereja menata dirinya sehingga mampu
melayani sesuai dengan hakikatnya. Dari sudut pandang ini terlihat bahwa adanya aturan dalam gereja
merupakan sebuah komitmen iman gereja (?????) untuk menata diri dan melayani sesuai hakikatnya. 2

Tata Gereja adalah suatu aturan yang disusun secara sistematis oleh Gereja. Dari sudut pandang
hukum secara umum, tata Gereja digambarkan sebagai hukum internal yang ada dalam Gereja. Sehingga
tata gereja dapat menjadi hukum yang objektif untuk menjaga anggotanya baik secara individu atau
kolektif. Tata Gereja tidak sepenuhnya menyusun peraturan secara detail, dan tata gereja dapat menolong
gereja untuk memperhatikan tugas dan panggilan dunia.

Didalam Tata Gereja GPM ada pokok-pokok bahasan yang akan kami kelompok bahas yaitu
tentang pokok peraturan Sinide dan pokok peraturan Pergembalaan.

Isi

A. Peraturan pokok GPM (ketetapan sinode GPM No.08/SND/37/2016) Tentang Sinode


 Pengertian sinode

Istilah sinode berasal dari kata yunani sunodos (?????) yang berarti sidang atau pertemuan. Kata
ini juga bersinonim dengan kata dari bahasa laitn yaitu konsili. Sinode adalah berjalan bersama, berpikir

1
Abineno, ”Garis-garis Besar Hukum Gereja”,(Jakarta 2003 : BPK Gunung Mulia) hlm 12.
2
Ibid, hlm 21.
bersama, dan memutuskan secara bersama-sama demi kepentingan bersama pula. Sinode adalah badan
pengambilan keputusan tertinggi dalam jenjang kepemimpinan Gereja Protestan Maluku. Sistim sinodal
adalah sistim pemerintahan gereja yang berada dalam kekuasaan anggota sinode yang anggotannya terdiri
atas utusan-utusan dari setiap gereja local yang pada dasarnya memiliki tujuan bersama. Dengan
demikian sistim ini memberikan peluang kepada para pemimpin gereja dan jemaat dari gereja local untuk
berpartisipasi langsung dalam pengambilan keputusan dalam melaksananakan segala keputusan dan
pelayanan pada organisasi gereja local. Persidangan sinode merupakan instansi (???) tertinggi yang
keputusannya harus dilaksanakan oleh gereja-gereja local yang dipimpin oleh majelis jemaat yang terdiri
dari Pendeta, penatua, diaken yang diketuai oleh pendeta. Sistim presbiterial sinodal mempunyai makna
tersendiri. Hal itu didasarkan pada kesadaran bahwa suatu kondisi yang relative balance antara jemaat
setempat dan sinode. Namun pusat kehidupan jemaat selalu berada dilingkungan jemaat dan bukan lagi di
dalam sinode secara utuh. Dalam prakteknya gereja yang menganut sistim ini dipimpin oleh para majelis
jemaat yaitu pendeta, penatua, diaken yang diangkat dari anggota jemaat setempat . Majelis jemaat yang
terdiri dari pendeta,penatua,diaken inilah yang mengambil keputusan dalam setiap rapat atau siding
sinode. Keputusan yang diambil adalah keputusan demokratis. Ada 7 BAB dan 29 pasal dalam peraturan
pokok GPM tentang sinode ini yaitu:

 BAB I Ketentuan Umum (Pasal 1)Dalam Bab ini berbicara mengenai Sinode dengan badan-
badan Sinodal yaitu Sinode, MPL Sinode, MPH Sinode, Majelis Pertimbangan MPH Sinode
GPM, Sekertariat Umum, Departemen, Badan Non Departemen, BIRO, Majelis Ketua,
Panitia Nominasi dan Pola Induk Pelayanan dan Rencana Induk Pengembangan pelayanan
(PIP RIPP). Peraturan pokok GPM disebut Peraturan pokok tentang sinode GPM karena
pengaturan ini hanya mengatur hal-hal pokok dari perangkat pengemban kepemimpinan
GPM yang disebut Sinode. Disebut ketentuan pokok karena banyak hal yang masih
memerlukan pengaturan lebih lanjut dalam peraturan-peraturan organik GPM. Peraturan
organik GPM yang mengatur hal-hal yang masih perlu diatur secara tersendiri itu berbentuk
keputusan/ketetapan persidangan sinode,keputusan majelis pekerja lengkap sinode ataupun
keputusan majelis pertimbangan GPM. Dalam hal peraturan ini maka persidangan sinode
sebagai badan pengambilan keputusan yang tertinggi dalam jenjang kepemimpinan GPM dan
disertai badan-badan sinodal lainnya (psl 3) memenuhi makna dari presbiterian sinodal yang
dianut GPM dlam rumusan peraturan ini. Selain dari pada SINODE, badan-badan sinodal itu
adalah kesatuan pengemban kepemimpinan GPM. Dalam Menjalankan tugas umum bersama
maka harus ada ketentuan yang merupakan manifestasi dari kesatuan dan kebersamaan GPM.
Ketentuan ini dirumuskan dalam pasal 2 berkaitan dengan ciri sinode GPM maka sinode
merupakan bagian dari persekutuan orang-orang percaya yang mempertanggungjawabkan
imannya dalam wadah GPM. Kebrsamaan ini diwujudkan dalam satu wilayah kerja bagi
semua badan sinodal tersebut yaitu wilayah kerja sinode GPM. a-c dalam peraturan ini
ditetapkan satu badan pada tingkat sinodal yaitu Majelis Pertimbangan MPH Sinode GPM.
Badan ini penting untuk memelihara dan mengemban prinsip-prinsip kepemimpinan GPM.
Eksistensinya perlu diatur dalam peraturan pokok tentang sinode. Badan ini harus diangkat
oleh persidangan sinode sebagai penasehat MPH sinode GPM. Kedudukan majelis
pertimbangan MPH sinode GPM setingkat atau sejajar dengan MPH Sinode. Badan ini
menjalankan tugasnnya secara institusional atau secara kolektif bukan orang per orang dari
anggota majelis ini dalam memberikan pertimbangan atau saran. Pemberian pertimbangan
atau saran oleh majelis pertimbangan dilakukan baik diminta maupun tidak diminta. Majelis
pertimbangan MPH sinode GPM memebrikan saran atau pemikiran berkaitan dengan ajaran,
peraturan dan masalah-masalah yang muncul dalam gereja. pemberian pertimbangan
dimaksud disampaikan secara tertulis. Dalam hal-hal tertentu majelis pertimbangan dapat
pula menyampaikan pendapatnya melalui ketua, wakil ketua dan atau selkertaris umum
majelis pekerja harian sinode.
 BAB II Ciri Sinode (Pasal 2)Sinode GPM bercirikan kebersamaan dan persekutuan sebagai
Keluarga Allah yang saling berbagi dan menopang dari Jemaat-jemaat Gereja Protestan
Maluku sebagai wujud Pertanggungjawaban Iman seluruh anggotanya di bawah Terang
Firman Allah yang terdapat di dalam Alkitab, dan dalam tuntunan Roh Kudus.
 BAB III Kelembagaan Pelayanan GPM di Tingkat Sinode (Pasal 3 bagian kesatu umum
berbicara tentang kelembagaan GPM ditingkat sinode (Sinode, MPLS, MPHS & MP MPHS),
bagian kedua sinode mengenai kedudukan sinode sebagai badan pengambilan keputusan
tertinggi dalam jenjang kepemimpinan GPM dalam persidangan (Par 1 Pas 4) dan Tugas dan
wewenang Sinode Menetapkan Tata Gereja dan Peraturan Pokok GPM, Pokok-Pokok
Pengakuan Iman, Ajaran dan Liturgi Gereja, PIP/RIPP Gereja Protestan Maluku untuk
dipedomani oleh seluruh perangkat dan anggota Gereja selama 10 (sepuluh) tahun,
Mengevaluasi dan meninjau kembali pokok-pokok kebijaksanaan yang telah ditetapkan dan
dilaksanakan oleh seluruh perangkat dan anggota GPM, Membahas pertanggungjawaban
umum pelayanan dan keuangan tahun terakhir MPH Sinode dalam satu masa bakti, dan
Menetapkan program dan anggaran tahun pertama MPH Sinode GPM, Memilih dan
mengangkat MPH Sinode dan Majelis Pertimbangan MPH Sinode GPM untuk masa bakti 5
(lima) tahun. Menyelesaikan masalah-masalah yang tidak dapat diselesaikan secara
berjenjang, dengan mendengar secara sungguh-sungguh pertimbangan MP MPH Sinode
GPM (Par Pas 5). Sinode diselenggarakan sekali dalam 5 (lima) tahun berlangsung pada
bulan november tahun terakhir masa bakti dan Apabila terdapat hal-hal yang prinsipil
menyangkut eksistensi kelangsungan perkembangan Gereja Protestan Maluku yang
mendesak, dapat dilaksanakan Sinode Luar Biasa (Prakarsa MPH Sinode, dan Permintaan
tertulis dari sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) anggota MPL Sinode) Par 2 Pas 6.
Penanggungjawab dan pimpinan sinode adalah MPH GPM waktu awal persidangan dipimpin
oleh MPH next diserahkan kepada Majelis ketua memimpin dan mengatur sidang sampai
selesai dan tugas-tugas MK diatur dengan tata tertib sinode (Par 3 Pas 7). Peserta sinode
dihadiri oleh Peserta Biasa yang mempunyai hak bicara dan hak suara dan Peserta Luar biasa
yang hanya mempunyai hak bicara (Par 4 Pas 8 & Pas 9). Sahnya sinode apabila dihadiri
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah peserta Biasa (Par 5 Pas 10). Bagian Ketiga MPL Sinode
(MPHS & Utusan Klasis-klasis) adalah badan pengambilan keputusan di bawah Sinode, yang
diwujudkan dalam persidangan (Pas 11). Tugas dan wewenang MPL Sinode Menetapkan
Peraturan-peraturan Organik (lih Pas 12 hruf b-g). Persidangan MPL sinode diadakan sekali
dalam setahun dengan Peserta sinode dihadiri oleh Peserta Biasa yang mempunyai hak bicara
dan hak suara dan Peserta Luar biasa yang hanya mempunyai hak bicara. Persidangan MPLS
dinyatakan sah apabila dihadiri sekurangnya 2/3 dari jumlah peserta biasa dan keputusan
diambil secara musyawarah mufakat (Pas 13,14,15 & Pas 16). Bagian keempat Majelis
Pekerja Harian Sinode adalah pelaksana harian pelayanan GPM dipilih dan ditetapkan dalam
Sinode. Tugas dan Wewenang Majelis Pekerja Harian Sinode huruf a- huruf e cukup jelas
sedangkan huruf f & g menjelaskan MPH sinode dapat memperpanjang usia pensiun untuk
jabatan strategi pegawai organic untuk jangka waktu tertentu karena kebutuhan gereja. MPH
sinode menetapkan ketua dan sekertaris klasis, sedangkan anggota MPK lainnya dipilih dan
ditetapkan oleh persidangan klasis. Berdasarkan hal ini maka MPH sinode mengeluarkan
surat keputusan pelantikan KMJ oleh MPH sinode mengeluarkan surat keputusan pelantikan
KMJ (Ketua Majelis jemaat) oleh MPH sinode dapat dimandatkan kepada MPK (Majelis
Pekerja Klasis). Ditetapkan keanggotaan MPH sinode sebanyak 9 orang (seorang ketua, 2
orang wakil ketua, seorang sekertaris umum, seorang wakil sekum dan 4 orang anggota yang
menjalankan tugas sebagai full timer (pengertian FT tidak dimaksudkan adanaya keharusan
melepaskan jabatan pengabdian pada tempat lain, terutama bagi penatua/diaken yang
berstatus PNS. FT diartikan sebagai melaksanakan tugas secara sungguh-sungguh
berdasarkan uraian tugas yang telah disepakati bersama dalam rapat MPH sinode berdasrkan
hal ini maka seorang anggota MPH sinode hrus dpat mengalokasikan waktu bagi pelksanaan
tugasnnya secara efektif untuk mmenuhi pengabdian dan panggilannya untuk melayani. Ayat
2 ckup jelas. Ayat 3 pada pertimbangan anggota MPH sinode yang adalah penatua & diaken
bekerja part time bukan full time. Ayat 4 menjelaskan tentang Kriteria, Prosedur dan Tata
Cara pemilihan MPH Sinode (Dibahas dan ditetapkan pada MPL terakhir menjelang sidang
sinode setelah itu dibawa ke sidang sinode dan ditetapkan untuk menjadi produk sidang
sinode guna memilih MPH sinode tanpa pembahasan. Pembagian tugas di antara MPH
Sinode ditetapkan oleh MPH Sinode dan Rapat-rapat MPH Sinode diatur dan ditetapkan oleh
MPH Sinode (Pasal/Pas 17,18,19,20 & Pas 21). Perangkat Kepengurusan di Lingkup MPH
Sinode Di bawah Sekretaris Umum terdapat seperangkat unsur pelaksana yang terdiri dari
Departemen (BIRO diusulkan sekertaris departemen) dan Badan/Lembaga Non Departemen
yang susunan tugas dan tanggung jawabnya diatur dengan Keputusan MPH Sinode (Pas 22).
Bagian kelima Majelis Pertimbangan MPH Sinode GPM berfungsi sebagai Penasehat MPH
Sinode GPM terdiri sebanyak 7 0rang keterwakilan laki-laki dan perempuan keanggotaannya
(Pas 24 Hur a-b) majelis ini dipilih oleh persidangan sinode melalui panitia nominasi. Tugas
dan wewenang Majelis Pertimbangan MPH Sinode GPM adalah menyampaikan saran-saran
dan pertimbangan-pertimbangan kepada MPH Sinode GPM, diminta atau tidak diminta (Pas
25).
 BAB IV Pengambilan Keputusan
Segala Keputusan dalam Sinode, Persidangan Majelis Pekerja Lengkap Sinode maupun
didalam rapat-rapat Majelis Pekerja Harian Sinode dan Majelis Pertimbangan MPH Sinode
GPM, diambil atas dasar musyawarah untuk mufakat jika tidak terdapat pemufakatan dalam
musyawarah tersebut maka keputusan dapat diambil berdasarkan suara terbanyak (Pas 26).
 BAB V Masa Jabatan
Masa Jabatan Majelis Pekerja Lengkap Sinode adalah 5 (lima) tahun. Masa jabatan MPHS
adalah 5 tahun dan dapat dipili sesuai masa jabatan dan jabatan yang sudah dua periode
berturut-turut tidak dapat dipilih kembali. Anggota MPH Sinode yang telah berakhir masa
tuganya dan tidak terpilih lagi akan melakukan kepemimpinannya sampai dilaksanankannya
penetapan MPH yang baru serta masa jabatan MP MPHS GPM adalah 5 tahun (Pas 27).
 BAB VI Ketentuan Peralihan
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal (5), huruf f diberlakukan pada Sinode ke-37
(Pas 28)
 BAB VII Ketentuan Penutup
Dengan berlakunya Peraturan Pokok ini maka semua peraturan/ketentuan yang ada tentang
Sinode Gereja Protestan Maluku, dinyatakan tidak berlaku lagi dan Peraturan ini mulai
berlaku sejak tanggal ditetapkan (Pas 29).
B. PERBANDINGAN DENGAN 4 ASPEK Prof.em.LEO KOFFEMAN

Konsliritas, Integritas,Implusifitas dan Autensitas dimana melihat relasi eksternal dan internal,
wilayah konteks iman, missiodei dan relasi jabatan gereja dan anggota gereja.

Berdasarkan hal ini, kita dapat membuat sejumlah perbedaan eklesiologis. Salah satunya adalah
perbedaan antara pelayanan yang ditahbiskan dan komunitas. Interaksi mereka sangat penting. Dari satu
perspektif kita bisa mengatakan bahwa masyarakat harus mendapat prioritas. Semuanya bermuara pada
cara umat menjalani kehidupan sehari-hari mereka sebagai orang Kristen. ‘Misi Gereja untuk berbagi
dalam penderitaan dan harapan umat manusia, dipenuhi dengan cara anggota gereja biasa menunjukkan
belas kasihan, simpati, perhatian, dan solidaritas. sulit untuk menentukan moral kerentanan gereja dalam
hal ini. Jika komunitas gereja menutup mata kekerasan dalam masyarakat atau peran budaya sendiri
dalam mempertahankan struktur ketidakadilan,ini relevan secara ekologis. Itu tidak cukup dan bahkan
tidak mungkin untuk mengurangi itu. Bisa terhadap tanggung jawab individu atau kesalahan anggota
gereja individu. Dari tentu saja, masing – masing keseluruhannya memainkan perannya sendiri. Budaya
komunitas itu sendiri perlu ditangani dalam eklesiologi. Dari sudut pandang lain kita juga bisa
mengatakan bahwa pelayanan yang ditahbiskan seharusnya prioritas: setidaknya dalam jangka panjang
proklamasi Firman Tuhan yang tulus dengan penuh pengabdian pendeta adalah konstitutif gereja. Ini
membawa kita lebih dekat ke aspek kelembagaan (termasuk aspek hukum) gereja, dan setidaknya ada
kerentanan moral gereja Gereja harus ditanggapi dengan serius. Di situlah hal-hal sepele dan ambiguitas
Gereja tentu tidak bisa diabaikan. Jadi, dalam pandangan saya liturgi, komunitas dan pelayanan bersama
harus diambil sebagai intinya keberangkatan pemikiran gerejawi, daripada definisi abstrak dari 'esensi'
dari gereja atau deskripsi sosiologis tentang karakteristik kehidupan gereja saat ini. Untuk ini sangat
alasan eklesiologi dan hukum gereja harus harus kontekstual, atau setidaknya dikontekstualisasikan.
Penanda kualitas ini dapat berfungsi sebagai kriteria dalam cara kita menganalisis dan membentuk
kehidupan gereja sehari-hari dalam konteks tertentu, dan mereka dapat membantu kita menilai apa yang
bisa dan harus dilakukan dalam hal membuat undang-undang gereja Gereja sebagai institusi lebih baik
memenuhi standar-standar ini. Penanda kualitas berikut mungkin berperan di sini.

1. Inklusivitas, yang berasal dari katolikitas gereja yang kami percayai, dan pertama-tama
terkait dengan tujuan gereja. Gereja tidak dapat menerima 'bukti diri' mekanisme
pengucilan, baik yang bersifat etnis, sosial, ekonomi, atau budaya. Ini sadar signifikansi
relatif dari konstituensi historisnya, dan kebutuhan untuk pergi di luar mereka, dalam
misi dan diakonat. Ini membutuhkan ketentuan kelembagaan. Untuk itu lembaga sinode
GPM harus melihat dengan jelas tujuan gereja dengan menghadirkan tanda-tanda
kerajaan Allah dan karya penyelamatan-Nya lewat Yesus Kristus yang adalah Kepala
Gereja yang mengutus Gereja Protestan Maluku yang dimana lembaga tertinggi sinode
dan badan-badan sinodal ke jemaat/anggota gereja.
2. Autensitas/Keaslian, yang berasal dari kerasulan gereja yang kita yakini, dan yang
pertama semua terkait dengan sumber-sumber gereja. Kitab Suci dan tradisi menentukan
kehidupan gereja. Gereja membutuhkan struktur dan prosedur tertentu untuk melindungi
ini terbaik dari kemampuannya. Gereja GPM membutuhkan struktur dimana struktur
kelembagaan itu disusun dan diatur dalam Sinode dengan badan-badan sinodal lewat
persidangan sinode untuk melihat dan mengatur serta menata dan melaksanankan tugas
dan tanggungjawab dari Kepala Gereja untuk menuntun Gereja dimana semua umat
persekutuan yang percaya kepada-Nya lewat Pemberitaan Firman Tuhan dan pernyataan
iman yang sungguh-sungguh mau dibaharui sebagai umat dan pemimpin yang sejahtera
dan menghadirkan syalom untuk sesamanya.
3. Konsiliaritas berasal dari kesatuan gereja yang kami percayai, dan pertama-tama terkait
dengan hubungan di dalam gereja - dan antara gereja. Secara institusional membentuk
gereja harus memfasilitasi komunikasi antara orang-orang dan kelompok-kelompok di
dalamnya gereja, untuk menumbuhkan komunitas di mana karunia semua berkontribusi
pada panggilan Gereja.
4. Integritas, yang berasal dari kekudusan gereja yang kita yakini, dan pertama-tama terkait
dengan batas-batas gereja. Tidak semuanya dapat diterima dalam gereja. Terkadang
gereja perlu mengatakan 'tidak'.

Dimungkinkan untuk menghubungkan berbagai aspek kerentanan dengan penanda kualitas ini.
Kerentanan pengasih, sejauh menyangkut sisi kelembagaan gereja, adalah terkait langsung dengan
inklusivitas gereja. Dalam hal hukum gereja kita perlu bertanya diri kita sendiri, jika bukan cara kita
mengatur gereja-gereja kita secara efektif mengecualikan orang-orang yang ada korban kekerasan yang
tergabung dalam sistem sosial, ekonomi, dan budaya kita. Itu Gereja tidak hanya seharusnya menjadi
gereja untuk atau dengan mereka yang menderita, tetapi juga gereja mereka yang menderita. Kerentanan
komunikatif bahkan lebih tergantung pada cara kita mengatur gereja kehidupan, termasuk peraturan
hukum gereja. Di sini konsiliaritas sangat menentukan, yang meliputi dalam gereja, serta prosedur hukum
yang memadai untuk mencegah dan melawan penyalahgunaan kekuasaan, dalam hal ini sangat penting.
Tentu saja, dalam semua kasus ini masalahnya bukan hanya hukum gereja sebagai seperangkat peraturan.
Kehidupan gereja lebih dari sekadar hukum gereja. Dan banyak hal bergantung pada cara kita
menggunakan prosedur kita. Tetapi saya yakin bahwa hukum gereja dapat memainkan peran penting
dalam menciptakan dan memelihara sebuah gereja, yang ditandai oleh kerentanan belas kasih dan
komunikatif. Jika gereja memberlakukan ketentuan hukum gereja yang memadai untuk mendukung
kerentanan belas kasih dan komunikatif, mereka pada saat yang sama mengurangi risiko kerentanan
moral. Semua institusi manusia rentan dalam hal ini; gereja tidak pengecualian. Itulah mengapa kita perlu
meningkatkan kerentanan belas kasih dan komunikatif gereja.

Dalam pandangan kelompok ini adalah di mana kerentanan komunikatif penting. Ecclesiology
harus rentan, dalam arti: tidak defensif, terbuka untuk kritik dan debat, siap untuk belajar. Ini bukan hal
baru, tentu saja. Ini adalah aspek teologi akademik yang terbukti dengan sendirinya. Tetapi untuk
eklesiologi saat ini menunjuk pada dua persyaratan yang sangat penting. Di satu sisi kerentanan
komunikatif menyiratkan bahwa eklesiologi harus berjalan di luar kerangka pengakuan tradisional yang
selama berabad-abad telah menentukan hal ini lokus teologis. Eklesiologi bersifat ekumenis Di sisi lain,
dikatakan bahwa eklesiologi harus selalu dikaitkan dengan gereja di Indonesia kehidupan nyata dan
dalam konteks spesifiknya, tidak menyerah pada godaan untuk mengidealkan gereja. Karena itu,
eklesiologi merupakan bentuk teologi publik. Sistem Presbiterial Sinodal dan dua prinsip dasar dari
sistem itu, kepemimpinan, bertanggungjawab khususnya peranan para pelayanan dan kode etis. suatu hal
kalau kita punya greja dari akar rumput atau dari bawah atau ke atas, tapi itu tidak berarti bahwa benar dia
telah berfungsi dengan cara yang sama. Untuk itu sebuah perubahan struktur dalam gereja tidak cukup.
Perlu ada perubahan dalam budaya bergereja juga. Dalam hal ini banyak bergantung pada kepemimpinan
yang tersedia dalam gereja. Bagi mereka menjadi sebuah proses belajar untuk bertanggungjawab atas
kehidupan dan pelayanan jemaat sendiri. Kelompok bayangkan bahwa gereja seperti GPM mungkin
menghadapi masalah-masalah kepemimpinan juga. Keadaan politis. Ekonomi dan budaya memang
berbeda di sini tapi dalam hal tertentu bisa saja lebih sulit untuk membuat orang mau bertanggungjawab
sendiri. Dalam keadaan seperti ini kepemimpinan berarti bahwa jemaat dan para pendeta diberi dukungan
dan dorongan yang mereka perlukan dari pimpinan gereja supya mereka juga lebih mampu
bertanggungjawab sendiri dalam hal ini gereja GPM lewat sinode GPM harus mampu menyelesaikan
tugas dan tanggungjawab yang diberikan oleh Kepala Gereja selama hidup di dunia dan berpegang teguh
pada Firman dan karya penyelamatannya maka Misi Gereja untuk berbagi dalam penderitaan dan harapan
umat manusia, dipenuhi dengan cara anggota gereja biasa menunjukkan belas kasihan, simpati, perhatian,
dan solidaritas dan menghadirkan cinta kasih Gejala ini mencerminkan kesetiaan Gereja dalam tugas
panggilannya yang harus menolong kaum tak berdaya, kecil dan tertindas untuk meraih kesejahteraan
mereka. Sinode GPM harus mebuat peraturan yang di bahas bersama dalam persidangan sinode lewat
masalah-msalah yang terjadi dalam setiap jemaat dengan konteks yang berbeda dengan membuat tata
gereja sesuai dengan maksut Allah sendiri dalam hokum Gereja. Si node GPM harus mewujudkan
tanggungjawab gereja dengan memperlihatkan kepemimpinan kristus bagi umat dan memberikan regulasi
praksis bagi gereja untuk menjalankan pelayanannya di konteks GPM dan merefleksikan pengakuan iman
lewat wilayah konteks iman yang berbeda-beda dan tidak boleh bertentangan dengan iman dan untuk
menghindari sebuah konflik maka tagereja harus diuji terus menerus sesuai konteks dan diuji dan diatur
ditata ulang lewat sinode dimana persidangan sinode yang diadakan 5 tahun sekali. Maka harus ada relasi
yang baik antara jabatan gereja dengan anggota gereja dengan mengutamakan aspek diaconal dan
missioDei maka akan menghadirkan tanda kerajaan Allah.

Pengertian penggembalaan :

 Penggembalaan adalah wujud pelayanan pemeliharaan Allah yang dipercayakan kepada gereja
melalui Yesus Kristus dan Roh Kudus untuk menuntun umat manusia agar mengalami pertobatan
dan pembaharuan hidup sesuai Firman Allah demi terciptanya kehidupan yang berdamai sejahtera
dengan sesama, alam semesta serta Tuhan pencipta dan penyelamat.
 Penggembalaan umum adalah jenis perggembalan kepada anggota jemaat dalam rangka
menjaga pertumbuhan iman.
 Penggembalaan khusus adalah jenis perggembalaan kepada nggota jemaat, pelayan khusus dan
penggawai organic GPM yang kehidupannya bertentangan dengan Firman Allah, ajaran gereja,
tata gereja dan peraturan lainnya.

Dalam pokok peraturan penggembalaan ada;

1. 9 Bab, 15 Pasal, 59 Ayat.


Dalam tiap bab ada beberapa point yang jelaskan yaitu;
o bab pertama; berbicara tentang ketentuan umum dimana dijelaskan tentang
penggembalaan.
o Bab ke- 2 berbicara tentang Azas, dimana Azas itu terbagi menjadi beberapa bagian;
Azas Kepatuhan, Azas Persekutuan sebagai Keluarga Allah, Azas Kemanfaatan, Azas
Kasih, Azas Gembala Menggembalakan, Azas Pertobatan dan Pembaruan Hidup, Azas
Misioner.
o Bab ke- 3 berbicara tentang Tujuan penggembalaan yang dimana GPM hadir untuk
Membangun dan mengembangkan spiritualitas anggota gereja dan Memulihkan
kesadaran terhadap panggilannya sebagai anggota gereja.
o Bab ke- 4 berbicara tentang Jenis Perggembalaan. yang terbagi menjadi 2 yaitu
perggemblaan umum dan perggembalaan Khusus.
o Bab ke- 5 berbicara tentang tujuan tanggungjawab penyelanggaraan penggembalaan.

o Bab ke- 6 berbicara tentang tindakan penggembalaan.

o Bab ke- 7 berbicara tentang prosedur pengembalaan.


o Bab ke- 8 berbicara tentang ketentuan perhaliran
o Bab ke- 9 berbicara tentang ketentuaan penutup

Kaitan peraturan pokok tentang penggembalaan dengan 4 konsep dari koffeman:

Jika dilihat dari teori koffeman tentang skeleton yang kemudian dilengkapi dengan 4 daging yaitu,
inklusivitas, autensitas, konsiliaritas, dan integritas, maka kelompok mencoba untuk membandingkan
apakah dalam peraturan pokok tentang penggembalaan sudah termasuk dalam 4 konsep tersebut.

1. Inklusivitas, merupakan bagian dari cara gereja mewujudkan kehidupannya di dalam dunia.
Sehingga bagian ini menunjukan gereja dengan segala keberadaannya dalam melakukan tugas
bermisinya. Dalam peraturan pokok tentang penggembalaan BAB II tentang Azas, pasal 2 yang
berbicara mengenai azas-azas yang menjadi pedoman bagi GPM dalam melaksanakan tugas
penggembalaan dalam pelayanannya serta BAB III tentang tujuan, pasal 3 yang berbicara
mengenai tujuan dari pelayanan penggembalaan yang dilakukan oleh GPM. Sehingga dapat
diketahui bahwa konsep tentang inklusivitas tentang misional dan diaconal terdapat dalam
peraturan pokok tentang penggembalaan.
2. Autensitas, yang berkaitan dengan jabatan gerejawi yang diemban dalam kehidupan dan
pelayanan gereja sehari-hari. Dalam peraturan pokok tentang penggembalaan BAB VI tentang
tindak penggembalaan gereja terhadap anggota gereja, pelayan khusus dan pegawai organic pasal
6, 7, 8, dan 9 yang berbicara mengenai bagaimana seharusnya pelayanan penggembalaan
dilakukan kepada seluruh tatanan kehidupan GPM untuk memperoleh kehidupan yang sesuai
dengan aturan gereja yang berlaku, serta dalam BAB VII tentang prosedur penggembalaan pasal
11, 12, dan 13 yang merupakan kelanjutan dari BAB VI dimana dalam melakukan
penggembalaan maka diatur dan dapat dilakukan para pemegang jabatan gereja entah itu di
tingkat jemaat, klasis dan sinode.
3. Konsiliaritas, berbicara mengenai realasi internal dan eksternal dari suatu gereja, sehingga
prosedur pengambilan keputusan melibatkan semua unsur yang ad di dalam gereja. Dalam
peraturan pokok tentang penggembalaan maka dapat dilihat pada BAB V tentang tanggung jawab
penyelenggaraan, pasal 5 yang berbicara mengenai tanggung jawab penyelenggaraan pelayanan
penyelenggaraan berada pada seluruh anggota Gereja Protestan Maluku sebab mengandung
pengertian bahwa di hadapan Allah melalui firman-Nya dan semua tatanan eklesiologis GPM
seperti pengakuan dan ajran gereja, tidak ada perbedaan, antara anggota, pegawai, dan pelayan
khusus, karena itu memiliki tanggung jawab yang sama.
4. Integritas, berbicara mengenai suatu tata gereja hanya berlaku pada gereja di wilayah tertentu dan
memperlihatkan gaya hidup yang dipimpin dan mempresentasikan roh kudus.

Kesimpulan:

Kesimpulan dari kelompok kami sinode adalah sebuah lembaga yang Peraturan pokok GPM
disebut Peraturan pokok tentang sinode GPM karena pengaturan ini hanya mengatur hal-hal pokok dari
perangkat pengemban kepemimpinan GPM yang disebut Sinode. Disebut ketentuan pokok karena banyak
hal yang masih memerlukan pengaturan lebih lanjut dalam peraturan-peraturan organik GPM. Peraturan
organik GPM yang mengatur hal-hal yang masih perlu diatur secara tersendiri itu berbentuk
keputusan/ketetapan persidangan sinode,keputusan majelis pekerja lengkap sinode ataupun keputusan
majelis pertimbangan GPM. Dalam hal peraturan ini maka persidangan sinode sebagai badan
pengambilan keputusan yang tertinggi dalam jenjang kepemimpinan GPM dan disertai badan-badan
sinodal lainnya memenuhi makna dari presbiterian sinodal yang dianut GPM dalam rumusan peraturan
ini. Selain dari pada SINODE, badan-badan sinodal itu adalah kesatuan pengemban kepemimpinan GPM.
Dalam Menjalankan tugas umum bersama maka harus ada ketentuan yang merupakan manifestasi dari
kesatuan dan kebersamaan GPM. Ketentuan ini dirumuskan dalam pasal 2 berkaitan dengan ciri sinode
GPM maka sinode merupakan bagian dari persekutuan orang-orang percaya yang
mempertanggungjawabkan imannya dalam wadah GPM. Kebersamaan ini diwujudkan dalam satu
wilayah kerja bagi semua badan sinodal tersebut yaitu wilayah kerja sinode GPM. a-c dalam peraturan
ini ditetapkan satu badan pada tingkat sinodal yaitu Majelis Pertimbangan MPH Sinode GPM. Badan ini
penting untuk memelihara dan mengemban prinsip-prinsip kepemimpinan GPM. Eksistensinya perlu
diatur dalam peraturan pokok tentang sinode. Badan ini harus diangkat oleh persidangan sinode sebagai
penasehat MPH sinode GPM. Kedudukan majelis pertimbangan MPH sinode GPM setingkat atau sejajar
dengan MPH Sinode. Badan ini menjalankan tugasnnya secara institusional atau secara kolektif bukan
orang per orang dari anggota majelis ini dalam memberikan pertimbangan atau saran. Pemberian
pertimbangan atau saran oleh majelis pertimbangan dilakukan baik diminta maupun tidak diminta.
Majelis pertimbangan MPH sinode GPM memberikan saran atau pemikiran berkaitan dengan ajaran,
peraturan dan masalah-masalah yang muncul dalam gereja. pemberian pertimbangan dimaksud
disampaikan secara tertulis. Dalam hal-hal tertentu majelis pertimbangan dapat pula menyampaikan
pendapatnya melalui ketua, wakil ketua dan atau sekretaris umum majelis pekerja harian sinode.
Perggembalaan adalah wujud pelayanan pemeliharaan Allah yang dipercayakan kepada gereja melalui
Yesus Kristus dan Roh Kudus untuk menuntun umat manusia agar mengalami pertobatan dan
pembaharuan hidup sesuai Firman Allah demi terciptanya kehidupan yang berdamai sejahtera dengan
sesama, alam semesta serta Tuhan pencipta dan penyelamat.

Catatan saya:

1. Perhatikan kesalahan pengetikan (typo) yang sangat banyak dan sangat menggangu.
2. Perhatikan pula catatan saya yang saya garis-merahi pada paper Anda; juga, catatan dan vn saya
pada diskusi kelas
3. Supaya semakin lebih jelas dan sistimatis, saya mengusulkan kelompok menggunakan sistimatika
sebagai berikut:

I. Pendahuluan
Dalam paper ini, kelompok mencoba melakukan penganalisian terhadap Peraturan
Pokok tentang Sinode dan Peraturan Pokok tentang Penggembalaan. Peraturan Pokok
tentang Sinode dan Peraturan Pokok tentang Penggembalaan merupakan hasil keputusan
Persidangan ke-37 Sinode GPM Tahun 2016.
(alinea-alinea selanjutnya, teman-teman kembangkan. Yang terpenting adalah
teman-teman, dalam bagian pendahuluan ini, menandaskan apa yang hendak teman-
teman kerjakan/lakukan)
II. Isi dokumen Tata Gereja GPM
a. Peraturan Pokok tentang Sinode
(Pada bagian ini teman-teman mengeluarkan apa yang tertuang dalam PP Sinode)
Saya berikan contoh:
 Bab I, terdiri dari 1 pasal, memuat tentang pengertian-pengertian
 Bab II, memuat 1 pasal, menggambarkan sinode sebagai persekutuan keluarga
Allah
 Bab III, mengandung 23 Pasal yang memuat kelembagaan Sinode, yang
rinciannya:
- Pasal 3 mengenai kelembagaan di tingkat Sinode
- Pasal 4 mengenai kedudukan Sinode sebagai lembaga pengambilan
keputusan tertinggi
- Pasal 5 ......................
- (Teman-teman melakukannya sampai pasal 25)
 Bab IV, memuat .....pasal, yang berisikan ......

b. Peraturan Pokok tentang Penggembalaan

Dalam Peraturan Pokok Penggembalaan, terdapat .....Bab dan .... pasal yang diuraikan
sebagai berikut:

(pengurainnya teman-teman lakukan sama persis dengan yang dilakukan terhadap


Peraturan Pokok Sinode

 Bab I, ...pasal, yang memuat tentang .....


 Bab II......

III. Analisa Kritis


1. Dalam Peraturan Pokok Sinode akan dianalisa beberapa bab/pasal, antara lain:
(teman-teman, cukuplah menganalisa 3 atau 4 Pasal dari 4 Bab yang ada.
a. Bab....Pasal....., disebutkan bahwa, “............. (Setelah itu, teman-teman melakukan
analisa terhadap pasal ini. Apakah sesuai dengan prinsip hukum gereja atau tidak)
b. Bab....Pasal..., disebutkan bahwa, “, ..................
c. Bab.... Pasal... disebutkan bahwa, .........
(Jangan lupa untuk melihat Mukadimah dan Batang Tubuh Tata Gereja GPM)
2. Dalam Peraturan Pokok Penggembalaan akan dianalisa beberapa bab/pasal, antara lain:

(teman-teman, cukuplah menganalisa 3 atau 4 Pasal dari 4 Bab yang ada.


d. Bab....Pasal....., disebutkan bahwa, “............. (Setelah itu, teman-teman melakukan
analisa terhadap pasal ini. Apakah sesuai dengan prinsip hukum gereja atau tidak)
e. Bab....Pasal..., disebutkan bahwa, “
f. Bab.... Pasal... disebutkan bahwa

IV. Penutup
a. Kesimpulan
1. .........
2........
DAFTAR PUSTAKA
T U G A S
TATA GEREJA

Disusun oleh :

Kelompok 7:

VEINZCA NGOSIEM
STENLY PATTISELANO
FRISYAN PATTIIHA
APRILIA TELUSSA

Kelas : Rabu pagi

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU


FAK. TEOLOGI
AMBON
2020

Anda mungkin juga menyukai