PENDAHULUAN
Lebih khusus lagi, apabila dilihat dari cara pandang, tindakan, dan
wawasan setiap individu yang ada terhadap berbagai macam fenomena sosial,
budaya, ekonomi, politik dan terhadap hal-hal lainnya, tak dapat dipungkiri,
mereka mempunyai pandangan yang beragam. Contohnya, masyarakat Indonesia
dengan berbagai macam latar belakang yang berbeda-beda seperti pendidikan,
etnis, agama, kelas sosial dan ekonomi, mempunyai tindakan dan pandangan yang
berbeda-beda pada tentang berbagai tindakan dan pandangan yang berbeda-beda
pula tentang berbagai macam fenomena sosial seperti demokrasi, hak asasi
manusia, gender, dan terhadap hal lainnya. Ada anggota masyarakat yang kurang
mendukung adanya proses demokratisasi di negara ini namun di sisi lain tidak
1
2
sedikit yang menginginkan adanya demokratisasi. Ada anggota yang sangat peduli
dan selalu memperjuangkan hak-hak asasi manusia, namun di sisi lain, tidak
sedikit masyarakat yang tidak peduli dengan masalah tersebut. Bahkan dengan
sengaja menggilas hak-hak asasi orang lain. Ada anggota masyarakat yang
merespon baik dan bahkan mendukung adanya kesetaraan gender, namun di sisi
lain tidak sedikit masyarakat yang menentangnya .
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana cara mengetahui sejarah multikulturalisme di Indoneia?
2. Bagaimana cara mengedentifikasi tujuan penididikan multikultural?
3. Bagaimana cara menjelaskan pentignya penididikan multikultural?
4
C. Tujuan
1. Mengetahui sejarah multikulturalisme di Indoneia.
2. Mengedentifikasi tujuan penididikan multikultural.
3. Menjelaskan pentignya penididikan multikultural.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MULTIKULTURALISME
1
Hamid Hasan, “Pendidikan Multikultran Dalam Pelajaran Sejarah,” Universitas
Pendidikan Indonesia, 2006, h. 1-2.
5
6
2
Hamid Hasan, “Pendidikan Multikultran ....., h. 1-2.
7
3
Hamid Hasan, “Pendidikan Multikultran ....., h. 1-2.
4
Suardi, “Masyarakat Multikulturalisme Indonesia,” 2017, h. 5.
Selain alasan politik ada sejumlah alasan mengapa pendidikan multikultural
diperlukan. Pertama, Muncul gerakan reformasi pendidikan di AS dan perubahan
perubahan masyarakat menuntut adanya integrasi sekolah-sekolah negeri yang
memasukkan para siswa dari berbagai kalangan etnis. Kedua, Peningkatanpopulasi
imigran memberi dampak pada lembaga-lembaga pendidikan Protes terhadap
penyamaan pendidikan, tanpa menghiraukan variasi budaya antar etnik. Ketiga,
keberadaan masyarakat dengan individu-individu yang beragam latar belakang bahasa
dan kebangsaan (nationality), suku (race or etnicity), agama (religion), gender, dan
kelas sosial (social class). Keragaman latar belakang individu dalam masyarakat
tersebut berimplikasi pada keragaman latar belakang peserta didik dalam suatu
lembaga pendidikan.
Dalam sejarah pendidikan multikultural terdapat empat fase yang dilalui, yaitu:
1. upaya mempersatukan kajian-kajian etnis pada setiap tingkat kurikulum
2. pendidikan multi etnis sebagai usaha untuk menerapkan persamaan
pendidikan melalui reformasi keseluruhanpendidikan
3. kelompok-kelompok marjinal lain; seperti perempuan, orang cacat, homo,
lesbian, menuntut perubahan-perubahan dalam pendidikan
4. perkembangan teori, riset, dan praktek, perhatian hubungan antar ras,
kelamin, dan kelas: menghasilkan tujuan bersama para teoritisi dan pendidik.
Tujuan dari semua tahap pendidikan multikultural tersebut adalah
penghargaan terhadap perbedaan budaya. Semua murid apapun asal ras atau etnis,
kecacatan, kelamin, kelas sosial dan orientasi seksualnya akan dapat menikmati
pendidikan yang sama. 5
Ketika Indonesia merdeka masyarakatnya merupakan warisan kolonial yang
dikenal sebagai masyarakat majemuk. Masyarakat ini sebagai warisan sejarah sebelum
kemerdekaan, yakni sejak zaman Hindia Belanda. Masyarakat majemuk ketika itu
didefinisikan oleh Furnivall sebagai masyarakat yang terdiri atas dua elemen atau lebih
yang hidup sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di dalam suatu kesatuan
politik. Sebagai masyarakat majemuk, Indonesia dipandang sebagai tipe masyarakat
daerah tropis di mana antara yang memegang kekuasaan dan mereka yang dikuasai
5
Suardi, “Masyarakat Multikulturalisme Indonesia,” 2017, h. 5.
9
memiliki perbedaan ras. Klas penguasa merupakan minoritas, orang- orang Belanda,
dan yang dikuasai terdiri dari sejumlah ras yang berbeda. Rakyat bumiputera yang
merupakan penduduk mayoritas menempati strata bawah dan menjadi warga
negara klas tiga di negerinya sendiri. Sementara itu etnis Cina merupakan klas
menengah terbesar di antara orang Timur asing lainnya (Arab, India).
Konsepsi Furnivall itu tentu sudah tidak mutlak relevan lagi dengan kondisi
masyarakat majemuk Indonesia pasca kemerdekaan, apalagi dengan kondisi
masyarakat Indonesia dewasa ini. Hal itu dapat dilihat dari perwujudannya yang
kongkrit seperti tiadanya ras minoritas yang menguasai ras mayoritas.Meskipun
begitu, menurut Nasikun , konsepsi Furnifall itu masih ada kontinuitasnya pada
saat ini. Dengan mengabaikan perwujudannya yang bersifat kongkrit kita dapat
menangkap esensi konsepsi tersebut terlepas dari ruang dan waktu. Suatu masyarakat
majemuk adalah suatu masyarakat dengan sistem nilai yang dianut oleh berbagai
kesatuan sosial yang menjadi bagian bagiannya adalah sedemikian rupa sehingga
para anggota masyarakat kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai
keseluruhan, kurang memiliki homogenitas kebudayaan atau bahkan kurang memiliki
dasar-dasar untuk saling memahami satu sama lain. 6
C. LANDASAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
tujuh kata dalam sila pertama: “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemelukpemeluknya” dan diganti dengan rumusan: “Ketuhanan Yang Maha Esa”
sehingga rumusan Pancasila menjadi: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang
adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta keadilan social bagi seluruh
rakyat Indonesia (Risalah Sidang BPUPKI-PPKI, 1995). Inilah nilai-nilai ideal yang
harus diwujudkan oleh segenap komponen bangsa, baik pemerintah maupun rakyat
biasa. Maka, logislah bila sebagaimana termaktub di dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan berlandaskan pada
Pancasila. 7
Pernyataan tersebut bukan hanya rangkaian kata-kata yang menjadi teks mati
dalam Undang-Undang, melainkan harus diwujudkan dalam praksis pendidikan yang
sesungguhnya. Demikian pula dalam hal pendidikan multikultural seyogyanya ada
kesejalanan antara praktik dan dasar teoritiknya (praksis) yang berlandaskan nilai-nilai
Pancasila. Perlu pula dirumuskan dengan jelas apa yang menjadi tujuan pendidikan
multicultural di Indonesia. 8
Ada tiga prinsip pendidikan multikultural yang dikemukakan oleh Tilaar , antara
lain sebagai berikut:
3) Prinsip globalisasi tidak perlu ditakuti bangsa ini terhadap arah serta nilai- nilai baik
buruk yang dibawanya.Ketiga prinsip pendidikan multikultural yang dikemukakan
Tilaar tersebut di atas sudah dapat menggambarkan bahwa arah dari wawasan
7
Rukiyanti “Landasan dan Implementasi Pendidikan Multikultural Di Indonesia” hh.55-56
8
Rukiyanti “Landasan dan Implementasi .....hh.55-56
11
Agama scara actual merupakan ikatan yang terpenting dalam khidupan orang Indonesia
sebagai suatu bangsa. Hal ini akan dapat menjadi perusak apabila digunakan sebagai
senjata politik atau fasilitas individu atau kelompok ekonomi.
9
Ibrahim Rustam, “pendididkan multikultural,” :Inspeal Ahimsakarya Press Vol.7, No.1 (2013).
10
. Tilaar, H.A.R, Multikulturalisme: Tantangan-tantangan Global Masa DepanDalam
Transformasi Pendidikan Nasional (Jakarta: Grasindo, 2004).
12
2. Kepercayaan
3. Toleransi
Toleransi merupakan bentuk tertinggi ketika kita mencapai keyakinan yang dapat
berubah. Toleransi pendekatan dalam perubahan pandangan, wawasan dan akal
pikiran.11
11
Yenny Puspita, “pentingnya pendidikan multikultural,” 2018, h. 287.
12
Puspita, pentingnya…., h. 287.
13
13
Yenny Puspita, “Pentingnya Pendidikan Multikultural,” PGRI PALEMBANG, 2018, h. 287.
14
besar, yaitu menyiapkan bangsa Indonesia untuk mengahadapi arus budaya luar di era
globalisasi dan menyatukan bangsa sendiri yang terdiri dari berbagai macam budaya 14
Pada kenyataannya pendidikan multikultural belum digunakan dalam proporsi
yang benar. Maka, sekolah dan perguruan tinggi sebagai instirusi pendidikan dapat
mengembangkan kurikulum pendidikan multikultural dengan model masing-masing
sesuai dengan otonomi pendidikan atau sekolahnya sendiri.
Model-model pembelajaran mengenai kebangsaan memang sudah ada. Namun,
hal itu masih kurang untuk dapat mengahargai perbedaan masing-masing suku, budaya
maupun etnis. Hal ini dapat dilihat dari munculnya berbagai konflik dari realitas
kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. Hal ini berarti bahwa pemahaman
mengenai toleransi di masyarakat masih sangat kurang.
Penyelenggaraan pendidikan multikultural dapat dikatakann berhasil apabila
terbentuk pada diri setiap peserta didik sikap saling toleransi, tidak bermusuhan, dan
tidak berkonflik yang disebabkan oleh perbedaan budaya, suku, bahasa, dan lain
sebagainya.
Menurut Sleeter dan Grant , pendidikan multikultural dikatakan berhasil apabila
prosesnya melibatkan semua elemen masyarakat. Hal itu dikarenakan adanya
multidimensi aspek kehidupan yang tercakup dalam pendidikan multikultural.
Perubahan yang diharapkan adalah pada terciptanya kondisi yang nyaman,
damai, toleran dalam kehidupan masyarakat, dan tidak selalu muncul konflik yang
disebabkan oleh perbedaan budaya dan SARA. 15
2) Agar peserta didik tidak meninggalkan akar budaya
Selain sebagai sarana alternatif pemecahan konflik, pendidikan multikultural
juga signifikan dalam upaya membina peserta didik agar tidak meninggalkan akar
budaya yang ia miliki sebelumnya, saat ia berhubungan dengan realitas sosial-budaya di
era globalisasi.
Pertemuan antar budaya di era globalisasi ini bisa menjadi ‘ancaman’ serius bagi
peserta didik. Untuk menyikapi realitas tersebut, peserta didik tersebut hendaknya
diberikan pengetahuan yang beragam. Sehingga peserta didik tersebut memiliki
14
Yenny Puspita, “Pentingnya Pendidikan Multikultural,” ...., hh. 287-288.
15
Yenny Puspita, “Pentingnya Pendidikan Multikultural,” ...., hh. 287-288.
15
16
Yenny Puspita, “Pentingnya Pendidikan Multikultural,” ...., hh. 287-288.
16
17
Yenny Puspita, “Pentingnya Pendidikan Multikultural,” ...., hh. 287-288.
17
ragam kultur mancanegara juga perlu diberikan, terutama untuk siswa di tingkat
menengah ke atas. Kenyataannya kekayaan budaya Indonesia tidak hanya
merupakan hasil kreativitas murni bangsa Indonesia asli, tetapi banyak juga yang
dipengaruhi olehbudaya dari luar Indonesia, seperti Arab, India dan China. 19
Perlu disadari bahwa dengan latar belakang dan sifat individu yang
berbeda, masing-masing siswa punya preferensi tersendiri untuk melibatkan dirinya
19
Yenny Puspita, “Pentingnya Pendidikan Multikultural,” ...., hh. 287-288.
20
Yenny Puspita, “Pentingnya Pendidikan Multikultural,” ...., hh. 287-288.
19
dalam kelompok sosial. Ada yang cenderung aktif, agresif dan dominan. Ada juga
yang cenderung pasif, mengalah dan mengikuti. Di sinilah peran guru menjadi
sangat penting untuk memastikan bahwa masingmasing siswa sadar akan
kesetaraan mereka sebagai peserta didik.Tidak jauh berbeda dengan prinsip
kesetaraan, guru harus memperlakukan seluruh siswa secara objektif. Keberpihakan
guru adalah pada pembentukan karakter positif dalam diri siswa, dengan
menghindari perilaku yang menguntungkan seseorang atau sekelompok orang dan
merugikan yang lain. Sikap objektif guru akan sangat berpengaruh pada diri siswa.
Sikap guru yang objektif terhadap seluruh siswanya akan memberikan kesan pada
siswa bahwa memperlakukan orang lain harus dengan adil dan bijak. Sehingga
perlahan-lahan sikap tersebut akan terinternalisasi dalam diri siswa.
21
Yenny Puspita, “Pentingnya Pendidikan Multikultural,” ...., hh. 287-288.
20
22
Yenny Puspita, “Pentingnya Pendidikan Multikultural,” ...., hh. 288-289.
21
23
Yenny Puspita, “Pentingnya Pendidikan Multikultural,” ...., hh. 288-289.
22
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan multikultural adalah strategi pendidikan yang diaplikasikan pada
semua jenis mata pelajaran dengan cara menggunakan perbedaan budaya seperti
perbedaan etnis, agama, bahasa, ras, dan kelas sosial. Pendidikan multikulturalisme ini
sangat penting sebagai upaya harmonisasi kehidupan berbangsa dan bragama. Sebelum
menerapkan pendidikan multikulturalisme perlu ada rancangan pmbelajaran
multicultural dilakukan dengan memberikan sasaran, terutama sgi pengetahuan, yang
dipadukan dengan penanaman dan pengembangan sikap menjunjung tinggi paham dan
nilai integrasi, berbeda dalam persatuan, dan bersatu walaupun dalam prbedaan.
Faktor yang juga dapat mempengaruhi dalam perkembangan multicultural
adalah yang pertama, faktor geografis yaitu kebiasaan suatu masyarakat. Kedua,
pengaruh budaya asing. Ketiga, kondisi iklim yang berbeda Adapun pentingnya
pendidikan multikultural di Indonesia yaitu sebagai sarana alternatif pemecahan konflik,
peserta didik diharapkan tidak meninggalkan akar budayanya, dan pendidikan
multikultural sangat relevan digunakan untuk demokrasi yang ada seperti sarana
alternatif pemecahan konflik, agar peserta didik tidak meninggalkan akar budaya,
sebagai landasan pengembangan kurikulum nasional dan banyak lagi hal lain yang
menjadi kepentingan pendidikan mulikultural ini.
22
23
DAFTAR PUSTAKA