Anda di halaman 1dari 6

MODUL PRAKTIKUM FORMULASI III

SEMESTER GENAP

EVALUASI
1. Pemeriksaan pH
a. Tujuan : Mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.
b. Prinsip : Pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi.
c. Metode : Penetapan pH dilakukan dengan menggunakan kertas pH meter. Yakni
kertas pH meter dicelupkan ke dalam sediaan kemudian dicocokkan kertas pH
dengan indikatornya sehingga diperoleh pH akhir.
d. Penafsiran Hasil : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi sediaan. Nilai pH dalam
darah normal 7,4.
(Depkes RI, 1995 : 1039)
2. Pemeriksaan Bahan Partikulat
a. Tujuan : Memastikan larutan injeksi, termasuk larutan yang dikonstitusi dari zat
padat steril untuk penggunaan parenteral, bebas dari partikel yang dapat diamati
pada pemeriksaan secara visual.
b. Prinsip : Sejumlah tertentu sediaan uji difiltrasi menggunakan membran, lalu
membran tersebut diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x. Jumlah
partikel dengan dimensi linier efektif 10 µm atau lebih dan sama atau lebih besar
dari 25 µm dihitung.
c. Hasil : Injeksi volume kecil memenuhi syarat uji jika jumlah rata-rata partikel yang
dikandung tidak lebih dari 10.000 tiap wadah yang setara atau lebih besar dari 10
µm diameter spherik efektif dan tidak lebih dari 1000 tiap wadah sama atau lebih
besar dari 25 µm dalam dimensi linier efektif.
(Fatmawaty, 2019)
3. Penetapan Volume Injeksi dalam Wadah
a. Tujuan : Menetapkan volume injeksi yang dimasukkan dalam wadah agar volume
injeksi yang digunakan tepat atau sesuai dengan yang tertera pada penandaan.
b. Prinsip : Penentuan volume dilakukan dengan cara mengambil sampel dengan alat
suntik hipodermik dan memasukkannya ke dalam gelas ukur yang sesuai.
(Fatmawaty, 2019)

LA B O R ATO R IU M FA R M A S E TIK A DA N TE K N O LO G I FA R M A S I
LA B O R ATO R IU M DA S A R FA K U LTA S FA R M A S I
U N I V E R S I TA S M U L AWA R M A N
MODUL PRAKTIKUM FORMULASI III
SEMESTER GENAP

c. Metode : Dipilih salah satu wadah (karena volumenya 10ml), diambil isi tiap wadah
dengan alat suntik hipodermik kering dengan ukuran tidak lebih dari 2 kali volume
yang diukur dengan jarum suntik no.21 dengan panjang tidak kurang dari 2,5 cm,
dikeluarkan gelembung udara dari dalam jarum dan alat suntik serta dipindahkan isi
dalam suntik tanpa mengosongkan bagian jarum ke dalam gelas ukur kering yang
telah dikalibrasi 10 ml sehingga volume yang diukur memenuhi sekurang-
kurangnya 40% dari 10ml (Depkes RI, 1995 : 451).
d. Hasil : Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji satu
persatu (Fatmawaty, 2019), volume injeksi dalam wadah diantara 4ml-10ml.
(Depkes RI, 1995 : 451).
4. Uji Keseragaman Bobot dan Keseragaman Volume
Sediaan yang sebelum digunakan sebagai injeksi dilarutkan terlebih dahulu harus
memenuhi syarat keseragaman bobot berikut : hilangkan etiket 10 wadah, cuci bagian
besar wadah dengan air, keringkan. Timbang satu per satu dalam keadaan terbuka.
Keluarkan isi wadah, cuci wadah dengan air kemudian dengan etanol (95%)P,
keringkan pada suhu 105o hingga bobot tetap, dinginkan, timbang satu per satu. Bobot
isi wadah tidak boleh menyimpang lebih dari batas yang tertera pada daftar berikut,
kecuali satu wadah yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertera.
Bobot yang tertera pada etiket Batas Penyimpanan (%)
Tidak lebih dari 120 mg ± 10
Antara 120 mg dan 300 mg ± 7,5
300 mg atau lebih ±5

(Depkes RI, 1979 : 19)

5. Uji Kebocoran Wadah


a. Tujuan : Untuk memastikan tidak adanya kebocoran pada wadah sediaan.
b. Prinsip : Memasukkan sediaan beserta wadahnya ke dalah wadah yang berisi
metilen blue.

LA B O R ATO R IU M FA R M A S E TIK A DA N TE K N O LO G I FA R M A S I
LA B O R ATO R IU M DA S A R FA K U LTA S FA R M A S I
U N I V E R S I TA S M U L AWA R M A N
MODUL PRAKTIKUM FORMULASI III
SEMESTER GENAP

c. Metode : Pada sediaan jernih, wadah takaran tunggal yang masih panas setelah
disterilkan dimasukkan kedalam larutan metilen biru 0,1%. Jika wadah yang bocor
makan larutan metilen biru akan masuk kedalam karena perbedaan tekanan dari luar
dan di dalam wadah. Wadah terbalik jika ada kebocoran maka larutan ini akan
keluar dari wadah.
d. Penafsiran hasil : Tidak ada kebocoran pada wadah sediaan.
(Langille, 2015)
6. Uji Kejernihan Larutan
a. Tujuan : Untuk mengetahui bahwa sediaan jernih dan benar-benar bebas dari
partikel-partikel kecil yang dapat terlihat oleh mata.
b. Metode : Pemeriksaan dilakukan secara visual dengan tabung reaksi di bawah
penerangan cahaya yang baik, dan berlatar belakang warna hitam. Masukkan
kedalam dua tabung reaksi masing-masing larutan uji. Bandingkan kedua isi tabung.
c. Penafsiran hasil : Sediaan jernih dan tidak ada partikel-partikel kecil yang terlihat
oleh mata.
(Depkes RI, 1995 : 998)
7. Uji Sterilitas
a. Tujuan : menetapkan apakah sediaan yang harus steril memenuhi syarat berkenaan
dengan uji sterilitas seperti tertera pada masing-masing monografi.
b. Prinsip : Menguji sterilitas suatu bahan dengan melihat ada tidaknya pertumbuhan
mikroba pada inkubasi bahan uji menggunakan cara inokulasi langsung atau filtrasi
dalam medium Tioglikonat cair dan Soybean Casein Digest prosedur uji dapat
menggunakan teknik inokulasi langsung ke dalam media pada 30-35oC selama tidak
kurang dari 7 hari.
c. Hasil :
Tahap Pertama: Memenuhi syarat uji jika pada interval waktu tertentu dan pada
akhir periode inkubasi, diamati tidak terdapat kekeruhan atau pertumbuhan mikroba
pada permukaan, kecuali teknik pengujian dinyatakan tidak absah. Jika ternyata uji
tidak absah, maka dilakukan pengujian Tahap Kedua.

LA B O R ATO R IU M FA R M A S E TIK A DA N TE K N O LO G I FA R M A S I
LA B O R ATO R IU M DA S A R FA K U LTA S FA R M A S I
U N I V E R S I TA S M U L AWA R M A N
MODUL PRAKTIKUM FORMULASI III
SEMESTER GENAP

Tahap Kedua: Memenuhi syarat uji jika tidak ditemukan pertumbuhan mikroba pada
pengujian terhadap minimal 2 kali jumlah sampel uji tahap
(Depkes RI, 1995 : 855-863)
8. Uji Endotoksin bakteri
a. Tujuan : Memperkirakan kadar endotoksin bakteri yang mungkin ada dalam baha
uji.
b. Prinsip : Dilakukan dengan menggunakan LAL yang diperoleh dari ekstrak air
amebosit dalam kepiting landam kuda, Limulus polyphemus dibuat khusus sebagai
pereaksi LAL untuk pembentukan jendal-gel. Penetapan titik akhir dilakukan
dengan membandingkan secara langsung enceran dari suatu zat uji dengan enceran
endotoksin baku dan jumlah endotoksin dinyatakan dalam unit endotoksin (UE).
c. Metode : Masukkan ke dalam tabung reaksi 10mm x 75 mm sejumlah volume yang
telah ditentukan dari kontrol negatif, kadar baku endotoksin spesimen dan kontrol
sediaan positif. Ditambah pereaksi LAL yang telah dikonstitusi. Dicampur spesimen
atau campuran pereaksi LAL. Diinkubasi masing-masing tabung selama 60 menit
kurang lebih 2 menit pada suhu 37 oC ± 1 oC. Titik reaksi positif ditandai dengan
terbentuknya gel yang stabil dan akan tetap melekat pada dasar tabung pada saat
dibalik180 o.
d. Penafsiran hasil : Tidak terbentuknya gel.
(Depkes RI, 1995 : 905-907)

9. Uji Pirogen (untuk volume sekali penyuntikan > 10 mL)


a. Tujuan : untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat diterima
oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi.
b. Prinsip : pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan larutan uji secara IV
dan ditujukan untuk sediaan yang dapat ditoleransi dengan uji kelinci dengan dosis
penyuntikan tidak lebih dari 10 mL/kg bb dalam jangka waktu tidak lebih dari 10
menit.
c. Hasil : setiap penurunan suhu dianggap nol. Sediaan memenuhi syarat bila tak
seekor kelinci pun menunjukkan kenaikan suhu 0,5º atau lebih. Jika ada kelinci yang
menunjukkan kenaikan suhu 0,5º atau lebih lanjutkan pengujian dengan
LA B O R ATO R IU M FA R M A S E TIK A DA N TE K N O LO G I FA R M A S I
LA B O R ATO R IU M DA S A R FA K U LTA S FA R M A S I
U N I V E R S I TA S M U L AWA R M A N
MODUL PRAKTIKUM FORMULASI III
SEMESTER GENAP

menggunakan 5 ekor kelinci. Jika tidak lebih dari 3 ekor dari 8 ekor kelinci masing-
masing menunjukkan kenaikan suhu 0,5º atau lebih dan jumlah kenaikan suhu
maksimum 8 ekor kelinci tidak lebih dari 3,3º sediaan dinyatakan memenuhi syarat
bebas pirogen.
(Depkes RI, 1995 : 908-909)

LA B O R ATO R IU M FA R M A S E TIK A DA N TE K N O LO G I FA R M A S I
LA B O R ATO R IU M DA S A R FA K U LTA S FA R M A S I
U N I V E R S I TA S M U L AWA R M A N
MODUL PRAKTIKUM FORMULASI III
SEMESTER GENAP

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Fatmawaty, Aisyah., Michrun Nisa., Radhia Riski. 2019. Teknologi Sediaan Farmasi. Yogyakarta :
Penerbit Deepublish.
Langille, Stephen. 2015. Particulate Matter in Injectable Drug Products. PDA Journal of
Pharmaceutical and Technology.

Rowe, Raymond C. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients Sixth Edition. USA:


Pharmaceutical Press.

LA B O R ATO R IU M FA R M A S E TIK A DA N TE K N O LO G I FA R M A S I
LA B O R ATO R IU M DA S A R FA K U LTA S FA R M A S I
U N I V E R S I TA S M U L AWA R M A N

Anda mungkin juga menyukai