Anda di halaman 1dari 5

A. FOOD BORNE DIASES (Nur,Siyam:2018).

Food borne disease adalah penyakit yang disebabkan karena mengkonsumsi makanan

atau minuman yang tercemar. Penyebab food borne disease adalah mikroorganisme, mikroba

patogen, atau zat kimia beracun yang terkandung dalam makanan tersebut

Food borne disease biasanya bersifat toksik maupun infeksius, karena agen penyakit

masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang terkontaminasi. Foodborne disease dapat segera

terjadi setelah mengkonsumsi makanan, umumnya disebut dengan keracunan. Makanan dapat

menjadi beracun karena telah terkontaminasi oleh bakteri patogen yang kemudian dapat tumbuh

dan berkembang biak selama penyimpanan, sehingga mampu memproduksi toksin yang dapat

membahayakan manusia.

B. BEBERAPA BAKTERI PENYEBAB FOOD BORNE DISEASE

(Kusumaningsih:2015).

Cemaran bakteri hanya 30% dari kasus foodborne disease. Namun demikian, beberapa

penelitian memperlihatkan bahwa wabah dan angka kematian (mortalitas) tertinggi pada

foodborne disease disebabkan oleh infeksi bakteri.

a. Salmonella spp.

Infeksi Salmonella dapat bersifat fatal, terutama bagi bayi berumur kurang dari satu tahun.

Selain dipengaruhi umur, juga bergantung pada galur dan jumlah bakteri yang masuk.

Salmonella typhi dan S. Paratyphi menyebabkan demam tifoid, lebih dikenal dengan

penyakit tifus. Masa inkubasinya 7 – 28 hari, rata-rata 14 hari. Adapun Salmonella nontifoid

yang disebabkan oleh bakteri Salmonella lain, seperti misalnya S. enteritidis, S. typhimurium,

dan S. heidenber juga berpotensi menyebabkan foodborne disease pada manusia. Masa

inkubasinya lebih pendek antara 5 – 72 jam, rata-rata 12 – 36 jam. Gejala klinis mirip

penyakit tifoid, tetapi tidak disertai demam tifoid yang terus-menerus.(Meiwa:2019)

b. Escherichia coli
Bakteri ini bersifat komensal yang terdapat pada saluran pencernaan hewan dan manusia.

Bateri E .coli masuk dalam salah satu bakteri indikator sanitasi. E. Coli patogenik penyebab

diare diklasifikasikan menjadi 5 kelompok: kelompok E. coli patogen yaitu E. coli

enteropatogenik (EPEC), E. coli enterotoksigenik (ETEC), E. coli enteroinvasif (EIEC), E.

colihemoragik (EHEC), dan E. coli enteroaggregatif.

Teknik PCR adalah salah satu teknik molekuler yang digunakan untuk mengidentifikasi

penyakit infeksi yang disebabkan oleh Escherchia coli.(Bakri, Zakia:2015)

c. Bacillus anthracis

Bacillus anthracis menyebabkan penyakit antraks pada hewan dan manusia. Bakteri ini

sensitif terhadap lingkungan, tidak tahan panas, dan mati dengan perebusan selama 2 – 5

menit. Penularan penyakit dapat diawali dari tanah yang mengandung spora B. anthracis

menginfeksi luka, terhirup pernafasan ataupun bersama makanan yang tercemar masuk

saluran pencernaan. Gejala penyakit antraks pada manusia dikenal 3 tipe/bentuk; yaitu

tipe kulit (kutaneus), pernafasan(respirasi), dan pencernaan (intestinal). Gejala bentuk

pencernaan berupa nyeri di bagian perut, demam, mual, muntah, nafsu makan menurun,

diare berdarah karena inflamasi pada usus halus. (Kusumaningsih:2015).

d. Clostridium spp.

Bakteri Clostridium perfringens dan C. Botulinum umum terdapat di alam, misalnya

tanah, sampah, debu, kotoran hewan dan manusia, serta bahan makanan asal hewan.

Bakteri ini menghasilkan 5-7 jenis enterotoksin tipe A, B, C, D, E, dan F, dan sebagai

penyebab keracunan makanan pada hewan dan manusia. C. Botulinum menghasilkan 7

jenis toksin tipe A, B, C, D, E, F, dan G. Tipe A, B, E, dan F menghasilkan botulinum

yang berbahaya bagi manusia. (Kusumaningsih:2015).

e. Listeria monocytogenes

Sebelum tahun 1980-an, listeriosis yang disebabkan oleh L. monocytogenes banyak

mengakibatkan keguguran dan ensefalitis pada domba dan sapi.Setelah itu, ternyata bahwa
L. monocytogenes bersifat foodborne pathogen. Bakteri tersebut banyak ditemukan di alam

seperti tanah, air dan tumbuhan, serta dapat hidup dalam jangka lama dalam kondisi minimal

dengan suhu -4oC. Gejala yang timbul pada listeriosis berupa mual, muntah, diare, demam,

dan gejala influensa. (Kusumaningsih:2015).

f. Campylobacter spp.

Campylobacter merupakan bakteri penyebab kampilobakteriosis. Bakteri ini ditemukan

dalam saluran pencernaan hewan. Ada 3 spesies yang telah diidentifikasi sangat berbahaya

pada hewan dan manusia, yaitu C. jejuni, C. coli, dan C. Upsaliensis. Sejak tahun 1970- an,

C. jejuni dilaporkan sebagai salah satu bakteri penyebab foodborne disease pada manusia.

Pangan potensial pembawa bakteri C.jejuni dan Campylobacter lainnya antara lain ayam,

telur, daging babi, susu dan produk-produknya yang dimasak tidak sempurna, serta non-

chlorinated water. Gejala klinis ditandai dengan diare encer (kadang-kadang disertai darah),

demam, sakit abdomen, mual, sakit kepala, dan ngilu/ sakit pada otot.

(Kusumaningsih:2015).

g. Vibrio spp.

Ada 3 spesies Vibrio yang dapat mengakibatkan foodborne diseases pada manusia, yaitu V.

cholerae, V. parahaemolyticus, dan V. vulminicus). Sebanyak 10 – 20% kasus foodborne

disease yang disebabkan oleh Vibrio sp. umumnya ditularkan melalui makanan hasil laut.

(Kusumaningsih:2015).

h. Enterobacter sakazakii

Bakteri E. sakazakii termasuk ke dalam golongan bakteri yang hidup dalam saluran

pencernaan manusia dan hewan. Bakteri ini banyak menyerang bayi dengan gejala diare dan

meningitis, terutama pada bayi baru lahir dan prematur (Kusumaningsih:2015).

i. Shigella spp.

Shigella spp. merupakan bakteri patogenik yang dapat mengakibatkan shigellosis (disentri

basiler) pada manusia dan hewan. Shigella berasal dari nama seorang ilmuwan Jepang,
Kiyoshi Shiga, yang pertama kali mengisolasi Shigella dysenteriae tipe 1 pada kasus

epidemik disentri di Jepang pada tahun 1896. Gejala shigellosis bervariasi dari yang ringan

sampai yang parah; seperti nyeri abdomen, muntah, demam, diare dari yang cair (S. sonnei)

sampai sindrom disentri yang disertai dengan tinja yang mengandung darah.

(Kusumaningsih:2015).

C. FAKTOR MAKANAN TERPAPAR PATOGEN PENYEBAB FOOD BORNE

DIASES (Kusumaningsih:2015).

a. Faktor intrinsik, merupakan sifat fisik, kimia dan struktur yang dimiliki oleh

bahan pangan tersebut, seperti kandungan nutrisi dan pH bagi mikroba.

b. Faktor ekstrinsik, yaitu kondisi lingkungan pada penanganan dan

penyimpanan bahan pangan seperti suhu, kelembaban, susunan gas di

atmosfer.

c. Faktor implisit, merupakan sifat-sifat yang dimiliki oleh mikroba itu sendiri.

d. Faktor pengolahan, karena perubahan mikroba awal sebagai akibat

pengolahan bahan pangan, misalnya pemanasan, pendinginan, radiasi, dan

penambahan pengawet

D. HUBUNGAN PERILAKU HIDUP DENGAN FOOD BORNE DIASES (Herman:2015)

a. Hubungan Kebersihan Diri dengan Kejadian Food Borne Disease.

Responden menurut kebersihan diri responden yang kurang baik terbanyak

adalah menderita food borne disease sebesar 79,5% dibanding yang tidak

menderita food borne disease sebesar 20,5%, sedangkan kebersihan diri

responden yang baik terbanyak adalah tidak menderita food borne disease

sebesar 85% dibanding yang menderita food borne disease sebesar 15%.

Kebersihan diri meliputi kebiasaan mencuci tangan dan menjaga kebersihan


kuku yang akan menghindari seseorang dari penularan atau penyebaran

penyakit, seperti diare, tifus maupun infeksi cacing

b. Hubungan Kebersihan Makanan dan Minuman dengan Kejadian Food

Borne Disease.

Responden menurut kebersihan makanan dan minuman responden yangkurang

baik terbanyak adalah menderita food borne disease sebesar 77,8% dibanding

yang tidak menderita food borne disease sebesar 22,3%, sedangkan kebersihan

makanan dan minuman responden yang baik terbanyak adalah tidak menderita

food borne disease sebanyak sebesar 64,3% dibanding yang menderita food

borne disease sebesar 35,7%.

c. Hubungan Kesehatan Lingkungan dengan Kejadian Food Borne Disease

Responden menurut kesehatan lingkungan yang kurang baik terbanyak adalah

menderita food borne disease sebesar 77,5% dibanding yang tidak menderita

food borne disease sebesar 22,5%, sedangkan kesehatan lingkungan responden

yang baik, terbanyak adalah tidak menderita food borne disease sebesar 70,8%

dibanding yang menderita food borne disease sebesar 29,2%.

Daftar pustaka

Ardhy, Meiwa Rizky. 2019. Identifikasi Bakteri Salmonella Typhi Pada Makanan Jajanan
Gorengan Yang Dijual Di Depan Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Kedaton Kota Bandar
Lampung. Universitas Lampung.
Bskri, Zakia. 2015. Deteksi Keberadaan Bakteri Escherichia Coli O157:H7 Pada Feses
Penderita Diare Dengan Metode Kultur Dan Pcr. Jst Kesehatan. Universitas Hasanuddin,
Makassar
Herman, dkk. 2015. Faktor-Faktor Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Food Borne Disease Pada Anak Di Sekolah Dasar Negeri (Sdn) Inpres 3
Tondo Kota Palu. Jurnal Kesehatan Tadulako. Univ. Tadulako
Kusumaningsih, Ani. 2010. Beberapa Bakteri Patogenik Penyebab Foodborne Disease Pada
Bahan Pangan Asal Ternak. Balai Besar Penelitian Veteriner. Bogor
Siyam, Nur. 2018. Peningkatan Kapasitas Penghuni Pondok Pesantren Dalam
Pencegahan Food Borne Diseases Dengan Metode Peer Education. Visikes
Jurnal Kesehatan Masyarakat. Universitas Semarang

Anda mungkin juga menyukai