Anda di halaman 1dari 10

5 Cara Tingkatkan Employee Engagement

Untuk mengembangkan budaya di dalam sebuah perusahaan, maka peran dari masing-
masing individu di dalamnya menjadi hal yang sangat penting. Dengan semakin banyaknya
karyawan yang ikut terlibat dalam membangun budaya yang positif di dalam organisasi, hal
tersebut dapat menumbuhkan dan membawa organisasi pada perubahan yang lebih baik.

Bagaimana seorang pemimpin dapat membangkitkan semangat dan melibatkan karyawan


dalam menciptakan perubahan yang lebih baik? Berikut 5 cara powerful yang di gunakan
oleh para tokoh terkenal dunia:

Berbagi Tujuan Bersama

Hasil studi menunjukkan bahwa karyawan sangat memahami tujuan organisasi jika mereka
ikut terlibat dalam mencapai tujuan tersebut. Karyawan dengan pemahaman yang jelas
tentang strategi dan prioritas organisasi diposisikan untuk membuat keputusan yang lebih
baik dalam melakukan pekerjaan mereka sehari-hari.

“The bottom line is, when people are crystal clear about the most important priorities of
the organization and team they work with, not only are they many times more productive,
they discover they have the time they need to have a whole life.”  –  Stephen Covey

Mengatasi Ketakutan Untuk Gagal

Setiap pemimpin harus meyakinkan tim bahwa perubahan dan inovasi melibatkan resiko.
Tidak setiap pendekatan baru yang dilakukan akan berhasil, tetapi setiap upaya yang wajar
akan selalu dihargai.

“The top salesperson in the organization probably missed more sales than 90% of the sales
people on the team, but they also made more calls than the others made.”  –   Zig Ziglar

Membangun Hubungan Emosional yang Kuat


Keterlibatan karyawan yang sukses juga melibatkan hubungan emosional antara karyawan
dengan organisasi. Koneksi ini dapat tercipta dengan menunjukkan kepedulian terhadap
kesejahteraan setiap anggota tim sebagai pribadi. Sebisa mungkin, para pemimpin harus
mencari cara untuk menawarkan fleksibelitas, pengembangan personal, dan pengakuan
bagi karyawan yang berkomitmen penuh.

“I worry that business leaders are more interested in material gain than they are in having
the patience to build up a strong organization, and a strong organization starts with caring
for their people.”  –  John Wooden

Lakukan Perbaikan dari Ide-Ide Karyawan

Jika seorang pemimpin meminta ide dari para karyawannya dan kemudian tidak
melakukan tindakan nyata dari ide-ide tersebut, hal itu dapat membuat karyawan merasa
diabaikan. Sehingga  mengurangi antuasisme mereka untuk berkontribusi dalam mencapai
tujuan organisasi.

“An organization’s ability to learn, and translate that learning into action rapidly, is the
ultimate competitive advantage.” –Jack Welch.

Memupuk Kolaborasi Lintas Divisi

Antusiasme adalah hal yang menular. Ketika para karyawan di dorong untuk saling bekerja
sama, hal tersebut memungkinkan untuk menghilangkan budaya silo yang ada. Selain itu,
hal tersebut juga dapat menciptakan inovasi baru dalam proses. Kolaborasi lintas divisi /
fungsi dapat membangun budaya yang  terbuka untuk menerima perubahan dan bekerja
sama untuk membangun budaya perbaikan secara kontinyu.***

Enam Langkah Bangun Budaya Perusahaan


Keberhasilan dan kesuksesan bisnis yang berkelanjutan dalam perusahaan tidak akan
pernah terjadi tanpa adanya budaya yang luar biasa. Bahkan, tanpa adanya budaya
tersebut, kesuksesan tersebut hanya akan berada pada benak semua karyawan saja, tanpa
pernah terealisasi.

Namun untuk jangka panjang, setiap bisnis membutuhkan orang-orang untuk membuat
budaya tersebut berjalan baik. Setiap perusahaan, khususnya, sangat membutuhkan orang-
orang yang bahagia – maksudnya adalah suatu tim yang bekerja dengan sungguh-sungguh
bukan hanya sekadar untuk mendapatkan upah. Sebuah organisasi dengan karyawan yang
bahagia akan lebih bertahan lama dan mampu berkembang dengan pesat sekalipun
terdapat hambatan-hambatan.

Apabila suatu perusahaan memiliki budaya yang tidak sehat, kacau, dan tidak mendukung,
bagaimana perusahaan tersebut memperbaiki suatu kesalahan yang telah mengakar selama
bertahun-tahun? Berikut adalah 6 hal yang perlu menjadi pertimbangan suatu perusahaan
yang ingin memperbaiki dan menciptakan budaya perusahaan yang mendukung dan sehat.

1. Jangan menunggu besok untuk mengambil tindakan

Budaya perusahaan yang buruk dan tidak sehat akan menurunkan produktivitas dan
menekan bakat kreatif para karyawan. Sehingga, untuk mengubah budaya perusahaan
menjadi lebih mendukung, jangan pernah menunggu hari esok berlalu tanpa mengatasi
masalah. Setiap hari yang terlewati oleh perusahaan, maka semakin banyak perusahaan
tersebut akan kehilangan profit.

2. Temukan budaya perusahaan yang diinginkan


Hal terpenting dalam budaya perusahaan adalah tidak pernah ada budaya terbaik dalam
setiap perusahaan. Setiap tim harus menentukan apa yang terbaik bagi perusahaan.
Komunikasi dengan para lini atas juga menjadi hal yang sangat dibutuhkan untuk
menentukan perilaku dan tindakan yang akan diambil yang menambah nilai perusahaan.

3. Memahami pengertian “budaya” yang salah

Suatu budaya perusahaan sangat bergantung pada semua orang di organisasi dan sifat serta
kebiasaan mereka, bukan pada hal lain. Pemilihan inventaris dengan kualitas tinggi dan
makan siang gratis bukan merupakan kebiasaan. Suatu budaya perusahaan harus mengacu
pada perilaku, bukan pada alat atau kedok.

4. Akui adanya seorang penggerak

Suatu perusahaan dan bahkan organisasinya pasti sudah sangat paham dan mengetahui
dengan pasti ketika budaya perusahaan menjadi tidak produktif. Orang yang tepat akan
sangat mendukung seorang penggerak yang berinisiatif untuk mengatasinya. Tanamkan
pada setiap karyawan yang lain bahwa menguatkan budaya merupakan prioritas yang
utama dan membutuhkan setiap bantuan anggota tim.

5. Mengatasi budaya karyawan yang tidak sesuai dengan budaya perusahaan

Beberapa orang akan dengan mudah beradaptasi terhadap adanya budaya baru yang telah
diusulkan oleh penggerak tersebut. Namun, beberapa yang lain pasti akan menyatakan
sikap tidak setuju apabila budaya perusahaan perlu diubah. Berikan kesempatan kepada
karyawan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan, karena mereka mungkin memiliki
kebiasaan yang keliru yang telah mendarah daging dalam diri mereka, dan perubahan ini
pasti menjadi hal baru untuk mereka. Namun tetap perlu diingat bahwa penyesuaian
mereka akan menjadi faktor penentu keberhasilan perubahan budaya perusahaan.

6. Komitmen semua pihak

Dalam suatu perubahan budaya perusahaan, dibutuhkan komitmen yang kuat dari seluruh
bagian organisasi dari perusahaan. Organisasi perlu memastikan bahwa semua orang dalam
perusahaan terfokus dan berkomitmen sepenuhnya untuk perubahan budaya perusahaan
untuk jangka panjang.

Seberapa buruk budaya perusahaan, selalu ada kesempatan untuk memperbaikinya. Suatu
budaya perusahaan yang positif akan memberikan keuntungan terbesar dalam
perkembangan perusahaan, karena ketika semua karyawan dalam perusahaan menikmati
pekerjaan dan lingkungan perusahaan membuat mereka nyaman, maka produktivitas akan
melonjak. Yang dibutuhkan hanyalah waktu dan kemauan.***
 CoffeeTalks
 Glossary
 Join
 Login

 Features
 How To
o Download
o Toolbox
 Industry
o Financial
o Healthcare
o Manufacturing
o Mining and Energy
o Retail and Transactional
 News
o News
o Out of Topic
o Event
o The View
 Ideas
 SSCX
Majalah Shift - Lean Six Sigma dan Problem SolvingIndustryManufacturingBentuk Charity ala Toyota: Kaizen
dan Efisiensi

Bentuk Charity ala Toyota: Kaizen dan Efisiensi


Sumber foto: time.com

The Food Bank for New York City, adalah sebuah organisasi bantuan pangan terbesar di Amerika
Serikat. Setiap tahunnya, organisasi ini membantu memberi makan sekitar 1,5 juta warga yang
kelaparan. Kelangsungan hidup organisasi ini, seperti badan amal lainnya, sangat bergantung
kepada donasi dari berbagai perusahaan, seperti Target, Bank of America, Delta Air Lines dan the
New York Yankees. Manufaktur otomotif Toyota juga termasuk dalam jajaran penyumbang tetap.
Namun kemudian, Toyota memiliki ide lain.

Bukan Uang, tapi Kaizen dari Toyota

Kaizen adalah kata dalam bahasa Jepang yang artinya “continuous improvement”. Metode ini
adalah bahan baku utama dalam model bisnis Toyota, sekaligus menjadi rahasia suksesnya.
Kaizen adalah bentuk usaha untuk mengoptimasi aliran dan kualitas dengan terus-menerus
mencari cara untuk memperlancar dan meningkatkan kinerja. Sederhananya, Kaizen
adalah cara Toyota berpikir di luar kotak dan membuat perubahan kecil yang
menghasilkan keuntungan besar.

Efisiensi yang sangat dipentingkan oleh Toyota ternyata mampu mentransformasi proses di
Food Bank. Alih-alih menyumbang bantuan dalam bentuk uang, tim insinyur dari Toyota
diterjunkan langsung ke pusat-pusat produksi dan supply chain Food Bank untuk
mengoptimasi proses kerja mereka. Bagaimana hasilnya?

Di dapur sup milik Food Bank di Harlem, para insinyur Toyota memangkas waktu tunggu
untuk mendapatkan makan malam menjadi hanya 18 menit, dari waktu sebelumnya yaitu
90 menit. Dapur di Staten Island juga mendapatkan sentuhan dari Toyota. Mereka berhasil
mengurangi waktu yang dihabiskan orang untuk mengisi kantong makanannya, dari 11
menit menjadi hanya 6 menit. Perbaikan juga dilakukan di gudang di Bushwick, Brooklyn.
Di gudang ini para sukarelawan bekerja mengemas kotak persediaan makanan untuk
korban Badai Sandy. “Satu dosis” Kaizen diberikan Toyota disini, dan mereka berhasil
mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk mengemas satu buah kotak dari 3 menit
menjadi hanya 11 detik.

“Toyota telah melakukan revolusi pada cara kami melayani komunitas,” kata Margarette
Purvis, CEO Food Bank.

Disambut dengan Skeptis

Niat Toyota untuk mengoptimasi proses operasional Food Bank tidak langsung mendapat
sambutan baik. Beberapa eksekutif di organisasi nirlaba tersebut sempat skeptis bahkan
takut untuk mencoba.

“Mereka membuat mobil, sedangkan saya mengelola dapur,” kata Daryl Foriest, direktur
distribusi di dapur sup danpantry di Harlem. “Cara itu tidak sesuai untuk kami.”

Namun, Toyota sangat yakin bahwa program Kaizen yang ditawarkan akan membawa
manfaat besar bagi Food Bank. Karena keyakinan Toyota, Foriest bersedia untuk mencoba
dengan meminta perbaikan di titik yang menurutnya sangat sulit ditangani:

“Antrian yang sangat panjang biasanya terjadi di ruang makan,” kata Foriest. “Buatlah
antrian tersebut lebih pendek.”

Atas permintaan tersebut, para insiyur Toyota mulai bekerja. Dapur dan ruang makan yang
bisa menampung 50 orang dibuka untuk makan malam pada pukul 4 sore. Ketika semua
kursi terisi penuh, akan terbentuk antrian di luar. Foriest akan membuka pintu untuk
orang-orang yang mengantri ketika telah tersedia kursi untuk 10 orang. Waktu tunggu
orang dalam antrian rata-rata bisa mencapai satu setengah jam.

Untuk mengatasinya, Toyota melakukan tiga perubahan. Mereka menghilangkan sistem


masuk 10 orang, membiarkan orang masuk satu persatu begitu tersedia bangku kosong.
Lalu, sebuah area tunggu dibuat di dalam ruangan, dimana orang-orang mengantri di dekat
tempat pengambilan nampan makanan. Selanjutnya, seorang petugas ditugaskan untuk
menemukan kursi-kursi kosong agar dapat segera diisi. Waktu tunggu rata-rata menurun
drastis menjadi hanya 18 menit, dan semakin banyak orang-orang yang mendapat
makanan.

Kerjasama Unik

Menurut pendapat para ahli, kerjasama unik yang terjadi antara Toyota dan Food Bank
yang dianggap sebagai programcultural exchange menunjukkan cara alternatif bagi sebuah
organisasi profit untuk membantu dan memberikan nilai berharga kepada komunitas.
“Kerjasama ini adalah bagian dari program filantropi perusahaan. Namun, alih-alih
memberi bantuan moneter, Toyota berbagi keahlian yang bernilai,” kata David J. Vogel,
seorang profesor dan ekspert di bidang CSR perusahaan di Haas School of Business,
University of California, Berkeley. “Ini adalah sesuatu yang baru.”

Banyak organisasi nirlaba menghadapi budget yang terbatas, karena bantuan dana dari
pemerintah semakin menipis. Mereka harus membuat keputusan bisnis dengan lebih
cerdik.

“Organisasi nirlaba mengambil contoh dari dunia organisasi profit untuk membuat mereka
lebih baik,” kata Ronald P. Hill, seorang profesor di bidang marketing dan hukum bisnis di
Villanova University.

Kerjasama semacam ini juga merupakan hal yang cukup baru bagi Toyota. Pada awal
dekade 1990-an, perusahaan otomotif tersebut hanya berbagi mengenai metode
perbaikannya terbatas kepada pemasok part-nya. Namun ketika pusat efisiensi perusahaan,
yaitu Toyota Production System Support Center, menyadari ketertarikan dunia industri
terhadap model bisnis Toyota, perusahaan mulai menawarkan jasa konsultasi kepada
berbagai perusahaan di luar industri otomotif dan organisasi nirlaba. Saat ini, pusat
efisiensi tersebut telah memberikan konsultasi kepada sekitar 40 organisasi, dan
setengahnya adalah manufaktur berskala kecil hingga menengah yang tidak membayar
harga tinggi. Sebagian lagi adalah organisasi nirlaba seperti Food Bank, yang mendapatkan
konsultasi gratis.

“Ada sangat banyak kesempatan yang tersedia di berbagai industri untuk memperbaiki dan
menjadi lebih kompetitif dengan mengaplikasikan Toyota Production System (Lean),” kata
Jamie Bonini, manajer umum di support center Food Bank. Pelajaran dari Toyota datang di
waktu yang tepat bagi organisasi nirlaba tersebut, karena mereka sedang kebanjiran
permintaan dalam situasi ekonomi yang tengah menurun.

“Mulai dari bank, restoran, hingga perusahaan penerbangan, semuanya memberikan


sumbangan moneter dan kami sangat bersyukur karenanya, “ kata Purvis. “Namun sangat
jarang ada yang datang dan berkata, ‘Lihat, inilah model yang membesarkan perusahaan
kami, dan kami akan berbagi denganmu untuk membantumu mengangani permintaan
orang-orang yang paling membutuhkan.’”

Optimasi Proses untuk Tingkatkan Kapasitas

Di dapur Project Hospitality di Staten Island, yang menjadi bagian dari jaringan Food Bank,
para insinyur Toyota mencoba untuk mempercepat proses pengambilan. Mereka
membuat layout untuk mengidentifikasi titik-titik dimana terjadi penurunan kecepatan.
Mereka menata ulang rak-rak berdasarkan jenis makanan dan menggunakan lakban
berwarna untuk menandai kelompok gandum dan serealia, sayuran, buah dan protein.
Dengan demikian, waktu yang dihabiskan klien di ruang makan berkurang hingga
setengahnya.

Food Bank juga menggunakan jasa Toyota untuk meningkatkan proses di Metro World
Child, badan nirlaba yang merupakan afiliasinya. Mereka berhasil meningkatkan kapasitas
untuk memenuhi permintaan yang melonjak di Far Rockaways setelah Badai Sandy.

Lisa Richardson, seorang insinyur  dengan pengalaman di bidang manufaktur, melakukan


gemba dan berkeliling di sebuah gudang di Brooklyn, menyaksikan para relawan bekerja
keras untuk membungkus kotak-kotak makanan. Mereka menciptakan sistem yang mirip
lini perakitan dengan konveyor untuk memudahkan relawan memasukkan berbagai
macam makanan ke dalam kotak yang berjalan di sepanjang jalur konveyor.Rata-rata
waktu yang dihabiskan untuk membungkus satu kotak makanan berkurang dari 3 menit
menjadi hanya 11 detik.

Masih belum puas, Richardson menukar ukuran kotak dengan yang lebih kecil.

“Terdapat banyak tempat kosong dalam kotak dan mereka mengirimnya dengan truk,”
kata Richardson. Food Bank menggunakan kotak karton standar berukuran 12 x 12 x 12
inci. Dengan mengganti ukuran kotak menjadi 16 x 8 x 8 inci, relawan bisa membungkus
makanan dengan lebih pas dan ketat, dan lebih banyak kotak yang bisa dimuat di dalam
truk.

Dengan semua hasil perbaikan tersebut, manajemen Food Bank merasa puas. Menurut
Purvis, mereka tengah berencana untuk kembali menerapkan Kaizen di gudang Bronx yang
berukuran 8.361 meter persegi. Disini, Toyota akan membatu optimasi penggunaan area
gudang dan merancang rute-rute pengiriman, disamping beberapa tugas lainnya.

“Saya tidak pernah berpikir kami akan bekerjasama dengan sejumlah besar insinyur,” kata
Purvis. “Di dunia kami, makanan adalah raja. Tapi sebelumnya kami tidak tahu bahwa
ratunya adalah Kaizen.”

Jika Food Bank berhasil melancarkan aliran proses dan meningkatkan kapasitas dengan
Kaizen, tentu metode yang sama dapat diimplementasikan pada organisasi nirlaba lainnya.
Bagaimana menurut anda?***

Anda mungkin juga menyukai