Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

1.1.1 Pengertian Rumah Sakit

Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral
dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan
pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan
pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga
merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik.

Berdasarkan undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, yang


dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dan
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

1.1.2 Tugas dan Fungsi

Berikut merupakan tugas sekaligus fungsi dari rumah sakit, yaitu :

 Melaksanakan pelayanan medis, pelayanan penunjang medis,


 Melaksanakan pelayanan medis tambahan, pelayanan penunjang medis
tambahan,
 Melaksanakan pelayanan kedokteran kehakiman,
 Melaksanakan pelayanan medis khusus,
 Melaksanakan pelayanan rujukan kesehatan,
 Melaksanakan pelayanan kedokteran gigi,
 Melaksanakan pelayanan kedokteran sosial,
 Melaksanakan pelayanan penyuluhan kesehatan,
 Melaksanakan pelayanan rawat jalan atau rawat darurat dan rawat
tinggal (observasi),
 Melaksanakan pelayanan rawat inap,
 Melaksanakan pelayanan administratif,
 Melaksanakan pendidikan para medis,
 Membantu pendidikan tenaga medis umum,

1
 Membantu pendidikan tenaga medis spesialis,
 Membantu penelitian dan pengembangan kesehatan,
 Membantu kegiatan penyelidikan epidemiologi,

Sedangkan menurut undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit,


fungsi rumah sakit adalah :

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan seuai


dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan


kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

c. Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam


rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatn.

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi


bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahan bidang kesehatan.

Tugas dan fungsi ini berhubungan dengan kelas dan type rumah sakit yang di
Indonesia terdiri dari rumah sakit umum dan rumah sakit khusus, kelas a, b, c,
d. berbentuk badan dan sebagai unit pelaksana teknis daerah. perubahan kelas
rumah sakit dapat saja terjadi sehubungan dengan turunnya kinerja rumah sakit
yang ditetapkan oleh menteri kesehatan indonesia melalui keputusan dirjen yan
medik.

1.1.3 Jenis-jenis rumah sakit

 Rumah sakit umum

Melayani hampir seluruh penyakit umum, dan biasanya memiliki institusi


perawatan darurat yang siaga 24 jam (ruang gawat darurat) untuk mengatasi
bahaya dalam waktu secepatnya dan memberikan pertolongan pertama.Rumah
sakit umum biasanya merupakan fasilitas yang mudah ditemui di suatu negara,
dengan kapasitas rawat inap sangat besar untuk perawatan intensif ataupun
jangka panjang. Rumah sakit jenis ini juga dilengkapi dengan fasilitas bedah,
bedah plastik, ruang bersalin, laboratorium, dan sebagainya. Tetapi
kelengkapan fasilitas ini bisa saja bervariasi sesuai kemampuan
penyelenggaranya.Rumah sakit yang sangat besar sering disebut Medical
Center (pusat kesehatan), biasanya melayani seluruh pengobatan modern.

2
Sebagian besar rumah sakit di Indonesia juga membuka pelayanan kesehatan
tanpa menginap (rawat jalan) bagi masyarakat umum (klinik). Biasanya
terdapat beberapa klinik/poliklinik di dalam suatu rumah sakit.

 Rumah sakit terspesialisasi

Jenis ini mencakup trauma center, rumah sakit anak, rumah sakit manula, atau
rumah sakit yang melayani kepentingan khusus seperti psychiatric (psychiatric
hospital), penyakit pernapasan, dan lain-lain.Rumah sakit ini bisa terdiri atas
gabungan atau pun hanya satu bangunan.

 Rumah sakit penelitian/pendidikan

Rumah sakit penelitian/pendidikan adalah rumah sakit umum yang terkait


dengan kegiatan penelitian dan pendidikan di fakultas kedokteran pada suatu
universitas/lembaga pendidikan tinggi. Biasanya rumah sakit ini dipakai untuk
pelatihan dokter-dokter muda, uji coba berbagai macam obat baru atau teknik
pengobatan baru. Rumah sakit ini diselenggarakan oleh pihak
universitas/perguruan tinggi sebagai salah satu wujud pengabdian
masyararakat / Tri Dharma perguruan tinggi.

 Rumah sakit lembaga/perusahaan

Rumah sakit yang didirikan oleh suatu lembaga/perusahaan untuk melayani


pasien-pasien yang merupakan anggota lembaga tersebut/karyawan
perusahaan tersebut. Alasan pendirian bisa karena penyakit yang berkaitan
dengan kegiatan lembaga tersebut (misalnya rumah sakit militer, lapangan
udara), bentuk jaminan sosial/pengobatan gratis bagi karyawan, atau karena
letak/lokasi perusahaan yang terpencil/jauh dari rumah sakit umum. Biasanya
rumah sakit lembaga/perusahaan di Indonesia juga menerima pasien umum
dan menyediakan ruang gawat darurat untuk masyarakat umum.

 Klinik

Fasilitas medis yang lebih kecil yang hanya melayani keluhan tertentu.
Biasanya dijalankan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat atau dokter-dokter
yang ingin menjalankan praktek pribadi. Klinik biasanya hanya menerima rawat
jalan. Bentuknya bisa pula berupa kumpulan klinik yang disebut poliklinik.

Sebuah klinik (atau rawat jalan klinik atau klinik perawatan rawat jalan) adalah
fasilitas perawatan kesehatan yang dikhususkan untuk perawatan pasien rawat
jalan. Klinik dapat dioperasikan, dikelola dan didanai secara pribadi atau publik,

3
dan biasanya meliputi perawatan kesehatan primer kebutuhan populasi di
masyarakat lokal, berbeda dengan rumah sakit yang lebih besar yang
menawarkan perawatan khusus dan melayani pasien rawat inap.

1.1.4 Komite Etik Rumah Sakit

Komite Etik Rumah Sakit (KERS), dapat dikatakan sebagai suatu badan yang
secara resmi dibentuk dengan anggota dari berbagai disiplin perawatan
kesehatan dalam rumah sakit yang bertugas untuk menangani berbagai
masalah etik yang timbul dalam rumah sakit. KERS dapat menjadi sarana
efektif dalam mengusahakan saling pengertian antara berbagai pihak yang
terlibat seperti dokter, pasien, keluarga pasien dan masyarakat tentang
berbagai masalah etika hukum kedokteran yang muncul dalam perawatan
kesehatan di rumah sakit.

Ada tiga fungsi KERS ini yaitu pendidikan, penyusun kebijakan dan
pembahasan kasus. Jadi salah satu tugas KERS adalah menjalankan fungsi
pendidikan etika. Dalam rumah sakit ada kebutuhan akan kemampuan
memahami masalah etika, melakukan diskusi multidisiplin tentang kasus
mediko legal dan dilema etika biomedis dan proses pengambilan keputusan
yang terkait dengan permasalahan ini. Dengan dibentuknya KERS,
pengetahuan dasar bidang etika kedokteran dapat diupayakan dalam institusi
dan pengetahuan tentang etika diharapkan akan menelurkan tindakan yang
profesional etis. Komite tidak akan mampu mengajari orang lain, jika ia tidak
cukup kemampuannya. Oleh sebab itu tugas pertama komite adalah
meningkatkan pengetahuan anggota komite. Etika kedokteran dewasa ini
berkembang sangat pesat. Di Indonesia etika kedokteran relatif baru dan yang
berminat tidak banyak sehingga lebih sulit mencari bahan bacaan yang
berkaitan dengan hal ini. Pendidikan bagi anggota komite dapat dilakukan
dengan belajar sendiri, belajar berkelompok, dan mengundang pakar dalam
bidang agama, hukum, sosial, psikologi, atau etika yang mendalami bidang
etika kedokteran. Para anggota komite setidaknya harus menguasai berbagai
istilah/konsep etika, proses analisis dan pengambilan keputusan dalam etika.
Pengetahuan tentang etik akan lebih mudah dipahami jika ia diterapkan dalam
berbagai kasus nyata. Semakin banyak kasus yang dibahas, akan semakin
jelaslah bagi anggota komite bagaimana bentuk tatalaksana pengambilan
keputusan yang baik. Pendidikan etika tidak terbatas pada pimpinan dan staf
rumah sakit saja. Pemilik dan anggota yayasan, pasien, keluarga pasien, dan

4
masyarakat dapat diikutsertakan dalam pendidikan etika. Pemahaman akan
permasalahan etika akan menambah kepercayaan masyarakat dan membuka
wawasan mereka bahwa rumah sakit bekerja untuk kepentingan pasien dan
masyarakat pada umumnya. Selama ini dalam struktur rumah sakit di Indonesia
dikenal subkomite/panitia etik profesi medik yang merupakan struktur dibawah
komite medik yang bertugas menangani masalah etika rumah sakit. Pada
umumnya anggota panitia ini adalah dokter dan masalah yang ditangani lebih
banyak yang berkaitan dengan pelanggaran etika profesi. Mengingat etika
kedokteran sekarang ini sudah berkembang begitu luas dan kompleks maka
keberadaan dan posisi panitia ini tidak lagi memadai. Rumah sakit memerlukan
tim atau komite yang dapat menangani masalah etika rumah sakit dan
tanggung jawab langsung kepada direksi. Komite memberikan saran di bidang
etika kepada pimpinan dan staf rumah sakit yang membutuhkan. Keberadaan
komite dinyatakan dalam struktur organisasi rumah sakit dan keanggotaan
komite diangkat oleh pimpinan rumah sakit atau yayasan rumah sakit. Proses
pembentukan KERS ini, rumah sakit memulainya dengan membentuk tim kecil
yang terdiri dari beberapa orang yang memiliki kepedulian mendalam dibidang
etika kedokteran, bersikap terbuka dan memiliki semangat tinggi. Jumlah
anggota disesuaikan dengan kebutuhan. Keanggotaan komite bersifat multi
disiplin meliputi dokter (merupakan mayoritas anggota) dari berbagai
spesialisasi, perawat, pekerja sosial, rohaniawan, wakil administrasi rumah
sakit, wakil masyarakat, etikawan, dan ahli hukum.

sistem kesehatan di Indonesia tidak terlepas dari pembangunan kesehatan.


Intinya sistem kesehatan merupakan seluruh aktifitas yang mempunyai tujuan
utama untuk mempromosikan, mengembalikan dan memelihara kesehatan.
Sistem kesehatan memberi manfaat kepada mayarakat dengan distribusi yang
adil. Sistem kesehatan tidak hanya menilai dan berfokus pada “tingkat manfaat”
yang diberikan, tetapi juga bagaimana manfaat itu didistribusikan.

Secara teori, sebuah negara dibentuk oleh masyarakat di suatu wilayah yang
tidak lain bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama setiap
anggotanya dalam koridor kebersamaan. Dalam angan setiap anggota
masyarakat, negara akan melaksanakan fungsinya menyediakan kebutuhan
hidup yang berkaitan dengan hidup berdampingan dengan orang lain di
sekelilingnya. Di kehidupan sehari-hari, kebutuhan bersama itu sering kita
artikan sebagai “kebutuhan publik”. Salahsatu contoh kebutuhan publik yang
mendasar adalah kesehatan. Kesehatan adalah pelayanan publik yang bersifat
mutlak dan erat kaitannya dengan kesejahteraan masyarakat. Untuk semua

5
pelayanan yang bersifat mutlak, negara dan aparaturnya berkewajiban untuk
menyediakan layanan yang bermutu dan mudah didapatkan setiap saat.

Salah satu wujud nyata penyediaan layanan publik di bidang kesehatan adalah
adanya Puskesmas. Tujuan utama dari adanya Puskesmas adalah
menyediakan layanan kesehatan yang bermutu namun dengan biaya yanng
relatif terjangkau untuk masyarakat, terutama masyarakat dengan kelas
ekonomi menengah ke bawah.

Pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang


paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Salah satu sarana pelayanan
kesehatan yang mempunyai peran sangat penting lainnya dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat adalah rumah sakit. Rumah sakit
sebagai suatu lembaga sosial yang memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat, memiliki sifat sebagai suatu lembaga yang tidak ditujukan untuk
mencari keuntungan atau non profit organization. Walaupun demikian kita
dapat menutup mata bahwa dibutuhkan sistem informasi di dalam rumah sakit.

Rumah sakit merupakan lembaga dalam mata rantai Sistem Kesehatan


Nasional dan mengemban tugas untuk memberikan pelayanan kesehatan
kepada seluruh masyarakat, karena pembangunan dan penyelenggaraan
kesehatan di rumah sakit perlu diarahkan pada tujuan nasional dibidang
kesehatan.Tidak mengherankan apabila bidang kesehatan perlu untuk selalu
dibenahi agar bisa memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik untuk
masyarakat. Pelayanan kesehatan yang dimaksud tentunya adalah pelayanan
yang cepat, tepat, murah dan ramah. Mengingat bahwa sebuah negara akan
bisa menjalankan pembangunan dengan baik apabila didukung oleh
masyarakat yang sehat secara jasmani dan rohani. Untuk mempertahankan
pelanggan, pihak rumah sakit dituntut selalu menjaga kepercayaan konsumen
secara cermat dengan memperhatikan kebutuhan konsumen sebagai upaya
untuk memenuhi keinginan dan harapan atas pelayanan yang diberikan.
Konsumen rumah sakit dalam hal ini pasien yang mengharapkan pelayanan di
rumah sakit, bukan saja mengharapkan pelayanan medis dan keperawatan
tetapi juga mengharapkan kenyamanan, akomodasi yang baik dan hubungan
harmonis antara staf rumah sakit dan pasien, dengan demikian perlu adanya
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Selain itu, tercantumnya pelayanan kesehatan sebagai hak masyarakat dalam


konstituisi, menempatkan status sehat dan pelayanan kesehatan merupakan
hak masyarakat. Fenomena demikian merupakan keberhasilan pemerintah

6
selama ini dalam kebijakan politik di bidang kesehatan (heath politics), yang
menuntut pemerintah maupun masyarakat untuk melakukan upaya kesehatan
secara tersusun, menyeluruh dan merata.

1.2 PENGERTIAN PELAYANAN KESEHATAN

Pengertian pelayanan kesehatan menurut para ahli dan institusi kesehatan


adalah :

a. Menurut Prof. Dr. Soekidjo Notoatmojo

Pelayanan kesehatan adalah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan


utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan
kesehatan) dengan sasaran masyarakat.

b. Menurut Azwar (1996)

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau


secara bersama-sama dalamn suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan perseorangan, keluarga kelompok, dan ataupun masyarakat.

c. Menurut Depkes RI (2009)

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau


secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun
masyarakat.

d. Menurut Levey dan Loomba (1973)

Pelayanan Kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan sendiri/secara


bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah, dan mencembuhkan penyakit serta memulihkan
kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat.

Jadi pelayanan kesehatan adalah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan
utamanya adalah promotif (memelihara dan meningkatkan kesehatan),
preventif (pencegahan),kuratif (penyembuhan), dan rehabilitasi (pemulihan)
kesehatan perorangan, keluarga, kelompok atau masyarakat, lingkungan. Yang
dimaksud sub sistem disini adalah sub sistem dalam pelayanan kesehatan
yaitu input , proses, output, dampak, umpan balik.

7
1. Input adalah sub elemen – sub elemen yang diperlukan sebagai masukan
untuk berfungsinya sistem.

2. Proses adalah suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah masukan


sehingga menghasilkan sesuatu (keluaran) yang direncanakan.

3. Output adalah hal-hal yang dihasilkan oleh proses.

4. Dampak adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran setelah beberapa


waktu lamanya.

5. Umpan balik adalah hasil dari proses yang sekaligus sebagai masukan
untuk sistem tersebut.

6. Lingkungan adalah dunia diluar sistem yang mempengaruhi sistem tersebut.

Contoh : Di dalam pelayanan kesehatan Puskesmas.

1. Input adalah : Dokter, perawat, obat-obatan,

2. Prosesnya : kegiatan pelayanan puskesmas,

3. Outputnya : Pasien sembuh/tidak sembuh,

4. Dampaknya : meningkatnya status kesehatan masyarakat,

5. Umpan baliknya : keluhan-keluhan pasien terhadaf pelayanan,

6. Lingkungannya : masyarakat dan instansi-instansi diluar

puskemas tersebut.

Tujuan Pelayanan Kesehatan :

1. Promotif (memelihara dan meningkatkan kesehatan), hal ini diperlukan


misalnya dalam peningkatan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan.

2. Preventif (pencegahan terhadap orang yang berisiko terhadap penyakit),


terdiri dari:

a. Preventif primer.

Terdiri dari program pendidikan, seperti imunisasi,penyediaan nutrisi yang baik,


dan kesegaran fisik.

b. Preventif sekunder.

8
Terdiri dari pengobatan penyakit pada tahap dini untuk membatasi kecacatan
dengan cara mengindari akibat yang timbul dari perkembangan penyakit
tersebut.

c. Preventif tersier.

Pembuatan diagnosa ditunjukan untuk melaksanakan tindakan rehabilitasi,


pembuatan diagnosa dan pengobatan.

3. Kuratif (penyembuhan penyakit).

4. Rehabilitasi (pemulihan), usaha pemulihan seseorang untuk mencapai fungsi


normal atau mendekati normal setelah mengalami sakit fisik atau mental ,
cedera atau penyalahgunaan.

1.3 BENTUK DAN JENIS PELAYANAN KESEHATAN

Bentuk pelayanan kesehatan adalah:

1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer)

Pelayanan yang lebih mengutamakan pelayanan yang bersifat dasar dan


dilakukan bersama masyarakat dan dimotori oleh:

a.Dokter Umum (Tenaga Medis)

b.Perawat Mantri (Tenaga Paramedis)

Pelayanan kesehatan primer (primary health care), atau pelayanan kesehatan


masyarakat adalah pelayanan kesehatan yang paling depan, yang pertama kali
diperlukan masyarakat pada saat mereka mengalami gangguan kesehatan atau
kecelakaan. Primary health care pada pokoknya ditunjukan kepada masyarakat
yang sebagian besarnya bermukim di pedesaan, serta masyarakat yang
berpenghasilan rendah di perkotaan. Pelayanan kesehatan ini sifatnya berobat
jalan (Ambulatory Services). Diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan
dan masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau
promosi kesehatan.

Contohnya : Puskesmas, Puskesmas keliling, klinik.

2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (sekunder)

Pelayanan kesehatan sekunder adalah pelayanan yang lebih bersifat spesialis


dan bahkan kadang kala pelayanan subspesialis, tetapi masih terbatas.

9
Pelayanan kesehatan sekunder dan tersier (secondary and tertiary health care),
adalah rumah sakit, tempat masyarakat memerlukan perawatan lebih lanjut
(rujukan). Di Indonesia terdapat berbagai tingkat rumah sakit, mulai dari rumah
sakit tipe D sampai dengan rumah sakit kelas A.

Pelayanan kesehatan dilakukan oleh:

a.Dokter Spesialis

b.Dokter Subspesialis terbatas

Pelayanan kesehatan ini sifatnya pelayanan jalan atau pelayanan rawat


(inpantient services).Diperlukan untuk kelompok masyarakat yang memerlukan
perawatan inap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan
primer.

Contoh : Rumah Sakit tipe C dan Rumah Sakit tipe D.

3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tersier)

Pelayanan kesehatan tersier adalah pelayanan yang lebih mengutamakan


pelayanan subspesialis serta subspesialis luas.

Pelayanan kesehatan dilakukan oleh:

a.Dokter Subspesialis

b.Dokter Subspesialis Luas

Pelayanan kesehatan ini sifatnya dapat merupakan pelayanan jalan atau


pelayanan rawat inap (rehabilitasi).Diperlukan untuk kelompok masyarakat atau
pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder.

Contohnya: Rumah Sakit tipe A dan Rumah sakit tipe B.

Menurut pendapat Hodgetts dan Casio, jenis pelayanan kesehatan secara


umum dapat dibedakan atas dua, yaitu:

1. Pelayanan kedokteran

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran


(medical services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat
sendiri (solo practice) atau secara bersama-sama dalam satu organisasi.

10
Tujuan utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan,
serta sasarannya terutama untuk perseorangan dan keluarga.

2. Pelayanan kesehatan masyarakat

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok kesehatan masyarakat


(public health service) ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya
secara bersama-sama dalam suatu organisasi. Tujuan utamanya untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, serta
sasarannya untuk kelompok dan masyarakat.

1.4 SYARAT POKOK PELAYANAN KESEHATAN

Syarat-syarat pokok pelayanan kesehatan yang baik adalah :

1. Tersedia dan berkesinambungan

Pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia dimasyarakat serta bersifat


berkesinambungan artinya semua pelayanan kesehatan yang dibutuhkan
masyarakat tidak sulit ditemukan.

2. Dapat diterima dan wajar

Artinya pelayanan kesehatan tidak bertentangan dengan keyakinan dan


kepercayaan masyarakat.

3. Mudah dicapai

Dipandang sudut lokasi untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang


baik pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting.

4. Mudah dijangkau

Dari sudut biaya untuk mewujudkan keadaan yang harus dapat diupayakan
biaya pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

5.Bermutu

Menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang


diselenggarakan yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa
pelayanan dan dipihak lain tata cara penyelenggaraanya sesuai dengan kode
etik serta standar yang telah ditetapkan.

11
Pelayanan kesehatan menyeluruh dan terpadu menurut Somers adalah:

1. Pelayanan kesehatan yang memadukan berbagai upaya kesehatan yakni


peningkatan dan pemeliharaan kesehatan,pencegahan dan penyembuhan
penyakit,pemulihan.

2. Pelayanan kesehatan yang tidak hanya memperhatikan keluhan


penderita,tapi juga latar belakang ekonomi,sosial,budaya,psikologi dan lainnya.

12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SISTEM RUJUKAN

Salah satu bagian penting dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan


adalah rujukan kesehatan. Apa itu rujukan kesehatan? Rujukan kesehatan
dapat disebut sebagai penyerahan tanggungjawab dari satu pelayanan
kesehatan ke pelayanan kesehatan yang lain.

Secara lengkap Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo mendefinisikan sistem rujukan


sebagai suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus
penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal (dari unit yang lebih mampu
menangani), atau secara horizontal (antar unit-unit yang setingkat
kemampuannya). Sederhananya, sistem rujukan mengatur darimana dan harus
kemana seseorang dengan gangguan kesehatan tertentu memeriksakan
keadaan sakitnya.

Salah satu bentuk pelaksanaan dan pengembangan upaya kesehatan dalam


Sistem kesehatan Nasional (SKN) adalah rujukan upaya kesehatan. Untuk
mendapatkan mutu pelayanan yang lebih terjamin, berhasil guna (efektif) dan
berdaya guna (efesien), perlu adanya jenjang pembagian tugas diantara unit-
unit pelayanan kesehatan melalui suatu tatanan sistem rujukan. Dalam
pengertiannya, sistem rujukan upaya kesehatan adalah suatu tatanan
kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara
timbal balik atas timbulnya masalah dari suatu kasus atau masalah kesehatan
masyarakat, baik secara vertikal maupun horizontal, kepada yang berwenang
dan dilakukan secara rasional.

Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari :

1.Rujukan internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di
dalam institusi tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas
pembantu) ke puskesmas induk.

13
2.Rujukan eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang
pelayanan kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke
puskesmas rawat inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit umum
daerah).

Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari :

1.Rujukan medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya


penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk pasien
puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes
mellitus) ke rumah sakit umum daerah. Jenis rujukan medic antara lain:

1) Transfer of patient. Konsultasi penderita untuk keperluaan diagnostic,


pengobatan, tindakan opertif dan lain – lain.

2) Transfer of specimen. Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan


laboratorium yang lenih lengkap.

3) Transfer of knowledge / personal. Pengiriman tenaga yang lebih kompeten


atau ahli untuk meningkatkan mutu layanan setempat.

Rujukan kesehatan adalah rujukan pelayanan yang umumnya berkaitan


dengan upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan
(preventif). Contohnya, merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik konsultasi
gizi (pojok gizi puskesmas), atau pasien dengan masalah kesehatan kerja ke
klinik sanitasi puskesmas. Rujukan ini mencakup:

a.Rujukan sarana berupa antara lain bantuan laboratorium dan teknologi


kesehatan.

b.Rujukan tenaga dalam bentuk antara lain dukungan tenaga ahli untuk
penyidikan sebab dan asal usul penyakit atau kejadian luar biasa suatu
penyakit serta penanggulangannya pada bencana alam, gangguan kamtibmas,
dan lain-lain.

c.Rujukan operasional berupa antara lain bantuan obat, vaksin, pangan pada
saat terjadi bencana, pemeriksaan bahan (spesimen) bila terjadi keracunan
masal, pemeriksaan air minum penduduk, dan sebagainya.

Jalur rujukan terdiri dari dua jalur, yakni:

1.Rujukan upaya kesehatan perorangan

14
a. Antara masyarakat dengan puskesmas

b. Antara puskesmas pembantu atau bidan di desa dengan puskesmas

c. Intern petugas puskesmas atau puskesmas rawat inap

d. Antar puskesmas atau puskesmas dengan rumah sakit atau fasilitas


pelayanan lainnya.

2.Rujukan upaya kesehatan masyarakat

a. Dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten atau kota

b. Dari puskesmas ke instansi lain yang lebih kompeten baik intrasektoral


maupun lintas sektoral

c. Bila rujukan ditingkat kabupaten atau kota masih belum mampu


mananggulangi, bisa diteruskan ke provinsi atau pusat (Trihono, 2005).

Syarat syarat agar system rujukan dapat berfungsi secara tepat

1. kesadaran masyarakat dalam masalah kesehatan

2 . Petugas kesehatan harus memiliki pengetahuan yang adekuat dalam


strategi pendekatan resiko dan system rujukan

3 . Setiap unit harus memiliki peralatan yang tepat

4 . Komunikasi dan transportasi yang mudah harus tersedia

Syarat rujukan

1. rujukan harus dibuat oleh orang yang mempunyai kompetensi dan


wewenang untuik merujuk, mengetahui kompetensi sasaran/tujuan rujukan dan
mengetahui kondisi serta kebutuhan objek yang dirujuk

2. rujukan dan rujukan balik mengacu pada standar rujukan pelayanan medis
daerah

3. agar rujukan dapat diselenggarakan tepat dan memadai

4. untuk menjamin keadaan umum pasien agar tetap dalam kondisi stabil
selama perjalanan ketempat rujukan

15
5. rujukan pasien/specimen ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih
lengkap

6. fasilitas pelayanan kesehatan dilarang merujuk dan menentukan tujuan


rujukan atas dasar kompensasi/imbalan.

Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara:

1.horizontal

Yaitu rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan
apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan atau
ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.

2. Vertikal

Yaitu rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda


tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ketingkat
pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.

Rujukan vertikal dari tingkat pelayanan yg lebih rendah ke tingkat pelayanan yg


lebih tinggi dilakukan bila:

a. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau


subspesialistik
b. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas,peralatan dan/atau
ketenagaan

Rujukan vertikal dari tingkat pelayanan yg tinggi ketingkat pelayanan yg lebih


rendah dilakukan bila:

a. permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan


pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan
kewenangannya
b. Kompentensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua
lebih baik dalam menangani pasien tersebut
c. Pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh
tingkatan pelayanan kesehatan yg lebih rendah dengan alasan
kemudahan,efisiensi dan jangka panjang

16
d. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana,prasarana,peralatan atau
ketenagaan

System rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai


kebutuhan medis, yaitu:

a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas


kesehatan tingkat pertama
b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat
dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua
c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat
diberikan atas rujukan dari faskes primer
d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat
diberikan atas rujukan dari faskes primer dan faskes sekunder

Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung kefaskes


tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana
terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.
Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:

a. Terjadi keadaan gawat darurat. Kondisi kegawatdaruratan mengikuti


ketentuan yang berlaku.
b. Bencana. Kriteria bencana ditentukan oleh pemerintah pusat atau
pemerintah daerah.
c. Kekhususan permasalahan kesehatan pasien. Untuk kasus yang sudah
ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan
di fasilitas kesehatan lanjutan.
d. Pertimbangan geografis, dan
e. Pertimbangan ketersediaan fasilitas.

Pembinaan dan pengawasan system rujukan berjenjang

a. Ka dinkes kab/kota dan organisasi profesi bertanggung jawab atas


pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat
pertama
b. Ka dinkes provinsi dan organisasi profesi bertanggung jawab atas
pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat
kedua
c. Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan
pada pelayanan kesehatan tingkat ketiga

17
2.2 REKAM MEDIS

Pengertian Rekam Medis

Menurut Depkes RI (1994) pengertian rekam medis sebagai suatu sistem


penyelenggaraan rekam medis adalah merupakan proses kegiatan yang
dimulai pada saat diterimanya pasien di rumah sakit, diteruskan kegiatan
pencatatan data medis pasien selama pasien itu mendapatkan pelayanan
medik di rumah sakit, dan dilanjutkan dengan penanganan berkas rekam medis
yang meliputi penyelenggaraan penyimpanan serta pengeluaran berkas dari
tempat penyimpanan untuk melayani permintaan atau peminjaman dari pasien
atau untuk keperluan lainnya.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang


Rekam Medis dijelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan
catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,
tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.

Tujuan Rekam Medis

Menurut Depkes RI (1994) tujuan rekam medis adalah menunjang tercapainya


tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di
rumah sakit. Hal ini harus di dukung oleh sistem penyelanggaraan rekam medis
yang baik dan benar. Tertib administrasi merupakan salah satu factor yang
menentukan di dalam upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Kegunaan Berkas Rekam Medis

Menurut Depkes RI (1994) kegunaan berkas rekam medis dapat di lihat dari
berbagai aspek, diantaranya adalah :

a. Aspek Administrasi

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi, karena isinya


menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai
tenaga medis dan peramedis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.

b. Aspek Medis

Suatu berkas rekam medik mempunyai nilai medik karena catatan tersebut
dipergunakan sebagai dasar merencanakan pengobatan atau perawatan yang
diberikan kepada pasien.

18
c. Aspek Hukum

Suatu berkas rekam medik mempunyai nilai hokum, karena isinya menyangkut
masalah adanya kepastian hokum atas dasar keadilan. Dalam rangka usaha
menegakkan hukum serta penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakkan
keadilan.

d. Aspek Keuangan

Suatu berkas rekam medik mempunyai nilai keuangan karena isinya dapat
dijadikan sebagai bahan untuk menetapkan biaya pembayaran pelayanan di
rumah sakit. Tanpa adanya bukti catatan tindakan atau pelayanan, maka
pembayaran pelayanan di rumah sakit tidak dapat di pertanggungjawabkan.

e. Aspek Penelitian

Suatu berkas rekam medik mempunyai nilai penelitian, karena isinya


mengandung data atau informasi tentang perkembangan kronologis dari
kegiatan pelayanan medik yang diberikan kepada pasien. Informasi tersebut
dapat digunakan sebagai bahan referensi pengajaran di bidang profesi si
pemakai.

f.Aspek Dokumentasi

Suatu berkas rekam medik mempunyai nilai dokumentasi, karena isinya


menjadi sumber ingatan yang harus di dokumentasikan dan dipakai sebagai
bahan pertanggung jawaban dan laporan rumah sakit.

2.3 PELAYANAN RAWAT JALAN

Definisi

Pelayanan rawat jalan (ambulatory) adalah satu bentuk dari pelayanan


kedokteran. Secara sederhana yang dimaksud dengan pelayanan rawat jalan
adalah pelayanan kedokteran yang disediakan untuk pasien tidak dalam bentuk
rawat inap (hospitalization). Pelayanan rawat jalan ini termasuk tidak hanya
yang diselenggarakan oleh sarana pelayanan kesehatan yang telah lazim
dikenal rumah sakit atau klinik, tetapi juga yang diselenggarakan di rumah
pasien (home care) serta di rumah perawatan (nursing homes).

19
Pelayanan Rawat Jalan di Klinik Rumah Sakit

Bentuk pertama dari pelayanan rawat jalan adalah yang diselenggarakan


oleh klinik yang ada kaitannya dengan rumah sakit (hospital based ambulatory
care). Jenis pelayanan rawat jalan di rumah sakit secara umum dapat
dibedakan atas 4 macam yaitu :

a. Pelayanan gawat darurat (emergency services) yakni untuk menangani


pasien yang butuh pertolongan segera dan mendadak.

b. Pelayanan rawat jalan paripurna (comprehensive hospital outpatient


services) yakni yang memberikan pelayanan kesehatan paripurna sesuai
dengan kebutuhan pasien.

c. Pelayanan rujukan (referral services) yakni hanya melayani pasien-pasien


rujukan oleh sarana kesehatan lain. Biasanya untuk diagnosis atau terapi,
sedangkan perawatan selanjutnya tetap ditangani oleh sarana kesehatan yang
merujuk.

d. Pelayanan bedah jalan (ambulatory surgery services) yakni memberikan


pelayanan bedah yang dipulangkan pada hari yang sama

Dibandingkan dengan pelayanan rawat inap, pelayanan rawat jalan ini


memang tampak berkembang lebih pesat. Roemer (1981) mencatat bahwa
peningkatan angka utilisasi pelayanan rawat jalan di rumah sakit misalnya,
adalah dua sampai tiga kali lebih dari peningkatan angka utilisasi pelayanan
rawat inap.

Banyak faktor yang berperan sebagai penyebab makin


berkembangnya pelayanan dan juga sarana pelayanan berobat jalan ini. Jika
disederhanakan, paling tidak dapat dibedakan menjadi lima macam yaitu :
( Cambridge Research Institute, 1976; Avery dan Imdieke, 1984; Feste,1989):

1. Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menyelenggarakan pelayanan


rawat jalan relatif lebih sederhana dan murah, dan karena itu lebih banyak
didirikan.

2. Kebijakan pemerintah yang untuk mengendalikan biaya kesehatan


mendorong dikembangkannnya sebagai sarana pelayanan rawat jalan.

3. Tingakat kesadaran kesehatan penduduk yangmakin meningkat, yang tidak


lagi membutuhkan pelayanan untuk mengobati penyakit saja, tetapi juga untuk

20
memelihara atau meningkatkan kesehatan yang umumnya dapat dilayanai oleh
sarana pelayanan rawat jalan saja.

4. Kemajuan ilmu teknologi kedokteran yang telah dapat melakukan berbagai


tindakan kedokteran yang dulunya memerlukan pelayanan rawat inap, tetapi
pada saat ini cukup dilayani dengan pelayanan rawat jalan saja.

5. Utilisasi Rumah Sakit yang makin terbatas, dan karenanya untuk


meningkakan pendapatan, kecuali lebih megembangkan pelayanan rawat jalan
yang ada di rumah sakit juga terpaksa mendirikan berbagai sarana pelayanan
rawat jalan di luar Rumah Sakit.

Menjaga Mutu Pelayanan Rawat Jalan

Sama halnya dengan berbagai pelayanan kesehatan lainnya, maka salah


satu syarat pelayanan rawat jalan yang baik adalah pelayanan yang bermutu.
Karena itu untuk dapat menjamin mutu pelayanan rawat jalan tersebut, maka
program menjaga mutu pelayanan rawat jalan perlu pula dilakukan.

Untuk ini diperhatikan bahwa sekalipun prinsip pokok program menjaga


mutu pada pelayanan rawat jalan tidak banyak berbeda dengan berbagai
pelayanan kesehatan lainnya, namun karena pada pelayanan rawat jalan
ditemukan beberapa ciri khusus, menyebabkan penyelenggaraan program
menjaga mutu pada pelayanan rawat jalan tidaklah semudah yang
diperkirakan, ciri-ciri khusus yang dimaksud adalah:

1. Sarana, prasarana serta jenis pelayanan rawat jalan sangat beraneka ragam,
sehingga sulit merumuskan tolak ukur yang bersifat baku.

2. Tenaga pelaksana bekerja pada srana pelayanan rawat jalan umumnya


terbatas, sehigga di satu pihak tidak dapat dibentuk suatu perangkat khusus
yang diserahkan tanggung jawab penyelengaraa program menjaga mutu, dan
pihak lain, apabila beban kerja terlalu besar, tidak memiliki cukup waktu untuk
menyelengarakan program menjaga mutu.

3. Hasil pelayanan rawat jalan sering tidak diketahui. Ini disebabkan karena
banyak dari pasien tidak datang lagi ke klinik.

4. Beberapa jenis penyakit yang datang ke sarana pelayanan rawat jalan


adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri, sehingga penilaian yang objektif
sulit dilakukan.

21
5. Beberapa jenis penyakit yang datang ke sarana pelayanan rawat jalan
adalah mungkin penyakit yang telah berat dan bersifat kronis, sehingga
menyulitkan pekerjaan penilaian.

6. Beberapa jenis penyakit yang datang berobat datang kesarana pelayanan


rawat jalan mungkin jenis penyakit yang penanggulangannya sebenarnya
berada di luar kemampuan yang dimiliki. Keadaan yang seperti ini juga akan
menyulitkan pekerjaan penilaian.

7. Rekam medis yang dipergunakan pada pelayanan rawat jalan tidak


selengkap rawat inap, sehingga data yang diperlukan untuk penilaian tidak
lengkap

8. Perilaku pasien yang datang kesarana pelayanan rawat jalansukar dikontrol,


dan karenanya sembuh atau tidaknya suatu penyakit yang dalami tidak
sepenuhnya tergantung dari mutu pelayanan yang diselenggarakan.

22
Pelayanan diunit Rawat Jalan Rumah Sakit secara global atau umum
berdasarkan proses dan tugas masing masing:

1. Registrasi atau pendaftaran

Bertugas menerima pendaftaran pasien, menyediakan aplikasi pendaftaran


pasien, melakukan pengisian form registrasi, menyediakan informasi jadwal
praktek dokter, melakukan penjadwalan pasien rawat jalan, melakukan
pendaftaran registrasi harian, memberikan bukti registrasi pemeriksaan
kepada pasien, memberikan kartu berobat pasien.

2. Bagian pemeriksaan

Merupakan aspek pemeriksaan fungsional medis utama yang


menghubungkan tugas tenaga medis seperti dokter, perawat dalam
melakukan pemeriksaan dan diagnose penyakit pasien, mengisi rekam
medis pasien, menganalisa data data medis pasien serta melakukan
tindakan kesehatan terhadap pasien.

3. Bagian inventory medical record (rekam medis)

Bertugas mengatur data data dan informasi berkaitan dengan rekam medis
pasien dari pemeriksaan pasien oleh dokter, mengatur penyusunan data
therapy, mengatur catatan pasien, kode dan jenis tindakan, mengatur data
hasil pemeriksaan, mengatur data diagnose pasien, menghubungkan
dokumen rekam medis dengan hasil diagnose dari laboratorium, radiologi,
dan unit lainnya, mencetak medical record, mencetak data terapy, mencetak
catatan pasien, mencetak hasil pemeriksaan, mencetak diagnose akhir,
mencetak rekap penyakit terbanyak, menyediakan data medical record
pasien.

4. Bagian apotik/farmasi

Bertugas memfasilitasi kegiatan farmasi, melakukan pengisian resep,


melakukan klasifikasi pemakaian produk obat, supplier obat, ketegori obat
dan stok obat, melakukan pemilahan kategori resep obat racikan, kategori
dan komposisi racikan obat, memberikan perhitungan biaya racikan,
menghitung total penggunaan obat dan harga obat, memberikan bukti
pemberian obat pada pasien, memberikan bukti pembayaran obat kepada
pasien, menghubungkan penggunaan obat pasien dengan system rekam
medis pasien, melakukan penyimpanan data data pemakaian obat pada
pasien, melakukan inventory stok obat yang ada.

23
5. Pembayaran atau kasir

Bertugas untuk menyediakan proses pembayaran dan penagihan, pengisian


biaya biaya perawatan, memberikan informasi tarif dokter, memberikan tarif
asisten dan tarif jasa administrasi, menerima uang pembayaran biaya
perawatan pasien tunai maupun non tunai, menerima uang pembayaran
pembelian obat tunai maupun non tunai, pengisian resep online, pengalihan
tagihan perawatan, mengisi selisih biaya perawatan, memberikan diskon
biaya perawatan, update saldo kas/bank, mencetak daftar kas/bank,
mencetak daftar uang muka, mencetak daftar bon sementara, mencetak
transaksi mutasi bank, mencetak ulang kwitansi perawatan, mencetak
tagihan perawatan, mencetak penerimaan perawatan, mencetak
pembayaran utang, mencetak pengalihan biaya perawatan, mencetak
potongan biaya perawatan, mencetak subsidi biaya perawatan, mencetak
pendapatan pertindakan juga perjasa medis, memberikan bukti pembayaran
kepada pasien, memberikan bukti tanda penagihan kepada pihak yang
berkepentingan.

Berdasarkan Keputusan Menteri kesehatan Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008


tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, standar minimal rawat jalan
adalah sebagai berikut:

 Dokter yang melayani pada Poliklinik Spesialis harus 100 % dokter


spesialis.
 Rumah sakit setidaknya harus menyediakan pelayanan klinik anak, klinik
penyakit dalam, klinik kebidanan, dan klinik bedah.
 Jam buka pelayanan adalah pukul 08.00 – 13.00 setiap hari kerja,
kecuali hari Jumat pukul 08.00 – 11.00.
 Waktu tunggu untuk rawat jalan tidak lebih dari 60 menit.
 Kepuasan pelanggan lebih dari 90 %.

2.4 PELAYANAN RAWAT INAP

Rawat inap (opname) adalah istilah yang berarti proses perawatan pasien oleh
tenaga kesehatan profesional akibat penyakit tertentu, di mana pasien
diinapkan di suatu ruangan di rumah sakit . Ruang rawat inap adalah ruang
tempat pasien dirawat. Ruangan ini dulunya sering hanya berupa bangsal yang
dihuni oleh banyak orang sekaligus. Saat ini, ruang rawat inap di banyak rumah
sakit sudah sangat mirip dengan kamar-kamar hotel. Pasien yang berobat jalan

24
di Unit Rawat Jalan, akan mendapatkan surat rawat dari dokter yang
merawatnya, bila pasien tersebut memerlukan perawatan di dalam rumah sakit,
atau menginap di rumah sakit.

Standar minimal rawat inap di rumah sakit adalah sebagai berikut:

•Pemberian layanan rawat inap adalah Dokter spesialis, dan perawat dengan
minimal pendidikan D3.

•Penanggungjawab pasien rawat inap 100 % adalah dokter.

•Ketersediaan pelayanan rawat inap terdiri dari anak, penyakit dalam,


kebidanan, dan bedah.

•Jam kunjung dokter spesialis adalah pukul 08.00 – 14.00 setiap hari kerja.

•Kejadian infeksi paska operasi kurang dari 1,5 %.

•Kejadian infeksi nosokomial kurang dari 1,5 %.

•Kematian pasien lebih dari 48 jam : kurang dari 0,24 %.

•Kejadian pulang paksa kurang dari 5 %.

•Kepuasan pelanggan lebih dari 90 %

ALUR PENDAFTARAN PASIEN RAWAT INAP

25
2.5 SISTEM ASURANSI

Cara Mendaftar Peserta BPJS Kesehatan

JKN merupakan program pelayanan kesehatan terbaru yang merupakan


kepanjangan dari Jaminan Kesehatan Nasional yang sistemnya menggunakan
sistem asuransi. Artinya, seluruh warga Indonesia pada dasarnya dan juga
nantinya akan wajib menyisihkan sebagian kecil uangnya untuk jaminan
kesehatan di masa depan.

BPJS adalah singkatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. BPJS ini
adalah perusahaan asuransi yang kita kenal sebelumnya sebagai PT Askes.
Begitupun juga BPJS Ketenagakerjaan merupakan transformasi dari Jamsostek
(Jaminan Sosial Tenaga Kerja).

Menjadi peserta BPJS dan JKN adalah merupakan hak bagi warga negara
Indonesia dan pemerintah telah mencanangkan bahwasannya beberapa tahun
kedepan diharapkan seluruh masyarakat Indonesia menjadi peserta Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dan Jaminan Kesehatan Nasional.
Untuk itula perlu dan pentingnya mengetahui akan syarat cara daftar peserta
BPJS Kesehatan yang merupakan program pemerintah di bidang kesehatan ini.

Peserta BPJS Kesehatan

Anggota dan juga peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan ini
adalah terbagi menjadi 2 yaitu kelompok peserta baru dan pengalihan dari
program terdahulu, yaitu Asuransi Kesehatan, Jaminan Kesehatan Masyarakat,
Tentara Nasional Indonesia, Polri, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Kepesertaan BPJS Kesehatan mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 12


Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, terdiri atas dua kelompok, yaitu
peserta penerima bantuan iuran (PBI) dan peserta bukan PBI.

Peserta PBI adalah orang yang tergolong fakir miskin dan tidak mampu, yang
preminya akan dibayar oleh pemerintah. Sedangkan yang dimaksud dengan
peserta BPJS yang tergolong bukan PBI, yaitu pekerja penerima upah
(pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pejabat negara, pegawai pemerintah
non-pegawai negeri, dan pegawai swasta), pekerja bukan penerima upah dan
bukan pekerja (investor, pemberi kerja, pensiunan, veteran, janda veteran, dan
anak veteran).

26
Bagi karyawan swasta, bisa mendaftar melalui perusahaan tempat bekerja.
Kemudian perusahaan mendaftarkan ke kantor Askes yang sekarang sudah
berganti nama jadi BPJS Kesehatan. Bisa melalui kantor cabang yang ada di
provinsi, kabupaten, maupun kota.

Perusahaan kemudian membayar iuran sebesar yang sudah ditentukan


pemerintah ke bank yang ditunjuk BPJS Kesehatan, yaitu Bank Mandiri, BNI,
dan BRI. Setelah konfirmasi pembayaran, perusahaan akan mendapatkan kartu
BPJS Kesehatan untuk karyawannya.

Sedangkan bagi pekerja bukan penerima upah, seperti wiraswasta, investor,


petani, nelayan, pedagang keliling, dan lainnya, pendaftaran bisa dilakukan
dengan langsung mendatangi kantor BPJS Kesehatan. Kemudian mengisi
formulir dan menunjukkan salah satu kartu identitas, seperti KTP, SIM, KK, atau
paspor.

Berikut tata cara pendaftaran pekerja penerima upah non-pegawai pemerintah :

 Perusahaan mendaftar ke BPJS Kesehatan.


 BPJS Kesehatan melakukan proses registrasi kepesertaan dan
memberikan informasi tentang virtual account untuk perusahaan (di
mana satu virtual account berlaku untuk satu perusahaan).
 Perusahaan membayar ke bank dengan virtual account yang sudah
diberikan BPJS Kesehatan.
 Perusahaan mengkonfirmasikan pembayaran ke BPJS Kesehatan.
 BPJS Kesehatan memberikan kartu BPJS Kesehatan kepada
perusahaan.

Manfaat Tujuan JKN

Ada beberapa manfaat dari penggunaan Jaminan Kesehatan Nasional ini.


Berikut beberapa manfaat yang bisa didapatkan dari JKN ini yang disampaikan
oleh Drg.Usman Sumantri. M. PH selaku Kepala Pusat Pembiayaan dan
Jaminan Kesehatan Kementerian Nasional yaitu diantaranya :

1. Peserta jaminan kesehatan mendapat jaminan kesehatan meliputi fasilitas


primer, sekunder dan tersier, baik milik pemerintah maupun swasta yang
bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

27
2. Menjamin kesehatan medis dari administrasi pelayanan, pemeriksaan,
pengobatan dan konsultasi medis seseorang sampai non-medis seperti
akomodasi dan ambulan.

3. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non-operatif,


kemudian pelayanan transfusi darah sesuai kebutuhan medis.

4. Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan kesehatan perorangan,


mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Di mana
pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan, penyuluhan
kesehatan perorangan, imunisasi dasar, keluarga berencana dan skrining
kesehatan. Kemudian, pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat
pertama dan pelayanan rawat inap tingkat pertam sesuai dengan keluhan
penyakit.

5. Menjamin pelayanan kesehatan sebanyak lima anggota keluarga, termasuk


pembayar iuran.

Berkaitan dengan manfaat tentu sangat erat hubungan dengan pola


pembayaran yang diberikan BPJS kepada provider. Pola Pembayaran BPJS
(PERPRES No 12 Tahun 2013 Pasal 39 ) adalah Pelayanan Primer
(Puskesmas,klinik pratama,dokter praktek swasta) dengan Kapitasi, Pay for
Performance, Pelayanan Sekunder ( RS Type C ) dan Pelayanan Tersier ( RS
Type B dan A ) dengan INA -CBG’s .Sistem tarif INA -CBG’s adalah tarif paket,
resiko pada provider,kewenangan dokter terbatas,hal inilah yang menimbulkan
keluhan pasien Jamkesmas seperti yang sering tedengar dari
media.Bagaimana tidak ,provider harus bisa menghemat paket
biaya.,sementara pasien tidak memahami system pembayaran Ina
Cbg’s.Secara provider juga harus bisa menghidupi dirinya sendiri , terutama
provider swasta .Sistem pelayanan berjenjang yang sudah dikonsepkan di
Jamkesmas pun sampai saat ini juga belum bisa mendekati bagus.Masih terjadi
rujukan terbalik,dari rumah sakit type A ke B atau dari type C ke RS
pratama.Bukan seratus persen kesalahan di provider type A, tetapi kondisi dan
situasi pelayanan dan kunjungan yang tidak bisa diprediksi.Jika benar provider
type A penuh sesak dengan pasien, ada kemungkinan merujuk ke provider
yang lebih rendah, agar tertolong.Besaran tarif untuk tiap type provider juga
berbeda, sesuai dengan typenya,tentu provider type A yang paling tinggi tarif
paketnya, dengan kasus yang sama dibandingkan dengan provider
dibawahnya,karena type A dikategorikan sebagai provider dengan kecanggihan
alat yang digunakan untuk jenis pelayanan yang lebih komplek. Berharap BPJS

28
tahun 2014 memberikan manfaat yang maksimal , baik kepada peserta maupun
provider, tanpa ada yang dirugikan dan kepada masyarakat Indonesia
seluruhnya.

2.6 KONTROL INFEKSI DI RUMAH SAKIT

Tujuan program pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit adalah


untuk mengidentifikasi dan mengurangi risiko penularan atau transmisi infeksi
di antara pasien, staf, profesional kesehatan, pekerja kontrak,
relawan,mahasiswa, dan pengunjung.

Program yang efektif umumnya telah menentukan pemimpin program, staf


terlatih, metode untuk mengidentifikasi dan mengatasi risiko infeksi secara
proaktif, kebijakan dan prosedur yang sesuai, menentukan ,juga pendidikan
staf, dan pengoordinasian program itu di seluruh rumah sakit.

Prinsip Pencegahan Infeksi dan Strategi Pengendalian Berkaitan Dengan


Pelayanan Kesehatan.

Mencegah atau membatasi penularan infeksi di sarana pelayanan kesehatan


memerlukan penerapan prosedur dan protokol yang disebut sebagai
"pengendalian". Secara hirarkis hal ini telah di tata sesuai dengan efektivitas
pencegahan dan pengendalian infeksi (Infection Prevention and Control – IPC),
yang meliputi: pengendalian bersifat administratif, pengendalian dan rekayasa
lingkungan, dan alat pelindung diri (APD)

1. Pengendalian administratif.

Kegiatan ini merupakan prioritas pertama dari strategi IPC, meliputi penyediaan
kebijakan infrastruktur dan prosedur dalam mencegah, mendeteksi, dan
mengendalikan infeksi selama perawatan kesehatan. Kegiatan akan efektif
biladilakukan mulai dari antisipasi alur pasien sejak saat pertama kali datang
sampai keluar dari sarana pelayanan. Pengendalian administratif dan kebijakan
– kebijakan yang diterapkan pada ISPA meliputi pembentukan infrastruktur dan
kegiatan IPC yang berkesinambungan, membangun pengetahuan petugas
kesehatan, mencegah kepadatan pengunjung di ruang tunggu, menyediakan
ruang tunggu khusus untuk orang sakit dan penempatan pasien rawat inap,
mengorganisir pelayanan kesehatan agar persedian perbekalan digunakan
dengan benar; prosedur – prosedur dan kebijakan semua aspek kesehatan
kerja dengan penekanan pada surveilans ISPA diantara petugas – petugas

29
kesehatan dan pentingnya segera mencari pelayanan medis, dan pemantauan
tingkat kepatuhan disertai dengan mekanisme perbaikan yang diperlukan.

Langkah-langkah penting dalam pengendalian administratif, meliputi identifikasi


dini pasien dengan ISPA / ILI (Influenza like Illness) baik ringan maupun berat
yang diduga terinfeksi MERS-CoV, diikuti dengan penerapan tindakan
pencegahan yang cepat dan tepat, serta pelaksanaan pengendalian sumber
infeksi. Untuk identifikasi awal semua pasien ISPA digunakan triase klinis.
Pasien ISPA yang diidentifikasi harus ditempatkan di area terpisah dari pasien
lain, dan segera dilakukan kewaspadaan tambahan IPC seperti yang akan
dijelaskan dibagian lain dari pedoman ini. Aspek klinis dan epidemiologi kasus
harus segera dievaluasi dan penyelidikan harus dilengkapi dengan evaluasi
laboratorium.

2. Pengendalian dan rekayasa lingkungan.

Kegiatan ini dilakukan termasuk di infrastruktur sarana pelayanan kesehatan


dasar dan di rumah tangga yang merawat kasus dengan gejala ringan dan tidak
membutuhkan perawatan di RS. Kegiatan pengendalian ini ditujukan untuk
memastikan bahwa ventilasi lingkungan cukup memadai di semua area didalam
fasilitas pelayanan kesehatan serta di rumah tangga, serta kebersihan
lingkungan yang memadai. Harus dijaga pemisahan jarak minmal 1 m antara
setiap pasien ISPA dan pasien lain, termasuk dengan petugas kesehatan (bila
tidak menggunakan APD). Kedua kegiatan pengendalian ini dapat membantu
mengurangi penyebaran beberapa patogen selama pemberian pelayanan
kesehatan.

3. Alat Perlindungan Diri (APD).

Penggunaan secara rasional dan konsisten APD yang tersedia serta higiene
sanitasi tangan yang memadai juga akan membantu mengurangi penyebaran
infeksi. Meskipun memakai APD adalah langkah yang paling kelihatan dalam
upaya pengendalian dan penularan infeksi, namun upaya ini adalah yang
terakhir dan paling lemah dalam hirarki kegiatan IPC. Oleh karena itu jangan
mengandalkannya sebagai strategi utama pencegahan. Bila tidak ada langkah
pengendalian administratif dan rekayasateknis yang efektif, maka APD hanya
memiliki manfaat yang terbatas.

Kewaspadaan Pencegahan Dan Pengendalian Diri.

1. Kewaspadaan Standar/ Standard Precaution

30
Kewaspadaan baku adalah tonggak yang harus selalu diterapkan di semua
fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang
aman bagi semua pasien dan mengurangi risiko infeksi lebih lanjut.
Kewaspadaan Standar meliputi kebersihan tangan dan penggunaan APD untuk
menghindari kontak langsung dengan darah, cairan tubuh, sekret (termasuk
sekret pernapasan) dan kulit pasien yang terluka. Disamping itu juga
mencakup: pencegahan luka akibat benda tajam dan jarum suntik, pengelolaan
limbah yang aman, pembersihan, desinfeksi dansterilisasi linen dan peralatan
perawatan pasien, dan pembersihan dan desinfeksi lingkungan. Orang dengan
gejala sakit saluran pernapasan harus disarankan untuk menerapkan
kebersihan/ etika pernafasan. Petugas kesehatan harus menerapkan "5 momen
kebersihan tangan",yaitu: sebelum menyentuh pasien, sebelum melakukan
prosedur kebersihan atau aseptik, setelah berisiko terpajan cairan tubuh,
setelah bersentuhan dengan pasien, dan setelah bersentuhan dengan
lingkungan pasien, termasuk permukaan atau barang-barang yang tercemar.

• Kebersihan tangan mencakup mencuci tangan dengan sabun dan air atau
menggunakan antiseptik berbasis alkohol

• Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir ketika terlihat kotor

• Penggunaan APD tidak menghilangkan kebutuhan untuk kebersihan tangan.


Kebersihan tangan juga diperlukan ketika menggunakan dan terutama ketika
melepas APD.

Pada perawatan rutin pasien, penggunaan APD harus berpedoman pada


penilaian risiko/ antisipasi kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi dan kulit
yang terluka. Ketika melakukan prosedur yang berisiko terjadi percikan ke
wajah dan/ atau badan, maka pemakaian APD harus ditambah dengan,

• Pelindung wajah dengan cara memakai masker medis/ bedah dan pelindung
mata/eye-visor/ kacamata, atau pelindung wajah, dan

• Gaun dan sarung tangan bersih.

Pastikan bahwa prosedur – prosedur kebersihan dan desinfeksi diikuti secara


benar dan konsisten. Membersihkan permukaan – permukaan lingkungan
dengan air dan deterjen serta memakai disinfektan yang biasa digunakan
(seperti hipoklorit) merupakan prosedur yang efektif dan memadai. Pengelolaan
laundry, peralatan makan dan limbah medis sesuai dengan prosedur rutin.

31
2. Kewaspadaan pencegahan dan pengendalian infeksi tambahan ketika
merawat pasien infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)

Tambahan pada Kewaspadaan Standar, bahwa semua individu termasuk


pengunjung dan petugas kesehatan yang melakukan kontak dengan pasien
dengan ISPA harus:

• Memakai masker medis ketika berada dekat (yaitu dalam waktu kurang lebih 1
m) dan waktu memasuki ruangan atau bilik pasien.

• Melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah bersentuhan dengan


pasien dan lingkungan sekitarnya dan segera setelah melepas masker medis.

3. Kewaspadaan pencegahan dan pengendalian infeksi pada prosedur/tindakan


medik yang menimbulkan aerosol

Suatu prosedur/ tindakan yang menimbulkan aerosol didefinisikan sebagai


tindakan medis yang dapat menghasilkan aerosol dalam berbagai ukuran,
termasuk partikel kecil (<5 mkm). Terdapat bukti yang baik yang berasal dari
studi tentang Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) yang disebabkan
oleh virus corona (SARS-CoV), dimana terdapat hubungan yang konsisten
antara transmisi patogen dengan intubasi trakea. Selain itu, beberapa studi
juga menunjukkan adanya peningkatan risiko Infeksi SARS-COV yang terkait
dengan trakeostomi, ventilasi non-invasif dan penggunaan ventilasi manual
sebelum dilakukan intubasi. Namun, karena temuan ini diidentifikasi hanya dari
beberapa studi yang kualitasnya dinilai rendah, maka interpretasi dan aplikasi
praktis sulit dilakukan. Tidak ditemukan prosedur lain yang secara signifikan
berhubungan dengan peningkatan risiko penularan ISPA.

Tindakan kewaspadaan tambahan harus dilakukan saat melakuka prosedur


yang menghasilkan aerosol dan mungkin berhubungan dengan peningkatan
risiko penularan infeksi, khususnya, intubasi trakea.

Tindakan kewaspadaan tambahan saat melakukan prosedur medis yang


menimbulkan aerosol:

• Memakai respirator partikulat (N95) ketika mengenakan respirator partikulat


disposable, periksa selalu penyekat atau seal-nya.

• Memakai pelindung mata (yaitu kacamata atau pelindung wajah)

32
• Memakai gaun lengan panjang dan sarung tangan bersih, tidak steril,
(beberapa prosedur ini membutuhkan sarung tangan steril)

• Memakai celemek kedap air untuk beberapa prosedur dengan volume cairan
yang tinggi diperkirakan mungkin dapat menembus gaun

• Melakukan prosedur di ruang berventilasi cukup, yaitu disarana – sarana yang


dilengkapi ventilasi mekanik,minimal terjadi 6 sampai 12 kali pertukaran udara
setiap jam dan setidaknya 60 liter/ detik/pasien di sarana – sarana dengan
ventilasi alamiah.

• Membatasi jumlah orang yang hadir di ruang pasien sesuai jumlah minimum
yang diperlukan untuk memberi dukungan perawatan pasien

• Melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien


dan lingkungan nya dan setelah pelepasan APD

4. Pengumpulan dan penanganan spesimen laboratorium

Semua spesimen harus dianggap berpotensi menular, dan petugas yang


mengambil atau membawa spesimen klinis harus secara ketat mematuhi
Kewaspadaan standar guna meminimalisir kemungkinan pajanan patogen:

• Pastikan bahwa petugas yang mengambil spesimen memakai APD yang


sesuai.

• Pastikan bahwa petugas yang membawa/ mengantar specimen telah dilatih


mengenai prosedur penanganan spesimen yang aman dan dekontaminasi
percikan/ tumpahan spesimen.

• Tempatkan spesimen yang akan dibawa/ antar dalam kantong spesimen anti
bocor (wadah sekunder) yang memiliki seal terpisah untuk spesimen (yaitu
kantong spesimen plastic Biohazard), dengan label pasien pada wadah
spesimen (wadah primer), dan form permintaan yang jelas.

• Pastikan bahwa laboratorium di fasilitas pelayanan kesehatan mematuhi


praktek biosafety yang tepat dan persyaratan pengiriman sesuai dengan jenis
organisme yang ditangani.

• Bila memungkinkan semua spesimen dapat diserahkan langsung. Untuk


membawa spesimen, jangan menggunakan sistem tabung pneumatik.

33
• Bersama dengan form permintaan, tuliskan nama dari tersangka infeksi
secara jelas. Beritahu laboratorium sesegera mungkin bahwa spesimen sedang
diangkut.

Risiko infeksi dan kegiatan program dapat berbeda antara rumah sakit yang
satu dengan rumah sakit lainnya,tergantung pada kegiatan dan layanan klinis
rumah sakit yang bersangkuran, populasi pasien yang dilayani, lokasi
geografis, volume pasien, dan jumlah pegawainya.

34
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari makalah diatas dapat disimpulkan bahwa system pelayanan


kesehatan adalah sebuah konsep dimana konsep inji memberikan layanan
kesehatan kepada masyarakat. System pelayanan kesehatan juga memberikan
beberapa teori seperti input, proses, output, dampak, umpan balik dan
lingkungan. Dalam system pelayanan rumah sakit terdapat beberapa lembaga
yang terkait seperti rekam medis, rawat jalan, rawat inap dan mencakup system
rujukan, system asuransi serta adanya control infeksi dirumah sakit dalam
rangka meningkatkan status kesehatan. System pelayanan kesehatan terbagi
atas beberapa lingkup yang berbeda yaitu pelayanan kesehatan tingkat
pertama, pelayanan kesehatan tingkat kedua dan pelayanan kesehatan tingkat
ketiga. Sub system pelayanan kesehatan tersebut memiliki tujuan masing
masing dengan tidak meninggalkan tujuan umum dari pelayanan kesehatan

3.2 Saran

Dalam system pelayanan kesehatan perlu terus ditingkatkan mutu serta


kualitas dari pelayanan kesehatan agar system pelayanan ini dapat berjalan
dengan efektif. Itu semua dapat dilakukan dengan melihat nilai nilai yang ada di
masyarakat, dan diharapkan para petugas medis dapat memberikan pelayanan
dengan kualitas yang bagus dan baik

35
DAFTAR PUSTAKA

- Alimun hidayat, A. Aziz. 2008. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan.


Jakarta : Salemba Medika
- Roadmap PT.Askes dan Aplikasi Software Ina Cbg’s.
- WHO. Infection prevention and control during health care for probable or
confirmed cases of novel coronavirus (nCoV) infection – Interim
Guidance.2013. Available online:
http://www.who.int/csr/disease/coronavirus
infections/IPCnCoVguidance_06May13.pdf.
- Adisasmito,Wiku.2007.Sistem Kesehatan.Jakarta:PT Raja Gravindo
Persada.
- Depkes RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.
- Notoatmodjo Soekidjo.2001.Peran Pelayanan Kesehatan Swasta dalam
Menghadapi Masa Krisis. Jakarta:Suara Pembaruan Daily.
- Satrianegara, M. Fais. 2009. Buku Ajar Organisasi Dan Manajemen
Pelayanan Kesehatan Serta Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.
- http://www.kebijakankesehatanindonesia.net/component/content/article/5
97-memahami-sistem-kesehatan.html (Diunduh pada tanggal 16 oktober
2012).

36

Anda mungkin juga menyukai