Anda di halaman 1dari 20

CASE BASED DISCUSSION

DIARE AKUT DENGAN DEHIDRASI SEDANG


Untuk memenuhi sebagian syarat kelulusan kepanitraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUD dr. R. Soedjati Purwodadi

Disusun Oleh:
Putri Ragil Ayu
30101507539

Pembimbing:
dr. Kurnia Dwi Astuti, Sp.A

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

CASE BASED DISCUSSION

DIARE AKUT DENGAN DEHIDRASI SEDANG


Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan
Anak di RSUD dr. R. Soedjati Purwodadi

Oleh :

Putri Ragil Ayu

30101507539

Purwodadi, Desember 2019

Telah dibimbing dan disahkan oleh,

Pembimbing,

(dr. Kurnia Dwi Astuti, Sp. A)


CASE BASED DISCUSSION
I. IDENTITAS
PASIEN
a. Nama : An. Hilya Zahrania Mafaza
b. Umur : 7 Bulan
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Agama : Islam
e. Alamat : Kedungjati
f. Tanggal dan Jam Masuk : 30 November 2019
g. Ruang : Seruni
h. No. RM : 00512xx
i. Status Pasien : Umum

ORANGTUA
a. Nama Ibu : Ny. A
b. Usia : 24 tahun
c. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara Alloanamnesis dengan pasien pada tanggal 30 November 2019
jam 10.00 WIB yang dilakukan di ruang Seruni RSUD Dr. R Soedjati Purwodadi
serta didukung catatan medik.
a. Keluhan Utama
BAB cair
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluarga (tante) pasien mengatakan bahwa anaknya mengalami BAB cair
sejak 1 hari SMRS, BAB cair dirasakan ±7 x sehari, BAB cair dengan ampas,
terdapat lendir, tidak ada darah, bau tidak asam maupun busuk, tidak nyemprot
dan tidak tampak seperti cucian beras. Pasien juga mengeluh muntah sampai
±3x/hari. Muntah keluar cairan, terutama setelah minum susu. Pasien juga
mengeluhkan demam yang muncul bersamaan dengan BAB cair. Pasien tidak
mengeluhkan adanya batuk atau pilek sebelumnya. Ibu pasien belum pernah
mengukur suhu saat demam dirumah. Pasien belum pernah diperiksakan ataupun
diobati sebelumnya.
a. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat Penyakit Serupa : (-)
- Riwayat Kejang : (-)
- Riwayat Alergi : (-)
- Riwayat Asma : (-)

a. Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat keluhan yang sama : disangkal
 Riwayat alergi : disangkal
 Riwayat penyakit TB paru : disangkal

f. Riwayat Persalinan
Anak perempuan lahir secara spontan dari ibu G2P2A0 hamil preterm ±32
minggu, berat badan lahir 2400 gram. Bayi langsung menangis dan persalinan
dibantu dokter perabdominal dengan indikasi pre-eklamsi berat.
Kesan : Neonatus preterm perabdominal, BBLR

g. Riwayat Pertumbuhan Anak


BB lahir : 2400 gram
PB lahir : - cm (Tidak diketahui)
BB sekarang : 6,5 kg
TB sekarang : 64 cm
kg 6,5
BMI : = = 15.87 Kg/m2
m2 0,64 x 0,64
WHZ

Kesan : Normal

WAZ
Kesan : Berat Normal/Gizi Baik (diantara – 2 sampai +2 SD)
HAZ
Kesan : Perawakan pendek (stunted) (diantara – 3 dan <-2 SD)

Kurva Pertumbuhan : Pertumbuhan Normal (Normal Growth)


Perkembangan :
Tanggal pemeriksan : 30 November 2019

Kesan: Perkembangan anak tidak sesuai usia

i. Riwayat Imunisasi
Keluarga pasien tidak mengetahui riwayat imunisasi pasien
Kesan: Riwayat imunisasi tidak diketahui.
j. Riwayat Makan dan Minum
ASI diberikan sejak lahir hingga saat ini diselingi dengan susu formula. MPASI mulai
diberikan pada usia 6 bulan hingga saat ini.
Kesan : kualitas dan kuantitas makanan dan minuman kurang baik
k. Riwayat Keluarga Berencana
Sekarang tidak memakai alat KB.
l. Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien sedang sakit dan dirawat dan ibu pasien bekerja sebagai ibu rumah
tangga. Keluarga terdiri dari ayah, dan ibu serta kakak laki laki. Pasien dirawat di
bangsal Seruni dan merupakan pasien umum.
Kesan : keadaan sosial ekonomi cukup.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 30 November 2019, di bangsal Seruni RSUD
dr. Soedjati Purwodadi:
Keadaan Umum : Lemas
Kesadaran : Compos mentis
a. Tanda Vital
i. Nadi : 120x/menit, reguler, isi tegangan cukup
ii. Pernapasan : 28x/menit, reguler, adekuat
iii. Suhu : 38,8 0C
b. Keadaan tubuh
Anemik : (-)
Sianotik : (-)
Ikterik : (-)
Turgor : Melambat
Tonus : normotoni
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Kulit : petechie (-)
Oedema : (-)

a. Status Generalis
i. Kepala : DBN
- Kesan mesocephal
- Tidak ditemukan ada masa maupun benjolan
- Warna rambut hitam tidak mudah dicabut
ii. Mata : DBN
- Konjungtiva palpebra anemis (-/-)
- Sklera ikterik (-/-)
- Mata cekung (-/-)
- Reflek pupil (+/+)
- Pupil isokor
iii. Telinga : DBN
- Normotia
- Low set ear (-)
- Discharge (-)
- Nyeri tarik tragus (-)
- Nyeri tarik auricula (-)
- Nyeri ketok os. Mastoid (-)
iv. Hidung : DBN
- Warna kulit hidung seperti warna sekitarnya
- Masa atau benjolan (-)
- Secret atau darah dari hidung (-)
- Napas cuping hidung (-)
v. Mulut : DBN
- Bibir kering (+)
- Sariawan/Stomatitis angularis (-)
- Lidah kotor (-),
- Tepi Lidah hiperemis (-)
- Lidah tremor (-)
- Pernapasan mulut (-)

vi. Kulit : DBN


- Hipopigmentasi (-)
- Hiperpigmentasi (-)
- Ptekiae (+)
vii. Leher : DBN
- Pembesaran KGB (-)
- Pembesaran tiroid (-)
- Trachea terdorong (-)
viii. Thorak :
PARU-PARU
● Inspeksi :
▪ Sikatrik, bekas luka operasi, kemerahan (-)
▪ Bentuk dada Normal, tidak ada dada tong
▪ Hemithorax dextra dan sinistra simetris tidak ada yang tertinggal saat
inspirasi & ekspirasi
▪ Retraksi substernal/chest indrawing (-)
● Palpasi :
▪ Benjolan atau masa (-)
▪ Nyeri tekan (-)
▪ Fremitus vocal (+/+)
● Perkusi :
▪ Sonor di seluruh lapang paru
● Auskultasi :
▪ Suara dasar vesikuler (+/+)
▪ Ronki basah halus nyaring (-/-)
▪ Wheezing (-/-)
JANTUNG
● Inspeksi :
 Pulsasi iktus kordis tak tampak
● Palpasi :
 Iktus kordis teraba linea midcalvicula sinistra ICS V
● Perkusi :
 Batas kiri bawah : ICS V linea midclavicula sinistra
2 cm ke medial
 Batas kiri atas : ICS II linea parasternal sinistra
 Batas kanan atas : ICS II linea parasternal dekstra
 Batas kanan bawah : ICS III-IV linea parasternal sinistra
● Auskultasi :
 Bunyi jantung I-II regular (+)
 Murmur (-)
 Gallop (-)
ABDOMEN
· Inspeksi : datar, simetris
· Auskultasi : peristaltik (+), bising usus (+) meningkat
· Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen
· Palpasi : nyeri tekan (-) ulu hati, hepar/lien tidak
teraba besar, turgor melambat
ix. Ekstremitas

Superior Inferior
Edema -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Capillary refill time < 2”/ < 2” < 2”/ < 2”

Kesan : DBN
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium 30 Oktober 2019

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Hemoglobin 12 gr/dl 10.7 – 13,1 gr/dl
Trombosit 307.000/mm 6
217000 - 497000/mm3
Leukosit 5950/uL 6000-17500/ul
Eritrosit 4.99 106/uL 3.7-5.7 106/uL
Hematokrit 38 % 33-38 %
GDS 97 60-100

Pemeriksaan Feses 30 November 2019

Pemeriksaan Hasil
Eritrosit 1-2
Leukosit 1-2
Jamur feses +
Sisa Makanan +
Lemak +

IV. DAFTAR MASALAH


Anamnesis

 BAB cair 3 hari SMRS

 Lemas

 Demam

 Muntah

Pemeriksaan fisik

o Turgor kulit melambat

Pemeriksaan penunjang

o DBN

V. DIAGNOSIS BANDING
1. DADRS

2. Alergi

3. Malabsorpsi

VI. DIAGNOSIS KERJA


Diare Akut dengan Dehidrasi Ringan Sedang
VII. INISIAL PLAN
INITIAL PLAN DIAGNOSIS
 Pemeriksaan darah (Hemoglobin, Hematokrit, Leukosit, Trombosit)
 Feses Rutin
INITIAL PLAN TERAPI
 Inf. RL 10 tpm
10 kg I  100 cc x 6,5 kg = 650
Total kebutuhan cairan/hari = 650 cc/hari
Jumlah Tetesan per menit :
650 ml x 15 tetes
=6,77=6 tpm
24 x 60 menit

 L Bio 1 x 1 sachet
 L Zinc 1 x 20 mg
>6 bln 20 mg per hari
 Pamol syr 3 x 3/4 cth
Dosis 10-15 mg/KgBB, tiap 6-8 jam
 Ondansetron 3 x 1/4 amp
Dosis 0,1 mg/KgBB tiap 6-8 jam
INITIAL PLAN MONITORING
 Monitoring keadaan umum, TTV( rr,nadi,suhu,sp02)
 Monitoring hasil laboratorium (Hb, leukosit, trombosit)
 Monitoring tanda syok
 Monitor balance cairan
 Monitoring respon terapi
INITIAL PLAN EDUKASI
 Menjelaskan pada orang tua tentang penyakit yang diderita oleh anak
 Memberikan cara penatalaksanaan
 Meningkatkan hygiene dengan,cuci tangan sebelum dan setelah memegang anak.
Membersihkan alas tidur secara teratur, terutama daerah anus setelah
membersihkan kotoran bayi agar daerah perianal nantinya tidak menjadi
kemerahan.
 Higiene (tidak memasukan tangan ke mulut)
 Tempat susu, gelas, dan sendok harus selalu bersih
 Makanan dan minuman yang diberikan harus dari RS
 Penggantian pempers atau alas , cek setiap 2 jam
 menjaga cairan oral dan parenteral
VIII. PROGNOSIS
Qua ad vitam : dubia ad bonam
Qua ad sanam : dubia ad bonam
Qua ad fungsional : dubia ad bonam

I. FOLLOW UP

Tanggal SOAP
30/11/19 S: Keluarga pasien mengatakan BAB cair sudah 1 hari,
panas
O: Nadi: 120, Suhu: 38,8 0C
A: DADRS
P: Terapi lanjut + Amoxan 2x 200 mg
1/12/19 S: Keluarga pasien mengatakan BAB cair, panas
O: Nadi: 120, Suhu: 37,5 0C
A: DADRS
P: Terapi lanjut

TINJAUAN PUSTAKA

Diare adalah penyakit yang ditandai dengan buang air besar lebih dari tiga kali dalam
sehari baik cair maupun lembek. Diare merupakan salah satu penyebab tingginya morbiditas
dan mortilitas pada balita di seluruh dunia dengan 3 juta kematian tiap tahunnya (Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2011).
Diare akut adalah suatu penyakit dimana pasien mengalami buang air besar dengan
konsistensi cair dan frekuensi lebih dari tiga kali dalam sehari selama kurang dari satu
minggu (Ikatan Dokter Anak indonesia, 2009). Penyebab diare akut adalah bakteri, virus dan
parasit seperti protozoa dan cacing (World Gastroenterology Organisation, 2008). Antibiotik
adalah salah satu terapi untuk diare akut namun harus berdasarkan adanya indikasi seperti
diare berdarah yang biasa disebut dengan disentri (Ikatan Dokter Anak indonesia, 2009).
Selain itu, diare akut yang terjadi pada balita paling banyak disebabkan oleh rotavirus yang
dapat ditanggulangi dengan vaksin (Kemenkes RI, 2011c). Sehingga tidak semua diare akut
pada balita harus diberikan antibiotik, terlebih yang disebabkan karena virus.
Diare akut dibagi menjadi dua yaitu diare akut infeksi yang disebabkan oleh
mikroorganisme dan diare akut non infeksi yang disebabkan karena kondisi psikologi (Fithria
and Di’fain, 2015). Kemudian diare akut infeksi dibagi lagi menjadi dua yaitu diare inflamasi
dan diare non inflamasi dimana diare inflamasi ditandai dengan adanya darah dalam tinja
(disentri) dan terdapat leukosit dalam tinja (Amin, 2015). Pemberian antibiotik pada diare
akut infeksi hanya berguna untuk pasien yang memiliki indikasi diare inflamasi, infeksi
bakteri dan adanya patogen yang dapat ditandai dengan adanya leukosit, amoeba dan yeast
cell dalam tinja (Guarino et al., 2014; Coyle et al., 2012; Amin, 2015)
Disenteri adalah diare yang disertai darah. Sebagian besar episode disebabkan oleh
Shigella dan hampir semuanya memerlukan pengobatan antibiotik. Disentri basiler
(Shigellosis) adalah penyakit infeksi usus akut yang secara umum disebabkan oleh Shigella
flexneri 70,6 %, Shigella sonnei 17,6 %, Shigella boydii 5,9 %, dan Shigella dysenteriae 5,9
%. Anggota genus Shigella yang memiliki persentase tertinggi sebagai penyebab disentri
adalah Shigella flexneri.
A. PENGERTIAN
Disentri merupakan penyakit diare yang terdapat darah di dalam feses. Disentri sering
juga digambarkan sebagai tanda dari diare dengan demam, kram pada perut, tinja berlendir
dan nyeri pada dubur. Pendarahan yang terjadi pada anak anak biasanya adalah suatu tanda
dari infeksi enterik yang invasif yang dapat berdampak besar terhadap morbiditas dan
kematian. 10 % dari semua kejadian diare yang terjadi pada anak dibawah 5 tahun adalah
disentri, dan merupakan penyebab kematian dari diare hingga 15% (WHO, 2002). Selain itu,
disentri juga didefinisikan sebagai serangan akut diare yang berlangsung ≤ 14 hari dimana
terdapat darah dalam tinja, atau tanpa ada darah darah dalam tinja namun tinja berlendir
(Pfeiffer et al., 2012).

B. ETIOLOGI
Penyebab Disentri Bakteri yang menyebabkan disentri yang paling sering adalah
Shigella, terutama S. Flexneri dan S. Dysenteriae tipe 1. Penyebab lainnya adalah
Campylobacter jejuni, terutama pada bayi, dan yang lebih jarang adalah Salmonella.
Enteroinvasif Escherichia coli bersama dengan Shigella dan dapat menyebabkan disentri
yang berat, kemudian Entamoeba histolytica dapat menyebabkan disentri pada anak anak usia
lebih dari 5 tahun dan orang yang dewasa namun jarang dijumpai pada anak di bawah 5 tahun
(WHO, 2002).
Penelitian yang lain juga menegaskan bahwa Shigella, Salmonella dan Campylobacter
adalah penyebab disentri di seluruh wilayah dunia. Pada daerah yang tropis E. histolytica
juga merupakan penyebab disentri. Sedangkan pada daerah industri biasanya disebabkan oleh
Shiga toxinproducing E. coli (STEC) namun biasanya pada usia dewasa. Beberapa juga
diperkirakan bahwa disentri disebabkan oleh C. difficile (CDI), namun belum dilakukan
penelitian dengan mendalam (Pfeiffer et al., 2012).

C. PATOLOGI
Shigellosis menyebar dengan cara transmisi fecal-oral. Cara penularan lain meliputi
konsumsi makanan yang terkontaminasi atau air, kontak dengan benda mati yang
terkontaminasi, dan kontak seksual. Vektor seperti lalat dapat menyebarkan penyakit dengan
fisik mengangkut kotoran yang terinfeksi (Sureshbabu, 2016). Sedikitnya 10 Shigella
dysenteriae basil dapat menyebabkan penyakit klinis, sedangkan 100-200 basil diperlukan
untuk Shigella sonnei atau infeksi Shigella flexneri. Virulen Shigella dapat menahan pH
rendah asam lambung. Masa inkubasi bervariasi dari 12 jam sampai 7 hari, tapi biasanya 2-4
hari; masa inkubasi berbanding terbalik dengan beban bakteri. Penyakit ini menular selama
orang yang terinfeksi mengeluarkan organisme tersebut dalam tinja. pengeluaran bakteri
biasanya berhenti dalam waktu 4 minggu dari onset penyakit; jarang dapat bertahan selama
berbulan-bulan (Sureshbabu, 2016).

D. TATALAKSANA
Terapi penyakit disentri pada anak biasanya dilakukan perawatan di rumah sakit. Anak
yang harus diberi perawatan di rumah sakit adalah :
 Anak dengan umur <2 bulan.
 Anak yang mengalami keracunan, letargis, perut kembung dan nyeri tekan atau
kejang.
 Anak mempunyai resiko sepsis dan harus dilakukan perawatan di rumah sakit.
Penatalaksanaan disentri pada balita biasanya direkomendasikan untuk diberikan
kotrimoksazol dan jika tidak membaik maka dilakukan penggantian antibiotik. Dosis
kotrimoksazol pada anak adalah Trimetoprim 4mg/kgBB dan Sulfametoksazol
20mg/kgBB dua kali sehari.
Penanganan disentri pada anak adalah :
 Penanganan pada gejala dehidrasi dan pemberian makan seperti pada diare akut
 Penanganan paling baik adalah yang didasarkan pada pemeriksaan tinja rutin atau
hasil laboratorium tinja, jika positif adanya amuba maka diberikan Metronidazol
dengan dosis 50mg/kg/BB dengan frekuensi 3 kali sehari dan durasi pemberian
selama 5 hari.
 Pemberian antibiotik oral dengan durasi pemberian 5 hari yang sebagian besar sensitif
terhadap bakteri shigella. Antibiotik yang sensitif untuk penyakit disentri di Indonesia
adalah Siprofloksasin, Sefiksim dan Asam Nalidiksat.
 Penanganan untuk bayi dengan umur <2 bulan, jika terdapat sebab yang lain seperti
invaginasi maka anak harus dirujuk ke spesialis bedah (World Health Organization
Indonesia, 2009).
Penggunaan antibiotik dipertimbangkan untuk diare yang disebabkan oleh : Shigella,
Salmonella, Campylobacter, atau infeksi parasit. Diare sedang atau parah dengan panas atau
tinja yang berdarah diberikan antibiotik golongan kuinolon dan kotrimoksazol merupakan
pilihan kedua. Rifaximin adalah antibiotik spektrum luas yang mungkin juga bisa digunakan.

E. DEHIDRASI
Hal yang perlu dilihat pada pasien diare adalah :
1) Adanya tanda dehidrasi (ringan atau berat)

a) Rewel atau gelisah

b) Kesadaran anak berkurang/letalergis

c) Mata terlihat cekung

d) Ketika perut dicubit kembalinya kebentuk semula sangat lambat atau lama

e) Haus (minum dengan lahap) atau malas minum

f) Pemeriksaan adanya darah dalam tinja

2) Pemeriksaan adanya invaginasi (massa intra-abdominal, tinja hanya berisi lendir atau

darah)

3) Adanya tanda gizi buruk pada pasien

4) Perut kembung (World Health Organization Indonesia, 2009)


Tatalaksana diare Menurut World Health Organization Indonesia, (2009) tiga
tatalaksana diare paling utama pada semua anak adalah terapi rehidrasi, pemberian zinc dan
pemberian makan.
1. Terapi rehidrasi dilakukan karena selama anak diare mengalami kehilangan
cairan dan elektrolit (natrium, kalium dan bikarbonat). Dehidrasi ini terjadi jika
kehilangan cairan dan elektrolit tidak diganti secara adekuat.
2. Zinc Zinc merupakan mikronutrien yang penting untuk kesehatan dan
perkembangan pada anak. Kehilangan zinc dalam jumlah yang banyak terjadi
pada diare. Pemberian zinc bermanfaat untuk kesembuhan anak dan menjaga
kesehatan anak dibulan-bulan berikutnya.
3. Pemberian makan Selama diare biasanya terjadi penurunan asupan makanan yang
menyebabkan penurunan berat badan yang akan berefek pada kegagalan
pertumbuhan pada anak. Kelanjutannya akan terjadi gangguan terhadap gizi anak
dan menjadikan diare lebih parah. Hal ini dapat dicegah dengan cara pemberian
makanan kaya gizi selama anak diare maupun ketika anak sudah sehat.
Pemberian Antibiotik dan Antidiare Pemberian antibiotik pada pasien balita hanya
bermanfaat jika pasien mengalami diare dengan darah (disentri), kolera, dan infeksi berat lain
yang bukan merupakan infeksi saluran pencernaan. Antibiotik direkomendasikan untuk
pasien dengan situasi berikut : bayi pada tiga bulan pertama setelah dilahirkan, bayi prematur
hingga 52 minggu, anak dengan defisiensi imun primer maupun sekunder, anak dengan
penyakit komplikasi oleh sepsis (Koletzko and Osterrieder, 2009). Sedangkan pemberian
antidiare tidak boleh diberikan pada pasien balita dengan diare akut, presisten maupun
disentri karena dapat menimbulkan efek samping yang terkadang berakibat fatal seperti
koma, kehilangan cairan yang berat pada pencernaan, dan lethargy (Paediatric Child Health,
2003).
Pasien dengan diare akut harus diklasifikasikan berdasarkan status dehidrasinya dan
diberi pengobatan sesuai dengan status dehidrasinya. Status dehidrasi sendiri dibagi menjadi
tiga yaitu dehidrasi berat, dehidrasi ringan/sedang dan tanpa dehidrasi.
a. Pengobatan diare akut dehidrasi berat
1) Pemberian cairan intravena segera saat infus masih disiapkan dan diberi oralit jika
anak dapat minum.
2) Pada anak dengan umur lebih dari 2 tahun dengan dehidrasi kemungkinan adalah
kolera dan diberi antibiotik oral yang sensitif terhadap Vibrio cholerae. Tertrasiklin,
doksisiklin, kotrimoksazol, eritromisin, dan kloramfenikol merupakan antibiotik
pilihan lain.
3) Pemberian zinc segera jika anak tidak muntah lagi

b. Pengobatan diare akut dehidrasi ringan/sedang


1) Pemberian larutan oralit pada tiga jam pertama
2) Jika muntah pemberian oralit diperlambat dan jika kelopak mata anak bengkak oralit
dihentikan dan diberi air matang atau ASI
3) Jika tiga jam tidak terlihat dehidrasi lagi diberi cairan tambahan, Zinc selama 10 hari,
dan pemberian minum dan makan

c. Pengobatan diare akut tanpa dehidrasi


1) Pemberian tablet Zinc selama 10 hari
2) Pemberian makan pada anak. Makanan yang direkomendasikan adalah sereal atau
yang mengandung zat tepung yang dicampur dengan kacang-kacangan, sayuran dan
daging/ikan, sari buah segar dan makanan pendamping asi yang direkomendasikan.
Anak harus dibujuk terus menerus meskipun tidak mau makan.
3) Pemberian ASI

F. KOMPLIKASI
Kekurangan Kalium, demam tinggi, prolaps rekti, kejang, dan sindroma hemolitik-
uremik.

DAFTAR PUSTAKA
Bush, L. M., Perez, M.T. (2014). Shigellosis (Bacillary Dysentry). Diakses 29 Juni 2015.

Castellani, A., Chalmers, A.J. (1919). Manual of Tropical Medicine, 3rd ed.

Departemen Kesehatan RI. (2008). Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat. Depkes :


Jakarta. Depkes. Laporan riset kesehatan dasar 2010. (2010). Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Nelson, Waldo E., (2000). Ilmu Kesehatan Anak Vol.2 Edisi 15 : Shigellosis, Jakarta : EGC
p.30.

Soewondo ES. (2002). Penatalaksanaan diare akut akibat infeksi (Infectious Diarrhoea).
Dalam : Suharto, Hadi U, Nasronudin, editor. Seri Penyakit Tropik Infeksi
Perkembangan Terkini Dalam Pengelolaan Beberapa penyakit Tropik Infeksi. Surabaya
: Airlangga University

WHO, 2005, The Treatment of Diarrhoea, Geneva.

WHO, 1995, Penatalaksanaan dan Pencegahan Diare Akut Petunjuk Praktis, diterjemahkan
oleh Petrus Andrianto, EGC, Jakarta.

Williams, Wood and Co., New York. P.937. CDC. (2011). Shigellosis. Diakses 9 Mei, 2016,
from http://www.cdc.gov/ncezid/dfwed/PDFs/Shigella-Overview-508.pdf

Anda mungkin juga menyukai