CBD - Dadrs - Putri Ragil Ayu
CBD - Dadrs - Putri Ragil Ayu
Disusun Oleh:
Putri Ragil Ayu
30101507539
Pembimbing:
dr. Kurnia Dwi Astuti, Sp.A
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh :
30101507539
Pembimbing,
ORANGTUA
a. Nama Ibu : Ny. A
b. Usia : 24 tahun
c. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara Alloanamnesis dengan pasien pada tanggal 30 November 2019
jam 10.00 WIB yang dilakukan di ruang Seruni RSUD Dr. R Soedjati Purwodadi
serta didukung catatan medik.
a. Keluhan Utama
BAB cair
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluarga (tante) pasien mengatakan bahwa anaknya mengalami BAB cair
sejak 1 hari SMRS, BAB cair dirasakan ±7 x sehari, BAB cair dengan ampas,
terdapat lendir, tidak ada darah, bau tidak asam maupun busuk, tidak nyemprot
dan tidak tampak seperti cucian beras. Pasien juga mengeluh muntah sampai
±3x/hari. Muntah keluar cairan, terutama setelah minum susu. Pasien juga
mengeluhkan demam yang muncul bersamaan dengan BAB cair. Pasien tidak
mengeluhkan adanya batuk atau pilek sebelumnya. Ibu pasien belum pernah
mengukur suhu saat demam dirumah. Pasien belum pernah diperiksakan ataupun
diobati sebelumnya.
a. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat Penyakit Serupa : (-)
- Riwayat Kejang : (-)
- Riwayat Alergi : (-)
- Riwayat Asma : (-)
f. Riwayat Persalinan
Anak perempuan lahir secara spontan dari ibu G2P2A0 hamil preterm ±32
minggu, berat badan lahir 2400 gram. Bayi langsung menangis dan persalinan
dibantu dokter perabdominal dengan indikasi pre-eklamsi berat.
Kesan : Neonatus preterm perabdominal, BBLR
Kesan : Normal
WAZ
Kesan : Berat Normal/Gizi Baik (diantara – 2 sampai +2 SD)
HAZ
Kesan : Perawakan pendek (stunted) (diantara – 3 dan <-2 SD)
i. Riwayat Imunisasi
Keluarga pasien tidak mengetahui riwayat imunisasi pasien
Kesan: Riwayat imunisasi tidak diketahui.
j. Riwayat Makan dan Minum
ASI diberikan sejak lahir hingga saat ini diselingi dengan susu formula. MPASI mulai
diberikan pada usia 6 bulan hingga saat ini.
Kesan : kualitas dan kuantitas makanan dan minuman kurang baik
k. Riwayat Keluarga Berencana
Sekarang tidak memakai alat KB.
l. Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien sedang sakit dan dirawat dan ibu pasien bekerja sebagai ibu rumah
tangga. Keluarga terdiri dari ayah, dan ibu serta kakak laki laki. Pasien dirawat di
bangsal Seruni dan merupakan pasien umum.
Kesan : keadaan sosial ekonomi cukup.
a. Status Generalis
i. Kepala : DBN
- Kesan mesocephal
- Tidak ditemukan ada masa maupun benjolan
- Warna rambut hitam tidak mudah dicabut
ii. Mata : DBN
- Konjungtiva palpebra anemis (-/-)
- Sklera ikterik (-/-)
- Mata cekung (-/-)
- Reflek pupil (+/+)
- Pupil isokor
iii. Telinga : DBN
- Normotia
- Low set ear (-)
- Discharge (-)
- Nyeri tarik tragus (-)
- Nyeri tarik auricula (-)
- Nyeri ketok os. Mastoid (-)
iv. Hidung : DBN
- Warna kulit hidung seperti warna sekitarnya
- Masa atau benjolan (-)
- Secret atau darah dari hidung (-)
- Napas cuping hidung (-)
v. Mulut : DBN
- Bibir kering (+)
- Sariawan/Stomatitis angularis (-)
- Lidah kotor (-),
- Tepi Lidah hiperemis (-)
- Lidah tremor (-)
- Pernapasan mulut (-)
Superior Inferior
Edema -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Capillary refill time < 2”/ < 2” < 2”/ < 2”
Kesan : DBN
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium 30 Oktober 2019
Pemeriksaan Hasil
Eritrosit 1-2
Leukosit 1-2
Jamur feses +
Sisa Makanan +
Lemak +
Lemas
Demam
Muntah
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
o DBN
V. DIAGNOSIS BANDING
1. DADRS
2. Alergi
3. Malabsorpsi
L Bio 1 x 1 sachet
L Zinc 1 x 20 mg
>6 bln 20 mg per hari
Pamol syr 3 x 3/4 cth
Dosis 10-15 mg/KgBB, tiap 6-8 jam
Ondansetron 3 x 1/4 amp
Dosis 0,1 mg/KgBB tiap 6-8 jam
INITIAL PLAN MONITORING
Monitoring keadaan umum, TTV( rr,nadi,suhu,sp02)
Monitoring hasil laboratorium (Hb, leukosit, trombosit)
Monitoring tanda syok
Monitor balance cairan
Monitoring respon terapi
INITIAL PLAN EDUKASI
Menjelaskan pada orang tua tentang penyakit yang diderita oleh anak
Memberikan cara penatalaksanaan
Meningkatkan hygiene dengan,cuci tangan sebelum dan setelah memegang anak.
Membersihkan alas tidur secara teratur, terutama daerah anus setelah
membersihkan kotoran bayi agar daerah perianal nantinya tidak menjadi
kemerahan.
Higiene (tidak memasukan tangan ke mulut)
Tempat susu, gelas, dan sendok harus selalu bersih
Makanan dan minuman yang diberikan harus dari RS
Penggantian pempers atau alas , cek setiap 2 jam
menjaga cairan oral dan parenteral
VIII. PROGNOSIS
Qua ad vitam : dubia ad bonam
Qua ad sanam : dubia ad bonam
Qua ad fungsional : dubia ad bonam
I. FOLLOW UP
Tanggal SOAP
30/11/19 S: Keluarga pasien mengatakan BAB cair sudah 1 hari,
panas
O: Nadi: 120, Suhu: 38,8 0C
A: DADRS
P: Terapi lanjut + Amoxan 2x 200 mg
1/12/19 S: Keluarga pasien mengatakan BAB cair, panas
O: Nadi: 120, Suhu: 37,5 0C
A: DADRS
P: Terapi lanjut
TINJAUAN PUSTAKA
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan buang air besar lebih dari tiga kali dalam
sehari baik cair maupun lembek. Diare merupakan salah satu penyebab tingginya morbiditas
dan mortilitas pada balita di seluruh dunia dengan 3 juta kematian tiap tahunnya (Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2011).
Diare akut adalah suatu penyakit dimana pasien mengalami buang air besar dengan
konsistensi cair dan frekuensi lebih dari tiga kali dalam sehari selama kurang dari satu
minggu (Ikatan Dokter Anak indonesia, 2009). Penyebab diare akut adalah bakteri, virus dan
parasit seperti protozoa dan cacing (World Gastroenterology Organisation, 2008). Antibiotik
adalah salah satu terapi untuk diare akut namun harus berdasarkan adanya indikasi seperti
diare berdarah yang biasa disebut dengan disentri (Ikatan Dokter Anak indonesia, 2009).
Selain itu, diare akut yang terjadi pada balita paling banyak disebabkan oleh rotavirus yang
dapat ditanggulangi dengan vaksin (Kemenkes RI, 2011c). Sehingga tidak semua diare akut
pada balita harus diberikan antibiotik, terlebih yang disebabkan karena virus.
Diare akut dibagi menjadi dua yaitu diare akut infeksi yang disebabkan oleh
mikroorganisme dan diare akut non infeksi yang disebabkan karena kondisi psikologi (Fithria
and Di’fain, 2015). Kemudian diare akut infeksi dibagi lagi menjadi dua yaitu diare inflamasi
dan diare non inflamasi dimana diare inflamasi ditandai dengan adanya darah dalam tinja
(disentri) dan terdapat leukosit dalam tinja (Amin, 2015). Pemberian antibiotik pada diare
akut infeksi hanya berguna untuk pasien yang memiliki indikasi diare inflamasi, infeksi
bakteri dan adanya patogen yang dapat ditandai dengan adanya leukosit, amoeba dan yeast
cell dalam tinja (Guarino et al., 2014; Coyle et al., 2012; Amin, 2015)
Disenteri adalah diare yang disertai darah. Sebagian besar episode disebabkan oleh
Shigella dan hampir semuanya memerlukan pengobatan antibiotik. Disentri basiler
(Shigellosis) adalah penyakit infeksi usus akut yang secara umum disebabkan oleh Shigella
flexneri 70,6 %, Shigella sonnei 17,6 %, Shigella boydii 5,9 %, dan Shigella dysenteriae 5,9
%. Anggota genus Shigella yang memiliki persentase tertinggi sebagai penyebab disentri
adalah Shigella flexneri.
A. PENGERTIAN
Disentri merupakan penyakit diare yang terdapat darah di dalam feses. Disentri sering
juga digambarkan sebagai tanda dari diare dengan demam, kram pada perut, tinja berlendir
dan nyeri pada dubur. Pendarahan yang terjadi pada anak anak biasanya adalah suatu tanda
dari infeksi enterik yang invasif yang dapat berdampak besar terhadap morbiditas dan
kematian. 10 % dari semua kejadian diare yang terjadi pada anak dibawah 5 tahun adalah
disentri, dan merupakan penyebab kematian dari diare hingga 15% (WHO, 2002). Selain itu,
disentri juga didefinisikan sebagai serangan akut diare yang berlangsung ≤ 14 hari dimana
terdapat darah dalam tinja, atau tanpa ada darah darah dalam tinja namun tinja berlendir
(Pfeiffer et al., 2012).
B. ETIOLOGI
Penyebab Disentri Bakteri yang menyebabkan disentri yang paling sering adalah
Shigella, terutama S. Flexneri dan S. Dysenteriae tipe 1. Penyebab lainnya adalah
Campylobacter jejuni, terutama pada bayi, dan yang lebih jarang adalah Salmonella.
Enteroinvasif Escherichia coli bersama dengan Shigella dan dapat menyebabkan disentri
yang berat, kemudian Entamoeba histolytica dapat menyebabkan disentri pada anak anak usia
lebih dari 5 tahun dan orang yang dewasa namun jarang dijumpai pada anak di bawah 5 tahun
(WHO, 2002).
Penelitian yang lain juga menegaskan bahwa Shigella, Salmonella dan Campylobacter
adalah penyebab disentri di seluruh wilayah dunia. Pada daerah yang tropis E. histolytica
juga merupakan penyebab disentri. Sedangkan pada daerah industri biasanya disebabkan oleh
Shiga toxinproducing E. coli (STEC) namun biasanya pada usia dewasa. Beberapa juga
diperkirakan bahwa disentri disebabkan oleh C. difficile (CDI), namun belum dilakukan
penelitian dengan mendalam (Pfeiffer et al., 2012).
C. PATOLOGI
Shigellosis menyebar dengan cara transmisi fecal-oral. Cara penularan lain meliputi
konsumsi makanan yang terkontaminasi atau air, kontak dengan benda mati yang
terkontaminasi, dan kontak seksual. Vektor seperti lalat dapat menyebarkan penyakit dengan
fisik mengangkut kotoran yang terinfeksi (Sureshbabu, 2016). Sedikitnya 10 Shigella
dysenteriae basil dapat menyebabkan penyakit klinis, sedangkan 100-200 basil diperlukan
untuk Shigella sonnei atau infeksi Shigella flexneri. Virulen Shigella dapat menahan pH
rendah asam lambung. Masa inkubasi bervariasi dari 12 jam sampai 7 hari, tapi biasanya 2-4
hari; masa inkubasi berbanding terbalik dengan beban bakteri. Penyakit ini menular selama
orang yang terinfeksi mengeluarkan organisme tersebut dalam tinja. pengeluaran bakteri
biasanya berhenti dalam waktu 4 minggu dari onset penyakit; jarang dapat bertahan selama
berbulan-bulan (Sureshbabu, 2016).
D. TATALAKSANA
Terapi penyakit disentri pada anak biasanya dilakukan perawatan di rumah sakit. Anak
yang harus diberi perawatan di rumah sakit adalah :
Anak dengan umur <2 bulan.
Anak yang mengalami keracunan, letargis, perut kembung dan nyeri tekan atau
kejang.
Anak mempunyai resiko sepsis dan harus dilakukan perawatan di rumah sakit.
Penatalaksanaan disentri pada balita biasanya direkomendasikan untuk diberikan
kotrimoksazol dan jika tidak membaik maka dilakukan penggantian antibiotik. Dosis
kotrimoksazol pada anak adalah Trimetoprim 4mg/kgBB dan Sulfametoksazol
20mg/kgBB dua kali sehari.
Penanganan disentri pada anak adalah :
Penanganan pada gejala dehidrasi dan pemberian makan seperti pada diare akut
Penanganan paling baik adalah yang didasarkan pada pemeriksaan tinja rutin atau
hasil laboratorium tinja, jika positif adanya amuba maka diberikan Metronidazol
dengan dosis 50mg/kg/BB dengan frekuensi 3 kali sehari dan durasi pemberian
selama 5 hari.
Pemberian antibiotik oral dengan durasi pemberian 5 hari yang sebagian besar sensitif
terhadap bakteri shigella. Antibiotik yang sensitif untuk penyakit disentri di Indonesia
adalah Siprofloksasin, Sefiksim dan Asam Nalidiksat.
Penanganan untuk bayi dengan umur <2 bulan, jika terdapat sebab yang lain seperti
invaginasi maka anak harus dirujuk ke spesialis bedah (World Health Organization
Indonesia, 2009).
Penggunaan antibiotik dipertimbangkan untuk diare yang disebabkan oleh : Shigella,
Salmonella, Campylobacter, atau infeksi parasit. Diare sedang atau parah dengan panas atau
tinja yang berdarah diberikan antibiotik golongan kuinolon dan kotrimoksazol merupakan
pilihan kedua. Rifaximin adalah antibiotik spektrum luas yang mungkin juga bisa digunakan.
E. DEHIDRASI
Hal yang perlu dilihat pada pasien diare adalah :
1) Adanya tanda dehidrasi (ringan atau berat)
d) Ketika perut dicubit kembalinya kebentuk semula sangat lambat atau lama
2) Pemeriksaan adanya invaginasi (massa intra-abdominal, tinja hanya berisi lendir atau
darah)
F. KOMPLIKASI
Kekurangan Kalium, demam tinggi, prolaps rekti, kejang, dan sindroma hemolitik-
uremik.
DAFTAR PUSTAKA
Bush, L. M., Perez, M.T. (2014). Shigellosis (Bacillary Dysentry). Diakses 29 Juni 2015.
Castellani, A., Chalmers, A.J. (1919). Manual of Tropical Medicine, 3rd ed.
Soewondo ES. (2002). Penatalaksanaan diare akut akibat infeksi (Infectious Diarrhoea).
Dalam : Suharto, Hadi U, Nasronudin, editor. Seri Penyakit Tropik Infeksi
Perkembangan Terkini Dalam Pengelolaan Beberapa penyakit Tropik Infeksi. Surabaya
: Airlangga University
WHO, 1995, Penatalaksanaan dan Pencegahan Diare Akut Petunjuk Praktis, diterjemahkan
oleh Petrus Andrianto, EGC, Jakarta.
Williams, Wood and Co., New York. P.937. CDC. (2011). Shigellosis. Diakses 9 Mei, 2016,
from http://www.cdc.gov/ncezid/dfwed/PDFs/Shigella-Overview-508.pdf