Enzim I
Enzim I
ENZIM I
Kelompok 1
PROSEDUR PERCOBAAN
Pengumpulan sampel enzim amylase. Rongga mulut dibersihkan dengan
cara berkumur-kumur sebanyak 3 kali. Sepotong kapas dikunyah atau dengan kertas
saring yang dibasahi asam asetat encer (untuk menstimulasi air liur). Air liur yang
telah dikumpulkan akan digunakan untuk uji air liur terhadap bobot jenis dengan
menggunakan piknometer, uji reaksi dengan lakmus PP dan MO, uji terhadap
pereaksi Biuret, Millon dan Molisch, uji terhadap klorida, sulfat dan fosfat, serta uji
terhadap Musin.
Uji bobot jenis. Botol piknometer beserta tutupnya (kosong) ditimbang dan
bobot piknometer kosong dicatat. Botol piknometer selanjutnya diisi dengan air liur
sampai penuh lalu tutup. Piknometer yang telah berisi sampel air liur (saliva)
kemudian ditimbang kembali dan bobotnya dicatat. Bobot jenis saliva dihitung
dengan cara membandingkan massa air liur (saliva) dengan volume piknometer yang
digunakan.
Uji asam/basa. Sebanyak dua tetes diteteskan pada plat tetes ditambahkan 2
tetes fenolftalein pada plat 1 dan 2 tetes jingga metil pada plat 2.Kertas lakmus biru
dan merah dicelupkan pada plat tetes yang sudah terdapat plat 3 dan 4 dan pada plat 5
dicelupkan kertas indikator. Tiap plat yang berisi saliva diperhatikan keasaman dan
kebasaannya.
Uji Biuret. Sebanyak 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung
reaksi dan ditambahkan 10 tetes NaOH 10% dan 1 tetes CuSO4 0,1% (pereaksi
Biuret) sampai larutan berubah warna menjadi violet.
Uji Millon. Sebanyak 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung
reaksi dan ditambahkan 2 tetes pereaksi Millon. Tabung kemudian dipanaskan pada
penangas air sampai menunjukkan perubahan warna. Jika warna yang dihasilkan
merah/kuning maka hasilnya negatif.
Uji Molisch. Sebanyak 2 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung
reaksi. Sebanyak ditambahkan 2 tetes peraksi Molisch dan 1,5 mL
H2SO4 (P) (dilewatkan melalui dinding). Jika terbentuk cincin berwarna ungu
menunjukkan hasil positif.
Uji Klorida. Sebanyak 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung
reaksi. Kemudian ditambahkan 10 tetes AgNO3 2% dan 4 tetes HNO3 10% sampai
terbentuk endapan berwarna putih.
Uji Sulfat. Sebanyak 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung
reaksi. Kemudian ditambahkan 10 tetes BaCl2 dan 4 tetes HCl 10% sampai terbentuk
endapan berwarna putih.
Uji Fosfat. 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung reaksi.
Kemudian ditambahkan 1 mL urea 10%, 1 mL pereaksi Molibdat dan 1 mL ferosulfat
sampai larutan berubah warna menjadi kuning (+).
Uji Musin. Sebanyak 1 mL sampel air liur (saliva) dipipet ke dalam tabung
reaksi dan ditambahkan 1 mL asam asetat encer sampai terbentuk endapan putih yang
amorforus.
DATA DAN HASIL PENGAMATAN
Percobaan penentuan sifat dan susunan air liur telah ditentukan. Uji yang
dilakukan ialah uji lakmus, uji pewarna, uji biuet, uji millon, uji molisch, uji klorida,
uji sulfat, uji fosfat, dan uji musin. Berikut data dari hasil percobaan yang disediakan
pada tabel 1.
Tabel Hasil uji kualitatif air liur
Uji Hasil Pengamatan Perubahan Warna
Bobot jenis BJ : 0,94326 g/mL -
Saliva adalah cairan yang lebih kental daripada air biasa, Hal ini tidak sesuai
dengan hasil pengamatan air liur (saliva) yang menunjukkan bahwa saliva memiliki
bobot jenis lebih kecil daripada air, yaitu 0,94326 g/mL. Hal ini berarti saliva lebih
encer dibanding air. Beberapa faktor yang mempengaruhi kesalahan adalah saat air
liur dikeluarkan dari rongga mulut bisa jadi ada cairan yang ikut terbawa bersama air
liur.
Penentuan sifat asam atau basa saliva ditentukan dengan cara pengujian
indikator. Indikator yang digunakan adalah kertas lakmus, dan indikator Penolftalein.
Prinsip penentuan sifat asam atau basa saliva adalah perubahan warna pada saliva
yang diberi indikator maupun kertas lakmus yang digunakan sebagai indikator. Hasil
yang diperoleh menunjukan bahwa ketika saliva diteteskan kedalam lakmus merah,
tidak terjadi perubahan warna dari warna merah menjadi merah dan terjadi perubahan
dari biru menjadi merah. Hal ini dapat dikatakan bahwa saliva memiliki pH yang
asam. Saliva diteteskan kedalam indikator FF maka saliva tersebut tidak berwarna
dan uji indikator MO tidak dilakukan percobaan. Saat diteteskannya indikator FF
tidak mengalami perubahan warna. Hal ini dapat dikatakan bahwa air liur tidak
bersifat basa. Trayek pH indikator fenolfltalein yaitu berkisar antara 8,0-9,6 (Harjadi
1986). Pada percobaan lakmus dan pemberian indikator, air liur dapat dikatakan
bersifat netral namun sedikit asam. Saliva mempunyai pH antara 5.75 sampai 7.05.
Pada umumnya pH saliva adalah sedikit dibawah 7 (Girindra 1986). Percobaan sifat
air liur sesuai degan teoritis yakni sedikit asam. Lakmus berfungsi untuk
mengidentiikasi sifat saliva yakni asam atau basa. Indikator FF berfungsi untuk
penentuan trayek pH saliva. Berikut gambar yang dihasilkan pada saat percobaan.
Prinsip dari uji biuret ialah pembentukan senyawa kompleks Cu2+ (berasal dari
larutan CuSO4) dengan gugus karbonil (-CO) dan gugus amina (-NH) yang berasal
dari ikatan peptida dalam suasana basa. Fungsi penambahan NaOH adalah untuk
mencegah terjadinya endapan Cu(OH)2 dan memecah ikatan protein agar terbentuk
urea sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi. Larutan CuSO4 yang ditambahkan
berfungsi sebagai donor Cu2+ yang kemudian akan bereaksi dan membentuk
kompleks ungu (Lehninger 1982). Uji biuret biasanya diperlukan untuk mendeteksi
adanya ikatan peptida dalam suatu larutan (Poedjiadi 1994). Reaksi biuret terjadi
ketika suatu peptida yang mempunyai dua buah ikatan peptida atau lebih dapat
bereaksi dengan ion Cu2+ dalam suasana basa dan membentuk suatu senyawa
kompleks yang berwarna ungu. Pada percobaan air liur menunjukkan hasil
positif. Hal ini sesuai dengan hasil yang ditunjukkan pada literature bahwa air liur
tersebut mengandung ikatan peptida karena di dalam air liur terdapat enzim amilase
yang tergolong ke dalam senyawa protein enzim merupukan salah satu dari protein.
Berikut merupakan reaksi yang terjadi pada uji Biuret:
( Poedjiadi 1994 )
Gambar 1 Reaksi dengan pereaksi CuSO4
Uji millon dilakukan untuk mengidentifikasi senyawa yang mengandung
gugus hidroksi fenolik. Pereaksi Millon terdiri dari larutan merkuro dan merkuri
nitrat dalam asam nitrat. Prinsip dari uji millon adalah pembentukan garam merkuri
dari tirosin yang ternitrasi. Tirosin merupakan asam amino yang mempunyai molekul
fenol pada gugus R-nya, yang akan membentuk garam merkuri dengan pereaksi
millon. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan
endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya
reaksi ini positif untuk fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan
gugus hidroksifenil yang berwarna (Jalip 2008). Endapan putih yang terbentuk
setelah penambahan reagen Millon pada larutan protein tersebut berasal dari endapan
merkuri, dimana pada awalnya Hg yang terlarut di dalam HNO 3 teroksidasi menjadi
Hg+. Ion Hg + ini selanjutnya membentuk garam dengan gugus karboksil dari tirosin.
Ketika dipanaskan endapan putih tersebut berubah menjadi endapan merah. Hal ini
terjadi karena asam nitrat yang semula berfungsi sebagai pelarut mengoksidasi Hg +
menjadi Hg2+. Bersamaan dengan hal tersebut, asam amino tirosin ternitrasi.
Kemudian terjadi reaksi pembentukan HgO yang berwarna merah. Pada percobaan uji
Millon pada saliva menghasilkan warna kuning yang menunjukkan hasil yang positif.
Berikut merupakan reaksi yang terjadi pada uji Millon.
( Poedjiadi 1994 )
Gambar 3 Reaksi yang terjadi pada uji Molish
Uji adanya garam anorganik/ mineral dalam saliva ditunjukkan oleh
uji Musin, uji Klorida, uji Sulfat, dan uji Fosfat. Uji klorida, Uji klorida, uji sulfat,
dan uji fosfat terhadap saliva juga menunjukkan reaksi positif karena saliva
mengandung musin dan garam-garam anorganik yang ditandai dengan terbentuknya
endapan putih. Prinsip uji Klorida adalah mencampurkan saliva dengan AgNO3
dalam suasana asam sehingga terbentuk endapan putih. Endapan putih pada hasil
pencampuran uji Klorida merupakan AgCl yang mengendap. Larutan HNO3
digunakan untuk membuat suasana menjadi asam dan mencegah endapan perak
fosfat. Hasil yang diuji sesuai dengan literatur, bahwa air liur mendapat sedikit
sumbangan Cl yang berasal dari cairan gigi. Ketika larutan uji dicampurkan dengan
AgNO3 dalam suasana asam akan membentuk endapan putih atau AgCl (McGilvery
R.W dan Goldstein G.W 1996). Endapan putih tersebut akan larut kembali (larutan
menjadi jernih) setelah penambahan ammonia yang bersifat basa. Hal ini menyatakan
bahwa pada percobaan, air liur memiliki kandungan klorida yang jumlahnya relatif
sedikit. Berikut reaksi yang terjadi pada sampel air liur dengan terbentuk warna
keruh.
AgNO3 + Cl- AgCl + NO3- (Poedjiadi 1994)
Gambar 4 Reaksi uji klorida
Pengujian ion SO42 sampel saliva atau air liur. Pengujian ini dilakukan karena
air liur atau saliva biasanya terdiri dari 0,5% bahan padat yang merupakan ion-ion
anorganik seperti SO42-. Pengujian dilakukan terhadap air liur yang telah disaring
sebelumnya. Pengujian sulfat ini dilakukan dengan mengunakan pereaksi BaCl 2 yang
akan bereaksi membentuk BaSO4 dengan kelarutan rendah sehingga akan
mengakibatkan terbentuknya endapan dalam larutan yang diasamkan oleh HCl 10%.
Apabila terdapat endapan yang terbentuk pada sampel, hal itu menandakan bahwa
sampel mengandung SO42-. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh
hasil positif pada pengujian ini. Hal ini berarti keberadaan air liur atau saliva
memiliki komposisi senyawa organik sekitar 0,5% . Hal tersebut akan bergantung
pada makanan yang di konsumsi sebelumnya (Metjesh 1996). Berikut merupakan
reaksi pengujian SO42- jika menghasilkan memberikan reaksi positif dapat dilihat pada
gambar 5 (svehla 1985).
SO42- (aq) + Ba2+(aq) BaSO4 (s) (svehla 1985)
Gambar 5 Reaksi uji sulfat
Fosfat merupakan senyawa anorganik yang biasanya terkandung dalam air
liur. Uji fosfat terhadap air liur dilakukan untuk mengetahui adanya fosfat dalam air
liur atau tidak. Pengujian ini dilakukan terhadap air liur yang telah disaring
sebelumnya. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh hasil yang positif
karena terbentuknya warna kuning kebiruan pada larutan. Hal itu menunjukan bahwa
di dalam air liur terkandung ion fosfat.
Uji yang terakhir dilakukan pada uji sifat saliva adalah uji musin. Musin pada
rongga mulut berfungsi sebagai pelicin rongga mulut dan membasahi makanan
sewaktu makanan dikunyah sehingga mudah ditelan. Percobaan menunjukan ketika
saliva ditambahkan asam asetat terjadi pengendapan amorf yang menandakan asam
asetat merangsang saliva. Saliva pada uji musin menunjukan hasil yang negatif yang
ditandai dengan tidak adanya perubahan warna. Menurut literatur saliva terdiri dari
kira – kira 99,5% cairan, air, dan 0,5% benda padat. 2/3 benda padat terdiri dari
bahan organic yakni ptialin dan musin. Benda padat lainnya ialah ion – ion seperti
SO4, PO4, HCO3, Cl, Ca, Na, dan K. Berdasarakan prcobaan yang dilakukan terbentuk
tidak endapan putih setelah penambahan asam asetat encer. Keberadaan musin dalam
air liur merupakan hal yang pasti dikarenakan fungsi musin yang sebagai pelican
rongga mulut dan makanan agar mudah ditelan. Hasil percobaan, mungkin terdapat
musin namun hanya sedikit sekali.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa saliva memiliki bobot
jenis sebesar 0,9432 g/ml, bersifat asam, merupakan suatu protein, mengandung
fospat, klorida dan sulfat dan sedikit mengandung musin.
DAFTAR PUSTAKA
Girindra, Aitjah. 1993. Biokimia 1. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Harjadi W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : PT Gramedia
Hawab H. M. 2004. Pengantar Biokimia. Jakarta : Bayu Media Publishing
Jalip, I.S. 2008. Penuntun Praktikum Kimia Organik. Jakarta: Laboratorium Kimia,
Fakultas Biologi Universitas Nasional.
Kidd Bechal SJ. 1992. Dasar-dasar karies penyakit dan penanggulangannya.
Jakarta: EGC
Lehninger A L. 1982. Dasar- Dasar Biokimia. Maggy T; penerjemah. Jakarta:
Erlangga. Terjemahan dari: Principle of Biochemistry.
Matjesh Sabirin. 1996. Kimia Organik II. Jakarta : Depdikbud
McGilvery R.W dan Goldstein G.W. 1996. Biokimia Suatu Pendekatan Fungsional.
Edisi ketiga. Surabaya : Airlangga University Press.
Poedjadi Anna dan F M Titin Supriyanti. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta : UI-
Press.
Suharsono. 1986. Biokimia. Jakarta: Erlangga.
Svehla. 1985. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Mikro.
Setiono dan Hadiana Pudjaatmaka, penerjemah. Jakarta: Kalman Media
Pusaka. Terjemahan dari: Text Book of Macro and Semimacro Qualitative
Inorganik Analysis
Winarno F G. 1983. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia