Anda di halaman 1dari 43

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan pembahasan


Pada praktikum penilaian formasi dilakukan sebanyak enam kali pertemuan
dan setiap pertemuan diberikan tugas untuk mengetahui pemahaman materi setiap
praktikan dan melatih praktikan untuk menganalisis data log yang diberikan.

4.2 Tugas mandiri


a. Pada tugas satu (I) praktikan diberikan tugas mencari informasi tentang cekungan
jawa barat utara dan menganalisa mud logging dari kedalaman 1500 ft – 2300 ft
b. Pada tugas dua (II) praktikan diberikan data logging dan praktikan diminta untuk
mengidentifikasi, mencari, dan menghitung berapa Vshale, porositas densitas, dan
porositas neutron dari kedalam 1100 ft – 3100 ft yang perhitungannya dilakukan per
100 ft.
c. Pada tugas (III) praktikan diberikan data logging dan praktikan diminta
menghitung di zona crossover untuk mencari nilai porositas effektif dan saturasi
water.
d. Pada tugas (IV) praktikan diberikan data logging dan praktikan diminta mencari
dan mengidentifikasi zona prospek dari data tersebut.

Tugas 1 :

- Depth : 1500 – 1600


Pada kedalaman 1500 – 1600 presentase batuan :
 Silt stone : 25%
 Lime stone : 15%
 Sand stone : 5%
 Shale : 55%

29
Jadi dari susunan batuan diatas dapat disimpulkan daerah tersebut merupakan laut
dangkal hampir dalam. Pada kedalaman 1500 – 1600 WOB sedang dan ROP
rendah didefinisikan batuan semi-keras. Pertama susunan batuan dominan
siltstone dan shale dengan sedikit pasir didefinisikan dulu merupakan laut dalam.
Lalu tejadi fase regresi karena turunnya air laut dikarenakan penyusunnya adalah
batuan karbonat. Setelah itu tejadi kenaikan air laut karena adanya siltstone yang
melimpah. Didapatkan data mud Sg : 1.20, Vsc : 52, PV Yp = 17 : 22

Gambar.10. Depth 1500 - 1600

- Depth : 1600 – 1700


Pada kedalaman 1600 – 1700 presentase batuan :
 Silt stone : 25%
 Lime stone : 5%
 Sand stone : 20%
 Shale : 50%
Jadi dari susunan batuan diatas dapat disimpulkan daerah pengendapan tersebut
merupakan laut dangkal. Pada kedalaman 1600 – 1700 WOB sedang dan ROP
stabil didefinisikan batuan semi-keras. Campuran sand dan karbonat menandakan
masih masih pada daerah dangkal. Pada daerah ini mempunyai komposisi mud

30
logging berupa campuran sand, silt, shale yang menandakan daerah dangkal atau
pantai. Didapatkan data mud Sg : 1.20, Vsc : 51, PV Yp = 15 : 22

Gambar.11. Depth 1600 - 1700

- Depth : 1700 – 1800


Pada kedalaman 1700 – 1800 presentase batuan :
 Silt stone : 20%
 Lime stone : 5%
 Sand stone : 15%
 Shale : 60%
Jadi dari susunan batuan diatas dapat disimpulkan daerah tersebut merupakan laut
dangkal. Pada kedalaman 1700 – 1800 WOB sedang dan ROP stabil di rate yang
rendah didefinisikan batuan keras. Di daerah ini memiliki dominan shale, silt,
sand dan diselipi sedikit lime stone. Bisa dibilang daerah ini merupakan
lingkungan pengendapan lagoon. Lalu mengalami penurunan air laut sehingga
terdapat limestone yang menandakan bahwa susunan ini terdapat di laut dangkal.
Selanjutya terdapat susunan silt, sand, dan shale yang saling berhimpitan sehingga
menandakan susunan ini terdapat di daerah di dekat pantai. Pada kedalaman ini

31
kandungan mineral paling banyak adalah dolomite. Didapatkan data mud Sg :
1.20, Vsc : 47, PV Yp = 15 : 21

Gambar.12. Depth 1700 - 1800

- Depth : 1800 – 1900


Pada kedalaman 1800 – 1900 presentase batuan :
 Silt stone : 20%
 Lime stone : 1%
 Sand stone : 50%
 Shale : 29%
Jadi dari susunan batuan diatas dapat disimpulkan daerah tersebut merupakan
dekat pantai. Pada kedalaman 1800 – 1900 WOB sedang dan ROP stabil di rate
yang rendah didefinisikan batuan keras. Pada kedalaman ini terdapat lapisan silt,
sand, dan shale yang berhimpitan yang menandakan bahwa lapisan ini berada di
dekat pantai. Di kedalaman ini juga terjadi penurunan air laut sehingga lapisan
limestone yang menandakan bahwa susunan ini berada di laut dangkal. Dan pada
daerah ini juga diambil coring untuk dijadikan sample. Di kedalaman ini
kandungan calcite sebesar 30% dan dolomite sebesar 70%. Didapatkan data mud
Sg : 1.20, Vsc : 47, PV Yp = 15 : 21

32
Gambar.13. Depth 1800 - 1900
- Depth : 1900 – 2000
Pada kedalaman 1900 – 2000 presentase batuan :
 Silt stone : 14%
 Lime stone : 2%
 Sand stone : 14%
 Shale : 75%
Jadi dari susunan batuan diatas dapat disimpulkan daerah tersebut merupakan
pesisir pantai dan dikedalaman ini juga terjadi pasang surut permukaan air. Pada
kedalaman 1950 – 2000 didapatkan perkiraan WOB skala 3 – 18 ada perubahan
skala, dari skala 15 langsung turun drastis ke skala 3 karena dari lapisan shale
langsung menembus lapisan silt stone. Setelah itu WOB langsung meningkat
hingga skala 18. ROP pada kedalaman ini mempunyai skala 3 – 6 ada perubahan
ROP dikedalaman 1960 – 1970, dibawah diatas kedalaman itu ROP stabil. Pada
kedalaman 1900 – 1950 didapatakan perkiraan ROP dengan skala 3 – 5 dan tidak
ada perubahan ROP yang drastis di kedalaman ini. WOB yang didapatakan
dengan skala 2 – 18, terjadi perubahan WOB di kedalaman 1920 an dengan
perubahan WOB yang drastis dikarenakan menembus batuan pasir yang
butirannya tidak kompak. Didapatkan data mud Sg : 1.20, Vsc : 47, PV Yp = 15 :
23. Berikut kandungan gas dari pembacaan gas chromatograph :

33
C1 = 300000 – 510000 ppm
C2 = 270000 – 310000 ppm
C3 = 250000 – 300000 ppm
iC4 = 200000 – 250000 ppm
nC4 = 50000 – 200000 ppm
iC5 = konstan di 1000000 ppm
nC5 = 20 – 30 ppm

calcite dikedalaman 1900 – 2000 dengan skala 2 – 100. Di kedalaman 1900 –


1910 calcite turun lalu menjadi konstan lagi dikedalaman 1910. Dolomite di
kedalaman ini mempunyai nilai dolomite 0,1.

Gambar.14. Depth 1900 - 2000

- Depth : 2000 - 2100


Pada kedalaman 2000 – 2100 presentase batuan :
 Silt stone : 13%
 Sand stone : 2%
 Shale : 85%

34
Jadi dari susunan batuan diatas dapat disimpulkan daerah tersebut merupakan
lingkungan pengendapan laut dalam. Pada kedalaman 2040 – 2100 membuktikan
adanya pasang surut permukaan air laut karena hanya ada lapisan shale dan silt
saja, 2 batuan ini menandakan sering tejadinnya pasang surut air laut. Tapi pada
kedalaman 2030 ada lapisan batuan pasir yang sangat tipis menandakan daerah
tersebut pernah menjadi daratan dalam waktu yang sebentar. Lalu permukaan air
naik lagi ditandai lapisan batuan shale. Setelah itu terjadi pasang surut air lagi dari
kedalaman 2000 – 2030. Pada kedalaman 2000 - 2050 didapatkan perkiraan WOB
skala 9 – 24, WOB naik – turun secara normal karena menembus lapisanshale dan
silt yang jarak perlapisannya tidak jauh. ROP pada kedalaman ini mempunyai
skala 3 – 6 dan stabil dari kedalaman 2000 - 2050. Pada kedalaman 2050 - 2100
didapatakan perkiraan ROP dengan skala 3 – 6, ROP stabil tetapi pada kedalaman
2060 – 2080 ROP naik dikarenakan batuan yang ditembus mudah atau tidak
terlalu keras lalu stabil lagi sampai kedalaman 2100. WOB yang didapatakan
dengan skala 9 – 27, pada kedalaman 2060 – 2080 WOB turun naik dalam skala 9
– 12 dikarenakan batuan yang ditembus mudah atau tidak terlalu keras setelah itu
naik secara stabil hingga skala 27 sampai kedalaman 2100 dikarenakan butiran
batuan tersebut kompak dan batuan menjadi keras. Didapatkan data mud survey
@2002 yaitu 23 mMD, A2M 213.6, 2202.09 mTVD. Berikut kandungan gas dari
pembacaan gas chromatograph :

C1 = 300000 – 500000 ppm


C2 = 200000 – 270000 ppm
C3 = 200000 – 250000 ppm
iC4 = 200000 – 250000 ppm
nC4 = 200000 – 220000 ppm
iC5 = konstan di 1000000 ppm
nC5 = 10 – 30 ppm

35
calcite dikedalaman 2000 – 2100 dengan skala 2 – 25. Di kedalaman 2020 – 2100
calcite menjadi konstan dengan skala 10. Dolomite di kedalaman ini mempunyai
nilai dolomite 0,1.

- Depth : 2100 - 2200


Pada kedalaman 2100 – 2200 presentase batuan :
 Silt stone : 12%
 Lime stone : 8%
 Sand stone : 15%
 Shale : 65%
Shale adalah komponen yang dominan di lapisan ini dan juga dilapisan ini
terdapat sedikit karbonat sehingga bisa disimpulkan lingkungan pengendapannya
adalah lagoon. Setelah itu ada lapisan sandstone dan juga silt yang dimana
lingkungan pengendapannya adalah daratan atau pesisir pantai. Setalah itu ada
lapisan juga terdapat lapisan shale dengan sedikit sisipan silt yang dimana
lingkungan pengendapannya laut dalam. Pada kedalaman ini WOB rata – rata
konstan dengan skala sedang walaupun sempat mengalami penurunan tapi tidak
lama meningkat lagi yang mana bisa disimpulkan batuan pada keadlaman ini
keras. Didapatkan data mud Sg : 1.20, Vsc : 47.

36
calcite dikedalaman 1900 – 2000 mempunyai perkiraan 20% dan dolomite
sebesar 80%.

- Depth : 2200 - 2300


Pada kedalaman 2200 – 2300 presentase batuan :
 Silt stone : 35%
 Lime stone : 32%
 Sand stone : 10%
 Shale : 28%
Shale dengan sedikit karbonat adalah komponen yang dominan di lapisan ini dan
juga dilapisan ini terdapat sedikit karbonat sehingga bisa disimpulkan lingkungan
pengendapannya adalah laut dangkal. Terdapat silt dan clay pada daerah slope.lalu
terdapat juga lime stone yang berarti daerah laut dangkal. Pada kedalaman 2275
dilakukan sidewall coring yang dimana hasil yang didapatkan adalah batuan lime
stone. Pada kedalaman 2250 – 2300 WOB mengalami peningkatan yang lumayan
signifikan. Pada kedalaman 2200 – 2250 WOB rata – rata tinggi walaupun
mengalami penurunan tapi kemudian meningkat lagi dan nilai ROP rendah, yang
dimana dari identifikasi ROP dan WOB tersebut susunan batuan di kedalaman ini
adalah batuan keras. Didapatkan data mud Sg : 1.20, Vsc : 50.

calcite dikedalaman ini mempunyai perkiraan 55% dan dolomite sebesar 45%.

37
Tugas 2
1. Menghitung Vshale, ∅ densiutas, dan ∅neutron
a. Kedalaman 1100 - 1200

GR log =75
GR log −GR min
V shale =
GR max −GR min
75−65
V shale = =0,3
95−65

 Tidak ada perhitungan porositas density da porositas neutron karena data log
rusak pada kedalaman ini

b. Kedalaman 1200 - 1300


GR log =110,3

120−90
V shale = =0,6
135−90

38
ρ m− ρ b
∅ densitas=
ρm −ρf
2,9−2,5
∅ densitas= =0,210
2,9−1
rhob=2,5
∅ neutron=0,27

c. Kedalaman 1300 - 1400

GR log =100
GR max−GR log
V shale =
GR max −GR min
100−72
V shale = =0,0355
149−73

ρ m− ρ b
∅ densitas=
ρm −ρf
2,9−2,55
∅ densitas= =0,484
2,9−1
rhob=2,55
∅ neutron=0,30

d. Kedalaman 1400 - 1500

GR log =120
GR max−GR log
V shale =
GR max −GR min
120−90
V shale = =0,54
145−90

39
ρ m− ρ b
∅ densitas=
ρm −ρf
2,9−2,30
∅ densitas= =0,315
2,9−1
rhob=2,30
∅ neutron=0,37
e. Kedalaman 1500 - 1600

GR log =148
GR max−GR log
V shale =
GR max −GR min
148−60
V shale = =0,681
120−60

ρ m− ρ b
∅ densitas=
ρm −ρf
2,9−2,40
∅ densitas= =2,63
2,9−1
rhob=2,40
∅ neutron=0,20

f. Kedalaman 1600 - 1700

GR log =120
GR max−GR log
V shale =
GR max −GR min
120−60
V shale = =0,8
135−60

ρ m− ρ b
∅ densitas=
ρm −ρf

40
2,9−2,40
∅ densitas= =0,263
2,9−1
rhob=2,40
∅ neutron=0,37
g. Kedalaman 1700 - 1800

GR log =90
GR max−GR log
V shale =
GR max −GR min
90−60
V shale = =0,352
145−60

ρ m− ρ b
∅ densitas=
ρm −ρf
2,9−2,50
∅ densitas= =0,210
2,9−1
rhob=2,50
∅ neutron=0,28

h. Kedalaman 1800 - 1900

GR log =100
GR max−GR log
V shale =
GR max −GR min
100−70
V shale = =0,434
139−70

ρ m− ρ b
∅ densitas=
ρm −ρf
2,9−2,60
∅ densitas= =0,157
2,9−1

41
rhob=2,60
∅ neutron=0,26
i. Kedalaman 1900 - 2000

GR log =100
GR max−GR log
V shale =
GR max −GR min
100−65
V shale = =0,46
140−65

ρ m− ρ b
∅ densitas=
ρm −ρf
2,9−2,35
∅ densitas= =0,289
2,9−1
rhob=2,35
∅ neutron=0,25

j. Kedalaman 2000 - 2100

GR log =100
GR max−GR log
V shale =
GR max −GR min
100−90
V shale = =0,025
130−90

ρ m− ρ b
∅ densitas=
ρm −ρf
2,9−2,5
∅ densitas= =0,210
2,9−1
rhob=2,10
∅ neutron=0,30

42
k. Kedalaman 2100 - 2200

GR log =80
GR max−GR log
V shale =
GR max −GR min
80−70
V shale = =0,16
130−70

ρ m− ρ b
∅ densitas=
ρm −ρf
2,9−2,55
∅ densitas= =0,184
2,9−1
rhob=2,55
∅ neutron=0,11

l. Kedalaman 2200 - 2300

GR log =80
GR max−GR log
V shale =
GR max −GR min
80−65
V shale = =0,25
122−65

ρ m− ρ b
∅ densitas=
ρm −ρf
2,9−2,6
∅ densitas= =0,157
2,9−1
rhob=2,6
∅ neutron=0,22
m. Kedalaman 2300 - 2400

43
GR log =65
GR max−GR log
V shale =
GR max −GR min
65−40
V shale = =0,263
155−40

ρ m− ρ b
∅ densitas=
ρm −ρf
2,7−2,7
∅ densitas= =0
2,7−1
rhob=2,7
∅ neutron=0,224

n. Kedalaman 2400 - 2500

GR log =40
GR max−GR log
V shale =
GR max −GR min
40−35
V shale = =0,042
153−35

ρ m− ρ b
∅ densitas=
ρm −ρf
2,7−2,20
∅ densitas= =0,294
2,7−1
rhob=2,20
∅ neutron=0,275
o. Kedalaman 2500 - 2600

GR log =58

44
GR max−GR log
V shale =
GR max −GR min
58−33
V shale = =0,196
160−33

ρ m− ρ b
∅ densitas=
ρm −ρf
2,7−2,7
∅ densitas= =0
2,7−1
rhob=2,7
∅ neutron=0,217

p. Kedalaman 2600 - 2700

GR log =60
GR max−GR log
V shale =
GR max −GR min
60−35
V shale = =0,217
150−35

ρ m− ρ b
∅ densitas=
ρm −ρf
2,7−2,60
∅ densitas= =0,058
2,7−1
rhob=2,60
∅ neutron=0,224
q. Kedalaman 2700 - 2800

GR log =145
GR max−GR log
V shale =
GR max −GR min

45
145−50
V shale = =0,527
230−50

ρ m− ρ b
∅ densitas=
ρm −ρf
2,9−2,79
∅ densitas= =0,105
2,9−1
rhob=2,79
∅ neutron=0,22

r. Kedalaman 2800 - 2900

GR log =100
GR max−GR log
V shale =
GR max −GR min
100−65
V shale = =0,218
225−65

ρ m− ρ b
∅ densitas=
ρm −ρf
2,9−2,65
∅ densitas= =0,131
2,9−1
rhob=2,65
∅ neutron=0,22
s. Kedalaman 2900 - 3000

GR log =145
GR max−GR log
V shale =
GR max −GR min
145−50
V shale = =0,678
190−50

46
ρ m− ρ b
∅ densitas=
ρm −ρf
2,65−2,65
∅ densitas= =00
2,65−1
rhob=2,65
∅ neutron=0,24

t. Kedalaman 3000 - 3100

GR log =120
GR max−GR log
V shale =
GR max −GR min
120−50
V shale = =0,538
180−50

ρ m− ρ b
∅ densitas=
ρm −ρf
2,9−2,55
∅ densitas= =0,184
2,9−1
rhob=2,55
∅ neutron=0,22
Tugas 3
1. Penentuan nilai saturasi air (Sw)

a. Kedalaman 2125 – 2175

GR log =85
GR max−GR log
V shale =
GR max −GR min

47
85−75
V shale = =0,18
130−75
ρb (nonshale)=2,51
ρb (shale)=2,40

ρ m− ρ b
∅ densitas=
ρm −ρf
2,65−2,40
∅ densitas ( non shale )= =0,15
2,65−1
2,90−2,51
∅ densitas ( shale )= =0,205
2,90−1
∅ neutron=0,15

∅ DC=∅ Dnonshale−( V shale × ∅ Dshale )


∅ DC=0,15−( 0,18 ×0,205 ) =0,113

∅ NC=∅ D nonshale −( V shale × ∅ N shale )


∅ NC=0,15−( 0,18 ×0,15 )=0,123

∅ DC +∅ NC
∅ eff =
2
0,113+0.123
∅ eff = =0,118 atau 11,8 %
2
1
a x Rw
Sw=
[ Rt x ∅ meff ] n

1
0,81 x 1,95 2
Sw=
[
1,85 x (11,8)2
=0,078
]
b. Kedalaman 2200 – 2250

48
GR log =80
GR max−GR log
V shale =
GR max −GR min
80−70
V shale = =0,2
120−70
ρb (nonshale)=2,55
ρb (shale)=2,50

ρ m− ρ b
∅ densitas=
ρm −ρf
2,65−2,55
∅ densitas ( non shale )= =0,06
2,65−1
2,90−2,50
∅ densitas ( shale )= =0,210
2,90−1
∅ neutron=0,30

∅ DC=∅ Dnonshale−( V shale × ∅ Dshale )


∅ DC=0,06−( 0,2 ×0,210 ) =0,018

∅ NC=∅ D nonshale −( V shale × ∅ N shale )


∅ NC=0,06−( 0,2 ×0,30 )=0,0

∅ DC +∅ NC
∅ eff =
2
0,018+ 0
∅ eff = =0,009 atau 0,9%
2
1
a x Rw
Sw=
[ Rt x ∅ meff ] n

1
0,81 x 4,5 2
Sw=
[ 4 x( 0,9)2
=1,06
]
49
c. Kedalaman 2250 – 2300

GR log =75
GR max−GR log
V shale =
GR max −GR min
75−70
V shale = =0,083
130−70
ρb (nonshale)=2,579
ρb (shale)=2,555

ρ m− ρ b
∅ densitas=
ρm −ρf
2,65−2,579
∅ densitas ( non shale )= =0,043
2,65−1
2,90−2,545
∅ densitas ( shale )= =0,181
2,90−1
∅ neutron=0,35

∅ DC=∅ Dnonshale−( V shale × ∅ Dshale )


∅ DC=0,043−( 0,083 ×0,181 )=0,027

∅ NC=∅ D nonshale −( V shale × ∅ N shale )


∅ NC=0,041−( 0,083 ×0,35 )=0,011

∅ DC +∅ NC
∅ eff =
2
0,027+0,011
∅ eff = =0,019 atau 1,9 %
2
1
a x Rw
Sw=
[ Rt x ∅ meff ] n

50
1
0,81 x 8 2
Sw=
[
1 x(1,9)2
=0,669
]
d. Kedalaman 2300 – 2350

GR log =50
GR max−GR log
V shale =
GR max −GR min
50−40
V shale = =0,083
160−40
ρb (nonshale)=2,570
ρb (shale)=2,560

ρ m− ρ b
∅ densitas=
ρm −ρf
2,65−2,570
∅ densitas ( non shale )= =0,048
2,65−1
2,90−2,60
∅ densitas ( shale )= =0,178
2,90−1
∅ neutron=0,10

∅ DC=∅ Dnonshale−( V shale × ∅ Dshale )


∅ DC=0,048−( 0,83 ×0,178 ) =0,033

∅ NC=∅ D nonshale −( V shale × ∅ N shale )


∅ NC=0,048−( 0,83 ×0,10 )=0,047

∅ DC +∅ NC
∅ eff =
2
0,033+ 0,047
∅ eff = =0,04 atau4 %
2

51
1
a x Rw
Sw=
[ Rt x ∅ meff ] n

1
0,81 x 22 2
Sw=
[ 20 x (4)2
=0,235
]
e. Kedalaman 2500 – 2550

GR log =50
GR max−GR log
V shale =
GR max −GR min
50−40
V shale = =0,083
160−40
ρb (nonshale)=2,505
ρb (shale)=2,501

ρ m− ρ b
∅ densitas=
ρm −ρf
2,65−2,505
∅ densitas ( non shale )= =0,087
2,65−1
2,90−2,501
∅ densitas ( shale )= =0,21
2,90−1
∅ neutron=0,50

∅ DC=∅ Dnonshale−( V shale × ∅ Dshale )


∅ DC=0,087−( 0,043 ×0,21 ) =0,070

∅ NC=∅ D nonshale −( V shale × ∅ N shale )


∅ NC=0,087−( 0,043 ×0,50 )=0,045

∅ DC +∅ NC
∅ eff =
2

52
0,070+ 0,045
∅ eff = =0,0575 atau5 , 75 %
2
1
a x Rw
Sw=
[ Rt x ∅ meff ] n

1
0,81 x 21 2
Sw=
[
19 x (5,75)2
=0,164
]
f. Kedalaman 2550 – 2600

GR log =45
GR max−GR log
V shale =
GR max −GR min
45−40
V shale = =0,0416
160−40
ρb (nonshale)=2,61
ρb (shale)=2,260

ρ m− ρ b
∅ densitas=
ρm −ρf
2,65−2,61
∅ densitas ( non shale )= =0,024
2,65−1
2,90−2,260
∅ densitas ( shale )= =0,336
2,90−1
∅ neutron=0,64

∅ DC=∅ Dnonshale−( V shale × ∅ Dshale )


∅ DC=0,024−( 0,0416 × 0,336 )=0,010

∅ NC=∅ D nonshale −( V shale × ∅ N shale )


∅ NC=0,024−( 0,0416 × 0,64 ) =0,002

53
∅ DC +∅ NC
∅ eff =
2
0,010+ 0,002
∅ eff = =0,006 atau 0,6 %
2
1
a x Rw
Sw=
[ Rt x ∅ meff ] n

1
0,81 x 22 2
Sw=
[ 20 x (0,6)2
=1,57
]
g. Kedalaman 2200 – 2250

GR log =80
GR max−GR log
V shale =
GR max −GR min
80−45
V shale = =0,21
210−45
ρb (nonshale)=2,50
ρb (shale)=2,50

ρ m− ρ b
∅ densitas=
ρm −ρf
2,65−2,50
∅ densitas ( non shale )= =0,210
2,65−1
2,90−2,50
∅ densitas ( shale )= =0,09
2,90−1
∅ neutron=0,24

∅ DC=∅ Dnonshale−( V shale × ∅ Dshale )


∅ DC=0,09−( 0,21× 0,21 )=0,045

∅ NC=∅ D nonshale −( V shale × ∅ N shale )

54
∅ NC=0,09−( 0,21 ×0,24 )=0,0396

∅ DC +∅ NC
∅ eff =
2
0,045+ 0,0396
∅ eff = =0,0423 atau 4,23 %
2
1
a x Rw
Sw=
[ Rt x ∅ meff ] n

1
0,81 x 8 2
Sw=
[
4 x (4,23)2
=0,30
]
h. Kedalaman 2875 – 2950

GR log =110
GR max−GR log
V shale =
GR max −GR min
110−50
V shale = =0,428
190−50
ρb (nonshale)=2,40
ρb (shale)=2,64

ρ m− ρ b
∅ densitas=
ρm −ρf
2,65−2,40
∅ densitas ( non shale )= =0,15
2,65−1
2,90−2,64
∅ densitas ( shale )= =0,136
2,90−1
∅ neutron=0,33

∅ DC=∅ Dnonshale−( V shale × ∅ Dshale )


∅ DC=0,15−( 0,428 ×0,136 )=0,091

55
∅ NC=∅ Dnonshale−( V shale × ∅ N shale )
∅ NC=0,15−( 0,428 ×0,33 )=0,0087

∅ DC +∅ NC
∅ eff =
2
0,091+ 0,0087
∅ eff = =0,049 atau 4,9 %
2
1
a x Rw
Sw=
[ Rt x ∅ meff ] n

1
0,81 x 20 2
Sw=
[
19 x (4,9)2
=0,188
]
i. Kedalaman 3150 – 3200

GR log =50
GR max−GR log
V shale =
GR max −GR min
50−40
V shale = =0,089
95−40
ρb (nonshale)=2,40
ρb (shale)=2,70

ρ m− ρ b
∅ densitas=
ρm −ρf
2,65−2,40
∅ densitas ( non shale )= =0,15
2,65−1
2,90−2,70
∅ densitas ( shale )= =0,105
2,90−1
∅ neutron=0,27

56
∅ DC=∅ Dnonshale−( V shale × ∅ Dshale )
∅ DC=0,15−( 0,18 ×0,105 ) =0,131

∅ NC=∅ D nonshale −( V shale × ∅ N shale )


∅ NC=0,15−( 0,18 ×0,27 )=0,101

∅ DC +∅ NC
∅ eff =
2
0,131+ 0,101
∅ eff = =0,116 atau 11,6 %
2
1
a x Rw
Sw=
[ Rt x ∅ meff ] n

1
0,81 x 75 2
Sw=
[
27 x (11,62)2
=0,129
]
4.3 Tugas Kelompok Final Case
Setelah beberapa kali praktikum dan praktikan menganalisa data log yang
diberikan, pada akhir praktikum praktikan akan diberikan case dan dikerjakan
dengan anggota kelompok yang sama. Praktikan diberikan data petrofisik pada
lapangan “STT MIGAS” yang ada di cekungan Jawa Barat Utara. Praktikan harus
mengidentifikasi zona reservoir, penempatan casing, penentuan zona perforasi dan
menyimpulkan dari tugas tersebut, serta memberikan informasi dimanakah zona
yang memiliki potensi hidrokarbon.
1. Penentuan Zona Reservoir
 Geologi Regional

57
Gambar.4.38. geologi regional

Lapangan “STT MIGAS” terletak di bagian barat laut Pulau Jawa dan meluas
ke lepas
pantai Laut
Jawa.

Cekungan Jawa Barat Utara secara umum dibatasi oleh Cekungan Bogor di
sebelah selatannya, dibagian barat laut dibatasi oleh Platform Seribum di
bagian utara dibatasi oleh cekungan Arjuna serta bagian timur laut dibatasi oleh
Busur Karimunjawa (Anonim op.cit. Narpodo, 1996).

 Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara


Secara umum stratigrafi regional Jawa Barat Utara dapat dibagi dua yaitu
stratigrafi Paleogen dan Neogen (Bishop 2000).
Sedimen Paleogen di endapkan dalam cekungan rift yang di kontrol oleh sesar
– sesar yang berarah relative Utara – Selatan. Batuan sedimen tersebut dapat
dipisahkan menjadi dua bagian yaitu endapan syn-rift dan endapan post-rift.

58
Endapan syn-rift diwakili oleh Formasi Talangakar bagian bawah dan Pre-
Talangakar (Pre-TAF/Formasi Jatibarang), sedangkan endapan post-rift
diwakili 15 oleh Formasi Talangakar bagian atas dan Formasi Baturaja.
Formasi Talangakar berkembang dari endapan fluvial di bagian bawah berubah
secara berangsur menjadi endapan fluvio-deltaic dan laut dangkal (shallow
marine) di bagian atas, sedangkan Formasi Baturaja merupakan endapan laut
berupa sedimen karbonat.
Sedimen Neogen diendapkan pada lereng Utara dari Cekungan Belakang Busur
yang mengikuti pola umum struktur Jawa. Pola struktur sunda pada periode ini
juga masih masih berperan secara lokal. Sedimen Neogen diwakili oleh
Formasi Baturaja, Formasi Cibulakan Atas, Formasi Parigi, dan Formasi
Cisubuh.

o Formasi Jatibarang ( Eosen – Awal Oligosen )


Formasi ini yang merupakan early synrift, terutama dijumpai di bagian tengah
dan timur dan Cekungan Jawa Barat Utara. Untuk di bagian barat cekungan ini
(daerah Tambun-Rengasdengklok), Formasi Jatibarang hampir tidak di jumpai
( sangat tipis). Formasi ini terdiri dari tufa, breksi, konglomerat alas, yang
diendapkan pada fasies fluvial/non marine – marine.

o Formasi Talangakar ( Akhir Oligosen – Awal Miosen )


Pada fase synrift di endapkan Formasi Talangakar, pada awalnya berfasies
Fluvio-Deltaik sampai fasies marin. Litologi formasi ini diawali oleh
perselingan sedimen batupasir dengan serpih non marin dan di akhiri oleh
perselingan antara batugamping, serpih dan batupasir dalam fasies marin.
Ketebalan formasi ini sangat bervariasi dari beberapa meter di Tinggian
Rengasdengklok sampai 254m di tinggian Tambun-Tangerang hingga 16
diperkirakan 1500 m lebih untuk di pusat dalaman Ciputat dan dalaman Arjuna
(offshore). Pada akhir sedimentasi Formasi Talangakar ini ditandai juga
berakhirnya sedimentasi synrift.

59
o Formasi Baturaja ( Awal Miosen )
Pengendapan Formasi Baturaja yang terdiri dari batugamping, baik yang
berupa paparan maupun yang berkembang sebagai reef buildup menandai fase
postrift yang secara regional menutupi seluruh sedimen klastik Formasi
Talangakar fasies marine di Cekungan Jawa Barat Utara. Perkembangan
batugamping terumbu umumnya di jumpai pada daerah tinggian, namun dari
data pemboran terakhir, ternyata batugamping terumbu juga berkembang pada
daerah yang pada saat sekarang di ketahui sebagai daerah dalaman di
Jatibarang low.

o Formasi Cibulakan Atas ( Awal Miosen – Tengah Miosen )


Formasi ini terdiri dari perselingan antara serpih dengan batupasir dan
batugamping baik yang berupa batugamping klastik maupun secara setempat –
setempat berkembang juga batugamping terumbu yang dikenal sebagai Mid
Main Carbonate (MMC).

o Formasi Parigi ( Tengah Miosen - Akhir Miosen )


Formasi Parigi terdiri dari batugamping baik klastik maupun batugamping
terumbu. Pengendapan batugamping ini melampar di seluruh Cekungan Jawa
17 Barat Utara dan pada umumnya berkembang sebagai batugamping terumbu
menumpang secara selaras di atas Formasi Cibulakan Atas.

60
o Formasi Cisubuh ( Pliosen – Kuarter )
Di atas formasi Parigi di endapkan sedimen klastik serpih, batulempung,
batupasir dan di tempat yang sangat terbatas diendapkan juga batugamping
tipis, yang dikenal sebagai Formasi Cisubuh. Seri sedimentasi ini sekaligus
mengakhiri proses sedimentasi di Cekungan Jawa Barat Utara.

Gambar.4.39

Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Noble dkk,1997)

61
2. Petroleum System

Gambar 4.40. Geologi Regional dan Penampang Cekungan Jawa Barat


Utara (Harreira dkk, 1991).

Cekungan Jawa Barat Utara memiliki cadangan hidrokarbon yang baik,


tentunya didukung oleh adanya petroleum system yang menjadikan cekungan
ini sangat potensial. Petroleum system cekungan ini diantaranya :

o Batuan Induk dan Migrasi


Hingga kini Formasi Talangakar masih diyakini sebagai batuan induk yang
efektif, walaupun masih terdapat kemungkinana endapan lakustrin Formasi
Jatibarang dapat bertindak sebagai batuan induk. Generasi hidrokarbon sendiri
terjadi mulai Miosen Atas-Resen. Distribusi “Source Pod”. Terlihat pada.
Berdasarkan adanya tinggian dan rendahan yang saat ini diketahui,
memungkinkan analisa migrasi lateral maupun vertical dari suatu kitchen
tertentu kea rah perangkap. Migrasi lateral pada puncak Formasi Talangakar.

o Batuan Reservoir

62
Batuan reservoir yang telah terbukti menghasilkan hidrokarbon di Cekungan
Jawa Barat Utara adalah batupasir Formasi Talangakar, Formasi Baturaja,
batupasir dan batugamping Formasi Cibulakan dan batugamping Formasi
Parigi. Saat ini telah terbukti juga di sumur Tegaltaman dan Karangbaru untuk
Formasi Jatibarang, dimana Volkanik Formasi Jatibarang dapat bertindak
sebagai Reservoir.

o Perangkap dan Batuan Tudung


Perangkap struktural berbentuk four way dips dan three way dips umum
dijumpai untuk reservoir batupasir Formasi Talangakar dan Cibulakan dengan
arah sumbu lipatan pada umumnya masih mengikuti Pola Struktur Sunda.
Sering pula dijumpai perangkap dengan reservoir batugamping Formasi
Baturaja di daerah tinggian, dalam hal ini diduga bentuk perangkap adalah
gabungan antara struktural dan stratigrafi. Dua jenis perangkap utama yang
dapat dikenali di Cekungan Jawa Barat Utara ini yaitu : perangkap struktural
dan perangkap Stratigrafis.

o Batuan Tudung
Lapisan batuan untuk dapat bertindak sebagai lapisan penyekat haruslah
mempunyai kemampuan untuk kedap terhadap fluida (cair / gas). Adapun
lapisan batuan yang mempunyai kriteria tersebut adalah lapisan serpih yang
selalu di jumpai pada Formasi Talangakar (intraformation sealing) yang efektif
untuk perangkap – perangkap di preTAF dan TAF. Lapisan serpih Cibulakan
Atas untuk penyekat perangkap di Formasi Baturaja dan Formasi Cibulakan
Atas.

63
3. Zona Reservoir
- Zona Reservoir pertama yang prospek terdapat di kedalaman 2320-2324 m.
Dimana zona reservoir tersebut terdapat pada Formasi Baturaja dan litologi
pada formasi tersebut adalah limestone atau batugamping. Jenis fluida yang
terkandung diformasi tersebut adalah minyak. Dengan data batuan sebagai
berikut :
 Perhitungan di kedalaman 2320 – 2324 :
50+51+52
GR log = =51
3
GR log −GR min
V shale =
GR max −GR min
51−44
V shale = =0,061
158−44
2,34+2,35+ 2,36
ρb (nonshale)= =2,35
3
2,36+2,42+2,54
ρb (shale)= =2,44
3

ρ m− ρ b
∅ densitas=
ρm −ρf
2,65−2,35
∅ densitas ( non shale )= =0,18
2,65−1
2,90−2,44
∅ densitas ( shale )= =0,242
2,90−1
∅ neutron=0,50

∅ DC=∅ Dnonshale−( V shale × ∅ Dshale )


∅ DC=0,18−( 0,061 ×0,242 )=0,165

∅ NC=∅ D nonshale −( V shale × ∅ N shale )


∅ NC=0,18−( 0,061 ×0,50 ) =0,149

64
∅ DC +∅ NC
∅ eff =
2
0,165+ 0,149
∅ eff = =0,157 atau 15,7 %
2
1
a x Rw
Sw=
[ Rt x ∅ meff ] n

1
0,81 x 8 2
Sw=
[ 3,5 x (15,7)2
=0,050
]

Tabel 4.1. Data Routine Core Analysis

Tabel 4.2. Data Routine Core Analysis

65
Table 4.3. Data Routine Core Analysis

- .

66
Zona Reservoir

Depth :2320-2324m

Gambar.4.41. Data log triple combo

4. Penempatan Casing

67
Gambar.4.42. Casing Design

Jadi penempatan casing shoe pada cekungan Jawa Barat Utara ini adalah
sebagai berikut :
 Depth 40m : Conductor Casing (30”)
 Depth 340m : Surface Casing (20”)
 Depth 1185m : Intermediet Casing (13,3”)
 Depth 2615m : Production Casing (9 5/8)

o Conductor Casing

Gambar. 4.43. Penempatan Conductor Casing

Berdasarkan data mud log, conductor casing dipasang pada Formasi Cisubuh
dikedalaman 40m dengan ukuran casing 30 inch.

68
o Surface Casing

Gambar.4.44. Penempatan Surface Casing

Berdasarkan data mud log, surface casing dipasang pada Formasi Cisubuh
dikedalaman 340m dengan ukuran casing 20 inch.

o Intermediate Casing

Gambar.4.45. Penempatan Intermediate

Berdasarkan data mud log, intermediate casing dipasang dikedalaman 1185m


dengan ukuran casing 13,3inch.

o Production Casing

69
Gambar.25 Penempatan Production Casing

Gambar.4.46. Penempatan Intermediate

Berdasarkan data mud log, production casing dipasang dikedalaman 2615m


dengan ukuran casing 9 5/8inch.

5. Penentuan Zona Perforasi


Perforasi merupakan proses pelubangan dinding sumur (casing dan lapisan
semen, formasi) sehingga sumur dapat berhubungan dengan formasi. Minyak
atau gas bumi dapat mengalir ke dalam sumur melalui lubang perforasi ini.
Kali ini zona perforasi dilakukan pada kedalaman 2320-2324m. Perforasi
dilakukan pada kedalaman yang terdapat kontak dengan hidrokarbon

Tabel 8. Data Pressure Point

70
Zona Reservoir

Depth :2320-2324m

Gambar.4.47. Data Log pada depth 2300-2350m untuk dilakukan

71

Anda mungkin juga menyukai