Anda di halaman 1dari 17

MENEROPONG DINAMIKA MUSLIM DI BARAT

MELALUI FIQH AL-AQALLIYA>T

Syaifudin Zuhri

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta


Jl. Marsda Adisucipto Yogyakarta
Email: syaifudinzuhri@aljamiah.org

Abstrak

Semakin meningkatnya angka demografis masyarakat Muslim dan lembaga-lembaga


Islam yang didirikan di negara-negara Barat membuktikan bahwa Islam adalah
agama yang paling cepat berkembang di sana. Namun demikian, masyarakat Muslim
di Barat adalah komunitas minoritas yang hidup di tengah-tengah budaya masyarakat
selain Islam. Karena itu, mereka harus berhadapan dengan persoalan-persoalan unik
dalam mempraktekkan syariat, lebih tepatnya fikih. Persoalan tersebut mungkin tidak
pernah dihadapi oleh masyarakat Muslim lain yang hidup di negara-negara Muslim.
Mereka harus berhadapan dengan persoalan bagaimana menerapkan syariat dalam
konteks masyarakat Barat. Fiqh al-aqalliyat (fikih minoritas) adalah salah satu
jawaban atas persoalan tersebut. Fiqh al-aqalliyat merupakan hasil kreasi Muslim
minoritas yang hidup di Barat serta menjadi metode penting dalam merumuskan fikih
yang aplikatif (di Barat). Iftā’ adalah institusionalisasi dari upaya tersebut.

Kata kunci: fiqh al-aqalliya>t, fatwa, iftā’, syari’ah, Muslim minoritas

Abstract

The growth of demographic presence of Muslim and the establishment of Islamic


institutions and associations in Western countries have demonstrated that Islam is the
fastest growing religion there. Nonetheless, Muslims in the west are a religious
minority group as they live in non-Muslim surroundings and encounter peculiar
problems in practicing religion (syarī‘ah), as embodied in fiqh tradition in particular,
different from that of their fellow Muslim in Muslim countries. They have to deal
with a question about how to practice syarī‘ah in the contexts of Western countries.
Fiqh al-aqalliyat (fiqh for minority) is one of significant instruments by which they
seek for solutions pertaining to syarī‘ah problems. Fiqh al-aqalliyat demonstrates
efforts of minority Muslim to comprehend syarī‘ah and to construct an applicable
syarī‘ah in non-Muslim atmosphere. Iftā’ is of significant tradition in so doing.

Keywords: fiqh al-aqalliya>t, fatwa, syarī‘ah, iftā’, minority Muslims

A. Pendahuluan Amerika, yang lainnya di Australia. 1


Islam berkembang pesat di Barat Mereka adalah sebagian dari golongan
dan saat ini diperkirakan lebih dari 15 ‘muslim minoritas’ yang jumlahnya
juta umat Islam hidup di negara-negara di mencapai 1/3 total umat Islam di seluruh
Eropa Barat dan 7 juta muslim lainnya di dunia dan hidup dalam masyarakat yang
secara budaya, sosial dan politik asing kasar. Kemudian ketika Eropa dilanda
serta menjadi masyarakat minoritas di Perang Dunia Pertama, umat Islam
tengah-tengah mayoritas Kristen di Barat. dimobilisasi sebagai tentara bayaran
Umat Islam baik di Eropa ataupun melawan Nazi-Jerman. Gelombang
Amerika sering kali dibagi berdasarkan selanjutnya adalah paska Perang Dunia
etnis dan nasionalitas. Komposisi terbesar Pertama, yakni ketika umat Islam
adalah Turki dan Arab yang terbagi menjadi ‘pekerja kontrak/kuli’ –yang
dalam beragam identitas nasionalitas, sebagian besarnya memilih tidak pulang
disusul kemudian Asia Selatan dan ke kampung halaman mereka– guna
Tengah (Pakistan, India dan Iran) serta memperbaiki infrastruktur negara-negara
etnis lainnya. Etnisitas dan nasionalitas Eropa yang hancur akibat perang.
inilah yang sebenarnya sangat Kemudian, gelombang migrasi
mempengaruhi perkembangan Islam di dilanjutkan pada masa paruh akhir abad
Eropa dan Amerika. Masjid-masjid ke-20 di mana umat Islam bermigrasi
biasanya diidentikkan dengan etnisitas, karena berbagai motif dan kepentingan,
misalnya masjid Turki, Maroko dan lain mulai dari pelarian politik, pencari suaka,
sebagainya. Selain itu, elemen lain yang ekonomi, hingga alasan studi. Selain
membentuk adalah aliran keagamaan; migran baru ini, sebagian masyarakat
Sunni mendominasi, kemudian disusul muslim di Eropa masa sekarang adalah
Syiah, Ahmadiyah, Salafi, selain juga generasi kedua dan ketiga umat Islam di
aliran-aliran tasawwuf. sana. Selain itu, di antara muslim
Keberadaan umat Islam di Eropa tersebut, adalah Muslim yang sengaja
dapat dilacak dari masa kejayaan Islam di bermigrasi dan memilih tinggal serta
Andalusia, hingga penaklukkan oleh berkarir di Eropa–biasanya dari kalangan
pasukan Kristen yang menguasai Syarq terdidik–dan dengan alasan pernikahan,
al-Andalus (Andalusia bagian Timur) selain juga banyak yang tinggal
pada abad ke-13. Sejak saat itu, mudejar sementara untuk melanjutkan pendidikan
–sebutan untuk masyarakat muslim di tinggi serta sebagian kecilnya adalah
Andalusia- menghadapi persoalan seputar muallaf.
identitas keislaman dan pemerintahan Sementara itu, di Amerika,
yang menguasai mereka, utamanya sejarah umat Islam di sana dapat dilacak
persoalan apakah mereka wajib hijrah ke dari sejarah imigrasi pekerja buruh dari
dār al-Islām –saat itu ke Maghrib atau Afrika dan Timur Tengah pada tahun
wilayah selatan Granada– atau tetap 1875, kemudian pada dekade 1950-1960-
tinggal di negeri yang sudah dikuasai an di mana transisi politik terjadi secara
non-muslim. 2 Kemudian pada abad yang besar-besaran di Timur Tengah. Berbeda
sama, pasukan Mongol Golden Horde – dengan generasi sebelumnya, gelombang
yang masuk Islam setelah berhasil imigran terakhir ini adalah kelompok
mengambil alih kekuasaan dinasti berpengaruh dan kalangan elit politik
Abassiyah– melebarkan sayap yang lari dari negara mereka menghindari
kekuasaannya di wilayah Polandia dan tekanan rezim politik negara asal. Pada
Lituania dan dilanjutkan dengan invasi periode ini pula, terjadi konversi pada
tentara Utsmani ke negara-negara Balkan kalangan kulit hitam Amerika (Afro-
pada abad ke-15. 3 Fase selanjutnya American). Mereka adalah muallaf yang
adalah fase imigrasi muslim ke Eropa. terhimpit oleh rasisme kulit putih dan
Migrasi muslim ke Eropa modern perbudakan. Kemudian, pada dekade
pertama kali terjadi pada masa 1970an, gelombang imigran selanjutnya
kolonialisme Eropa. Umat Islam, adalah kalangan terdidik. Berbeda dengan
sebagian besarnya berasal dari Afrika generasi sebelumnya, mereka pindah ke
Utara, dikirim ke Eropa sebagai pekerja Amerika dengan tujuan melanjutkan
pendidikan dan berkarir di sana. Mereka menjelaskan persoalan keagamaan
juga tidak memiliki keinginan untuk masyarakat muslim di Barat. 6 Tidak
kembali ke negara mereka masing- jarang umat Islam di sana menyampaikan
masing. 4 Elemen lain Muslim di Amerika pertanyaan atau berkonsultasi seputar
adalah muallaf kulit putih, meski persoalan keagamaan kepada imam
jumlahnya sangat sedikit. masjid –yang sebenarnya dibentuk
melalui identitas etnis atau nasionalitas–
B. Otoritas Keagamaan Muslim di baik secara terlulis atau langsung. Jika
Barat imam masjid tidak mampu menjawab,
Sebenarnya, persoalan seputar biasanya mereka menyampaikan kepada
agama tidak cukup menarik perhatian ulama yang dianggap lebih otoritatif
komunitas imigran awal Muslim di Barat dalam melakukan ijtihad. Selain kepada
(baik di Amerika dan Eropa). Mereka imam masjid, umat Islam di Barat juga
tidak cukup tertarik untuk berjibaku kerap menanyakan persoalan hukum
dengan identitas keislaman mereka. Pun Islam kepada ulama melalui media
demikian, negara-negara Eropa tidak digital, seperti internet 7 dan televisi yang
cukup peduli dengan persoalan agama menayangkan konsultasi hukum Islam. 8
‘kelas buruh,’ hingga migrasi yang terjadi Jenis otoritas terakhir ini dapat dibagi ke
tidak mempertimbangan otoritas dalam dua bentuk, yaitu otoritas
keagamaan ketika memindahkan umat keagamaan yang berasal dari dunia Islam
Islam ke negara mereka. Namun, dan yang berkembang di Barat. Otoritas
perubahan terjadi pada gelombang keagamaan pertama (yang berasal dari
imigran terakhir ke Barat. Berbeda dunia Islam) dapat dibagi ke dalam dua,
dengan generasi sebelumnya, mereka yaitu yang berupa lembaga, seperti Dār
memilih hidup di Barat dengan tetap Iftā’ (Saudi Arabia), Diyanet (Turki),
mempertahankan identitas dan perseorangan, misalnya Yusuf al-
keagamaannya. Selain itu, ‘gerakan Qaradawi yang memiliki plot konsultasi
kembali ke akar’ untuk menemukan hukum Islam di stasiun televisi Qatar
identitas keagamaan dapat ditemui pada (sangat populer juga di Eropa) dan Faisal
masyarakat Muslim yang lahir di Barat. Mawlawi, ulama asal Beirut. 9
Dibandingkan dengan generasi Sementara itu, otoritas keagamaan
sebelumnya, gerenerasi ke-2 dan/atau ke- kedua (atau yang ada di Barat) dapat
3 Muslim di Barat cenderung lebih dibagi ke dalam 3 bentuk. Pertama,
berminat untuk menemukan serta otoritas keagamaan ulama yang dikirim
mempraktikkan identitas keislaman oleh pemerintah dan lembaga Islam guna
mereka. Namun mereka dihadapkan mendampingi umat Islam di Barat,
dengan masalah yang sama seperti misalnya mufti Turki yang dikirim untuk
generasi mudejar pada abad ke-13, yaitu melatih dan membimbing imam-imam
status mereka di negara non-muslim dan masjid Turki dan ulama yang dikirim
bagaimana mereka harus mempraktekkan oleh lembaga internasional, semisal Liga
syarī‘ah dalam masyarakat, budaya dan Negara-Negara Islam dan Muslim Aid.
politik asing. 5 Masalah lainnya adalah Kedua adalah otoritas keagamaan yang
terkait otoritas dalam menjelaskan Islam tidak terkait dengan lembaga profesional
kepada generasi yang hidup di atau negara dan biasanya dibentuk oleh
lingkungan yang berbeda dengan gerakan Islam, semisal ‘Abd al-Qadīr al-
kebanyakan umat Islam lainnya. Murābit (Ian Dallas), representasi
Pada masyarakat muslim Eropa gerakan al-Murabit di Granada, dan
sekarang, Shadid dan Koningsveld Umar Bakri Muhammad yang
menguraikan bahwa imam masjid merepresentasikan ulama Hizbut Tahrir
memainkan peran sentral dalam di London. Ketiga adalah otoritas
keagamaan yang muncul di Barat, bagaimana mengkonstruk gagasan fikih
misalnya European Institute of Human yang selaras dengan sumber-sumber
Sciences di Perancis (didirikan pada 1992 Islam pada satu sisi, tetapi juga
oleh the Union of Muslim Organizations menyentuh realitas masyarakat Barat
of France/UOIF), Islamrat di Jerman, the yang mereka hadapi pada sisi lainnya. 10
European Council for Fatwa and Inilah yang kemudian melatarbelakangi
Research (ECFR) di Eropa dan Fiqh lahirnya ‘fiqh al-aqalliya>t (fikih
Council of North America (FCNA) di minoritas),’ selain juga karena semakin
Amerika. meningkatnya jumlah umat Islam di
Beberapa bentuk otoritas Barat dan solusi fikih yang disampaikan
keagamaan di atas berperan penting dan oleh beberapa ulama –yang sama sekali
menjadi rujukan umat Islam di Barat tidak mengerti kondisi lokal masyarakat
dalam menjawab persoalan-persoalan muslim di Barat– dianggap sebagai
seputar hukum Islam yang dihadapi persoalan, 11 ketimbang jawaban. 12
minoritas muslim di Barat. Mereka Gagasan fiqh al-aqalliya>t pertama
dituntut tidak saja mampu menggali kali dilontarkan oleh Dr. Taha Jabir al-
dalam sumber-sumber Islam (al-Quran Alwani 13 dan Dr. Yusuf al-Qaradawi 14
dan Sunnah), tetapi juga mampu memberi pada dekade 1990-an. Bagi kedua ulama
solusi praktis dan aplikatif bagi umat ini, fiqh al-aqalliya>t diperlukan untuk
Islam yang hidup sebagai minoritas. Di menjawab persoalan hukum Islam bagi
sinilah gagasan fiqh al-‘aqalliyat umat Islam yang tinggal di luar dunia
menemukan relevansinya dalam konteks Islam, utamanya di Barat. Mereka adalah
kehidupan beragaman umat Islam di komunitas minoritas muslim yang
Barat. menghadapi ragam persoalan yang
berbeda dengan kebanyakan umat Islam
C. Pro-Kontra Fiqh al-Aqalliya>t yang hidup di dunia Islam. Karena itu,
Sama seperti kebanyakan umat Alwani beranggapan bahwa fiqh al-
Islam lainnya, umat Islam Barat aqalliya>t adalah hukum Islam yang
berpandangan bahwa Islam meliputi otonom yang berdasarkan pada prinsip
semua aspek kehidupan manusia dan, keseimbangan relevansi syari’ah pada
bagi kebanyakan umat Islam di sana, satu sisi dan kondisi lokal di mana umat
menjalankan ajaran Islam adalah sebuah Islam tinggal pada sisi lainnya. Fiqh al-
tuntutan yang harus dipenuhi dalam aqalliya>t tidak bertujuan untuk
kehidupan mereka. Kesadaran seperti ini membentuk ‘Islam baru’ tetapi
sebenarnya relatif baru dalam konteks merumuskan seperangkat metodologi
masyarakat Islam di Barat. Namun hukum Islam yang aplikatif bagi
demikian, yang perlu digarisbawahi masyarakat Islam di luar dunia Islam.
bahwa pandangan ini tidak saja menjadi Bagi Alwani, sama seperti umat Islam
monopoli umat Islam yang hidup di dunia lainnya, umat Islam di luar dunia Islam
Islam, tetapi juga oleh umat Islam yang (Barat) memerlukan jawaban praktis
menjadi minoritas dan tinggal di negara- mengenai cara hidup Islami. Namun,
negara non-muslim (Barat). Karena itu, berbeda dengan umat Islam yang tinggal
bagi kelompok muslim yang menjadi di dunia Islam, mereka adalah kelompok
minoritas di negara Barat, interpretasi minoritas dan menghadapi persoalan
syarī‘ah –seperti dikodifikasi melalui yang berbeda dengan kebanyakan umat
hukum Islam (fikih) – diperlukan sebagai Islam lainnya. Persoalan-persoalan yang
‘value added’ atas kehidupan beragama, mereka hadapi tidak saja sebatas
sekaligus sebagai bentuk komitmen persoalan ‘amaliyah al-yaumiyah dan
keberagamaan mereka. Tentu saja yang mu‘amalah ma‘a al-na>s, seperti
menjadi tantangannya kemudian adalah persoalan makanan halal, puasa, bekerja
pada restoran yang menyajikan makanan cocokkan dengan realitas/keadaan. 17
haram dalam Islam, pernikahan dengan Penolakan serupa juga diserukan ulama
non-muslim, tetapi juga menyangkut pucuk pimpinan Hizbut Tahrir di
persoalan sosial-politik, seperti sistem Ingggris, Asif K. Khan, yang berpendapat
negara di mana mereka tinggal, tata bahwa fiqh al-aqalliya>t tidak lebih dari
krama bertetangga dengan non-muslim, pengkhianatan terhadap sakralitas Islam;
pemilihan umum, perang dan lain satu cara untuk menghalalkan –yang
sebagainya. Karena itu, Alwani sudah diharamkan oleh syarī‘ah- dengan
menyimpulkan bahwa fiqh al-aqalliya>t alasan mas}lah}ah dan d}aru>rah..18
bukanlah semata-mata menyangkut Sementara itu, meski
persoalan fatwa terkait hukum Islam mengapresiasi dinamika hukum Islam di
semata, tetapi merupakan “sebuah Barat, profesor pada Islamic Research
paradigma dan metode hukum Islam” Institute Pakistan, Khalid Masud, cukup
masyarakat minoritas muslim dengan kritis mencermati penggunaan istilah
mayoritas non-muslim dan antar sesama aqalliyah –yang disandingkan dengan
muslim itu sendiri. 15 Sementara itu, fiqh– yang menurutnya terkesan abu-abu
berbeda dengan Alwani, al-Qaradawi karena mengisyarakat relevansi lokalitas
lebih menekankan signifikansi fiqh al- (Barat), ketimbang realitas sejarah
aqalliya>t berdasarkan pertimbangan perkembangan Islam di luar Barat yang
perkembangan Islam di Barat dan juga minoritas. Baginya, pengertian
perlunya mendakwahkan Islam kepada minoritas selalu dilekatkan pada
non-muslim serta kebangkitan Islam pada masyarakat Islam di Barat, padahal
masa sekarang. Menurut Qaradawi, umat terdapat komunitas minoritas muslim lain
Islam melalui 7 tahap perkembangan: di luar Barat, misalnya di India dan Cina,
identifikasi, kemunculan, gerakan, yang menghadapi situasi lokal berbeda
pembentukan masyarakat, pembangunan, dengan masyarakat Islam di Barat. Selain
pemantapan dan interaksi; dan umat itu, jika mau ditarik lebih luas lagi,
Islam di Barat saat ini sudah memasuki persoalan lokalitas Barat tidak begitu saja
fase terakhir, interaksi dengan non- bisa disebutkan sebagai semata-mata
muslim. Umat Islam di Barat sudah ‘lokal’ karena persoalan yang muncul
mapan, mampu mengekspresikan dan dalam fiqh al-aqalliya>t sebenarnya
melindungi identitas keagamaan mereka, menyangkut persoalan serupa yang juga
karena itu mereka juga perlu dihadapi masyarakat Muslim di seluruh
mendakwahkan ajaran-ajaran Islam dunia, misalnya mengenai demokrasi,
kepada masyarakat non-muslim. 16 kebebasan beragama dan hak asasi
Namun demikian, gagasan fiqh al- manusia. Karena itu, Barat sendiri tidak
aqalliya>t memperoleh tentangan keras, merujuk pada lokalitas atau teritori
utamanya dari ulama asal Syria, Said tertentu, karena Barat sudah menjadi
Ramadan al-Buti, yang menganggap fiqh entitas yang mengglobal. 19 Sementara
al-aqalliya>t adalah konspiransi untuk itu, terlepas dari kontrovesi di atas,
memecah belah umat Islam. Bagi al-Buti, Maleiha Malik menaruh harapan besar
fiqh al-aqalliya>t berangkat dari ideologi terhadap perkembangan fiqh al-aqalliya>t
sekularisme yang memisahkan persoalan yang dia anggap sebagai harapan baru
‘ubudiyah dan mua‘malah. Bahkan, al- bagi umat Islam di seluruh dunia.
Buti, melalui D{awa>bit} al-Mas}lah}ah fi> al- Menurutnya, dinamika fikih di Barat
Syari>’ah al-Isla>miyyah, menentang keras ditunjang oleh dua hal yang signifikan
mas}lah}ah yang menjadi landasan ijtihad dalam pengembangan pemikiran hukum
dalam fiqh al-aqalliya>t. Menurutnya, Islam; aspek legal dan sosial. Gagasan
mas}lah}ah adalah bersifat abadi dan fiqh al-aqalliya>t berlandaskan pada
universal dan tidak boleh dicocok- aplikasi syarī‘ah dalam konteks
masyarakat minoritas muslim, sementara mempertimbangkan aspek-aspek tekstual
liberalisme di Barat sangat kondusif bagi Islam (Qur’an dan Sunnah), qiyas, ijmak,
ulama dalam melakukan ijtihad. 20 tetapi juga signifikansi empiris (‘a>dah
atau ‘urf) dan aspek legislasi negara
D. Landasan Filosofis dan Metode (qanun atau civil law dalam konteks
Fiqh al-Aqalliya>t Barat). Sementara itu, pada sisi metode
Fiqh al-aqalliya>t berangkat dari penetapan hukumnya, fiqh al-aqalliya>t
dua landasan filosofis, yakni Islam adalah berpusat pada prinsip mas}lah}ah; prinsip
bersifat universal (al-‘a>lamiyyah al- yang berakar pada masa sahabat, yakni
Isla>m) dan maqa>s}id al-syari>’ah. Yang ketika Umar (w. 644) menetapkan bahwa
pertama mengindikasikan bahwa Islam penguasaan tanah dan penerapan pajak
adalah agama universal yang bisa oleh negara yang dia pandang akan
diterapkan di segala zaman dan lokasi. menguntungkan umat Islam. 23
Dengan landasan tersebut, fiqh al- Penggunaan mas}lah}ah ini, bagi Wael B.
aqalliya>t menolak dikotomi ‘da>r al-h{arb’ Hallaq, menjadikan fiqh al-aqalliya>t-
dan ‘da>r al-Isla>m’, seperti populer dalam konteks perkembangan metode
dijelaskan dalam kajian fikih klasik, serta hukum Islam kontemporer- sebagai ‘jalan
‘da>r al-‘ahd.’ Bagi Alwani, negara Barat tengah’ antara ortodoksi dan otopraksi,
tidak masuk dalam salah satu dari tiga sementara al-Qaradawi menyebut sebagai
tersebut. Baginya, Islam adalah bersifat al-wasatiyyah. Namun, fiqh al-aqalliya>t
universal dan, bahkan lebih jauh lagi, bukanlah sisi liberal dari jalan tengah
Alwani mengukur kategorisasi dua jenis tersebut, yang mendekonstruksi metode
negara ini berdasarkan kebebasan dalam istinba>t} hukum yang sudah mapan, tetapi
menjalankan ajaran Islam. Alwani utilitirian yang menambahkan ragam
kemudian berpendapat bahwa Amerika metode istinba>t} hukum Islam. 24 Karena
bisa dikategorikan sebagai ‘da>r al-Isla>m’’ itu, Shamai Fishman menempatkan
karena memberi kebebasan kepada umat gagasan fiqh al-aqalliya>t sebagai
Islam untuk menjalankan ajaran Islam. representasi dari utilitarian, sejajar
Pengertian da>r al-Isla>m’ Alwani tersebut dengan gerakan reformasi Islam yang
melampaui defini Tariq Ramadhan yang dipelopori oleh Muhammad Abduh (w.
menyebut Eropa sebagai da>r al- 1905) dan Rasyid Ridha (w. 1935). 25
syaha>dah, 21 fase kelima dalam sejarah Al-Juwaini (w. 1085) dipandang
pertemuan Islam dan Barat setelah da>r al- sebagai peletak dasar konsep mas}lah}ah.
h{arb, dār al-‘ahd, da>r al-hijra, dan da>r al- Melalui bukunya, al-Burha>n fi> Us}u>l al-
Da’wah 22 , serta definisi al-Qardawi yang Fiqh, dia berhasil membagi mas}lah}ah ke
menyebut Eropa sebagai da>r al-Da’wah dalam tiga kategori: d}aru>rah, h}a>jjiyyah
di mana mereka memiliki tanggung dan tah}si>niyyah. Teori inilah yang
jawab untuk mendakwahkan Islam pada kemudian dikembangkan oleh muridnya,
kalangan non-Muslim. Abu Hamid al-Ghazali (w.1111), yang
Sementara itu, dengan maqa>s}id al- mendefiniskan mas}lah}ah sebagai lawan
syari>’ah memungkinkan ulama dari mafsadah. Al-Ghazali, melalui al-
melakukan ijtihad secara lebih fleksibel Mustasfa min ‘Ilm al-‘Usu}l,
dan mampu menjawab persoalan- mengembangkan 5 tujuan syarī‘ah (ad}-
persoalan umat Islam di Barat dengan d}aru>riyah al-Khams), terdiri dari h}ifz} al-
tepat dan operasional. Maqa>s}id al- di>n, h}ifz} nasl, h}ifz} ‘aql, h}ifz} ma>l, dan h}ifz}
syari>’ah yang dimaksud adalah tujuan nafs. Dalam kondisi d}aru>rah, al-Gazali
mendasar hukum Islam, yaitu berpendapat bahwa mas}lah}ah harus
menciptakan kesejahteraan untuk seluruh menjadi prioritas dan bisa diletakkan
umat manusia. Dalam prakteknya, secara independen dalam penentuan
maqa>s}id al-syari>’ah tidak saja hukum Islam, meski tanpa qiyas melalui
al-Quran dan sunnah. 26 Bahkan, mengingkari kebenaran Islam. Rida
pandangan al-Ghazali kemudian menjelaskan bahwa Nabi Muhammad
diliberalkan oleh Najmu al-Din al-Tufi tidak pernah melarang umat Islam untuk
(w. 1316) yang beranggapan bahwa, tinggal di luar dunia Islam dan semua
dalam persoalan mu’a>malah, mas}lah}ah amal ibadah umat Islam di mana saja
adalah tujuan tertinggi, sementara hukum mereka berada tetap bisa diterima,
adalah risa>lah; karena itu, tujuan bisa termasuk pernikahan yang dilakukan di
membatalkan cara. Dengan kata lain, al- negeri non-muslim. Mereka
Tufi menempatkan mas}lah}ah pada diperintahkan untuk hijrah jika penguasa
puncak istinba>t} hukum dengan melakukan aniaya dan mereka tidak
mengatakan bahwa mas}lah}ah bisa mampu melawan (Q. 4:97-100), karena
membatalkan nas}s.} 27 Kemudian, otoritas itu sepanjang umat Islam tidak diperangi,
mas}lah}ah semakin dikokohkan oleh mereka boleh tinggal di mana saja. 29
seorang mufti Granada, Abu Ish}aq al- Kontribusi lain dari Rida juga tertuang
Syatibi (w. 1388), melalui bukunya, al- dalam Yusr al-Isla>m wa Us}u>l al-Tasyri'
muwa>faqa>t fi> Us}u>l al-Syari>’ah serta al-'A<mm (1928). Bagi Rida, mas}lah}ah
kumpulan fatwanya, al-Hadiqah al- terkait dengan ‘illah yang dibagi menjadi
Mustaqillah dan al-Mi’yar. Menurut al- tiga level; ‘illah yang ditemukan dasar
Syatibi, mas}lah}ah bersifat qat}’i> karena rasionalitasnya dan dimensi teks Islam,
bersumber pada induksi-rasional hukum- ‘illah dengan dasar rasionalitas tetapi
hukum Islam yang juga qat}’i>. bertentangan dengan teks, dan ketiga
Pada masa moderen, mas}lah}ah adalah ‘illah yang memiliki dasar
kemudian dikembangkan dan rasionalitas tetapi tidak ditemukan teks
diaplikasikan –melalui fatwa– oleh yang jelas-jelas melarang atau
Rasyid Rida, utamanya seperti memperbolehkan. Pada kesemua jenis
didokumentasikan dalam jurnal al-Manar tersebut, Rida –mengikuti Syatibi dan at-
yang bagi Dudoignon menjadi ‘a meeting Tufi– berkeyakinan bahwa mas}lah}ah –
point for Muslim minorities’. 28 Fatwa yang dihasilkan dari induksi-rasional
yang disampaikan Rida tentang muslim hukum Islam seperti tertuang dalam al-
minoritas –seperti tertuang dalam al- Quran dan Sunnah– adalah tujuan
Mannar– lahir dalam konteks kejatuhan tertinggi dalam istinba>t} hukum, bahkan
kekuasaan Islam di negara-negara bisa membatalkan hukum parsial. 30
Balkan, yaitu ketika Bosnia-Herzegovina Abdul Wahhab Khallaf (w. 1956)
jatuh ke tangan tentara Hunggaria- adalah ulama yang belakangan
Austria pada tahun 1909. Saat itu, ketika meneruskan upaya reformasi usul al-fiqh
mengunjungi sebuah masjid di Bosnia, dan mengembangkan mas}lah}ah. Melalui
mufti khilafah Usmani mengeluarkan Mas}a>dir al-Tasyri>’ al-Isla>mi> fi> ma> la>
pendapat bahwa umat Islam di Bosnia Nas}s}a Fi>h, Khallaf berpendapat bahwa
harus keluar (hijrah) dari negara mereka, tujuan utama syarī‘ah adalah untuk
menuju negara Islam. Dia juga menciptakan kesejahteraan manusia; baik
menyatakan bahwa semua pernikahan qiyas ataupun mas}lah}ah memiliki tujuan
dan ibadah yang dilakukan di negara asal dasar ini. Bedanya, jika qiyas
tidak sah dan batal. Jika muslim menolak menemukan dasar legitimasi melalui teks
seruan tersebut dan bersikukuh tinggal di Islam, maka mas}lah}ah tidak. Namun,
Bosnia, maka mereka telah jatuh pada mas}lah}ah jauh lebih fleksibel ketimbang
perbuatan dosa. Seorang ulama Rusia qiyas dalam mengakomodasi perubahan,
kemudian meminta fatwa dari Rida karena itu, bagi Khallaf, mas}lah}ah adalah
terkait statemen mufti Usmani. Rida tujuan tertinggi dan bisa menegasikan
membantah keras pernyataan tersebut dan nas}s}. Lebih jauh lagi, dipengaruhi oleh
mengganggap mufti Usmani bodoh dan Rida, Khallaf berargumen bahwa negara
memiliki otoritas tasyri’ (legislasi) atau European Council for Fatwa and
untuk menentukan hukum. Dalam Research/ECFR (ar. al-Majlis al-Uru>bi> li
persoalan mua’malah, umat Islam berhak asy-syari>‘ah Ifta>’ wa al-Buh}u>s\).
melakukan ijtihad dan hukum bisa Pergeseran lain adalah dalam konteks
berubah seiring waktu dan jaman. 31 karakter mujtahid. Jika pada masa klasik
ijtihad dilakukan oleh perseorangan yang
E. Ijtihad dan Iftā’ di Barat dianggap otoritatif menentukan hukum,
Ijtihad adalah proses berpikir maka pada sekarang ijtihad tidak saja
ulama dalam menetapkan hukum Islam diikuti oleh ulama dalam pengertian
yang tidak saja semata-mata tradisional, tetapi merangkum juga
mempertimbangkan teks-teks Islam, pengertian ulama (ilmuwan) yang lebih
pemahaman terhadap teks, tapi juga luas, misalnya ahli tata negara, politik,
situasi riil. Bagi Joseph Schacht, sejak sosiolog, dan lain sebagainya. Karena itu,
abad ke-10, mujtahid tidak lagi al-Alwani beranggapan bahwa ijtihad –
melakukan ijtihad karena mereka dalam konteks fiqh al-aqalliya>t– harus
menerapkan metode penetapan hukum melibatkan semua bidang keahlian, tidak
yang sudah ada dan ditetapkan ulama saja ulama dalam pengertian
sebelumnya, 32 karena itu, ‘pintu ijtihad tradisional. 38 Pada sisi sumber yang
sudah ditutup.’ Kesimpulan ini ditentang menjadi landasan penetapan hukum,
oleh Wael B. Hallaq yang beranggapan ijtihad tidak saja memasukkan teks Islam
bahwa ijtihad terus dilakukan. 33 Baginya, (Quran dan sunnah) saja, tetapi juga
proses kreatif ijtihad ulama tersebut dapat pertimbangan hukum negara dan faktor
disimak dari berbagai fatwa dan empirik, utamanya yang bersifat d}aru>ri>.
keputusan qa>di} > (hakim) dalam menyikapi Di Barat, perkembangan fiqh al-
kasus-kasus spesifik. Berbeda dengan aqalliya>t dapat ditelusuri dari pendirian
qa>d}i> yang berstatus hukum mengikat dan berbagai lembaga-lembaga ifta>’ pada
muncul di pengadilan, fatwa adalah dekade akhir 1980-an. Beberapa
ketetapan hukum yang dimunculkan organisasi komunitas Islam yang dulunya
melalui proses konsultasi dan bersifat menjadi institusi komunal umat Islam di
tidak mengikat. 34 Namun demikian, Barat menganggap perlu untuk
fatwa berperan penting dalam membentuk satu lembaga khusus yang
pembentukan kesalehan seorang berwenang menjawab persoalan-
muslim 35 karena berperan penting dalam persoalan immediate yang dihadapi
menjembatani idealisme yang dibangun muslim di Barat. Dalam tulisan ini, saya
melalui syari>‘ah pada satu sisi dan akan mengulas singkat dua lembaga
perubahan aktual yang terjadi dalam penting di Amerika, The Fiqh Council of
masyarakat muslim pada sisi berbeda. 36 North America (FCNA), dan di Eropa,
Yang perlu dicatat bahwa terjadi The European Council for Fatwa and
pergeseran ijtihad pada masa modern. Research (ECFR), sebagai contoh
Jika pada masa klasik ijtihad dilakukan lembaga ifta>’ di Barat.
secara individual (perseorangan), maka FCNA didirikan atas inisiatif
umat Islam pada masa modern berbagai organisasi Islam di Amerika
mengembangan ijtihad kolektif (jama’i). Utara dan bertujuan untuk merespon
Di Indonesia sendiri, dapat disaksikan persoalan serta pertanyaan seputar hukum
melalui lembaga-lembaga ifta>’, seperti Islam bagi masyarakat Muslim Amerika.
Bahtsul Masail NU, Majelis Tarjih Awalnya FCNA adalah sebuah lembaga
Muhammadiyah dan lainnya, 37 sementara kajian hukum Islam (fiqh committee) di
itu, di Barat ijtihad dilakukan oleh bawah Muslim Students Association
lembaga ifta>’, seperti The Fiqh Council (MSA) yang didirikan pada dekade
of North America (FCNA) dan The 1970an. MSA bertugas untuk menghitung
dan menentukan penanggalan penting landasan penetapan hukum dan tidak
dalam kalender hijriah, seperti terikat dengan satu madhab tertentu.
menentukan bulan Ramadan dan idul FCNA bahkan mengembangan sendiri
fitri. Keanggotaan dalam MSA masih aliran fikihnya yang disebut sebagai ‘fiqh
sangatlah terbatas dan tidak ada kriteria of Muslims in Non-Muslim
khusus yang diterapkan dalam Environtment’. Keseluruhan fatwa yang
keanggotaan. Ketika MSA bergabung dihasilkan menggaris-bawahi dua hal:
dalam the Islamic Society of North pertama fatwa tersebut lahir dalam
America (ISNA) pada dekade 1980an, konteks minoritas muslim di Amerika
lembaga kajian hukum Islam tersebut Utara dan, kedua, melalui ijtihad, FCNA
juga ikut bergabung. Jumlah anggota mampu mengkontekstualisasikan konsep
komite fikih juga tidak berubah. Pada normatif Islam ke dalam bentuk negara
tanggal 10 Maret 1988, ISNA sekuler dan mayoritas non-muslim. 39
memutuskan untuk memperluas cakupan Sementara itu, ECFR didirikan di
Komite Fikih dengan mendirikan the Dublin, Irlandia, pada tahun 1997. ECFR
Fiqh Council of North America (FCNA). bertujuan untuk menjawab tantangan
Tujuan berdirinya FCNA adalah untuk umat Islam yang hidup di Barat (Eropa)
“membentuk organisasi ulama yang lebih dengan melakukan ijtihad jama’i dalam
luas dan otoritatif agar lebih efektif konteks fiqh al-aqalliya>t. ECFR diikuti
menjawab persoalan-persoalan hukum oleh ulama-ulama Sunni yang berasal
Islam yang dihadapi masyarakat Muslim dari berbagai negara dan saat ini diketuai
di Amerika.” oleh Yusuf al-Qardawi. Dari 28 ulama, 6
Sejak dibentuk, jumlah anggota di antaranya berasal dari Inggris, 4 dari
FCNA meningkat drastis, sistem Perancis, 3 dari Jerman, 2 orang dari
keorganisasian juga sudah profesional Saudi dan Sudan, dan 1 dari Irlandia,
dan aktifitas serta kegiatan juga semakin Albania, Spanyol, Mauritania, Norwegia,
luas. Bahkan, layanan FCNA tidak saja Denmark, Belgia, Bosnia, Bulgaria,
diberikan kepada individu atau organisasi Swiss dan Uni-Emirat Arab. Kongres
dalam komunitas Muslim, tetapi juga pertama EFCR dilaksanakan di Dublin
terhadap masyarakat non-muslim. FCNA (1997), Dublin (1998) dan Cologne
juga menerapkan kualifikasi ketat (1999). Pada tahun 1999, ECFR telah
terhadap sistem keanggotaan organisasi. berhasil melahirkan beberapa fatwa untuk
Anggota diharuskan mahir secara Muslim di Eropa yang disebarluaskan
akademik dan memiliki kemampuan melalui buku dan jurnal (al-Urubiyah),
bahasa Arab, tidak memiliki agenda serta website lembaga ini. Dalam putusan
politik, menghormati –tetapi tidak terikat hukumnya, ECFR berlandaskan pada
dengan– pendapat imam tertentu, dan metode us}u>l al-fiqh dan pendapat ulama
harus sudah tinggal di Amerika klasik, selain juga mempertimbangkan
setidaknya selama 5 tahun. FCNA kebijakan negara di Eropa yang ditinjau
bertugas untuk memberikan penjelasan, melalui maqa>s}id al-syari>’ah dan
nasehat hukum, dan opini mengenai cara mas}lah}ah.
hidup Islami bagi umat Islam di Amerika Setelah menggambarkan latar
Utara. Dalam memberikan fatwa, FCNA sejarah setidaknya dua organisasi ifta>’,
hanya menerima pertanyaan yang pada bagian berikut, saya akan
diajurkan melalui tulisan. Pertanyaan menjelaskan bagaimana eksperimentasi
tersebut kemudian didiskusikan oleh maqa>s}id al-syari>’ah dan mas}lah}ah dalam
ulama, cendekiawan serta ilmuwan konteks fiqh al-aqalliya>t seperti dapat
melalui proses ijtihad kolektif (ijtihad disaksikan melalui fatwa yang ditujukan
jama’i). Dalam menetapkan fatwa, kepada anggota militer Amerika yang
FCNA menggunakan usul fikih sebagai beragama Islam dalam menyikapi perang
di Afghanistan dan beberapa negara anggota militer Amerika yang beragama
berpenduduk Muslim lainnya. Islam boleh bergabung dalam pasukan
militer Amerika dalam perang di
F. Fatwa tentang Tentara Muslim Afghanistan dan negara Muslim lainnya.
dalam Pasukan Militer Amerika Dalam istinba>t} hukum-nya, fatwa
Eskalasi perang di Timur Tengah tersebut menjelaskan beberapa prinsip
dan Afghanistan yang dibidani Amerika dasar: 1) seluruh umat Islam harus
dan sekutunya memunculkan dilema bagi bersatu melawan teroris yang menggangu
umat Islam yang menjadi anggota militer ketentraman dan membunuh masyarakat
Amerika. Pada satu sisi, mereka sipil tanpa alasan yang bisa dibenarkan
menyandang identitas keislaman yang oleh syari>‘ah; 2) Islam melarang
mengharuskan mereka memperkuat pembunuhan dan pengerusakan terhadap
persaudaraan sesama muslim, namun harta benda; 3) al-Quran menetapkan
pada sisi berbeda mereka dihadapkan bahwa membunuh seorang manusia –
dengan kewajiban loyalitas sebagai tanpa sebab yang dibenarkan oleh
warga negara, terlebih lagi sebagai syari>‘ah– sama saja dengan membunuh
tentara. Situasi inilah yang kemudian manusia seluruhnya. Sebaliknya,
melatarbelakangi seorang imam di barangsiapa yang memelihara kehidupan
Angkatan Perang Amerika, Muhammad seorang manusia, maka seolah-olah dia
Abdur-Rashid, pada bulan Oktober 2001, telah memelihara kehidupan manusia
untuk meminta fatwa terkait operasi semuanya (al-Ma’idah: 32). Karena itu,
militer Amerika di Afghanistan; apakah barang siapa melakukan tindakan yang
umat Islam boleh bergabung dengan menyalahi prinsip di atas, maka mereka
pasukan Amerika lainnya dalam perang layak mendapat ganjaran atas yang
di Afghanistan? Dalam penjelasannya, mereka lakukan. Tindak terorisme –
Rashid menjelaskan bahwa perang di dalam kajian fikih– dapat
Afghanistan bertujuan 1) menghancurkan dikategorisasikan sebagai tindak
kelompok/orang yang terlibat dalam “h}ira>bah”, maka sudah barang tentu
serangan 11 September, 2) pelakunya harus dihukum karena
menghancurkan kelompok yang tindakan mereka (al-Ma’idah: 33-34) dan
menggunakan Afghanistan dan negara umat Islam memiliki tugas untuk terlibat
atau rezim lainnya sebagai safe haven, dalam perlawanan terhadap terorisme (al-
memberikan perlindungan atau Ma’idah: 2).
memberikan mereka kesempatan untuk Selanjutnya, fatwa juga
melakukan training militer dengan tujuan menggarisbawahi bahwa umat Islam
yang membahayakan umat manusia, 3) yang tergabung dalam militer Amerika
mengembalikan harkat dan martabat wajib menyuarakan dan menegakkan
Amerika di mata dunia. 40 ajaran Islam, serta membersihkan stigma
Permohonan fatwa tersebut negatif mengenai Islam setelah serangan
kemudian direspon beberapa ulama, di teroris 11 September. Fatwa
antaranya Yusuf al-Qaradawi (Qatar), menganjurkan untuk dilakukan
Tariq al-Bisri (Mesir), Muhammad S. al- penelusuran mendalam guna menemukan
Awa (Mesir), Dr. Haytham al-Khayyat siapa dalang dari tindak terorisme
(Syria), Fahmi Huwaydi (Mesir), Taha tersebut, siapa yang mendanai dan
Jabir al-Alwani (FCNA-Virginia), menyebabkan tindak penghianatan
melalui sebuah fatwa yang ditulis dalam terhadap kemanusiaan. Persoalan bagi
bahasa Arab dan dipublikasikan dalam anggota militer muslim dalam pasukan
Bahasa Inggris melalui The Washington Amerika kemudian adalah menentukan
Post pada tanggal 11 Oktober 2011. secara pasti siapa dalang sebenarnya
Fatwa tersebut menjelaskan bahwa dalam serangan teroris tersebut dan
apakah mereka boleh bergabung dalam dikabulkan, tanpa menyebabkan
pasukan yang menyerang negara muslim. kerusakan atau merugikan tentara
Untuk menjawab pertanyaan itu, fatwa Muslim atau umat Islam Amerika
menyebutkan Hadis Nabi 41 yang lainnya, maka dia seyogyanya
melarang umat Islam berperang melawan menyampaikan permohonan tersebut.
sesama Muslim. Fatwa kemudian Namun sebaliknya, jika permohonan itu
menjelaskan bahwa hadis tersebut menyebabkan kebimbangan menyangkut
menggambarkan situasi di mana umat loyalitas terhadap negara, menyebabkan
Islam bertanggung jawab atas kecurigaan, tuduhan, menghambat karir,
perbuatannya; artinya dia bisa bertarung maka permohonan tersebut tidak perlu
atau sebaliknya menghindar. Hadis ini disampaikan.
tidak menjelaskan situasi di mana umat Alur istinba>t} hukum dalam fatwa
Islam adalah warga negara sebuah negara di atas sangat jelas dan signifikan dalam
dan anggota pasukan perang. Dalam menjawab dilema yang dihadapi umat
kasus seperti ini (d}aru>rah), umat Islam Islam yang masuk sebagai anggota
tidak memiliki pilihan kecuali mengikuti militer Amerika. Landasan hukum yang
perintah. Jika tidak, maka loyalitas melatarbelakangi fatwa tersebut adalah 1)
terhadap negara dapat dipertanyakan dan perang dilakukan untuk menegakkan
konsekuensinya bisa lebih parah lagi; kebenaran, 2) situasi d}aru>rah yang
haknya sebagai warga negara akan dihadapi tentara Muslim sebagai warga
dicabut karena tidak melaksanakan negara yang harus memperlihatkan
kewajibannya. Karena itu, umat Islam – loyalitas terhadap negaranya dan seorang
dalam pasukan Amerika– harus Muslim, 3) tidak ada nas}s} yang secara
melaksanakan tugasnya dalam perang di khusus menjelaskan larangan atau
Afghanistan, meskipun itu tidak mudah memperbolehkan umat Islam berperang
bagi mereka. Untuk itu, fatwa kemudian melawan sesama Muslim dalam situasi
menekankan dua hal penting; niat dan yang d}aru>rah, karena itu, 4) mas}lah}ah al-
d}arar. Dalam perang, tentara Muslim ‘a>m dan ‘khaff al-d}arar harus
harus berniat bahwa perang dilakukan diutamakan.
untuk menegakkan kebenaran dan
menghancurkan kebatilan, dilakukan G. Refleksi Kajian Fiqh al-Aqalliya>t
untuk mencegah agresi terhadap rakyat Sebagai refleksi dari kajian ini,
sipil dan menangkap pelaku terrorisme saya perlu menggarisbawahi konteks
dan membawa mereka ke pengadilan. akademik kajian Islam (Muslim) di Barat
Meski perang tersebut menyebabkan yang akhir-akhir ini banyak menarik
mereka tidak nyaman dan bertentangan perhatian kalangan peneliti dan ilmuwan.
dengan hati nuraninya, maka kepentingan Biasanya, tema diskusi mereka adalah
publik harus diutamakan ketimbang yang seputar adaptasi dan integrasi umat Islam
personal tadi (usul fikih: jika ditemukan dalam politik di Barat dan hanya terfokus
dua d}arar, maka yang dipilih adalah yang pada masyarakat imigran Arab, Turki dan
paling ringan; d}arar yang general harus Indo-Pakistan (Asia Selatan) yang
diutamakan ketimbang yang parsial). menempati mayoritas dalam masyarakat
Dalam fatwa tersebut, mustafti muslim di Barat. Isu yang dibahas
kemudian menanyakan kemungkinan biasanya terkait dengan kajian hukum
baginya untuk mengajukan permohonan Islam dan radikalisme, utamanya pasca
kepada militer Amerika agar anggota tragedi 11 September. Shadid,
42 43
militer Muslim bergabung dalam garis Koningsveld, Haddad, Khalid
belakang pasukan, seperti sebagai tenaga Masud, 44 Rohe 45 dan Ryad lebih
medis atau lainnya. Fatwa kemudian membahas integrasi umat Islam dalam
menjelaskan bahwa jika permohon stuktur politik, hukum dan sosial-budaya
masyarakat serta modus vivendi integrasi produk hukum Islam, misalnya fatwa,
prinsip syari>’ah dalam konteks putusan qa>d}i> dan qa>nu>n (civil law) yang
masyarakat muslim minoritas di Barat. tidak banyak diulas dalam kajian hukum
Sementara beberapa think-tank dan Islam di Perguruan Tinggi Agama Islam
ilmuwan lain menyoroti persoalan (PTAI). Untuk mewujudkan hal tersebut,
radikalisasi umat Islam di Barat, diskusi mengenai legal pluralism menjadi
utamanya pasca keterlibatan keturunan payung penting, tidak saja untuk
Arab di Jerman dalam serangan WTC. membaca pergeseran yang terjadi; mulai
Dari banyak kajian yang saya dari pusat otoritas, metode, proses
sebut di atas, studi mengenai masyarakat pembentukan, sumber hingga efektifitas
muslim Indonesia di sana masih saja hukum, tetapi juga untuk
marginal. Selain karena jumlah mereka mengembangkan studi hukum Islam
yang relatif kecil, Indonesia masih tidak kontemporer.
cukup menarik perhatian karena dianggap Selanjutnya, terkait dengan tema
tidak banyak berkontribusi dalam diskusi dalam tulisan ini, yang perlu saya
mengenai muslim minoritas. 46 Untuk itu, tekankan bahwa meski saya pribadi
melalui artikel ini, penulis mendorong berkeyakinan bahwa mutjahid pasca
studi muslim Indonesia di Barat dan generasi imam besar (Maliki, Hanbali,
lembaga-lembaga Islam di Indonesia Syafi’i, Hanafi dan lainnya) akan muncul
dalam pembentukan identitas muslim di dari Barat, bukan dari dunia/negara
Barat. Beberapa isu aktual yang bisa Islam, 48 studi mengenai perkembangan
dilakukan di antaranya adalah studi sosial (hukum) Islam di Barat bukan berarti
dan sejarah mengenai migrasi muslim sama dengan European-centrism atau
Indonesia ke Barat (utamanya sejak American-centrism, tetapi mendiskusikan
dekade 1960-an hingga sekarang), peran bagaimana mereka merekonsiliasi
media dan transnational connection ortodoxi dan ortopraxi dan
minoritas Muslim Indonesia di Barat, mempertemukan antara hukum Islam
organisasi Muslim di Indonesia (misalnya dengan instrumen hukum internasional;
NU, Muhammadiyah, PKS dan lainnya) problem yang tidak semata-mata di
dalam mendefinisikan Islam dalam temukan di Barat, tetapi juga di dunia
konteks masyarakat Barat dan dinamika Islam. ‘Barat’ tidak lagi menjadi entitas
mereka sebagai ‘minoritas dalam regional, seperti dijelaskan Khalid
minoritas’; yaitu kelompok minoritas Masud, tetapi entitas global; bagaimana
muslim (dalam lingkungan Barat) cendekiawan dan ulama di Barat,
sekaligus minoritas dalam konteks etnis merekonsiliasikan teks dan konteks
dan nasionalitas. melalui prinsip-prinsip maqasid syari>’ah
Selain itu, studi hukum Islam juga perlu diperhatikan. Karena itu, setelah
harus dikembangkan. Studi hukum yang studi mengenai dinamika hukum Islam di
dimaksud tidak saja bertumpu pada studi Barat, maka perlu menggali kembali agar
mazhab klasik, tetapi juga mencermati ditemukan sebuah formula yang tepat
pergeseran otoritas mazhab dari yang digunakan dalam konteks dunia Islam,
personal atau berpatronase pada tokoh, Indonesia utamanya.
menuju regionalisme. Pergeseran tersebut
dapat disimak melalui istilah yang H. Penutup
berkembang, seperti European-madhhab, Islam berkembang di Barat
American-madhhab atau di Indonesia dengan sangat cepat. Ini dapat disimak
sendiri kita mengenal ‘mazhab melalui pertumbuhan demografis
47
nasional. Pengembangan juga dapat masyarakat muslim serta institusi-
dilakukan dengan melakukan institusi Islam di sana. Namun, sejalan
diversifikasi studi terhadap produk- dengan pertumbuhan masyarakat muslim
di Barat, mereka adalah masyarakat hukumnya, fiqh al-‘aqalliyat
minoritas yang menghadapi persoalan berargumentasi bahwa tujuan utama
persoalan rumit dalam menjalankan syari>’ah adalah untuk menjaga, menjamin
syari>’ah; bagaimana mereka menjalankan dan melestarikan manusia (mas}lah}ah).
syari>’ah dalam konteks masyarakat Barat. Bahkan, dalam beberapa situasi spesifik
Fiqh al-‘aqalliyat menjadi instrumen atau d}aru>rah, mas}lah}ah dapat
penting dalam mendefinisikan syari>’ah mengabrogasi nas}s}. Eksperimentasi dua
dalam konteks minoritas tersebut. Fiqh hal itu dapat dibaca dalam fatwa-fatwa
al-‘aqalliyat bertumpu pada dua landasan yang disampaikan ulama di sana (seperti
penting; (al-‘alamiyyat al-Islam) dan fatwa tentang tentara Muslim dalam
maqa>s}id al-syari>’ah. Dalam istinba>t} militer Amerika pada tulisan ini).

Catatan Akhir:
www.islamonline.net dan situs pribadi
1
Penulis tidak banyak mengulas Muslim www.qaradwi.net (al-Qaradaqi, Qatar),
di Australia, namun literatur penting mengenai www.fikr.com/bouti (Said Ramadhan al-Buti);
tema ini bisa dibaca dalam Abdullah Saeed dan Abdallah el-Tahawy, “the Internet is the New
Shahram Akbarzadeh (eds.), Muslim Communities Mosque,” http://www.arabinsight.org, diakses 3
in Australia (Sydney: UNSW Press, 2001); April 2011.
8
Yvonne Yazbeck Haddad and Jane I. Smith, Anke Bentzin, “Islamic TV
“Introduction” in Yvonne Yazbeck Haddad and Programmes as a Forum of a Religious
Jane Idelman-Smith (eds.), Muslim Minorities in Discourse,” Stefano Allievi dan Jørgen Nielsen
the West Visible and Invisible (Walnut Creek, (eds.), Muslim Networks and Transnational
California: Atamira Press , 2002), hlm. vi; Ahmad Communities in and across Europe (Leiden &
al-Rawi, “Islam, Muslims and Islamic Activity in Boston: Brill, 2003), hlm. 170-193.
9
Europe: Reality, Obstacles and Hopes,” Tariq Ramadan, To be a European
http://www.islam-online.net. Muslim (Leicester: Islamic Foundation, 1999),
2
Untuk diskusi mengenai status mudejar 142.
10
melalui fatwa baca Kathryn A. Miller, “Muslim Abdullah Saeed, Muslims Australians,
Minorities and the Obligation to Emigrate to Their Beliefs, Practices and Institutions
Islamic Territory: Two Fatwas from Fifteenth- (Canberra: Commonwealth of Australia, 2004),
Century Granada,” Islamic Law and Society, Vol. hlm. 11.
11
7, No. 2, 2000, hlm. 256-288. Yusuf Talal DeLorenzo, “Fiqh and the
3
Brigite Maréchal, “Introduction: From Fiqh Council of North America,” Journal of
Past to Present,” Brigite Maréchal, at al. (eds.), Islamic Law and Society, 1998, hlm. 193.
12
Muslims in the Enlarged Europe : Religion and Contoh fatwa yang tidak aplikatif
Society (Leiden: Brill, 2003), hlm. xxi. untuk Muslim di Barat adalah dilontarkan oleh
4
Yvonne Y. Haddad, “A Century of dua Syaikh Wahhabi, Ibn Baz dan Utaimin, yang
Islam in America,” Hamdard Islamicus, Vol. melarang umat Islam untuk mengucapkan selamat
XXI, No. 4, 1997. natal kepada non-muslim dan larangan
5
Mathias Rohe, “On the Applicability of meregistrasikan pernikahan mereka kepada
Islamic Rules in Germany and Europe,” pemerintahan non-muslim. Shaykh Ibn Baz dan
European Yearbook of Minority Issues, Vol. 3, Shaykh Uthaymeen, Muslim Minorities, Fatawa
No. 4, 2003, hlm. 181. Regarding Muslims Living as Minorities
6
W. Shadid dan P. S. van Koningsveld, (Hounslow: Massage of Islam, 1998).
13
“Religious Authorities of Muslim in the West: Dr. Taha Jabir al-Alwani adalah
Their Views on Political Participation, dalam presiden direktur kajian Islam dan ilmu sosial
“Intercultural Relations and Religious pada Universitas Cordoba di Virginia dan
Authorities: Muslim in the European Union sekaligus sebagai direktur serta pendiri the Fiqh
(Leuven: Peeters, 2002), hlm. 149-170. Council of North America. Alwani dilahirkan di
7
Abdallah el-Tahawy menyebut internet Irak pada tahun 1935. Gelar doktornya diraih dari
sebagai ‘masjid baru’ dalam tradisi iftā’ dalam universitas Al-Azhar, Mesir, pada tahun 1973,
Islam, menggantikan imam-imam masjid. dengan disertasi dalam bidang usul al-fiqh. Pada
Beberapa situs internet yang menyediakan tahun 1975-1985 dia bertugas sebagai dosen pada
layanan konsultasi hukum Islam, misalnya Al-Imam Muhammad bin Saud di Saudi. Namun,
www.fatwa-online.com (bin Baz, Saudi), dia perlahan-lahan meninggalkan doktrin wahabi
yang sebelumnya dia anut dan mulai terbuka non-Muslim Rule,” dalam Timmerman,
terhadap Barat dan, ketika pindah ke Amerika, Christiane, et al, (eds.), In-Between Spaces
melontarkan gagasan agar umat Islam di Amerika Christian and Muslim Minorities in Transition in
mau menerima sisi positif masyarakat Amerika. Europe and the Middle East (Brussels: P.I.E.
Dia adalah yang pertama kali mempergunakan Peter Lang, 2009), 239-270; Wael B. Hallaq, A
istilah ‘fiqh al-aqalliyat’ ketika menjabat sebagai History of Islamic Legal Theories (Cambridge
direktur the Fiqh Council of North America University Press, 1997), hlm. 213-214.
25
(FCNA) pada tahun 1994 melalui sebuah fatwa Shamai Fishman, Fiqh al-Aqalliyyat: a
yang memperkenankan umat Islam di Amerika Legal Theory for Muslim Minorities (Washington:
untuk mengikuti pemilu. Hudson Institute, 2006), hlm. 7.
14 26
Yusuf al-Qardawi dilahirkan di Saft- “Maslaha” (Madjid Khadduri),
Turab, Mesir, pada tahun 1926. Dia lulus program Encyclopedia of Islam, CD-Room edition
doktor dari universitas al-Azhar pada tahun 1973. (Leiden: Brill).
27
Pada tahun 1961, Qaradawi pindah ke Qatar dan Najmu al-Din al-T}uf> i>, Risa>lah fi
mendirikan the European Council of Fatwa and Ri’a>yah al-Mas}lah}ah (Kairo: Dar al-Misriyah al-
Research (ECFR) pada tahun 1997. Sejak itu, Bananiyah, 1993), hlm. 44-45.
28
Qaradawi menjadi ulama penting yang menjadi Dudoignon, S.A., 'Echoes to Al-Manâr
rujukan umat Islam di Barat, bahkan dia among the Muslims of the Russian Empire,” S.A.
menyiarkan fatwa-fatwanya melalui stasiun TV Dudoignon et al (eds.), Intellectuals in the
al-Jazeera melalui program ‘al-Shari’a wa al- Modern Islamic World: Transmission,
Hayat,’ serta website pribadi Transformation, Communication (London/New
(www.qaradawi.net). York: Routledge, 2006), hlm. 85-116.
15 29
Taha Jabir al-Alwani, “Fiqh for Khaled Abou El Fadl, “Striking a
Minorities,” dalam http://www.isna.net,diakses 4 Balance: Islamic Legal Discourse on Muslim
April 2011. Minorities,” dalam Yvonne Yazbeck Haddad and
16
Yusuf al-Qaradawi, Fi Fiqh al- John L. Esposito, Muslims on the Americanization
‘Aqalliyyat al-Muslima—Hayat al-Muslimin Path? (Oxford: Oxford University Press, 2000),
Wasat al-Muitama’at al-Ukhra (Cairo: Dar al- hlm. 49-50.
30
Suruq, 2001), hlm. 23. Hallaq, Shari’a: Theory, hlm. 506-507.
17 31
Wael B. Hallaq, Shari’a: Theory, Ibid., hlm. 508-510.
32
Practice and Transformation (Cambridge: Joseph Schacht, an Introduction to
Cambridge University Press, 2009), hlm. 511- Islamic Law (Oxford: Clarendon Press, 1964),
512. hlm. 69-75.
18 33
Asif K. Khan, The Fiqh of Minorities: Wael B. Hallaq, “Was the Gate of
the New Fiqh to Subvert Islam (London: Khilafah Ijtihad Closed?,” International Journal of Middle
Publication, 2004), 42. Buku ini kemudian East Studies, Vol. 16, No. 1, 1984, hlm. 3-41.
34
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan Muhammad Khalid Masud, Brinkley
judul Fikih Minoritas; Upaya Menikam Islam, Messick, and David S. Powers, eds., Islamic
terj. M. Ramdhan Adhi (Bogor: Pustaka Thariqul Legal Interpretation: Muftis and Their Fatwas
Izzah, 2004). (Cambridge: Harvard University Press, 1996)
19 35
Muhammad Khalid Masud, “Islamic Alexandre Caeiro, “an-Anti Riot
Law and Muslim Minorities,” ISIM Review, Vol. Fatwa,” ISIM Review, 17/Spring 2006, hlm. 32.
36
11, No. 2, Desember 2002, hlm. 17. M. B. Hooker, Indonesia Islam: Social
20
Maleiha Malik, “Accommodating Change through Contemporary Fatawa
Muslim in Europe,” ISIM Review, 13, December (Honolulu: Allen & Unwin and University of
2003, hlm. 10-11. Hawai’i Press, 2003), hlm. viii.
21 37
Tariq Ramadan, To be a European Pergeseran mengenai ijtihad pada
Muslim (Leicester: Islamic Foundation, 1999). masa klasik dan moderen di Indonesia
22
Stefano Allievi, “Islam in the Public didiskusikan dalam Nico J. G. Kaptein, “the
Space: Social Networks, Media and Neo- Voice of Ulama’: Fatwas and Religious Authority
Communities,” dalam Stefano Allievi dan Jørgen in Indonesia,” Archives de sciences sociales des
Nielsen (eds.), Muslim Networks and religions, 49e Année, No. 125, Authorités
Transnational Communities in an Across Europe Religieuses en Islam (Jan. - Mar., 2004), hlm.
(Leiden & Boston: Brill, 2003), hlm. 24. 115-130
23 38
Madjid Khadduri, “Maslaha,” Taha Jabir al-Alwani, Towards a Fiqh
Encyclopedia of Islam, CD-Room edition for Minorities (London & Washington: the
(Leiden: Brill). International Institute of Islamic Thought, 2003),
24
Umar Ryad, “a Prelude to Fiqh al- hlm. 3.
Aqalliyat: Rashid Rida’s Fatwas to Muslim under
39 48
Yusuf Talal Delorenzo, “The Fiqh Ada dua kondisi aktual yang
Councilor in North America” in Yvonne Yazbeck mendukung asumsi saya tersebut, yaitu jaminan
Haddad and John L. Esposito. Muslims on the kebebasan berpikir yang bisa ditemukan di Barat
Americanization Path? (Oxford: Oxford dan pusat-pusat studi Islam di Barat jauh lebih
University Press, 2000), 65-86. maju ketimbang di dunia Islam.
40
Teks asli fatwa bisa dilihat di
http://www.unc.edu.
41
Jika dua orang Muslim saling
berhadap-hadapan dengan pedang mereka,
kemudian berkelahi dan salah satu terbunuh, DAFTAR PUSTAKA
maka keduanya (pembunuh dan yang terbunuh)
sama-sama masuk neraka. Seseorang kemudian Al-Alwani, Taha Jabir. “Fiqh for
bertanya kepada Nabi: kami mengerti mengapa si Minorities,” dalam
pembunuh dimasukkan dalam neraka, tetapi http://www.isna.net.
kenapa yang terbunuh juga masuk neraka? Nabi
menjawab: karena dia (yang terbunuh) ingin ________. Towards a Fiqh for
membunuh saudaranya" (HR. Bukhari dan Minorities. London &
Muslim). Washington: the International
42
W. Shadid dan P. S. van Koningsveld, Institute of Islamic Thought,
“Religious Authorities of Muslim”, hlm. 149-170.
43
Yvonne Yazbeck Haddad and John L. 2003.
Esposito. Muslims on the Americanization Path? Allievi, Stefano. “Islam in the Public
(Oxford: Oxford University Press, 2000), hlm. Space: Social Networks, Media
65-86.
44 and Neo-Communities,” dalam
Masud, “Islamic Law and Muslim”.
45
Mathias Rohe, “Application of Shari’a Stefano Allievi dan Jørgen
Rules in Europe-Scope and Limit,” Die Welt des Nielsen (eds.), Muslim Networks
Islams, Vol. 44, No. 3, 2004, hlm. 323-350. and Transnational Communities
46
Saya hanya bisa menyebutkan in and across Europe. Leiden &
beberapa studi mengenai masyarakat Indonesia –
Boston: Brill, 2003.
dengan satu catatan bahwa Jawa-Suriname
menjadi bagian salah satunya- misalnya kajian Ba>z, Shaykh Ibn dan Shaykh Uthaymeen.
sosial-antropologi oleh Nur Ichwan Moch dan Muslim Minorities, Fatawa
Moh. Khusen; keduanya mengenai Jawa- Regarding Muslims Living as
Suriname di Belanda, dan Sujadi mengenai
sejarah Persatuan Pemuda Muslim Eropa (PPME)
Minorities. Hounslow: Massage
Nur Ichwan, “Prayer in the Surinam-Javanese of Islam, 1998.
Diaporic Experience,” ISIM Newsletter 3/99, hlm. Bentzin, Anke. “Islamic TV Programmes
36 & 43; Moh. Khusen, “Contending Identity in as a Forum of a Religious
the Islamic Ritual: the Slametan among
Surinamese Javanese Muslims in the Discourse,” Stefano Allievi dan
Netherlands,” Al-Jami’ah, Vol. 43, No. 2, 2005, Jørgen Nielsen (eds.), Muslim
283-308; Sujadi, “Persatuan Muslim se-Eropa Networks and Transnational
(PPME): its Qualified Founders, Progression, and Communities in and across
Nature,” Al-Jami’ah, Vol. 48, No. 2, 2010, hlm. Europe. Leiden & Boston: Brill,
239-280.
47
Untuk studi mengenai “madhab 2003.
nasional’ beberapa ilmuwan sudah menjelaskan Caeiro, Alexandre. “An-Anti Riot
dengan sangat mendalam seperti Yudian Fatwa”, ISIM Review, 17/Spring
Wahyudi, dalam Yudian Wahyudi, "Hasbi's
2006.
Theory of Ijtihad in the Context of Indonesian
Fife”, MA thesis, McGill University, 1993; Cammack, Mark & Michael Feener
Michael Feener, Muslim Legal Thought in (eds.). Islamic Law in
Modern Indonesia (Cambridge: Cambridge Contemporary Indonesia: Ideas
University Press, 2007) dan Mark Cammack &
Michael Feener (eds.), Islamic Law in
and Institutions. Boston: Harvard
Contemporary Indonesia: Ideas and Institutions University Press, 2007.
(Boston: Harvard University Press, 2007). Delorenzo, Yusuf Talal. “The Fiqh
Councilor in North America,”
Yvonne Yazbeck Haddad and Haddad, Yvonne Y. and John L.
John L. Esposito (eds.). Muslims Esposito. Muslims on the
on the Americanization Path?. Americanization Path?. Oxford:
Oxford: Oxford University Press, Oxford University Press, 2000.
2000. Hallaq, Wael B., “Was the Gate of Ijtihad
________. “Fiqh and the Fiqh Council of Closed?,” International Journal of
North America,” Journal of Middle East Studies, Vol. 16, No.
Islamic Law and Society, 1998. 1, Mar., 1984.
Dudoignon, S.A. “Echoes to Al-Manâr ________. A History of Islamic Legal
among the Muslims of the Theories. Cambridge University
Russian Empire,” dalam S.A. Press, 1997.
Dudoignon et al (eds.), ________. Shari’a: Theory, Practice and
Intellectuals in the Modern Transformation. Cambridge:
Islamic World: Transmission, Cambridge University Press,
Transformation, Communication. 2009.
London/New York: Routledge, Hooker, M. B., Indonesia Islam: Social
2006.
Change through Contemporary
El Fadl, Khaled Abou. “Striking a Fatawa. Honolulu: Allen &
Balance: Islamic Legal Discourse Unwin and University of Hawai’i
on Muslim Minorities,” dalam Press, 2003.
Yvonne Yazbeck Haddad and Ichwan, Moch. Nur. “Prayer in the
John L. Esposito. Muslims on the Surinam-Javanese Diaporic
Americanization Path?. Oxford: Experience,” ISIM Newsletter
Oxford University Press, 2000. 3/99.
El-Tahawy, Abdallah. “The Internet is Kaptein, Nico J. G. “the Voice of
the New Mosque,” Ulama’: Fatwas and Religious
http://www.arabinsight.org. Authority in Indonesia,” Archives
Feener, Michael. Muslim Legal Thought de sciences sociales des religions,
in Modern Indonesia (Cambridge: 49e Année, No. 125, Authorités
Cambridge University Press, Religieuses en Islam, Jan. - Mar.,
2007). 2004.
Fishman, Shamai. Fiqh al-Aqalliyyat: a Khadduri, Madjid. “Maslaha,
Legal Theory for Muslim Encyclopedia of Islam, CD-Room
Minorities. Washington: Hudson edition. Leiden: Brill.
Institute, 2006. Khan, Asif K. The Fiqh of Minorities: the
Haddad, Yvonne Y. “A Century of Islam New Fiqh to Subvert Islam.
in America”, Hamdard Islamicus, London: Khilafah Publication,
Vol. XXI, No. 4, Muslim World 2004.
Occassional paper No. 4, 1997. Khusen, Moh. “Contending Identity in
Haddad, Yvonne Y. and Jane I. Smith, the Islamic Ritual: the Slametan
“Introduction” in Yvonne among Surinamese Javanese
Yazbeck Haddad and Jane Muslims in the Netherlands,” Al-
Idelman-Smith (eds.), Muslim Jami’ah, Vol. 43, No. 2, 2005.
Minorities in the West Visible and Malik, Maleiha. “Accommodating
Invisible. Walnut Creek, Muslim in Europe,” ISIM Review,
California: Atamira Press, 2002. 13, December 2003.
Maréchal, Brigite. “Introduction: From Ryad, Umar. “A Prelude to Fiqh al-
Past to Present,” Brigite Aqalliyat: Rashid Rida’s Fatwas
Maréchal, at al. (eds.), Muslims in to Muslim under non-Muslim
the Enlarged Europe : Religion Rule,” in Timmerman, Christiane,
and Society. Leiden: Brill, 2003. et al, (eds.), In-Between Spaces
Masud, Muhammad Khalid. “Islamic Christian and Muslim Minorities
Law and Muslim Minorities,” in Transition in Europe and the
ISIM Review, Vol. 11, No. 02, Middle East. Brussels: P.I.E. Peter
Desember 2002. Lang, 2009.
________. Brinkley Messick, and David Saeed, Abdullah. Muslims Australians:
S. Powers (eds.). Islamic Legal Their Beliefs, Practices and
Interpretation: Muftis and Their Institutions. Canberra:
Fatwas. Cambridge: Harvard Commonwealth of Australia,
University Press, 1996. 2004.
Miller, Kathryn A., “Muslim Minorities ________. dan Shahram Akbarzadeh
and the Obligation to Emigrate to (eds.), Muslim Communities in
Islamic Territory: Two Fatwas Australia. Sydney: UNSW Press,
from Fifteenth-Century Granada,” 2001.
Islamic Law and Society, 7: 2, Schacht, Joseph. An Introduction to
2000. Islamic Law. Oxford: Clarendon
Al-Qarda>wi>, Yu>suf. Fi Fiqh al-Aqalliyyat Press, 1964.
al-Muslima—Hayat al-Muslimin Shadid, W. dan P. S. van Koningsveld.
Wasat al-Muitama’at al-Ukhra. “Religious Authorities of Muslim
Cairo: Dar al-Suruq, 2001. in the West: Their Views on
Ramadan, Tariq. To be a European Political Participation,”
Muslim. Leicester: Islamic Intercultural Relations and
Foundation, 1999. Religious Authorities: Muslim in
the European Union. Leuven:
Al-Rawi, Ahmad. “Islam, Muslims and
Peeters, 2002.
Islamic Activity in Europe:
Reality, Obstacles and Hopes,” Sujadi. “Persatuan Muslim se-Eropa
http://www.islam-online.net. (PPME): its Qualified Founders,
Progression, and Nature,” Al-
Rohe, Mathias. “Application of Shari’a
Jami’ah, Vol. 48, No. 2, 2010.
Rules in Europe-Scope and
Limit”, Die Welt des Islams, Vol. Al-T}u>fi>, Najmu al-Din. Risalah fi
44, No. 3, 2004. Ri’ayah al-Maslahah. Kairo: Dar
al-Misriyah al-Bananiyah, 1993.
________. “On the Applicability of
Islamic Rules in Germany and Wahyudi, Yudian. "Hasbi's Theory of
Europe,” European Yearbook of Ijtihad in the Context of
Minority Issues, Vol. 3, No. 4, Indonesian Fiqh”, MA thesis,
2003. McGill University, 1993.

Anda mungkin juga menyukai