MAKALAH
Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengkajian Keperawatan Medikal Bedah
Yang Dibina Oleh Bapak Dr. Taadi, S.Kep. Ns. MH.Kes
Kelompok 1:
Arslan Kamil Aries P1337420819001
Siti Rizki Amalia P1337420819002
Luluk Mamluatul Ulumy P1337420819003
Agni Jayanti P1337420819004
Iin Ariyani P1337420819005
Galih Mahendra P1337420819006
Daryanti P1337420819007
Tim Penyusun,
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
Apendiks atau yang lebih dikenal masyarakat dengan istilah usus
buntu, adalah salah satu organ visceral pada sistem gastrointestinal yang
sering menimbulkan masalah kesehatan. Adanya peradangan pada apendiks
vermiformis disebut dengan apendisitis. Peradangan akut pada apendiks
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang
berbahaya. Peradangan pada apendiks merupakan kasus yang sering terjadi
baik pada anak maupun orang dewasa.
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak
kurang dari satu tahun jarang dilaporkan karena apendiks pada bayi berbentuk
kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini
menyebabkan rendahnya insidens kasus apendisitis pada usia tersebut.
Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya, namun sumbatan
lumen apendiks merupakan faktor pencetus disamping hyperplasia jaringan
limfoid, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat menyebabkan sumbatan.
Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi
mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica.
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Apendisitis merupakan peradangan akut pada apendiks
vermiformis. Apendiks vermiformis memiliki panjang yang bervariasi dari
7 sampai 15 cm. Apendisitis merupakan salah satu kasus tersering dalam
bidang bedah abdomen yang menyebabkan nyeri abdomen akut dan
memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang
umumnya berbahaya. (Amalina, Suchitra, & Saputra, 2018).
Apendisitis adalah kasus gawat bedah abdomen yang paling sering
terjadi. Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks
vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering
(Wijaya & Putri, 2013).
B. Etiologi
Penyebab yang diduga menimbulkan apendisitis adalah ulserasi
mukosa apendiks oleh parasit Entamoeba histolytica (Warsinggih, 2016
dalam Putri, 2019). Selain itu peradangan pada apendiks terjadi karena
obstruksi atau penyumbatan pada lumen apendiks. Lendir kembali dalam
lumen apendiks menyebabkan bakteri yang biasanya hidup di dalam
apendiks bertambah banyak. Akibatnya apendiks membengkak dan
menjadi terinfeksi. Sumber penyumbatan meliputi (NIH & NIDDK, 2012):
1. Fecalith (Massa feses yang keras)
2. Benda asing (Biji-bijian)
3. Tumor apendiks
4. Pelekukan/terpuntirnya apendiks
5. Hiperplasia dari folikel limfoid
C. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis menurut Sjamsuhidajat & Wim (2010) terbagi
menjadi 2 yaitu:
1. Akut
Apendisitis akut sering muncul dengan gejala yang khas, didasari
oleh radang mendadak pada apendiks yang disertai maupun tidak
disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala apendisitis akut ialah nyeri
samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium
disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual, muntah dan
umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ke titik Mc. Burney. Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih
jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
2. Kronis
Diagnostik apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika
ditemukan adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2
minggu. Radang kronik apendiks secara makroskopik dan
mikroskopik, dengan kritea fibrosis menyeluruh di dinding apendiks,
sumbatan parsial atau total di adanya sel inflamasi kronik.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Wijaya dan Putri (2013), gejala-gejala permulaan pada
apendisitis yaitu nyeri atau perasaan tidak enak sekitar umbilikus diikuti
anoreksia, nausea dan muntah, ini berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari.
Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke nyeri pindah ke kanan bawah dan
menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik Mc. Burney,
nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung, nyeri pada kuadran kanan
bawah saat kuadran kiri bawah ditekan, nyeri pada kuadran kanan bawah
bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk, dan
mengedan, nafsu makan menurun, demam yang tidak terlalu tinggi,
biasanya terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare.
E. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
apendiks, dapat terjadi karena berbagai macam penyebab, antara lain
obstruksi oleh fecalith. Feses mengeras, menjadi seperti batu (fecalith) dan
menutup lubang penghubung apendiks dan caecum tersebut. Terjadinya
obstruksi juga dapat terjadi karena benda asing seperti permen karet, kayu,
batu, sisa makanan, biji-bijian. Hiperplasia folikel limfoid apendiks juga
dapat menyebabkan obstruksi lumen. Insidensi terjadinya apendisitis
berhubungan dengan jumlah jaringan limfoid yang hiperplasia. Penyebab
dari reaksi jaringan limfatik baik lokal atau general misalnya akibat infeksi
virus atau akibat invasi parasit entamoeba. Carcinoid tumor juga dapat
mengakibatkan obstruksi apendiks, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3
proksimal (Warsinggih, 2016 dalam Putri, 2019).
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang di produksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis
akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium (Price, 2012).
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat,
hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan
bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah
kanan bawah. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark
dinding apendiks yang diikuti dengan gangren dan perforasi. Jika
inflamasi dan infeksi menyebar ke dinding apendiks, apendiks dapat
ruptur. Setelah ruptur terjadi, infeksi akan menyebar ke abdomen, tetapi
biasanya hanya terbatas pada area sekeliling dari apendiks (membentuk
abses periapendiks) dapat juga menginfeksi peritoneum sehingga
mengakibatkan peritonitis (Mansjoer, 2010).
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Tes Darah
Tes darah dapat menunjukkan tanda-tanda infeksi, seperti
jumlah leukosit yang tinggi. Tes darah juga dapat menunjukkan
dehidrasi atau ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Elektrolit
adalah bahan kimia dalam cairan tubuh, termasuk natrium, kalium,
magnesium, dan klorida.
b. Urinalisis
Urinalisis digunakan untuk melihat hasil sedimen, dapat
normal atau terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila
apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika.
Pemeriksaan urin juga penting untuk melihat apakah ada infeksi
saluran kemih atau infeksi ginjal.
2. Radiotologi
a. Ultrasonografi (USG)
USG dapat membantu mendeteksi adanya tanda-tanda
peradangan, usus buntu yang pecah, penyumbatan pada lumen
apendiks, dan sumber nyeri perut lainnya. USG adalah
pemeriksaan penunjang pertama yang dilakukan untuk dugaan
apendisitis pada bayi, anak-anak, dewasa, dan wanita hamil.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dapat menunjukkan tanda-tanda peradangan,
semburan usus buntu, penyumbatan pada lumen apendiks, dan
sumber nyeri perut lainnya. MRI yang digunakan untuk
mendiagnosis apendisitis dan sumber nyeri perut lainnya
merupakan alternatif yang aman dan andal daripada pemindaian
tomografi terkomputerisasi.
c. CT Scan
CT scan perut dapat menunjukkan tanda-tanda peradangan,
seperti usus yang membesar atau abses massa yang berisi nanah
yang dihasilkan dari upaya tubuh untuk mencegah infeksi agar
tidak menyebar dan sumber nyeri perut lainnya, seperti semburan
apendiks dan penyumbatan di lumen apendiks (NIH & NIDDK,
2012).
G. Penatalaksanaan
Tatalaksana yang dapat dilakukan pada pasien dengan apendisitis adalah:
1. Terapi konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita
yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian
antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada
penderita apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian
cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik (Oswari, 2000
dalam Putri, 2019).
2. Operasi
Tatalaksana operasi apendiktomi dibagi menjadi tiga (Brunner &
Suddarth, 2010), yaitu:
a. Sebelum operasi
1) Observasi
Dalam 8-12 jam setelah munculnya keluhan perlu diobservasi
ketat karena tanda dan gejala apendisitis belum jelas. Pasien
diminta tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh
diberikan bila dicurigai adanya apendisitis. Diagnosis
ditegakkan dengan lokasi nyeri pada kuadran kanan bawah
setelah timbulnya keluhan.
2) Antibiotik
Apendisitis ganggrenosa atau apenditis perforasi memerlukan
antibiotik, kecuali apendiksitis tanpa komplikasi tidak
memerlukan antibiotik. Penundaan tindakan bedah sambil
memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau
preforasi.
b. Operasi
Pembedahan untuk mengangkat apendiks yaitu
apendiktomi. Apendiktomi harus segera dilakukan untuk
menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan
dibawah anestesi umum dengan pembedahan abdomen bawah atau
dengan laparoskopi. Laparoskopi merupakan metode terbaru yang
sangat efektif.
Apendiktomi dapat dilakukan dengn menggunakan dua
metode pembedahan, yaitu secara teknik terbuka (pembedahan
konvensional laparatomi) atau dengan teknik laparoskopi yang
merupakan teknik pembedahan minimal invasive dengan metode
terbaru yang sangat efektif.
c. Setelah operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, hipertermia, syok atau gangguan pernafasan.
Baringkan klien dalam posisi semi fowler. Klien dikatakan baik
apabila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama itu klien
dipuasakan sampai fungsi usus kembali normal. Satu hari setelah
dilakukan operasi klien dianjurkan duduk tegak di temmpat tidur
selama 2 x 30 menit. Hari kedua dapat dianjurkan untuk duduk di
luar kamar. Hari ke tujuh dapat diangkat dan dibolehkan pulang
(Mansjoer, 2010).
H. Komplikasi
Smeltzer dan Bare (2009) menyebutkan komplikasi dari apendisitis adalah
sebagai berikut:
1. Perforasi
Perforasi berupa massa yang terdiri dari kumpulan apendiks,
sekum, dan letak usus halus. Perforasi terjadi 70% pada kasus dengan
peningkatan suhu 39,5oC tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut dan
leukositosis meningkat akibat perforasi dan pembentukan abses.
2. Peritonitis
Infeksi pada sistem vena porta ditandai dengan panas tinggi 39oC –
40oC menggigil dan ikterus merupakan penyakit yang jarang
(Luthfiana & Istianah, 2018).
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Keluhan utama
Ditemukan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan
bawah.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama keluhan terjadi,
bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana keluhan timbul,
keadaan apa yang memperberat dan memperingan. Keluhan nyeri
perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri
di pusat atau di epigastrium dirasakan. Sifat keluhan nyeri
dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam
waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien
mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat operasi sebelumnya pada kolon.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Sirkulasi: takikardia
2) Respirasi: takipnoe, pernapasan dangkal
3) Aktivitas/istirahat: malaise
4) Eliminasi: konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang
5) Abdomen: Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas,
kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus
6) Nyeri: nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney,
meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam.
Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki
kanan/posisi duduk tegak
7) Demam lebih dari 38oC
8) Paikologia: klien nampak gelisah
9) Rectal toucher: teraba benjolan dan penderita merasa nyeri
pada daerah prolitotomi (Susanti & Ismahmudi, 2015).
2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
b. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
c. Nausea berhubungan dengan nyeri
d. Hipertermia berhubungan dengan respon sistemik dari inflamasi
gastrointestinal
3. Rencana keperawatan
C. Rencana keperawatan
Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
Nyeri akut Pain Level Lakukan pengkajian
berhubungan pain control nyeri secara
dengan inflamasi comfort level komprehensif
jaringan usus. Setelah dilakukan termasuk lokasi,
tinfakan keperawatan karakteristik, durasi,
DS: Laporan selama …. Pasien frekuensi, kualitas dan
secara verbal tidak mengalami faktor presipitas
nyeri, dengan kriteria Observasi reaksi
DO: hasil: nonverbal dari
Posisi untuk Mampu ketidaknyamanan
menahan nyeri mengontrol nyeri Bantu pasien dan
Tingkah laku (tahu penyebab keluarga untuk
berhati nyeri, mampu mencari dan
Tingkah laku menggunakan menemukan dukungan.
ekspresif tehnik Kontrol lingkungan
(contoh : nonfarmakologi yang dapat
gelisah, untuk mempengaruhi nyeri
merintih, mengurangi seperti suhu ruangan,
menangis, nyeri, mencari pencahayaan dan
waspada, bantuan) kebisingan
iritabel, nafas Melaporkan Kurangi faktor
panjang/berkel bahwa nyeri presipitasi nyeri
uh kesah) berkurang dengan Kaji tipe dan sumber
Perubahan menggunakan nyeri untuk
dalam nafsu manajemen nyeri. menentukan intervensi
makan dan Mampu Ajarkan tentang teknik
minum mengenali nyeri non farmakologi:
(skala, intensitas, napas dalam relaksasi,
frekuensi dan distraksi, kompres
tanda nyeri). hangat/ dingin
Menyatakan rasa Berikan analgetik
nyaman setelah untuk mengurangi
nyeri berkurang. nyeri: ……...
Tanda vital dalam Tingkatkan istirahat
rentang normal Berikan informasi
Tidak mengalami tentang nyeri seperti
gangguan tidur penyebab nyeri berapa
lama nyeri akan
berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali.
Risiko infeksi Immune Status Pertahankan teknik
Faktor-faktor Knowledge : aseptif
risiko : Infection control Batasi pengunjung
Prosedur Risk control bila perlu
Infasif Setelah dilakukan Cuci tangan setiap
Kerusakan tindakan sebelum dan sesudah
jaringan dan keperawatan tindakan keperawatan
peningkatan selama…… pasien Gunakan baju, sarung
paparan tidak mengalami tangan sebagai alat
lingkungan infeksi dengan pelindung
Malnutrisi kriteria hasil: Ganti letak IV perifer
Peningkatan Klien bebas dari dan dressing sesuai
paparan tanda dan gejala dengan petunjuk
lingkungan infeksi umum
patogen Menunjukkan Gunakan kateter
Imonusupresi kemampuan intermiten untuk
Tidak adekuat untuk mencegah menurunkan infeksi
pertahanan timbulnya infeksi kandung kencing
sekunder Jumlah leukosit Tingkatkan intake
(penurunan dalam batas nutrisi
Hb, normal Berikan terapi
Leukopenia, Menunjukkan antibiotik:..................
penekanan perilaku hidup ......
respon sehat Monitor tanda dan
inflamasi) Status imun, gejala infeksi
Penyakit gastrointestinal, sistemik dan lokal
kronik genitourinaria Pertahankan teknik
Imunosupresi dalam batas isolasi k/p
Malnutrisi norma Inspeksi kulit dan
Pertahan membran mukosa
primer tidak terhadap kemerahan,
adekuat panas, drainase
(kerusakan Monitor adanya luka
kulit, trauma Dorong masukan
jaringan, cairan
gangguan Dorong istirahat
peristaltik) Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
Kaji suhu badan pada
pasien neutropenia
setiap 4 jam.
Kecemasan Kontrol Anxiety Reduction
berhubungan kecemasan (penurunan kecemasan)
dengan Faktor Koping Gunakan pendekatan
keturunan, Krisis Setelah dilakukan yang menenangkan
situasional, Stress, asuhan selama Nyatakan dengan jelas
perubahan status ……………klien harapan terhadap
kesehatan, kecemasan teratasi pelaku pasien
ancaman dgn kriteria hasil: Jelaskan semua
kematian, Klien mampu prosedur dan apa yang
perubahan konsep mengidentifikasi dirasakan selama
diri, kurang dan prosedur
pengetahuan dan mengungkapkan Temani pasien untuk
hospitalisasi gejala cemas memberikan keamanan
DO/DS: Mengidentifikasi, dan mengurangi takut
Insomnia mengungkapkan Berikan informasi
Kontak mata dan menunjukkan faktual mengenai
kurang tehnik untuk diagnosis, tindakan
Kurang mengontol cemas prognosis
istirahat Vital sign dalam Libatkan keluarga
Berfokus pada batas normal untuk mendampingi
diri sendiri Postur tubuh, klien
Iritabilitas ekspresi wajah, Instruksikan pada
Takut bahasa tubuh dan pasien untuk
Nyeri perut tingkat aktivitas menggunakan tehnik
Penurunan TD menunjukkan relaksasi
dan denyut berkurangnya Dengarkan dengan
nadi kecemasan. penuh perhatian
Gangguan Identifikasi tingkat
tidur kecemasan
Gemetar Bantu pasien
Anoreksia, mengenal situasi yang
mulut kering menimbulkan
Peningkatan kecemasan
TD, denyut Dorong pasien untuk
nadi, RR mengungkapkan
Kesulitan perasaan, ketakutan,
bernafas persepsi
Bingung - Kelola pemberian obat
Bloking dalam anti cemas:........
pembicaraan
Sulit
berkonsentrasi
D. Implementasi
DAFTAR PUSTAKA
Amalina, A., Suchitra, A., & Saputra, D. (2018). Hubungan Jumlah Leukosit Pre
Operasi dengan Kejadian Komplikasi Pasca Operasi Apendektomi pada
Pasien Apendisitis Perforasi di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas, 7(4), 491-497.
Arifuddin,A, Salmawati,L,Prasetyo,A.2017. Faktor Risiko Kejadian Apendisitis
Di Bagian Rawat Inap Rumah Sakit Umum Anutapura Palu. Jurnal
Preventif Vol.8 No.1
Brunner and Suddarth. (2010). Text Book of Medical Surgical Nursing 12th
Edition. China: LWW.
Lolo,L.L & Novianty,N, 2018. Pengaruh Pemberian Guided Imagery Terhadap
Skala Nyeri Pada Pasien Post Operasi Appendisitis Hari Pertama Di
RSUD Sawerigading Kota Palopo Tahun 2017. Jurnal Fenomena
Kesehatan Vol.1 No.1
Luthfiana, R., & Istianah, U. (2018). PENERAPAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS
DALAM PADA PASIEN POST OPERASI APENDIKTOMI DENGAN
GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA AMAN NYAMAN DI
RSUD SLEMAN. Skripsi. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Mansjoer, A. (2010). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapsius.
National Institute of Health (NIH)., National Institute of Diabetes and Digestive
and Kidney Diseases (NIDDK). (2012). Appendicitis. USA.
Price, SA & Wilson, LM. (2012). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, Edisi: 6. Jakarta: EGC.
Putri, S. S. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN POST OP
APPENDECTOMY DENGAN APLIKASI AROMATERAPI ESSENTIAL
OIL LAVENDER DI RUANGAN EBONI RSP UNAND PADANG. Karya
Ilmiah Akhir. Universitas Andalas.
Sjamsuhidajat, R., Wim, de Jong. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:
EGC.
Susanti, H., & Ismahmudi, R. (2015). Analisis Praktik Klinik Keperawatan pada
Pasien Apendisitis dengan Nyeri Akut di Ruang Instalasi Gawat Darurat
Rsud Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2015.
Thomas,G.A, Lahunduitan,I, Tangkilisan,A. 2016. Angka Kejadian Apendisitis
Di RSUP Prof.Dr.R.D. Kandou Manado Periode Oktober 2012-September
2015. Jurnal e-Clinic (eCl) Vol.4 No.1
Wijaya, A.S & Putri, Y.M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:
Nuha Medika.