Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan teknologi khususnya dibidang informasi dan telekomunikasi telah

mendorong arus globalisasi dibidang industri dan perdagangan. Hal tersebut menjadikan

dunia sebagai pasar tunggal bersama.

Dalam era perdagangan bebas dunia, Indonesia sebagai Negara berkembang harus

mampu mengambil langkah-langkah yang tepat untuk dapat mengantisipasi segala

perubahan dan perkembangan serta kecenderungan global tersebut sehingga tujuan

nasional dapat tercapai. Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) sebagai bagian dari system

hukum sangat erat kaitannya dengan industri, perdagangan dan investasi, singkatnya

adalah dunia usaha.

Produk-produk yang berkwalitas dan handal hanya dapat dihasilkan jika system

HaKI-nya sudah baik. Degan HaKI dirangsang peningkatan karya Intelektual serta

penelitian dan pengembangan yang mampu menghasilkan teknik dan teknologi-teknologi

baru (New tecnologis), yang akan menggairahkan dunia usaha.

Walaupun kesadaran akan pentingnya HaKI relatif baik (dibuktikan dari angka

pendaftaran HaKI yang meningkat dari tahun ketahun) tetap perlu diupayakan

peningkatan kesadaran tersebut. Dalam menghadapi era globalisasi saat ini.

Suatu hasil karya kreatif yang akan memperkaya kehidupan manusia akan dapat

menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mengembangkannya. Apabila si pencipta

karya-karya tersebut tidak diakui sebagai pencipta atau tidak dihargai, karya-karya

tersebut mungkin tidak akan pernah diciptakan sama sekali.


Hak atas Kekayaan Intelektual (selanjutnya disebut HaKI) merupakan hak atas

kekayaan yang timbul atau lahir dari kemampuan intelektual manusia. HaKI memang

menjadikan karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektual

manusia yang harus dilindungi. Kemampuan intelektual manusia dihasilkan oleh manusia

melalui daya, rasa, dan karsanya yang diwujudkan dengan karya-karya intelektual. Karya-

karya intelektual juga dilahirkan menjadi bernilai, apalagi dengan manfaat ekonomi yang

melekat sehingga akan menumbuhkan konsep kekayaan terhadap karya-karya

intelektual.1

Dalam perkembangannya, muncul pelbagai macam HaKI yang sebelumnya masih

belum diakui atau diakui sebagai bagian dari pada HaKI. Dalam perlindungan Persetujuan

Umum tentang Tarif dan Perdagangan (General Agreement on Tariff and trade – GATT)

sebagai bagian dari pada pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) telah

disepakati pula norma-norma dan standar perlindungan HaKI yang meliputi 2 :

1. Hak Cipta dan hak-hak lain yang terkait (Copyright and Related Rights).

2. Merek (Trademark, Service Marks and Trade Names).

3. Indikasi Geografis (Geographical Indications).

4. Desain Produk Industri (Industrial Design).

5. Paten (Patents) termasuk perlindungan varitas tanaman.

6. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Lay Out Designs Topographics of Integrated

Circuits).

7. Perlindungan terhadap Informasi yang dirahasiakan (Protection of Undisclosed

Information).

1
Suyud Margono, Komentar Atas Undang-Undang Rahasia Dagang, Desain Industri, Desain Letak
Sirkuit Terpadu, CV. Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta 2001, hal. 4.
2
Sudargo Gautama, Hak Milik Intelektual dan Perjanjian Internasional, TRIPs, GATT, Putaran
Uruguay (1994), Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hal. 17.
8. Pengendalian praktik-praktik persaingan curang dalam perjanjian lisensi (Control

of Anti Competitive Practices in Contractual Licences).

Di Indonesia, pengaturan tentang hak cipta mengalami beberapa kali perubahan

dan pergantian Undang-Undang yaitu: Undang-Undang No.8 tahun 1982 yang

diperbaharui dengan Undang-Undang No. 17 tahun 1987 dan diperbaharui lagi dengan

Undang-Undang No. 12 tahun 1997 dan mengalami pembaharuan lagi dengan Undang-

Undamg No. 19 tahun 2002 samapai sekarang (selanjutnya disebut dengan UUHC).

“Undang-Undang Hak Cipta”

Undang-Undang Hak Cipta membawa kemajuan baru dalam perlindungan hak

tersebut, yang meliputi perlindungan terhadap buku, program komputer, pamflet, sampul

karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain, ceramah, kuliah, pidato,

lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama, tari, koreografi, pewayangan dan

pantomim, seni rupa dalam segala bentuk, arsitektur, peta, seni batik, fotografi,

sinematografi, terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, data base dan karya lain dari

hasil pengalih wujudan.

Secara spesifik, Undang-undang ini memuat beberapa ketentuan baru, antara lain3

1. Data base merupakan salah satu ciptaan yang dilindungi;

2. Penggunaan alat apapun baik melalui kabel maupun tanpa kabel, termasuk media

internet untuk pemutaran produk-produk cakram optik (optical disc) melalui

media radio, media audio visual dan/ atau sarana telekomunikasi;

3. Penyelesaian sengketa oleh pengadilan niaga, arbitrase atau alternatif

penyelesaian sengketa;

3
Penjelasan Undang-undang No. 19 Tahun 2002.
4. Penetapan sementara pengadilan untuk mencegah kerugian lebih besar bagi

pemegang hak ;

5. Batas waktu proses perkara perdata di bidang hak cipta dan hak terkait baik di

pengadilan niaga maupun di Mahkamah Agung ;

6. Pencantuman hak informasi manejemen elektronik dan sarana kontrol teknologi;

7. Pencantuman mekanisme pengawasan dan perlindungan terhadap produk-produk

yang menggunakan sarana berteknologi tinggi;

8. Ancaman pidana atas pelanggaran Hak Terkait;

9. Ancaman pidana dan denda minimal;

10. Ancaman pidana tetap terhadap perbanyakan penggunaan program komputer

untuk kepentingan komersial secara tidak sah dan melawan hukum.

Dari sekian banyak ciptaan yang dilindungi sesuai Undang-Undang itu, penulis

mengkhususkan pembahasannya pada Hak Cipta atas lagu atau musik, mengingat

maraknya pelanggaran yang terjadi. Bahkan Indonesia pernah dikecam dunia

internasional karena lemahnya perlindungan hukum terhadap hak cipta musik dan lagu

tersebut. Sesuai laporan kantor perwakilan perdagangan Amerika Serikat (USTR atau

United States Trade Representative) sebelum tahun 2000, Indonesia merupakan satu-

satunya negara ASEAN yang masuk dalam kategori Priority Watch List (pada peringkat

ini pelanggaran atas HaKI tergolong berat sehingga Amerika Serikat merasa perlu

memprioritaskan pengawasannya terhadap pelanggaran HaKI di suatu negara mitra

dagangnya).4

Sengketa atas pelanggaran hak Cipta dapat berlangsung dimana saja di Indonesia

maupun diluar Indonesia. Lagu karya cipta milik pencipta Indonesia dapat dengan mudah

digandakan dalam CD atau VCD di Jepang atau di Amerika Serikat.

4
Hulman Panjaitan, Pemahaman Hak Cipta Rendah Pembajakan Lagu Marak,
www.inovasi.lipi.go.id/hki/news, 2003.
Penyelesaian sengketa tentang hak cipta lagu atau musik seringkali diselesaikan

diluar pengadilan. Para pihak yang bersengketa, seperti komposer, penyanyi, atau

produser rekaman musik, tidak mengharapkan bahwa sengketa diantara mereka

diselesaikan melalui pengadilan.

Pada umumnya para pihak yang bersengketa lebih memilih penyelesaian di luar

pengadilan dengan ganti rugi, karena penyelesaian sengketa melalui pengadilan menyita

waktu yang panjang dan menghabiskan biaya yang tidak sedikit serta membuang energi.

Gugatan ganti rugi seharusnya tidak lagi ditempuh melalui lembaga pengadilan

formal, tetapi sudah waktunya diselesaikan melalui arbitrase, negosiasi dan mekanisme

lain yang dikenal di dalam GATT 1994/WTO seperti melalui tahapan konsultasi,

pembentukan panel, pelaksanaan dengan laporan panel.

Kasus riil yang terjadi tentang penyelesaian sengketa lagu atau musik di luar

pengadilan adalah kasus antara pihak Dj Riri dan Thomas “GIGI” melawan Gope T.

Santani sebagai Direktur PT. Rapi Films. Kasus tersebut terjadi karena lagu ciptaan Dj

Riri yang berkolaborasi dengan Thomas “GIGI” yang berjudul “23 Juli” yang semula

telah dibeli secara khusus oleh produsen hand phone (HP) seluler Nokia untuk dijadikan

ring tone, akan tetapi oleh pihak PT. Rapi Films dengan sengaja dan tanpa ijin serta

tanpa hak memakai lagu tersebut sebagai sound track sinetron “Inikah Rasanya”.5

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan uraian latar belakang tersebut, maka pembahasan dalam skripsi

berjudul “Penentuan Pencipta Atas Lagu “23 Juli” Menurut Undang-Undang No. 19

tahun 2002 tentang Hak Cipta (Studi Kasus Sengketa Antara Pihak Thomas “Gigi” dan

5
Rin, Merasa Haknya Dilanggar, Thomas “GIGI” Somasi Rapi Films, www.indonesiaselebriti.com,
2003.
DJ. Riri melawan PT. Rapi Films)”, dan akan di batasi pada permasalahan-permasalahan

sebagai berikut:

1. Bagaimana proses penentuan pencipta dan pemegang hak cipta atas lagu yang

berjudul 23 Juli ?

2. Bagaimana proses/prosedur penyelesaian sengketa lagu 23 Juli di luar pengadilan?

C. Ruang lingkup Pembahasan

Ruang lingkup skripsi ini penulis akan membahas secara umum tentang

pengertian garis besar HaKI secara tepat dan jelas, dan mengkhususkan pembahasannya

pada Hak Cipta, pembahasannya mengenai tentang bagaimana cara atau prosedur untuk

menentukan tentang pemegang hak cipta pada kasus lagu 23 Juli yang menjadi

sengketa antara pihak Thomas ”GIGI” dan Dj Riri melawan PT. Rafi Films. Dan lebih

lanjutpenulis akan membahas tetntang bagaimanakah prosedur mengenai penyelesaian

sengketa bila dilaksanakan di luar pengadilan pada kasus lagu yang berjudul 23 Juli

tersebut.

D. Maksud dan Tujuan

Setiap penelitian dalam penulisan ilmiah pasti mempunyai maksud dan tujuan

yang ingin dicapai, demikian halnya dalam penulisan skripsi ini juga mempunyai maksud

dan tujuan penulisan yaitu sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui prosedur penentuan pencipta dan pemegang hak cipta atas

lagu yang berjudul 23 Juli yang menjadi sengketa antara pihak Thomas “Gigi”

dengan DJ Riri melawan pihak PT.Rapi Films


2. Untuk mengetahui proses penyelesaian sengketa lagu yang berjudul 23 Juli di

luar pengadilan umum. (melalui lembaga-lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa

“APS”)

E. Kerangka Teori dan Kerangka Analisa

Dalam kerangka teori dan kerangka analisis ini, penulis mencoba untuk

mengambil suatu titik acuan yang akan dijadikan suatu pedoman untuk melanjutkan

proses penelitian ini. Adapun kerangka teori dan kerangka analisis yang akan

dijadikan sebagai acuan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kerangka Teori

Untuk kerangka teorinya penulis mengambil titik acuannya adalah:

Undang-Undang No 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa (APS) adalah sebagai dasar hukum pelaksanaan arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) di Indonesia dalam menangani proses

penyelesaian sengketa diluar Forum Pengadilan.

Undang-Undang No. 30 tahun 1999 ini memang ditunjuk untuk mengatur

penyelesaian sengketa diluar forum Pengadilan, dengan memberikan kemudahan dan

pilihan kepada para pihak untuk menentukan sendiri forum yang mereka pilih/atau

inginkan untuk menyelesaikan sengketanya. Jika dibaca dan dipahami isinya,

Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tersebut, lebih banyak mengatur ketentuan

arbitrase, mulai dari tata cara, prosedur, kelembagaan, jenis-jenis maupun putusan

dan pelaksanaan putusan arbitrase itu sendiri.

Sebagaimana dipahami, arbitrase adalah merupakan cara penyelesaian suatu

sengketa diluar pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang
dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Mengenai kesepakatan para

pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, pada pasal (4) Undang-

Undang No 30 tahun 1999 menentukan bahwa persetujuan untuk menyelesaiakn

sengketa melalui arbitrase dimuat dalam dokumen yang ditanda tangani oleh para

pihak. Dengan adanya kesepakatan tersebut, sudah selayaknya forum arbitraselah

yang mempunyai kompetensi untuk menyelesaiakan perkara yang timbul dari kontrak

tersebut. Lebih lanjut hal ini dipertegas dalam pasal (11) Undang-Undang No 30

tahun 1999 yang menyatakan bahwa dengan adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis

meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda

pendapat yang termuat dalam perjanjian ke Pengadilan Negeri. Pengedalian Negeri

wajib menolak penyelesaiannya yang telah ditetapkan melalui arbitrase, kecuali dalam

hal-hal tertentu yang ditetapkan dalam Undang-Undang.

Mahkamah Agung menganut garis pendirian bahwa dalam hal ada klausul

arbitrase. Pengadilan tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara tersebut.

Bahkan lebih lanjut, kewenangan atau kompetensi yang dimaksud disini adalah

kewenangan atau kompetensi absolut

Keputusan Arbitrase dalam pelaksanaannya termuat pada pasal (60)

Undang-Undang hukum tetap serta mengikat para pihak. Dan Ketua Penga dilan

menetapkan pelaksanaan keputusan arbitrase, tidak memeriksa alasan atau

pertimbangan dari putusan arbitrase, sudah sesuai dengan peraturan-peraturan yang

ada.

Selain Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase, penulis juga

mengacu pada Undang-Undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta (selanjutya

disebut dengan UUHC) sebagi kerangka teori dalam penulisan skipsi ini.
”Undang-Undang Hak Cipta” ini mengatur seluruh ruang lingkup mengenai

hak cipta diantaranya adalah: Pengertian secara umum tentang komponen yang terkait

dengan hak cipta, serta prosedur penegakan hukumnya.

2. Kerangka Analisis

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mencoba menganalisa mengenai

pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui forum diluar Pengadilan Negeri yaitu

dengan lembaga Arbitrase di Indonesia. Selanjutnya penulis juga akan menganalisa

prosedur pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui lembaga Arbitrase tersebut

apakah sudah sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada apa belum.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat secara khusus yaitu merupakan suatu studi dibidang HaKI di mana

penulis berharap penelitian ini dapat memberikan gambaran secara jelas mengenai

bagaimana menyelesaikan suatu sengketa lagu atau musik tidak pada jalur litigasi seperti

pengadilan, akan tetapi menggunakan jalur non-litigasi yakni jalur alternatif penyelesaian

sengketa yang merupakan hal yang mungkin dianggap masih awam di negara Indonesia.

Penelitian ini diharapkan pula dapat berguna bagi peneliti berikutnya, bagi civitas

akademika Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta bagi masyarakat yang

khususnya berkecimpung di dunia bisnis entertainment.

Manfaat secara umum yaitu sebagai syarat-syarat yang telah ditentukan dalam

kurikulum Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta dalam

mencapai gelar Sarjana Hukum.

G. Metode Penelitian

Pada skripsi ini penulis mencoba menggunakan metode penelitiannya adalah dengan

studi kasus yang menggunakan pendekatan yuridis normatif.


Penelitian dengan pendekatan yuridis normatif yang dimaksudkan disini artinya

permasalahan yang ada diteliti berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang ada dan

literatur-literatur yang ada kaitannya dengan permasalahan6.

1. Bahan Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan data skunder sebagai bahan

dasar dan acuan.

Data sekunder adalah data dari penelitian kepustakaan dimana dalam data

sekunder terdiri dari 3 ( tiga ) bahan hukum, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder, dan bahan hukum tertier. Dan bahan-bahan tersebut yang akan penulis

pergunakan sebagai acuan dalam menyelesaikan masalah yang ada pada judul skripsi

ini.

Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang sifatnya mengikat berupa

peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ada kaitannya dengan permasalahan

yang dibahas, yang meliputi :

1. Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. (UUHC)

2. Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa. (APS)

Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang sifatnya menjelaskan

bahan hukum primer, dimana bahan hukum sekunder berupa buku literatur, hasil karya

sarjana. Literatur tersebut antara lain :

3. Buku-buku tentang Penelitian Hukum Normatif

4. Buku-buku tentang HAKI

5. Buku-buku tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa


6
Roni Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jarimetri, Jakarta, Cet. IV, Ghalia
Indonesia, 1990, hal. 11.
6. Website-website tentang HAKI dan Alternatif Penyelesaian Sengketa khususnya

sengketa musik atau lagu.

Bahan Hukum Tersier adalah merupakan bahan hukum sebagai pelengkap dari

kedua bahan hukum sebelumnya, berupa7:

a. Kamus Hukum

b. Kamus Besar Bahasa Indonesia

2. Teknik Pengumpulan Data

Penulisan ini dilakukan dengan studi pustaka yaitu dengan cara membaca dan

mencermati buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan dan mempelajari literatur-

literatur lainnya yang kemudian berdasarkan studi pustaka tersebut selanjutnya diolah

dan dirumuskan secara sistematis sesuai dengan masing-masing pokok dan materi

bahasannya.

3. Analisa Data

Pengolahan data menggunakan metode diskriptif analisis artinya data yang

diperoleh berdasarkan kenyataan kemudian dikaitkan dengan penerapan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, dibahas, dianalisa, kemudian ditarik kesimpulan

yang akhirnya digunakan untuk menjawab permasalahan yang ada.8

H. Sistematika Penulisan

Sistematika Penulisan bertujuan agar penulisan ini dapat terarah dan sistematis,

sehingga dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi menjadi 5 (lima) bab dimana

7
Ibid.
8
Ibid.,hal. 13
dalam masing-masing bab terdapat beberapa Sub Bab yang merupakan pembahasan dari

bab-bab utama adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab Pendahuluan, yang merupakan pengantar secara keseluruhan dari isi

skripsi ini, yang di dalamnya tertuang latar belakang masalah, rumusan

masalah, maksud dan tujuan penulisan , manfaat penelitian, metode penelitian

yang mencakup: 1) Pendekatan Penelitian, 2) Bahan Penelitian, 3) Teknik

Pengumpulan data, 4) Analisa data, serta Sistematika Penulisan.

BAB II TINJUAN TEORITIS

BAB II, Tinjauan Teoritis, Bab ini merupakan tinjauan teoritis yang

didalamnya akan mengemukakan teori-teori yang akan digunakan sebagai

dasar dan pijakan bagi penulis untuk menyelesaikan permasalahan yang

dikemukakan pada bab I.

BAB III METODOLGI PENELITIAN

Berdasarkan hasil riset dilapangan, Penulis mendapatkan data untuk

melengkapiskripsi ini yaitu pada Sub Bab A akan membahas tentang

Pendekatan penelitian, Pada Sub Bab B akan menguraikan tentang bahan –

bahan penelitian, Pada Sub Bab C akan membahas mengenai teknik

pengumpulan data, sedangkan pada SubBab D membahas tentang analisa data.


BAB IV PEMBAHASAN MASALAH

BAB IV, merupakan pembahasan, yaitu membahas permasalahan baik yang

pertama maupun yang kedua. Pembahasan yang pertama mengenai Bagaimana

penentuan pencipta dan pemegang hak cipta atas lagu 23 Juli. Pembahasan

yang kedua mengenai Bagaimana proses penyelesaian sengketa lagu 23 Juli di

luar pengadilan.

BAB V PENUTUP

BAB V, mengenai penutup. Berisikan tentang kesimpulan dan saran-saran

penulis. Adapun isi dari kesimpulan adalah tentang jawaban dari rumusan

masalah baik permasalahan yang pertama maupun permasalahan yang kedua

agar lebih jelas. Bagian yang kedua adalah saran. Saran merupakan

rekomendasi penulis kepada ilmu pengetahuan di bidang hukum khususnya

mengenai Hak Cipta dan Penyelesaian sengketa alternatif

Anda mungkin juga menyukai