Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

TUMOR OTAK
Dosen Pembimbing :

Disusun Oleh:
LILIS NUR AZIZAH
NIM. 151711913048

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
TUMOR OTAK
A. KONSEP DASAR MEDIS
1. DEFINISI
Tumor Otak adalah tumbuhnya sel abnormal pada otak. Banyak
jenis tumor yang berbeda-beda. Beberapa tumor otak bukan merupakan
kanker (jinak) dan beberapa tumor otak lainnya adalah kanker (ganas).
Tumor otak dapat berasal dari otak (tumor otak primer) atau kanker yang
berasal dari bagian tubuh lain dan merambat ke otak (tumor otak
sekunder / metastatik).
Tumor otak adalah lesi intra kranial yang menempati ruang dalam
tulang tengkorak. Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat
jinak (benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang
tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla
spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa
tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari
jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak primer dan bila berasal dari
organ-organ lain (metastase) seperti kanker paru, payudara, prostate,
ginjal, dan lain-lain disebut tumor otak sekunder. (Mayer. SA,2002)
2. KLASIFIKASI
Tumor otak di bagi 2 yaitu tumor otak primer dan tumor otak sekunder :
a. Tumor otak primer
Tumor otak primer dapat berasal dari otak itu sendiri atau jaringan
yang menutup otak, seperti membran meninges, syaraf tengkorak,
kelenjar pituitary atau kelenjar pineal. Tumor otak primer dimulai
ketika sel normal mengalami mutasi pada DNA-nya. Mutasi ini
menyebabkan sel tumbuh secara tidak terkendali dan tetap hidup saat
sel yang lain mati. Ada beberapa jenis tumor otak primer. Masing-
masing dinamakan berdasarkan sel yang terkat, antara lain: acoustic
neuroma (schwannoma), astrocytoma, juga dikenal dengan nama
glioma, yang terdiri dari anaplastic astrocytoma dan glioblastoma,
ependymoma, ependymoblastoma, germ cell tumor, medulloblastoma,
meningioma, neuroblastoma, oligodendroglioma, dan pineoblastoma.
1. Glioma : tumor yang tersusun dari neuroglia dalam setiap tahap
perkembangannya kadang- kadang diperluas mencakup semua
neoplasma otak dan medula spinalis intrinsik, seperti astrositoma,
ependimomas, dan lain- lain. Sejumlah tumor yang bisa
dikelompokkan glioma :
a) Glioblastoma : setiap astrositoma yang ganas biasanya terdapat
pada otak tetapi tidak terdapat pada batang otak atau medula
spinalis.
b) Astrocytomas : tumor yang terdiri dari astrosit; jenis tumor yang
paling lazim dan juga ditemukan di sepanjang sistem saraf
pusat; diklasifikasikan berdasarkan histologi atau dalam
hubungannya dengan keganasan (I- IV).
c) Oligodendrogliomas : neoplasma dari dan tersusun dari
oligodendrosit (sel oligodendroglia sel neo-neural yang berasal
dari ektodermal, membentuk bagian struktur adventisial
(neuroglia) sistem saraf pusat.
d) Ependymomas : neoplasma, biasanya tumbuh lambat dan jinak,
terdiri dari sel- sel ependimal (membran yang melapisi ventrikel
otak dan kanalis sentralis medula spinalis) yang terdiferensiasi.
2. Meningioma : tumor pada selaput pelindung otak (meninges) jinak
yang tumbuh lambat, biasanya terletak bersebelahan dengan dura
mater (lapisan yang paling luar, paling kuat dari tiga selaput otak
(meninges) dan sumsum tulang belakang), yang dapat menginvasi
tulang tengkorak atau menyebabkan hiperostosis (pertumbuhan
jaringan bertulang yang berlebihan), dan sering menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial anatomi ; lebih banyak menyerang
wanita daripada pria, terutama usia 50-60 tahun. Wanita lebih sering
menderita meningioma karena reseptor hormon progesteron yang
mempunyai GP1 dan GP2 (GP = glikoprotein) : memberi sifat
pengenal pada molekul yang terlibatdalam lalulintas di dalam sel
menyebabkan timbulnya meningioma.
a) Angioblastic meningioma : meningioma yang mengandung
banyak pembuluh darah dari berbagai ukuran;
b) Convexity meningioma : beragam kelompok meningioma yang
terletak antara sulkus otak, biasanya di sebelah anterior fisura
ronaldi;
Psammomatous meningioma : meningioma yang mengandung
banyak badan psammoma (badan psammoma; tumor seperti
pasir : yang berasal dari jaringan berserat dari meninges atau
koroid atau struktur tertentu; terbentuk dari kumpulan kalsium
yang tampak mikroskopik).
3. Medulloblastomas : tumor; ganas embrional invasif otak kecil yang
lebih sering terjadi pada anak- anak; sel yang tidak terdeferensiasi
pada tabung neural yang bisa berkembang baik menjadi neuroblast
maupun spongioblas.
4. Gangliogliomas : ganglioneuroma (neoplasma jinak yang tersusun
atas serabut saraf dan sel ganglion masak) pada sistem saraf pusat.
5. Schwannomas: neoplasma yang berasal dari sel schwann (selubung
mielin) neuron; meliputi neurofibroma (tumor saraf tepi akibat
proliferasi (reproduksi atau multiplikasi bentuk serupa, khususnya
sel) sel schwann yang abnormal) dan neurilemomas (tumor
selubung saraf perifer (neurilema), jenis tumor neurogenik yang
paling umum, biasanya jinak).
b. Tumor otak sekunder / metastatic
Tumor otak sekunder / metastatik adalah tumor yang dihasilkan dari
kanker yang berasal dari bagian tubuh lain dan kemudian merambat ke
otak. Tumor otak sekunder paling sering terjadi pada orang yang
memiliki catatan dengan kanker. Tapi dapat juga terjadi walaupun
jarang, tumor otak metastatik merupakan tanda awal kanker yang
dimulai dari bagian tubuh lainnya. Kanker apapun dapat menyebar ke
otak, tapi jenis yang paling umum antara lain: kanker payudara, kanker
usus besar, kanker ginjal, kanker paru-paru, dan melanoma.
3. ETIOLOGI
Tidak ada faktor etiologi jelas yang telah ditemukan untuk tumor
otak primer. Walaupun tipe sel yang berkembang menjadi tumor sering
kali dapat diidentifikasi, mekanisme yang menyebabkan sel bertindak
abnormal tetap belum diketahui. Kecenderungan keluarga, imunosupresi,
dan faktor-faktor lingkungan sedang diteliti. Waktu puncak untuk kejadian
tumor otak adalah decade kelima dan ketujuh. Selain itu, pria terkena lebih
sering dari pada wanita.
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara
pasti. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu :
a. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan
kecuali pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat
dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga. Dibawah 5% penderita
glioma mempunyai sejarah keluarga yang menderita brain tumor.
Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap
sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial
yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-bukti
yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat
pada neoplasma.
b. Sisa-Sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi
bangunan-bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang
terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada kalanya sebagian dari bangunan
embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan merusak
bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada
kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
c. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan
dapat mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti
radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma. Pernah dilaporkan
bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
d. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil
dan besar yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran
infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini
belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan
tumor pada sistem saraf pusat.
e. Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas
dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik
seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan
percobaan yang dilakukan pada hewan.
f. Trauma Kepala
Trauma kepala yang dapat menyebabkan hematoma sehingga
mendesak massa otak akhirnya terjadi tumor otak.
4. PATOFISIOLOGI
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis progresif yang disebabkan
oleh dua faktor yaitu gangguan fokal oleh tumor dan kenaikan tekanan
intracranial (TIK). Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada
jaringan otak dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan
kerusakan jaringan neuron.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang
tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Akibatnya terjadi kehilangan
fungsi secara akut dan dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskular
primer.
Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron akibat
kompresi, invasi, dan perubahan suplai darah ke dalam jaringan otak.
Peningkatan TIK dapat diakibatkan oleh beberapa faktor seperti
bertambahnya massa dalam tengkorak, edema sekitar tumor, dan perubahan
sirkulasi CSS. Tumor ganas menyebabkan edema dalam jaringan otak yang
diduga disebabkan oleh perbedaan tekanan osmosis yang menyebabkan
penyerapan cairan tumor. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan oleh
kerusakan sawar di otak, menimbulkan peningkatan volume intracranial dan
meningkatkan TIK.
Peningkatan TIK membahayakan jiwa jika terjadi dengan cepat.
Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari atau berbulan-bulan
untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak berguna apabila tekanan
intracranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini meliputi volume darah
intrakranial, volum CSS, kandungan cairan intrasel, dan mengurangi sel-sel
parenkim otak. Kenaikan tekanan yang tidak diatasi akan mengakibatkan
herniasi untuk serebellum.
Herniasi unkus timbul jika girus medialis lobus temporalis bergeser ke
inferior melalui insisura tentorial karena adanya massa dalam hemisfer otak.
Herniasi menekan mesensefalon, menyebabkan hilangnya kesadaran dan
menekan saraf otak ke-3. Pada herniasi serebellum, tonsil serebellum tergeser
ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior.
Kompresi medulla oblongata dan terhentinya pernapasan terjadi
dengan cepat. Perubahan fisiologis lain yang terjadi akibat peningkatan
intrakranial yang cepat adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik, dan
gangguan pernapasan.
PATHWAY
5. MANIFESTASI KLINIS
a. Sakit kepala (nyeri)
Nyeri dapat digambarkan bersifat dalam, terus-menerus, tumpul, dan
kadang-kadang hebat sekali. Nyeri ini paling hebat saat pagi hari dan
menjadi lebih hebat saat beraktivitas yang biasanya meningkatkan TIK,
seperti membungkuk, batuk, atau mengejan sewaktu buang air besar.
Nyeri kepala akibat tumor otak disebabkan oleh traksi dan pergeseran
struktur peka nyeri (arteri, vena, sinus-sinus vena, dan saraf otak) dalam
rongga intrakranial. Nyeri kepala oksipital merupakan gejala pertama
dalam tumor fosa posterior. Bila keluhan nyeri kapala terjadi menyeluruh
maka kurang dapat ditentukan lokasinya dan biasanya menunjukkan
pergeseran aktensif kandungan intracranial akibat peningkatan ICP.
b. Mual muntah
Nyeri dapat digambarkan bersifat dalam, terus-menerus, tumpul, dan
kadang-kadang hebat sekali. Nyeri ini paling hebat saat pagi hari dan
menjadi lebih hebat saat beraktivitas yang biasanya meningkatkan TIK,
seperti membungkuk, batuk, atau mengejan sewaktu buang air besar.
Nyeri kepala akibat tumor otak disebabkan oleh traksi dan pergeseran
struktur peka nyeri (arteri, vena, sinus-sinus vena, dan saraf otak) dalam
rongga intrakranial. Nyeri kepala oksipital merupakan gejala pertama
dalam tumor fosa posterior. Bila keluhan nyeri kapala terjadi menyeluruh
maka kurang dapat ditentukan lokasinya dan biasanya menunjukkan
pergeseran aktensif kandungan intracranial akibat peningkatan ICP.
c. Papilledema
Papilla edema adalah penumpukan cairan yang berlebih pada pupil.
Disebabkan oleh statis vena yang menimbulkan pembengkakan dan
perbesaran diskus optikus. Bila terlihat pada pemeriksaan funduskopi,
tanda ini mengisyaratkan peningkatan ICP. Dapat terjadi gangguan
penglihatan yang berkaitan dengan papilledema. Gangguan ini adalah
perbesaran bintik dan amaurosis fugaks (ketika pengihatan berkurang).
d. Lokalisasi gejala
Karena fungsi-fungsi dari bagian-bagian berbeda dari otak yang tidak
diketahui, lokasi tumor dapat ditentukan, pada bagiannya, dengan
mengidentifikasi fungsi yang dipengaruhi oleh adanya tumor.
1) Lobus frontalis
Gangguan mental / gangguan kepribadian ringan : depresi, bingung,
tingkah laku aneh, sulit memberi argumenatasi/menilai benar atau
tidak, hemiparesis, ataksia, dan gangguan bicara.
2) Kortek presentalis posterior
Kelemahan/kelumpuhan pada otot-otot wajah, lidah dan jari
3) Lobus parasentralis
Kelemahan pada ekstremitas bawah
4) Lobus Oksipitalis
Kejang, gangguan penglihatan
5) Lobus temporalis
Tinitus, halusinasi pendengaran, afasia sensorik, kelumpuhan otot
wajah
6) Lobus Parietalis
Hilang fungsi sensorik, kortikalis, gangguan lokalisasi sensorik,
gangguan penglihatan
7) Cerebulum
Papil oedema, nyeri kepala, gangguan motorik, hipotonia,
hiperekstremitas sendi
6. PENATALAKSANAAN
Langkah pertama pada pengobatan tumor otak ialah pemberian
kortikostreoid yang bertujuan untuk memberantas edema otak. Pengaruh
kortikostreoid terutama dapat dilihat pada keadaan-keadaan seperti nyeri
kepala yang hebat, deficit motorik, afasia dan kesadaran yang menurun.
Beberapa hipotesis yang dikemukakan: meningkatkan transportasi dan
reasirbsi cairan serta memperbaiki permeabilitas pembuluh darah. Jenis
kortikostreoid yang dipilih yaitu glukokortikoid; yang paling banyak dipakai
ialah deksametason, selain itu dapat diberikan prednisone atau prednisolon.
Dosis deksametason biasa diberikan 4-20 mg intravena setiap 6 jam untuk
mengatasi edema vasogenik (akibat tumor) yang menyebabkan tekanan tinggi
intracranial. Selain itu terapi suportif yang dapat dilakukan yaitu IVFD RL
XX tetes/menit (makro), ceftriaxon vial 1 gram/12 jam, ranitidine ampul 1
gram/12 jam, dexamethason 1 ampul/6 jam.
Untuk tumor otak metode utama yang digunakan dalam
penatalaksaannya, yaitu :
a. Pembedahan
Tumor jinak sering kali dapat ditangani dengan eksisi komplet dan
pembedahan merupakan tindakan yang berpotensi kuratif, untuk tumor
primer maligna, atau sekunder biasanya sulit disembuhkan. Pembedahan
tumor biasanya harus melalui diagnosis yang histologis terlebih dahulu.
b. Terapi Medikamentosa
1) Antikonvulsan untuk epilepsy
2) Kortikosteroid (dekstrametason) untuk peningkatan tekanan
intrakranial. Steroid juga dapat memperbaiki defisit neurologis fokal
sementara dengan mengobati edema otak
3) Kemoterapi diindikasikan pada beberapa kasus glioma, sebagai ajuvan
pembedahan dan radioterapi dengan pengawasan unit spesialistik
neuro onkologi.
c. Terapi radiasi
Radioterapi konvensional menghantarkan radiasi menggunakan
akselerator linier. Dosis standar untuk tumor otak primer kurang lebih
6.000 Gy yang diberikan lima kali seminggu selama 6 minggu. Untuk
klien dengan tumor metastasis, dosis standar radiasi kurang lebih 3.000
Gy. Dosis pasti akan bergantung pada karakteristik tumor, volume
jaringan yang harus diradiasi biasanya diberikan dalam periode yang lebih
pendek untuk melindungi jaringan normal di sekitarnya. Bentuk lain dari
terapi radiasi, walaupun tidak dianggap konvensional dan belum tersedia
luas, adalah terapi radiasi partikel berat, radioterapi neutron cepat, terapi
fotodinamik, dan terapi tangkapan neutron boron. Walaupun
penggunaannya luas, terapi radiasi bukan tanpa konsekuensi.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. CT Scan dan MRI
Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur
investigasi awal ketika penderita menunjukkan gejala yang progresif atau
tanda-tanda penyakit otak yang difus atau fokal, atau salah satu tanda
spesifik dari sindrom atau gejala-gejala tumor. Kadang sulit membedakan
tumor dari abses ataupun proses lainnya.
b. Foto Polos Dada
Dilakukan untuk mengetahui apakah tumornya berasal dari suatu
metastasis yang akan memberikan gambaran nodul tunggal ataupun
multiple pada otak.
c. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Dilakukan untuk melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker
tumor. Tetapi pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan terutama pada pasien
dengan massa di otak yang besar. Umumnya diagnosis histologik
ditegakkan melalui pemeriksaan patologi anatomi, sebagai cara yang tepat
untuk membedakan tumor dengan proses-proses infeksi (abses cerebri).
d. Biopsi Stereostatik
Dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang
dalam dan untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi
prognosis.
e. Angiografi Serebral
Memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor
serebral.
f. Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati
tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada
waktu kejang.
Menurut Muttaqin (2008) ada beberapa pemeriksaan diagnostik
yang digunakan dalam mengindikasi penyakit tumor otak, diantaranya
adalah sebagai berikut:
1) Computed Tomography Scan (CT-Scan)
Computed Tomography (CT) Scan merupakan suatu teknik
diagnostik dengan menggunakan sinar sempit dari sinar-X untuk
memindai kepala dalam lapisan yang berurutan. Bayangan yang
dihasilkan memberi gambaran potongan melintang dari otak, dengan
membandingkan perbedaan jaringan padat pada tulang kepala, korteks,
struktur subkortikal, dan ventrikel. Bayangan ditunjukkan pada
osiloskop atau monitor TV dan difoto. Lesi-lesi pada otak terlihat
sebagai variasi kepadatan jaringan yang berbeda dari jaringan otak
normal sekitarnya. Jaringan abnormal sebagai indikasi kemungkinan
adanya massa tumor, infark otak dan atrofi kortikal. Oleh karena itu,
CT Scan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi pasen
yang diduga menderita tumor otak. Sensitifitas CT Scan untuk
mendeteksi tumor yang berpenampang kurang dari 1 cm dan terletak
pada basis kranil. Gambaran CT Scan pada tumor otak, umumnya
tampak sebagai lesi abnormal berupa massa yang mendorong struktur
otak disekitarnya. Biasanya tumor otak dikelilingi jaringan udem yang
terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah. Adanya kalsifikasi,
perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya
karena sifatnya yang hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat
lebih nyata bila pada waktu pemeriksaan CT Scan disertai dengan
pemberian zat kontras.
 Penilaian CT Scan pada tumor otak:
a. Tanda proses desak ruang:
- Pendorongan struktur garis tengah itak
- Penekanan dan perubahan bentuk ventrikel
b. Kelainan densitas pada lesi:
- Hipodens
- Hiperdens atau kombinasi
c. Klasifikasi, perdarahan
- Edema perifokal
2) Positron Emmision Tomography (PET)
Positron Emmision Tomography (PET) adalah teknik pencitraan
nuklir berdasarkan komputer yang dapat menghasilkan bayangan
fungsi organ secara aktual. Klien menghirup gas radioaktif atau
diinjeksikan dengan zat radioaktif yang memberikan partikel
bermuatan positif. Bila positron ini berkombinasi dengan elektron-
elektron bermuatan negatif (normalnya didapat dalam sel-sel tubuh),
resultan sinar gamma dapat dideteksi oleh alat pemindai. Dalam alat-
alat pemindai, detektor tersusun dalam sebuah cincin dan seri-seri yang
dihasilkan berupa gambar dua dimensi pada berbagai tingkatan otak.
Informasi ini terintegrasi oleh komputer dan memberikan sebuah
komposisi bayangan kerja otak. PET memungkinkan pengukuran
aliran darah, komposisi jaringan, dan metabolisme otak. PET
mengukur aktifitas ini secara spesifik pada daerah otak dan dapat
mendeteksi perubahan penggunaan glukosa. Uji ini digunakan untuk
melihat perubahan metabolik otak, melokasikan lesi seperti adanya
tumor otak. PET digunakan untuk mendiagnosa kelainan metabolisme
pada otak dan mampu mendiagnosa penyakit Alzheimer serta
penyebab lain dari demensia.
3) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemindaian MRI dapat mendemonstrasikan otak dengan
menggunakan fasilitas multiplanar pada bidang aksial, koronal dan
sagital dengan gambaran yang sangat baik pada fosa posterior, karena
tidak ada artefak tulang. MRI merupakan pemeriksaan yang sangat
sensitif dalam mendeteksi tumor seperti adenoma hipofisis dan
neuroma akustik. MRI menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-
tanda penyakit otak yang difus atau fokal, atau salah satu tanda
spesifik dari sindrom atau gejala-gejala tumor. Kadang sulit
membedakan tumor dari abses ataupun proses lainnya. Pada keadaan
tumor otak ini akan nampak warna yang kontras dengan warna organ
normal dan terjadi penebalan jaringan otak.
4) Elektroensefalografi
Elektroensefalografi (EEG) merekam aktifitas umum eletrik di
otak, dengan meletakkan elektroda-elektroda pada daerah kulit kepala
atau dengan menempatkan mikroelektroda dalam jaringan otak.
Pemeriksaan ini memberikan kajian fisiologis aktifitas serebri. EEG
bertindak sebagai indikator kematian otak. Tumor, abses, jaringan
parut, bekuan darah, dan infeksi dapat menyebabkan aktifitas listrik
berbeda dari pola normal irama dan kecepatan. Pemeriksaan ini pada
tumor otak berfungsi untuk mengevaluasi lobus temporal pada saat
kejang.
5) MR-Spectroscopy
MR-Spectroscopy (MRS) mampu membedakan berbagai lesi pada
otak. Derajat akurasinya mencapai 95-100% untuk membedakan lesi
neoplasma atau nonneoplasma. Choline adalah marker spesifik pada
neoplasma intrakranial. Peningkatan konsentrasi choline atau jumlah
rasio Cho/Cr atau Cho/NNA menunjukkan adanya suatu neoplasma
(Castillo et al, 1998). Kelainan spesifik tertentu dapat mempersulit
untuk membedakan diagnostik antara tumor atau proses inflamasi
seperti pada high grade glioma dan abses serebri dimana puncak
konsentrasi choline dapat tidak muncul karena adanya proses nekrosis.
Berbagai cara tertentu dapat digunakan seperti penggunaan long TE
dapat mempermudah identifikasi puncak choline. Adanya puncak
cytosolic amino acids pada 0,9 ppm adalah karakteristik khusus untuk
abses. Pada diffusion weight image, abses menunjukkan high signal
intensity sedangkan pada tumor dengan degenerasi nekrosis
menunjukkan ISO sampai low signal intensity. Pada abses biasanya
menunjukkan hipoperfusi sedangkan pada glioma menunjukkan
hiperperfusi (Fatterpekar et al, 2001).
6) Angiografi Serebral
Menegaskan adanya tumor. Memberikan gambaran pembuluh
darah serebral dan letak tumor serebral. Pada tumor otak ini pembuluh
darah pada siklus Willis di cabang arteri otak yang kecil akan
mengalami pembesaran masa pembuluh darah saat dilakukan
pemeriksaan ini.
7) Pemeriksaan Lumbal Pungsi
Menunjukan peningkatan cairan serebrospinal (CSS), yang
mencerminkan TIK, peningkatan kadar protein, penurunan kadar
glukosa, dan terkadang sel-sel tumor pada CSS.  Dilakukan untuk
melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker tumor. Tetapi
pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan terutama pada pasien dengan
massa di otak yang besar. Umumnya diagnosis histologik ditegakkan
melalui pemeriksaan patologi anatomi, sebagai cara yang tepat untuk
membedakan tumor dengan proses-proses infeksi (abses cerebri).
8. KOMPLIKASI
Menurut beberapa sumber salah satunya menurut Ginsberg
(2008) komplikasi yang dapat terjadi pada tumor otak antara lain:
a. Peningkatan Tekanan Intrakraial
Peningkatan tekanana intrakranial terjadi saat salah satu maupun semua
faktor yang terdiri dari massa otak, aliran darah ke otak serta jumlah cairan
serebrospinal mengalami peningkatan. Peningkatan dari salah satu faktor
diatas akan memicu:
1) Edema Serebral
Peningkatan cairan otak yang berlebih terakumulasi disekitar lesi
sehingga menambah efek masa yang mendesak.
2) Hidrosefalus
Hidrosefalus terjadi akibat peningkatan produksi CSS ataupun karena
adanya gangguan sirkulasi dan absorbsi CSS. Pada tumor otak, massa
tumor akan mengobstruksi aliran dan absorbsi CSS sehingga memicu
terjadinya hidrosefalus.
3) Herniasi Otak
Peningkatan tekanan intracranial dapat mengakibatkan herniasi

sentra, unkus, dan singuli. Herniasi serebellum akan menekan


mesensefalon sehingga menyebabkan hilangnya kesadaran dan
menekan saraf otak ketiga (okulomotor) (Fransisca, 2008).
b. Epilepsi
Epilepsi diakibatkan oleh adanya perangsangan atau gangguan di dalam
selaput otak (serebral cortex) yang disebabkan oleh adanya massa tumor
(Yustinus, 2006).
c. Berkurangnya fungsi neurologis
Gejala berkurangnya fungsi neurologis karena hilangnya jaringan otak
adalah khas bagi suatu tumor ganas (Wim, 2002). Penurunan fungsi
neurologis ini tergantung pada bagian otak yang terkena tumor.
d. Ensefalopati radiasi
e. Metastase ke tempat lain 
f. Kematian
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TUMOR OTAK

A. PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan yang menyeluruh dan akurat sangat penting
dalam merawat pasien yang memiliki masalah saraf. Perawat perlu waspada
terhadap berbagai perubahan yang kadang samar dalam kondisi pasien yang
mungkin menunjukkan perburukan kondisi.
1. Anamnesa
a) Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur,
agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin,
status perkawinan, dan penanggung biaya.
b) Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh nyeri kepala yang hilang timbul dan
durasinya makin meningkat
c) Riwayat penyakit saat ini
Klien mengeluh nyeri kepala saat perubahan posisi dan dapat
meningkat dengan aktivitas, vertigo, muntah proyektil, perubahan
mental seperti disorientasi, letargi, papiledema, penurunan tingkat
kesadaran, penurunan penglihatan atau penglihatan double,
ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia), hilangnya
ketajaman atau diplopia.
d) Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah mengalami pembedahan kepala atau trauma kepala
e) Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin
ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat
keluarga dengan tumor kepala.
f) Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental, kesulitan
mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan hospitalisasi,
diagnostic test dan prosedur pembedahan, adanya perubahan peran.
B. PEMERIKSAAN FISIK (ROS : Review Of System)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan tomor otak meliputi pemeriksaan
fisik umum per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-
tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5
(Bowel), dan B6 (Bone).
1. Pernafasan B1 (Breath)
Adanya peningkatan irama pernafasan (pola napas tidak teratur) dan sesak
napas terjadi karena tumor mendesak otak sehingga hermiasi dan kompresi
medulla oblongata. Bentuk dada dan suara napas klien normal, tidak
menunjukkan batuk, adanya retraksi otot bantu napas, dan biasanya
memerlukan alat bantu pernapasan dengan kadar oksigen 2 LPM.
2. Kardiovaskular B2 (Blood)
Desak ruang intracranial akan menyebabkan peningkatan tekanan
intracranial sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Selain itu
terjadi ketidakteraturan irama jantung (irreguler) dan bradikardi. Klien
tidak mengeluhkan nyeri dada, bunyi jantung normal, akral hangat, nadi
bradikardi.
3. Persyarafan B3 (Brain)
a) Penglihatan (mata)  : Penurunan penglihatan, hilangnya ketajaman atau
diplopia.
b) Pendengaran (telinga): Terganggu bila mengenai lobus temporal
c) Penciuman (hidung)  : Mengeluh bau yang tidak biasanya, pada lobus
frontal
d) Pengecapan (lidah)    : Ketidakmampuan sensasi (parathesia atau
anasthesia)
1) Afasia : Kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif atau kesulitan berkata-kata, reseotif atau berkata-kata
komprehensif, maupun kombinasi dari keduanya.
2) Ekstremitas : Kelemahan atau paraliysis genggaman tangan tidak
seimbang, berkurangnya reflex tendon.
3) GCS : Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran
pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan
menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan
rentang angka 1– 6 tergantung responnya yaitu :
a. Eye (respon membuka mata)
(4) : Spontan
(3) : Dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : Dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri,
misalnya menekan kuku jari)
(1) : Tidak ada respon
b. Verbal (respon verbal)
(5) : Orientasi baik
(4) : Bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-
ulang ) disorientasi tempat dan waktu.
(3) : Kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih
jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…,
bapak…”)
(2) : Suara tanpa arti (mengerang)
(1) : Tidak ada respon
c. Motor (respon motorik)
(6):Mengikuti perintah
(5):Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus
saat diberi rangsang nyeri)
(4) : Withdraws (menghindar/menarik ekstremitas atau tubuh
menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : Flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku
diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : Extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di
sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi
rangsang nyeri).
(1) : Tidak ada respon
 Berdasarkan Fokal
1. Tumor Lobus Frontalis
a) Gangguan keperibadian dan mental seperti
apatis,kesukaran dalam pandangan ke depan, regresi
dalam tingkah laku social
b) Graps refleks (reflek memegang)
c) Spasme tonik pada jari-jari kaki atau tangan
d) Kejang fokal atau wajah
e) Todd’s paralisis
f) Afasia motorik
g) Jika terjadi di traktus kortikospinalis :hemiparesis
sampai hemiplegia kontralateral lesi
h) Sindrom foster kennedy

2. Tumor lobus temporalis


a. Kajang parsiil
b. Movement motoric automatic
c. Nyeri epigastrium
d. Perasaan fluttering di epigastrik atau toraks
e. Dejavu
3. Tumor lobus parietalis
a. Astereognosis
b. Antopognosis
c. Hemianestesia
d. Tidak dapat membedakan kanan taua kiri
e. Loss of body image
4. Tumor lobus oksipitalis
a. Gangguan yojana penglihatan
b. Nyeri kepala di daerah oksipital
c. Hemianopsia homonym
5. Tumor Serebellum
a. Nyeroi kepala, muntah ban pupil edema
b. Ganguan gait dan gangguan koordinasi
c. Bila berjalan kan jatuh ke sisi lesi
d. Ataksia, tremor, nistagmus hipotonia
6. Tumor daerah thalamus
a. Refleks babinsky positif, hemiparesis, hiperrefleks
b. Tekanan intracranial yang tinggi
c. Lama kelamaan bisa menjadi hidrosefalus
7. Tumor daerah pineal/epifise
a. Tanda perinaud fenomena bell
b. Fenomena puppenkoft
c. Pupil argyl Robertson
d. Pubertas prekoks
e. Diabetes insipidus
8. Tumor batang otak
a. Kesadaran menurun
b. Gangguan N III
c. Sindrom webber
d. Sindrom benedict
e. Sindrom claude
9. Tumor sudut sereblo pontin
a. Gangguan pendengaran
b. Vertigo
 Berdasarkan PTIK
Nyeri kepala,kejang, gangguan mental, pembesaran kepala,
papiledema, sensasi abnormal di kepala, false localizing sign

4) Perkemihan B4 (Bladder)
Gangguan control sfinter urine, kebersihan bersih, bentuk
alat kelamin normal, uretra normal, produksi urin normal
5) Pencernaan B5 (Bowel)
Mual dan muntah terjadi akibat peningkatan tekanan
intracranial sehingga menekan pusat muntah pada otak. Gejala
mual dan muntah ini biasanya akan diikuti dengan penurunan nafsu
makan pada pasien. Kondisi mulut bersih dan mukosa lembab
6) Muskuloskeletal/integument B6 (Bone)
Keterbatasan pergerakan anggota gerak karena kelemahan
bahkan kelumpuhan. Kemampuan pergerakan sendi bebas, kondisi
tubuh kelelahan.

Anda mungkin juga menyukai