Anda di halaman 1dari 2

Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta yang wilayahnya sebagian besar terdiri dari topografi karst, dikenaldengan daerah
kekeringan pada musim kemarau. Selama ini yang terjadi di Kabupaten Gunungkidul apabila
musim kemarau datang, selalu terjadi kekeringan dan bahkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG) Yogyakarta menyebutkan Kabupaten Gunungkidul masih menjadi daerah
dengan kekeringan paling parah sepanjang musim kemarau. Daerah di Gunungkidul yang paling
ekstrem terkena dampak kekeringan berada di Kecamatan Tepus (Juli 2015/tempo.co). Daerah
paling kering ini juga berpotensi membawa penyakit kemarau bagi warga, terutama yang
menyerang pernapasan.Kekeringan di Kabupaten Gunungkidul juga berdampak pada turunnya
perekonomian warga setempat. Sebagian warga mengalami gagal panen, sehingga mereka tidak
dapat menjual hasil pertanian mereka dan merugi. Sebagian warga terpaksa menjual hewan ternak
mereka untuk membeli air bersih. Warga terpaksa membeli air bersih dari pihak swasta karena
kurangnya pasokan air bersih dari pemerintah daerah. Warga yang tidak mampu membeli air bersih
harus rela mengonsumsiair keruh dengan berjalan puluhan kilometer dengan menyusuri bukit
terjal.
Karst merupakan bentanglahan dengan ciri khas aliran permukaan yang langka dan sering
ditemukannya sungai bawah tanah (White, 1988; Ford dan Williams, 1989). Kawasan karst merupakan
kawasan yang memiliki keunikan bentuk permukaan bumi/eksokarst dan bentuk di dalam bumi/endokarst
(Worosuprojo dkk, 1997). Karst merupakan suatu bentuklahan dengan mempunyai kondisi yang unik
seperti hidrologi. Paper ini dibuat untuk menuhi salah satu tugas dari praktikum geohidrologi yang
berjudul “Kondisi Hidrologi pada Kawasan Karst”. Dengan adanya paper ini diharapkan dapat
memberikan banyak informasi mengenai kondisi hidrologi pada kawasan karst. Pentingnya untuk
mengetahui kondisi hidrologi kawasan karst yaitu dapat mengetahui sumberdaya air yang ada serta
system arah aliran yang ada.
Kawasan karst biasa dikenal dengan daerahnya yang memiliki kondisi kering dan mempunyai
banyak batu gamping. Kawasan karst dapat dikatakan kawasan apabila mempunyai porositas sekunder
(proses pelarutan) lebih dominan daripada porositas primer, contohnya lorong – lorong goa. Proses
pelarutan menyebabkan terjadinya kondisi ektrim seperti kondisi kering dan mempunyai air yang
melimpah di bawah permukaan (Cahyadi, 2010). Thornbury (1958) mengungkapkan bahwa suatu
kawasan dapat berkembang menjadi topografi karst apabila terdapat batuan yang mudah larut seperti
limestone, batuan yang mudah larut tersebut harus bervolume besar dan banyak rekahan, batuan tersebut
mengalami pengangkatan yang cukup tinggi, dan memiliki curah hujan yang tinggi, karena air hujan
merupakan media utama dalam proses pelarutan.
Kawasan karst mempunyai system hidrologi yang unik. Kawasan karst memiliki aliran airtanah
yang lebih banya dikontrol oleh lorong – lorong goa yang dapat disebut kondisi anisotropis. Kondisi
anisotropis memiliki aliran airtanah yang tidak sama ke segala arah dan tidak seragam. Sedangkan untuk
kawasan lain aliran aitanahnya pada kondisi isotopis. Kondisi anisotropis memiliki aliraan airtanah ke
segala arah dengan peluang sama, biasanya materialnya berupa pasir.
Kawasan karst mempunyai system aliran mutibasinal dengan adanya banyak cekungan. Raeisi
dan Karami (1997) menyebutkan bahwa system aliran kawasan karst terbagi menjadi tiga yaitu system
lorong dengan ukuran besa (conduit), system lorong dengan ukuran kecil (difus), dan system retakan
(fissure). Komponen aliran diffuse adalah komponen aliran yang masuk ke sungai bawah tanah melalui
proses infiltrasi yang terjadi secara perlahan –lahan melewati zona permukaan bukit karst (epikarst) dan
kemudian mengimbuh sungai bawah tanah berupaa tetesan ataupun rembesan – rembesan kecil,
contohnya tetesan pada ornament goa. Kondisi fissure yaitu aliran air yang melewati retakan contohnya
kekar atau join. Sehingga pada peristiwa yang sering terjadi misalkan pada kondisi hujan ekstrim air
hujan disimpan terlebih dahulu kemudian dihatuskan pelan – pelan. Maka pada saat bukan hujan terjedi
kekeringan tapi pada bulan kemarau baru terjadi adanya banjir. Conduit adalah komponen aliran yang
mengimbuh sungai bawah permukaan melaului ponor yang ada di permukaan, dan melewati rongga –
rongga yang besar dengan kecepatan aliran yang cepat dan akan menghasilkan banjir pada sungai bawah
tanah jika imbuhan hujan di permukaan besar. Contohnya komponen aliran ini yang paling ekstrim adalah
jika terkena banjir saat di dalam goa. Dominasi salah satu jenis komponen aliran pada daerah karst
tergantung dari perkembangan karst. Jika karst sudah memasuki stadium tua maka komponen aliran yang
dominan adalah conduit.
Sumberdaya air pada kawasan karst dapat berupa mata air, sungai bawah tanah dan doline. Mata
air dan doline lebih sering dimanfaatkan. Tantangan terkait sumberdaya air di kawasan karst adalah
adanya aktivitas penambangan, sehingga menyebabkan jumlah air yang tersimpan sedikit dan
menyebabkan air hujan sulit untuk meresap dan dominan proses penguapan. Persediaan airtanah dari
akuifer karst dari waktu ke waktu dianggap semakin berharga dan semakin penting untuk penyediaan air
minum (Adji dan Haryono-1999; Adji et al. 1999)
White (1988) mengatakan bahwa hidrologi kawasan karst memiliki karakteristik khas berupa
variasi tingkat infiltrasi, debit aliran airtanah dan debit keluaran airtanah dari sistem karst (white, 1988).
Karakteristik tersebut oleh Ford dan Williams (2007) dijelaskan sebagai berikut:
1. Duality of The Recharge
Duality of the recharge merupakan dua sifat atau cara air masuk ke dalam sistem akuifer yakni
melalui autogenik atau allogenik. Autogenik digunakan untuk menyebutkan imbuhan airtanah
yang masuk ke dalam akuifer kawasan karst berasal dari kawasan karst itu sendiri, atau dapat
dikatakan berasal dari air hujan yang jatuh langsung di atas topografi karst dan kemudian masuk
ke dalam tanah melalui rekahan-rekahan atau lorong-lorong pelarutan. Istilah allogenik
digunakan untuk menunjukkan imbuhan airtanah ke dalam akuifer kawasan karst berasal dari luar
kawasan karst atau wilayah lain, seperti melalui adanya imbuhan airtanah melalui sungai
permukaan dari kawasan non-karst yang masuk ke dalam sistem sungai bawah tanah di kawasan
karst (sinking stream). Meskipun demikian, pada kenyataannya sistem imbuhan airtanah di
kawasan karst sebagian besar berupa campuran antara autogenik dan allogenik.
2. Duality of The Infiltration Process
Duality of the infiltration process/ Duality of the groundwater flow merupakan kondisi proses
infiltrasi yang terjadi di kawasan karst dapat berupa diffuse, di mana air meresap melalui lapisan
tanah dan zona tak jenuh melalui ruang antar butir batuan atau tanah serta dapat pula terinfiltrasi
dengan cara conduit, di mana infiltrasi terkonsentrasi melalui ponor atau sinking stream yang
kemudian masuk ke sistem airtanah. Duality of the groundwater flow prosses terbagi menjadi
aliran lambat melalui ruang antar butir batuan (diffuse), aliran sedang melalui rekahan rekahan
batuan (fissure/campuran) dan aliran cepat yang melalui jaringan loronglorong pelarutan
(conduit)
3. Duality of The Discharge Process
Duality of the discharge process menunjukkan perbedaan debit mataair yang keluar akibat
dominasi sistem aliran. Tipe infiltrasi dan sistem aliran diffuse akan mengahasilkan mataair
dengan debit aliran yang relatif kecil. Sebaliknya, tipe infiltrasi dan sistem aliran conduit akan
menghasilkan mataair yang memiliki mataair dengan debit yang besar. Sistem aliran diffuse
menghasilkan mataair dengan respon terhadap hujan yang lambat, sedangkan pada sistem aliran
conduit akan memiliki respon terhadap hujan yang cepat.
Perbedaan akuifer karst dan akuifer non karst dapat dilihat dari pertamana zonasi vertical. Zonasi
vertical pada akuifer non karst mempunyai lapisan paling atas dibawah tanah adalah zona tak jenuh
(aerasi), lapisn ditengah merupakan zona intermediate, dan lapisan dibawah muka airtanah adalah zona
jenuh air. Sementara akuifer karst pada batuan karbonat cenderung berubah dari waktu ke waktu
tergantung dari cepat lambatnya tingkat pelarutan dan lorong lorong terbentuk.

Anda mungkin juga menyukai