Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PEMBAHASAN

A. Pengertian SAR

SAR merupakan singkatan dari Search And Rescue yang mempunyai arti
usaha untuk melakukan pencarian, pertolongan dan penyelamatan terhadap
keadaan darurat yang dialami baik manusia maupun harta benda yang berharga
lainnya.

Hakekat Search And Rescue (SAR) adalah suatu kegiatan kemanusiaan yang
dijiwai oleh falsafah pancasila dan merupakan kewajiban bagi seluruh warga
negara. Kegiatan tersebut meliputi segala upaya pencarian, pemberian pertolongan
dan penyelamatan jiwa manusia dan harta benda yang bernilai dari berbagai
musibah baik dalam perlindungan, pelayanan, bencana alam, maupun bencana
yang lainnya.

Sebagai salah satu komponen masyarakat yang memiliki rasa kemanusiaan,


maka SAR merupakan perwujudan rasa tanggung jawab akan keselamatan
sesama. Oleh karena itu, materi SAR diberikan untuk membekali anggota sendiri
akan ilmu dan teknik serta keorganisasian SAR yang ada, juga memberikan
wawasan dan bekal ketrampilan untuk memberikan pertolongan SAR gunung
hutan.

B. Tujuan SAR

Tujuan dari SAR adalah mencari dan menyelamatkan sebanyak mungkin jiwa
manusia maupun harta benda dengan cara yang efisien dan ekonomis. Memper
kecil kecelakaan, kematian, kerusakan harta benda di darat, laut dan udara.

1
Meningkatkan kerja sama untuk badan-badan SAR pemerintahan negara anggota
Juga sebagai salah satu konsekuensi kegiatan yang digelutinya, dimana resiko
akan selalu ada, maka SAR merupakan sebuah materi yang tidak mungkin
terpisahkan. Memberikan bekal seoptimal mungkin merupakan tujuan dan
kegunaan dari pendidikan ini.

C. Sejarah SAR

Penyelamatan adalah upaya menghindarkan dan/atau menangulangi cagar


budaya dari kerusakan, kehancuran atau kemusnahan. (Pasal 1 Angka 24 UU
Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya). Dalam upaya penyelamatan untuk
menghindari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan kita juga dituntut untuk
dapat mengerti situasi dan juga melakukan pencarian informasi terlebih dahulu
sebelum mengambil sebuah tindakan. Pencarian informasi (Information gathering)
adalah keinginan untuk mengetahui lebih banyak tentang sesuatu, seseorang atau
permasalahan. Meliputi pencarian informasi secara mendalam, diluar dari
pertanyaan rutin atau lebih dari yang dituntut oleh pekerjaan. Termasuk
“menggali” untuk mendapatkan informasi yang akurat. Hal ini juga meliputi
pertolongan dan tanggung jawab untuk keselamatan bersama.

Pencarian dan Penyelamatan (Search and Rescue) adalah suatu kegiatan


darurat yang mencakup proses deteksi, pencarian dan penyelamatan dalam suatu
musibah atau kecelakaan bahkan dalam kondisi bahaya dan melingkupi daerah
yang terisolasi. Definisi ini menunjukkan posisi dan tugas SAR yang melingkupi
kondisi darurat dan menuntut kesiap siagaan yang tertinggi. Sedangkan menurut
konteks bahasa indonesia, SAR (Pencarian dan penyelamatan) menunjuk pada
cara atau perbuatan dalam menyelamatkan yang menunjuk pada korban
kecelakaan.

2
Lahirnya organisasi SAR di Indonesia yang saat ini bernama BASARNAS
diawali dengan adanya penyebutan Black Area, bagi suatu negara yang tidak
memiliki organisasi SAR.

Dengan berbekal kemerdekaan, maka tahun 1950 Indonesia masuk menjadi


anggota organisasi penerbangan internasional ICAO (International Civil Aviation
Organization), Montreal, kanada. Sejak saat itu Indonesia diharapkan mampu
menangani musibah penerbangan dan pelayaran yang terjadi diIndonesia.

Sebagai konsekuensi logis atas masuknya Indonesia menjadi anggota ICAO


tersebut, maka pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun
1955 tentang Penetapan Dewan Penerbangan untuk membentuk panitia SAR.
Panitia teknis mempunyai tugas pokok untuk membentuk Badan Gabungan SAR,
menentukan pusat-pusat regional serta anggaran pembiayaan dan materil.

Sebagai negara yang merdeka, tahun 1959 Indonesia menjadi anggota


International Maritime Organization (IMO), London. Dengan masuknya
Indonesia sebagai anggota ICAO dan IMO tersebut, tugas dan tanggung jawab
SAR semakin mendapat perhatian. Sebagai negara yang besar dan dengan
semangat gotong royong yang tinggi, bangsa Indonesia ingin mewujudkan
harapan dunia international yaitu mampu menangani musibah penerbangan dan
pelayaran.

Dari pengalaman-pengalaman tersebut diatas, maka timbul pemikiran bahwa


perlu diadakan suatu organisasi SAR Nasional yang mengkoordinir segala
kegiatan-kegiatan SAR dibawah satu komando. Untuk mengantisipasi tugas-tugas
SAR tersebut, maka pada tahun 1968 ditetapkan Keputusan Menteri Perhubungan
Nomor T.20/I/2-4 mengenai ditetapkannya Tim SAR Lokal Jakarta yang
pembentukannya diserahkan kepada Direktorat Perhubungan Udara. Tim inilah

3
yang akhirnya menjadi embrio dari organisasi SAR Nasional di Indonesia yang
dibentuk kemudian.

Pada tahun 1968 juga, terdapat proyek South East Asia Coordinating
Committee on Transport and Communications, yang mana Indonesia merupakan
proyek payung (Umbrella Project) untuk negara-negara Asia Tenggara. Proyek
tersebut ditangani oleh US Coast Guard (Badan SAR Amerika), guna
mendapatkan data yang diperlukan untuk rencana pengembangan dan
penyempurnaan organisasi SAR di Indonesia

Dalam kegiatan survey tersebut, tim US Coast Guard didampingi pejabat –


pejabat sipil dan militer dariIndonesia, tim dariIndonesiamembuat kesimpulan
bahwa :

Instansi pemerintah baik sipil maupun militer sudah mempunyai unsur yang
dapat membantu kegiatan SAR, namun diperlukan suatu wadah untuk
menghimpun unsur-unsur tersebut dalam suatu sistem SAR yang baik. Instansi-
instansi berpotensi tersebut juga sudah mempunyai perangkat dan jaringan
komunikasi yang memadai untuk kegiatan SAR, namun diperlukan pengaturan
pemanfaatan jaringan tersebut.

Personil dari instansi berpotensi SAR pada umumnya belum memiliki


kemampuan dan keterampilan SAR yang khusus, sehingga perlu pembinaan dan
latihan.

Peralatan milik instansi berpotensi SAR tersebut bukan untuk keperluan SAR,
walaupun dapat digunakan dalam keadaan darurat, namun diperlukan
standardisasi peralatan.

4
Hasil survey akhirnya dituangkan pada Preliminary Recommendation yang
berisi saran-saran yang perlu ditempuh oleh pemerintahIndonesia untuk
mewujudkan suatu organisasi SAR di Indonesia.

Berdasarkan hasil survey tersebut ditetapkan Keputusan Presiden Nomor 11


tahun 1972 tanggal 28 Februari 1972 tentang pembentukan Badan SAR Indonesia
(BASARI).

Adapun susunan organisasi BASARI terdiri dari :

 Unsur Pimpinan
 Pusat SAR Nasional (Pusarnas)
 Pusat-pusat Koordinasi Rescue (PKR)
 Sub-sub Koordinasi Rescue (SKR)
 Unsur-unsur SAR

Pusarnas merupakan unit Basari yang bertanggungjawab sebagai pelaksana


operasional kegiatan SAR di Indonesia. Walaupun dengan personil dan peralatan
yang terbatas, kegiatan penanganan musibah penerbangan dan pelayaran telah
dilaksanakan dengan hasil yang cukup memuaskan, antara lain Boeing 727-
PANAM tahun 1974 di Bali dan operasi pesawat Twinotter di Sulawesi yang
dikenal dengan operasi Tinombala.

Secara perlahan Pusarnas terus berkembang dibawah pimpinan (alm) Marsma


S. Dono Indarto. Dalam rangka pengembangan ini pada tahun 1975 Pusarnas
resmi menjadi anggota NASAR (National Association of SAR) yang bermarkas di
Amerika, sehingga Pusarnas secara resmi telah terlibat dalam kegiatan SAR
secara internasional. Tahun berikutnya Pusarnas turut serta dalam kelompok kerja
yang melakukan penelitian tentang penggunaan satelit untuk kepentingan

5
kemanusiaan (Working Group On Satelitte Aided SAR) dari International
Aeronautical Federation.

Bersamaan dengan pengembangan Pusarnas tersebut, dirintis kerjasama


dengan negara-negara tetangga yaitu Singapura, Malaysia, dan Australia.

Untuk lebih mengefektifkan kegiatan SAR, maka pada tahun 1978 Menteri
Perhubungan selaku kuasa Ketua Basari mengeluarkan Keputusan Nomor
5/K.104/Pb-78 tentang penunjukkan Kepala Pusarnas sebagai Ketua Basari pada
kegiatan operasi SAR di lapangan. Sedangkan untuk penanganan SAR di daerah
dikeluarkan Instruksi Menteri Perhubungan IM 4/KP/Phb-78 untuk membentuk
Satuan Tugas SAR di KKR (Kantor Koordinasi Rescue).

Untuk efisiensi pelaksanaan tugas SAR di Indonesia, pada tahun 1979 melalui
Keputusan Presiden Nomor 47 tahun 1979, Pusarnas yang semula berada dibawah
Basari, dimasukkan kedalam struktur organisasi Departemen Perhubungan dan
namanya diubah menjadi Badan SAR Nasional (BASARNAS).

Lalu pada tahun 2016 dengan pertimbangan untuk melaksanakan ketentuan


Pasal 50 Undang-Undang Nomor 29 tahun 2014 tentang pencarian dan
pertolongan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tanggal 6 September 2016
telah menandatangani Peraturan Presiden (PerPes) Nomor 83 tahun 2016 dimana
BASARNAS berubah menjadi BNPP (Badan Nasional Pencarian dan
Pertolongan).

Menurut PerPes ini, BNPP adalah lembaga pemerintah nonkementrian yang


berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, yang dipimpin oleh
kepala. Maka sebelum terbentuknya Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan
BASARNAS masih tetap menjalankan tugas dan fungsinya.

6
D. Pendekatan Sistem SAR

Keseluruhan sistem pendekatan adalah digunakan untuk mengatasi masalah


SAR. Kehadiran bentuk gambaran SAR secara menyeluruh yaitu:

1. Dengan segera dapat cepat dimengerti oleh seorang yang masih awam
dalam bidang SAR.
2. Secara logis dapat dilaksanakan oleh pasukan oprasi selama dituntut
adanya misi SAR.

E. Sistem SAR

Sistem SAR terdiri dari lima tahapan dan didukung oleh lima komponen
SAR. Sistem SAR diaktifkan bila diterima informasi bahwa:

1. Muncul suatu keadaan darurat atau kemungkinan akan timbulnya keadaan


darurat.
2. Tidak diaktifkannya kembali apabila korban yang berada dalam keadaan
darurat dibebaskan ke posisi terawat dan betul-betul aman atau ketika
tidak mungkin lagi muncul keadaan darurat dan ketika tidak lagi
diharapkan pertolongan.

F. Tahapan SAR

Dalam penyelenggaraan oprasi SAR terdapat 5 tahapan, yaitu:

1. Awareness Stage (Tahap Kekhawatiran)

Adalah kekhawatiran bahwa suatu keadaan darurat diduga akan muncul,


termasuk didalamnya penerimaan informasi dari seseorang atau organisasi. Dalam

7
tahap ini menyadari bahwa suatu kejadian darurat telah terjadi dan perlunya
mengambil suatu tindakan.

Salah satu tindakan yang perlu diambil yaitu adalah mencatat data, diantaranya:

- Nama transportasi (pesawat/kapal)


- Lokasi/posisi kejadian
- Jenis musibah
- Waktu kejadian
- Cuaca/keadaan alam di lokasi kejadian
- Data lainnya

2. Initial Action Stage (Tahap Kesiagaan)

Adalah tahapan tindakan awal, tanggap bahwa suatu musibah telah terjadi
serta berusaha mengumpulkan berbagai keterangan mengenai musibah. Aksi
persiapan yang diambil antara lain menyiagakan fasilitas SAR dan mendapatkan
informasi yang lebih jelas, termasuk di dalamnya menyeleksi informasi yang
diterima, untuk segera dianalisa untuk dapat dilakukan tindakan selanjutnya. Saat
dilakukan suatu tindakan sebagai tanggapan (respon) terhadap musibah yang
terjadi beberapa yang harus dilakukan diantaranya:

- Evaluasi informasi kejadian/musibah (lokasi, waktu, obyek, dll)


- Penyiagaan fasilitas SAR (jenis, kemampuan, lokasi siaga, dll)
- Pencarian awal dengan komunikasi (Precom)
- Pencarian lanjutan dengan komunikasi (Excom)
- Pengusulan SMC

Dalam penyeleksian informasi tersebut, keadaan darurat dapat


diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu :

8
a.   Incerfa (Uncertainity Phase/ Fase meragukan) :

Adalah suatu keadaan emergency yang ditunjukkan dengan adanya keraguan


mengenai  keselamatan jiwa seseorang karena diketahui kemungkinan mereka
dalam menghadapi kesulitan.

b.   Alerfa (Alert Phase/ Fase Mengkhawatirkan/ Siaga) :

Adalah suatu keadaan emergency yang ditunjukkan dengan adanya


kekhawatiran mengenai keselamatan jiwa seseorang karena adanya informasi
yang jelas bahwa mereka menghadapi kesulitan yang serius yang mengarah pada
kesengsaraan (distress).

c.   Ditresfa (Ditress Phase/ Fase Darurat Bahaya) :

Adalah suatu keadaan emergency yang ditunjukkan bila bantuan yang cepat
sudah dibutuhkan oleh seseorang yang tertimpa musibah karena telah terjadi
ancaman serius atau keadaan darurat bahaya. Berarti, dalam suatu operasi SAR
informasi musibah  yang diterima bisa ditunjukkan tingkat keadaan emergency
dan dapat langsung pada tingkat Ditresfa.

3. Planning Stage (Tahap Perencanaan)    

Adalah suatu pengembangan perencanaan yang efektif dari sistem SAR. Di


dalamnya dapat berupa :

a. Perencanaan pencarian dimana sepatutnya dilaksanakan


b. Perencanan pertolongan dan pembebasan akhir

Juga ditambahkan lagi dengan perencanaan operasi yang efektif berupa:

- Menentukan titik duga (datum)

9
- Penentuan koordinat dan luas daerah pencarian
- Pemilihan unsur yang akan digunakan
- Pola pencarian yang akan digunakan
- Rencana operasi pertolongan
- Situasi daerah pencarian (medan, cuaca, dll)
- Koordinasi dilokasi
- Jaringan komunikasi
- Pelaporan

Dan dapat ditambahkan pula antara lain meliputi posisi yang paling mungkin dari
korban, luas areal SAR, tipe pola pencarian, perencanaan pencarian optimum,
perencanaan pencarian yang telah dicapai, memilih metode pertolongan terbaik,
memilih titik pembebasan yang paling aman bagi korban, memilih fasilitas
kesehatan yang baik bagi korban yang mengalami cedera atau penderitaan.

4. Operation Stage (Tahap Operasional)

Detection Mode/ Tracking Mode And Evacuation Mode, yaitu  dilakukan


operasi pencarian dan  pertolongan serta  penyelamatan  korban secara  fisik.
Tahap operasi meliputi :

a. Tindakan ketika bergerak ke lokasi kejadian.

- Melakukan pencarian dan mendeteksi tanda-tanda yang ditemui yang


diperkirakan   ditinggalkan survivor (Detection Mode).
- Mengikuti  jejak  atau  tanda-tanda  yang  ditinggalkan  survivor (Tracking
Mode).
- Menolong/menyelamatkan dan mengevakuasi korban (Evacuation Mode),
dalam hal ini memberi perawatan gawat darurat pada korban yang

10
membutuhkannya dan  membawa korban yang cedera kepada perawatan 
yang  memuaskan (evakuasi).
- Mengadakan briefing kepada SRU.
- Mengirim/memberangkatkan fasilitas SAR.
- Melaksanakan operasi SAR di lokasi kejadian.
- Melakukan penggantian/penjadwalan SRU di lokasi kejadian. 

b. Strategi operasi

- siaga operasi untuk mendukung operasi SAR


- latihan operasi SAR berlanjut/terprogram

c. Kebijakan operasi

- Siaga komunikasi
- Siaga rescue
- Siaga crew helikopter

Operasi SAR dibuka/diaktifkan segera setelah diketahui adanya musibah atau


diketahui telah terjadi keadaan darurat.

d. Operasi SAR ditutup/dihentikan

- Bila korban telah berhasil diselamatkan


- Telah diyakini keadaan darurat tak terjadi
- Dari hasil evaluasi bahwa harapan untuk menyelamatkan korban tidak ada
lagi

e. Keberhasilan operasi SAR

- Bila rescuer cepat dalam memberikan respon


- Bila rescuer tepat dalam menentukan lokasi musibah

11
- Berhasil menyelamatkan korban

Harus didukung dengan:

- SDM SAR yang profesional


- Sarana dan peralatan yang cukup memadai
- Protap operasi sar yang mantap

5. Mission Conclusion Stage (Tahap Akhir Misi)

Merupakan tahap  akhir  operasi  SAR,  meliputi membuat laporan kegiatan


SAR secara menyeluruh, penarikan kembali SRU dari lapangan ke posko,
penyiagaan kembali  tim SAR untuk menghadapi musibah selanjutnya yang
sewaktu-waktu dapat terjadi, evaluasi hasil kegiatan, mengadakan pemberitaan
(Press Release) dan menyerahkan korban/survivor  kepada yang berhak serta
mengembalikan SRU pada instansi induk masing-masing dan pada kelompok
masyarakat.

G. Komponen SAR

Ada lima komponen SAR, yaitu:

1. Organisasi

Merupakan struktur organisasi SAR, meliputi aspek pengerahan unsur


koordinasi, komando dan pengendalian, kewenangan, lingkup penegasan dan
tanggung  jawab  untuk penanganan suatu musibah.

2.   Fasilitas   

Adalah komponen berupa persiapan unsur-unsur, peralatan, perlengkapan,


serta  fasilitas   pendukung lainnya yang dapat digunakan dalam operasi SAR.

12
3.   Komunikasi        

Adalah  komponen penyelenggaraan komunikasi sebagai sarana untuk


melakukan fungsi deteksi terjadinya musibah, fungsi komando dan  pengendalian
operasi, membina kerjasama/  koordinasi selama operasi SAR berlangsung.

4.  Emergency Care (Perawatan Gawat Darurat)

Adalah komponen penyediaan fasilitas perawatan gawat darurat yang bersifat


sementara, termasuk memberikan dukungan terhadap korban di tempat musibah
sampai ke tempat yang lebih memadai.

5.  Dokumentasi        

Adalah komponen pendataan laporan dari  kegiatan,  analisa serta data-data


kemampuan yang akan menunjang efisiensi pelaksanaan operasi SAR serta untuk
perbaikan atau pengembangan kegiatan-kegiatan misi SAR yang akan datang.

H. Organisasi SAR di Indonesia

Diantara lembaga penyelamat yang ada di Indonesia, kita pasti mengenal SAR
di bawah naungan Lembaga BASARNAS. Selintas informasi yang bisa saya
berikan, berikut adalah ulasan singkatnya:
Di Indonesia SAR ini telah dibentuk badan organisasinya, yaitu BASARNAS
( Badan SAR Nasional ), adalah Lembaga Pemerintah Non Kementrian Indonesia
yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pencarian dan
pertolongan.
Basarnas mempunyai tugas pokok melaksanakan pembinaan,
pengkoordinasian, dan pengendalian potensi SAR dalam kegiatan SAR terhadap
orang dan material yang hilang atau dikhawatirkan hilang atau menghadapi

13
bahaya dalam pelayaran dan/atau penerbangan, serta memberikan bantuan dalam
bencana dan musibah lainnya sesuai dengan peraturan SAR nasional dan
internasional. Secara jelas tugas dan fungsi SAR adalah penanganan musibah
pelayaran dan/atau penerbangan, dan/atau bencana dan/atau musibah lainnya
dalam upaya pencarian dan pertolongan saat terjadinya musibah. Penanganan
terhadap musibah yang dimaksud meliputi 2 hal pokok yaitu pencarian (search)
dan pertolongan (rescue).
Sejarah Basarnas dimulai dengan terbitnya Keputusan Presiden No 11 Tahun
1972 tanggal 28 Februari 1972 tentang Badan SAR Indonesia (BASARI), dengan
tugas pokok menangani musibah kecelakaan dan pelayaran. BASARI
berkedudukan dan bertanggung jawab kepada Presiden dan sebagai pelaksanan di
lapangan diserahkan kepada PUSARNAS (Pusat SAR Nasional) yang diketuai
oleh seorang pejabat dari Departemen Perhubungan.
Pada tahun 1980 berdasarkan keputusan Menteri Perhubungan nomor
KM.91/OT.002/Phb-80 dan KM 164/OT.002/Phb-80, tentang Organisasi dan tata
kerja Departemen Perhubungan, PUSARNAS menjadi Badan SAR Nasional
(BASARNAS). Perubahan struktur organisasi BASARNAS mengalami perbaikan
pada tahun 1998 berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM. 80
tahun 1998, tentang Organisasi dan Tata Kerja BASARNAS dan KM. Nomor 81
tahun 1998 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor SAR. Pada tahun 2001,
struktur organisasi BASARNAS diadakan perubahan sesuai dengan Keputusan
Menteri Perhubungan KM. Nomor 24 tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Departemen Perhubungan dan Keputusan Menteri Perhubungan No. 79
tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Search and Rescue (SAR).
Dengan meningkatnya tuntutan masyarakat mengenai pelayanan jasa SAR dan
adanya perubahan situasi dan kondisi Indonesia serta untuk terus mengikuti
perkembangan IPTEK, maka organisasi SAR di Indonesia terus mengalami

14
penyesuaian dari waktu ke waktu. Organisasi SAR di Indonesia saat ini diatur
dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 43 Tahun 2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan dan Keputusan Menteri
Perhubungan No. KM 79 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
SAR. Dalam rangka terus meningkatkan pelayanan SAR kepada masyarakat,
maka pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2006
tentang Pencarian dan Pertolongan yang mengatur bahwa Pelaksanaan SAR (yang
meliputi usaha dan kegiatan mencari, menolong, dan menyelamatkan jiwa
manusia yang hilang atau menghadapi bahaya dalam musibah pelayaran, dan/atau
penerbangan, atau bencana atau musibah lainnya) dikoordinasikan oleh Basarnas
yang berada dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Menindak
lanjuti Peraturan Pemerintah tsb, Basarnas saat ini sedang berusaha
mengembangkan organisasinya sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen
sebagai upaya menyelenggarakan pelaksanaan SAR yang efektif, efisien, cepat,
handal, dan aman.
Terakhir, berdasarkan Peraturan Presiden No. 99 Tahun 2007, BASARNAS
ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang berada di
bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Basarnas dipimpin oleh Kepala Badan SAR Nasional yang membawahi 2
(dua) deputi yaitu Deputi Bidang Operasi dan Bidang Potensi serta Sekretaris
Utama. Deputi Bidang Operasi bertanggung jawab dalam pelaksanaan operasi
SAR sedangkan Deputi Bidang Potensi bertanggung jawab dalam pembinaan
potensi SAR baik Sumber Daya Manusia maupun fasilitas SAR. Deputi Bidang
Operasi terdiri dari : Direktorat Operasi dan Direktorat Komunikasi. Deputi
Bidang Potensi terdiri dari : Direktorat Sarana dan Prasarana serta Direktorat Bina
Ketenagaan dan Pemasyarakatan SAR.
Dalam melaksanakan tugas pokoknya, Basarnas mempunyai Unit Pelaksanan

15
Teknis (UPT) di daerah yang disebut Kantor SAR dan Unit Pelaksana Teknis
(UPT) Balai Diklat. Saat ini terdapat 33 Kantor SAR yang terdiri dari 10 Kantor
SAR Kelas A dan 23 Kantor SAR Kelas B. Kantor SAR mempunyai wilayah
tanggung jawab untuk melaksanakan pembinaan, koordinasi dan pelaksanaan
operasi SAR di wilayahnya.
1. Basarnas

Mempunyai tugas melaksanakan pengkoordinasian usaha dan kegiatan


pencarian, pemberian pertolongan dan penyelamatan sesuai dengan peraturan
nasional dan internasional terhadap orang atau barang yang hilang atau
dikhawatirkan hilang atau menghadapi bahaya dalam suatu kejadian.

2. Kantor SAR

Kantor SAR  adalah UPT Basarnas di wilayah yang mempunyai tugas


melaksanakan tindak awal, koordinasi, dan pengerahan potensi SAR dalam rangka
operasi SAR terhadap musibah pelayaran, penerbangan, dan bencana lainya, serta
pelaksanaan latihan SAR di wilayah tanggungjawabnya (Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor 81 tahun 1998 tentang Organisasi Tata Kerja Kantor SAR,
yang dahulu kita kenal dengan istilah adalah KKR dan SKR dan sekarang berubah
menjadi Kantor SAR (Type A dan B).

Dalam melaksanakan tugas pokoknya, Basarnas mempunyai Unit Pelaksanan


Teknis (UPT) di daerah yang disebut Kantor SAR dan Unit Pelaksana Teknis
(UPT) Balai Diklat. Saat ini terdapat 33 Kantor SAR yang terdiri dari 10 Kantor
SAR Kelas A dan 23 Kantor SAR Kelas B. Kantor SAR mempunyai wilayah
tanggung jawab untuk melaksanakan pembinaan, koordinasi dan pelaksanaan
operasi SAR di wilayahnya.
a. Kantor Kelas A

16
Kantor SAR ini mempunyai tugas mengerahkan potensi SAR, koordinasi
dalam rangka operasi SAR terhadap musibah pelayaran, penerbangan, dan
bencana lainnya, serta pelaksanaan latihan SAR di wilayah tanggung jawabnya.

Diantaranya:

1. Kantor SAR Medan


2. Kantor SAR Jakarta
3. Kantor SAR Surabaya
4. Kantor SAR Denpasar
5. Kantor SAR Makassar
6. Kantor SAR Biak
7. Kantor SAR Manado
8. Kantor SAR Padang
9. Kantor SAR Semarang
10. Kantor SAR Lampung
b. Kantor Kelas B

Kantor SAR ini Mempunyai Tugas Melaksanakan tindakan koordinasi dan


pengerahan potensi SAR dalam rangka operasi SAR terhadap musibah di
wilayahnya.

Diantaranya:

1. Kantor SAR Banda Aceh


2. Kantor SAR Pekanbaru
3. Kantor SAR Tanjung Pinang
4. Kantor SAR Pangkal Pinang
5. Kantor SAR Palembang
6. Kantor SAR Palu

17
7. Kantor SAR Pontianak
8. Kantor SAR Banjarmasin
9. Kantor SAR Balikpapan
10. Kantor SAR Ternate
11. Kantor SAR Kendari
12. Kantor SAR Kupang
13. Kantor SAR Mataram
14. Kantor SAR Ambon
15. Kantor SAR Jayapura
16. Kantor SAR Sorong
17. Kantor SAR Timika
18. Kantor SAR Merauke
19. Kantor SAR Bandung
20. Kantor SAR Jambi
21. Kantor SAR Gorontalo
22. Kantor SAR Bengkulu
23. Kantor SAR Manokwari
Untuk mempercepat ke lokasi musibah yang tersebar dalam wilayah yang
cukup luas maka Kantor SAR menempatkan Tim rescue di Pos SAR. Pos SAR
ditempatkan di wilayah kantor SAR di dua tempat dengan prioritas daerah yang
mempunyai tingkat kerawanan tinggi terhadap terjadinya bencana/musibah.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan No : KM 40 Tahun 2006, tentang
Pos Search And Rescue (POS SAR) terdapat sebanyak 48 Pos SAR yaitu:
1. Sibolga
2. Tanjung Balai-Asahan
3. Nias
4. Cirebon
5. Jember

18
6. Tulungagung
7. Pelabuhan Gilimanuk
8. Pelabuhan Padangbai
9. Kab. Bone
10. Kab. Selayar
11. Kab. Nabire
12. Kab. Serui
13. Lhokseumawe
14. Meulaboh
15. Lubuk Sikaping / Jambi
16. Bengkalis
17. P. Natuna Besar
18. Tanjung Balai Karimun
19. Yogyakarta
20. Cilacap
21. Trenggalek
22. Kayanangan
23. Kab. Manggarai
24. Maumere
25. Sintete
26. Kendawangan
27. Kotabaru
28. Sampit
29. Tarakan
30. Kutai Timur
31. Bau-Bau/ Buton
32. Kolaka
33. Namlea
34. Banda

19
35. Fakfak
36. Wamena
37. Sarmi
38. Agats
39. Jepara
40. Kaimana
41. Kimam / P. Dolak
42. Luwuk
43. Tasikmalaya
44. Bungo
45. P. Mentawai
46. Sukabumi
47. Merak
48. Wakatobi
I. Struktur Organisasi Misi/Operasi SAR
Elemen organisasi SAR ini menunjukkan suatu bentuk misi organisasi yang
dibentuk untuk melaksanakan suatu operasi SAR. Bentuk dasar struktur organisasi
misi SAR adalah sebagai berikut :

Gambar 1.
1. SC (SAR Coordinator)

Pejabat pemerintah yang mempunyai wewenang dalam penyediaan fasilitas


juga mampu memberikan dukungan kepada KKR (Kantor Koordinasi Rescue)

20
dalam menggerakkan unsur-unsur operasi SAR karena jabatan dan kewenangan
yang dimilikinya. Kemudian unsur-unsur ini diserahkan kepada SMC untuk di
gunakan dalam oprasi SAR.

2. SMC (SAR Mission Coordinator)

Seorang pejabat yang ditunjuk oleh kepala BASARNAS ataupun KKR yang 
mempunyai pengetahuan dan kemampuan tinggi serta memiliki kualifikasi yang
ditentukan atau telah mengikuti pendidikan sebagai seorang SMC yang di akui
dalam menentukan MPP (Most Probable  Position), menentukan area pencarian,
strategi pencarian (berapa unit, teknik, dan fasilitasnya). SMC akan
mengkoordinasikan dan mengendalikan operasi SAR dari awal sampai akhir.

Tugas dan tanggung jawab SMC:

a. Mendapatkan informasi tentang musibah.


b. Mendapatkan informasi tentang cuaca.
c. Menentukan/membagi areal pencarian dan cara serta fasilitas yang akan
digunakan.
d. Mengadakan debriefing terhadap unsur-unsur SAR yang akan dilibatkan.
e. Mengevaluasi setiap perkembangan (berdasarkan data-data yang
diterima).
f. Melaporkan kegiatan secara teratur ke BASARNAS/KKR.
g. Mengatur dropping perbekalan.
h. Mengadakan koordinasi dengan KKR tetangga bila areal pencarian tidak
terbatas pada satu wilayah SAR saja.
i. Menyarankan penghentian pencarian bila dipandang perlu.
j. Membebaskan unsur SAR atau menghentikan kegiatan bila bantuan
mereka tidak dibutuhkan.

21
k. Membuat laporan akhir perihal hasil operasi SAR yang telah
dilaksanakan.

Pada umumnya pengendalian SAR dilakukan di KKR namun bila tidak


memungkinkan

3. OSC (On Scene Commander)

Seseorang yang ditunjuk oleh SMC untuk  mengkoordinasikan dan


mengendalikan SRU di lapangan. OSC ini tidak mutlak ada, tapi juga bisa lebih
dari satu, tergantung wilayah komunikasi dan kesulitan  jangkauannya.

4. SRU (SAR Unit)

Adalah unsur SAR yang digerakkan di lapangan pada operasi SAR dan
mengikuti pentahapan penyelenggaran operasi, SRU ini dapat dari instansi,
potensi SAR, masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam operasi  SAR.

1. Tugas Utama SRU (Seacrh and Rescue Unit) :

1) Melaksanakan tugas yang diberikan oleh SMC atau OSC.

SRU wajib patuh terhadap tugas yang diberikan oleh SMC atau OSC. Apabila
keadaan menghendaki adanya perubahan, maka hanya dapat dilakukan setelah
konsultasi dan disetujui oleh SMC atau OSC. Penyimpangan atau melawan
wewenang dari SMC atau OSC sama sekali tidak dibenarkan dan SMC atau OSC
wajib menarik kembali SRU yang tidak disiplin.

2) Melaksanakan prosedur pencarian secara benar.

Berbagai petunjuk pelaksanaan tugas harus dikerjakan secara seksama dengan


kewaspadaan dan ketelitian yang baik.

22
3) Melapor segala kegiatan secara berkala kepada SMC atau OSC pada
waktu yang ditetapkan sambil konsultasi mengenai berbagai keperluan dan
kepentingan guna kelancaran operasi pencarian.
4) Memasang rambu-rambu (Marker) pada daerah pencarian guna
membantu kelancaran serta ketepatan usaha dalam sistem pencarian. Dapat berupa
:

a) Rambu tanda :

Gambar 2.

- String line (berikut tags/tanda-tanda)


- Ribbon (ikatan pita atau tali rafia)

b) Rambu tertulis
c) Petunjuk ketinggian suatu tempat 

Gambar 3.

d) Petunjuk arah ke suatu tempat

23
Gambar 4.

e) Catatan Petunjuk Lapangan atau CPL yang berisi :

- Tanggal, nomor regu, jumlah anggota


- Keterangan tugas
- Keterangan tugas yang dilakukan
- Petunjuk tempat-tempat yang berbahaya (tanag longsor, jurang dsb)
- Petunjuk diketemukannya jejak, juga tanda-tanda dan sebagainya, yang
diperkirakan/dipastikan milik korban Keterangan tambahan pada CPL
oleh regu berikutnya yang melewati tempat terdapatnya CPL. Keterangan
ini dapat ditambahkan bila dianggap perlu oleh SRU guna melengkapi
keterangan yang sudah ada.

5) Memberikan pertolongan pertama pada korban bila diperlukan.


Pertolongan harus diberikan dengan pengetahuan serta kesadaran
kemanusiaan yang tinggi .
6) Melaksanakan evakuasi korban, baik dalam keadaan sehat, sakit ataupun
sudah meninggal.
7) Dapat melakukan hubungan komunikasi radio dengan baik dan jelas sesuai
prosedur standar operasi radio yaitu dengan menggunakan HT. Juga
mengerti kode yang telah disepakati bersama untuk keadaan darurat.
8) Membuat laporan kerja secara tertulis bila diminta oleh SMC atau OSC.

2. Perlengkapan Wajib SRU

24
Selain membawa perlengkapan standar untuk menjelajah rimba dan gunung,
anggota SRU wajib memebawa beberapa perlengkapan yang dikategorikan
sebagai perlengkapan wajib bila akan bergabung dalam suatu operasi SAR.
Peralatan itu berupa :

1. Perorangan

- Ponco atau jas hujan


- Golok tebas
- Peluit
- Tempat air
- Senter dan bola lampu serta baterai cadangan secukupnya
- Makanan untuk 4 hari (bila rencana mengikuti SAR selama 3 hari).

2. Regu

- Tenda
- Peta, kompas, altimeter, penggaris busur
- Peralatan masak (kompor + bahan bakar, nesting)
- Peralatan Rock Climbing (karmentel, harness, jumar, piton, hammer,
descender, sling dsb)
- Alat komunikasi (HT, dsb)
- Benang (untuk string line) sejumlah 4 kelos @ 500 m
- Tali rafiah 500 gr
- Obat-obatan dan peralatan P3K
- Jerigen air 5 lt
- Senter besar/ lampu penerangan (neon baterai, lampu badai)

J. Faktor hambatan Pencarian SAR

Perlunya Cepat Tanggap dalam suatu Operasi SAR

25
Faktor-faktor yang mempersulit dalam pencarian, yaitu :
- Sangat cepatnya area pencarian yang potensial meluas (lihat gambar ke 1.)
- Meningkatnya kesulitan pencarian berkaitan dengan mobilitas dan reaksi
(lihat gambar ke 2.)

Gambar 5.
Titik dimana survivor terakhir diketahui, merupakan titik awal yang lebih
baik untuk menentukan area pencarian potensial. Walaupun nantinya akan
mengarah kepada langkah awal yang salah, tetapi itulah satu-satunya jalan yang
dapat dilakukan untuk mencegah meluasnya area pencarian. Makin sempit area
pencarian, makin mudah kita membatasi atau memblok dan melakukan pencarian.

Apabila survivor mempunyai waktu untuk menempuh jarak 10 km, area


pencarian menjadi 314 km². Dalam keadaan medan tertentu dimana untuk 1 km²
area pencarian diperlukan 30 orang pencari untuk 1 hari pencarian, maka sangat
sulit untuk menyiapkan jumlah pencari yang dibutuhkan untuk area seluas itu.

26
Gambar 6.
Kesulitan pencarian meningkat secara cepat, sampai survivor tidak mampu
bergerak atau berjalan. Setelah itu meningkat sedikit lagi baru kemudian
mendatar. Survivor yang sudah tidak mampu melakukan pergerakan, masih dapat
berteriak ataupun memberi respon lain atas usaha pencarian. Bila ia telah holang
kesadarannya atau meninggal, ia berada pada keadaan tersulit untuk dicari, tetapi
kesulitan pencarian tidak akan bertambah lagi.

K. Teknik Pencarian SAR

Pencarian yang spesifik dapat bervariasi tergantung situasi tertentu, tetapi


secara umum hal itu akan tercakup dalam lima mode pencarian. Empat metode (1-
4) diperhitungkan untuk mencegah survivor meninggalkan area pencarian tanpa
terdeteksi.
1. Tahap Awal (Preliminary Mode)

Yaitu mengumpulkan informasi-informasi awal, saat dari mulai tim-tim


pencari diminta bantuannya sampai kedatangannya di lokasi. Melakukan
perencanaan pencarian awal, perhitungan-perhitungan, mengkoordinasikan regu

27
pencari, memebentuk pos pengendali perencanaan, mencari identitas subjek,
perencanaan operasi dan evakuasi.

2. Tahap Pemagaran (Confinement Mode)

Yaitu memantapkan garis batas untuk mengurung orang yang dinyatakan atau
dikhawatirkan hilang agar berada di dalam areal pencarian (search area). Untuk
lebih jelasnya akan dibahas dalam bagian tersendiri.

a. Blocking.

Yaitu tim pencari ditempatkan di jalan masuk ke area pencarian baik jalan
atau jalan setapak. Mereka mencatat apabila ada orang yang ke luar dan masuk ke
daerah area pencarian. Biasanya area ini ditutup untuk orang masuk (kecuali regu
pencari) dan ditempatkan aparat keamanan untuk mendampingi tim. Titik-titik
blocking selamanya ada yang menempati kecuali diputuskan untuk ditinggalkan.
Blocking itu sendiri dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
1) Trail Block

Team kecil di kirimkan untuk memblokir jalan setapak yang keluar masuk
search area. Mereka mencatat nama-nama dan data dari setiap orang yang
meninggalkan search area dan memberitahu yang yang akan masuk area tentang
orang yang hilang. Setidaknya satu orang tetap berjaga sepanjang waktu dan dapat
memperhitungkan bahwa tidak seorangpun dapat lolos lewat tanpa diketahui.
Trail block harus tetap di awasi sepanjang waktu sampai OSC/SMC
memerintahkan dalam bentuk lain. Trail Block di gunung bisa dilakukan dengan
memblokir jalur-jalur setapak yang dijadikan pintu keluar-masuk oleh para
pendaki, dan jalur-jalur setapak yang biasa digunakan oleh warga setempat untuk
keluar-masuk hutan saat mencari rumput ataupun kayu bakar.

28
2) Road Block

Dasarnya sama dengan Trail Block. Road Block dapat dikerjakan oleh tenaga
sukarela dengan memblokir jalan-jalan desa atau perkebunan dengan maksud
apabila Subyek lewat di jalur ini segera dapat tertangkap oleh tim pencari. Road
Block di gunung dapat dilakukan dengan menghadang di jalan lingkar yang
menyabuk di kaki gunung yang dicurigai kemungkinan Subyek melalui jalur
tersebut setelah lolos dari hutan.

b. Lookouts.
Yaitu menempatkan regu kecil di ketinggian untuk dapat mengawasi daerah-
daerah sekitarnya (lembah, aliran sungai, dan lain-lain), untuk mendeteksi
survivor bila bergerak di sekitar daerah itu. Beberapa alat bisa digunakan untuk
menarik perhatian survivor seperti asap, suara peluit, sinar lampu dan lain-lain.
c. Camp-In.
Yaitu pos-pos pemantau yang didirikan pada posisi-posisi strategis
(persimpangan jalan setapak, pertemuan aliran sungai, dan lain-lain). Camp-In
dapat berfungsi sebgai Lookouts, Pos relay Radio, Trail atau Road Block, dari
titik Camp-In ini juga regu pencari bisa bergerak melakukan penyapuan ke daerah
sekitarnya. Contoh:

Gambar 7.
d. Track Traps.

29
Yaitu membuat dan memanfaatkan rintangan-rintangan alam (tepian berpasir
rata pada sungai, tanah lunak di jalan setapak), agar survivor yang melewati
daerah tersebut dipastikan akan meninggalkan jejak. Dalam selang waktu tertentu
dilakukan pemeriksaan di tempat tersebut.
e. String Lines.
Looksouts dan Camp-In akan lebh efektif di daerah yang cukup terbuka.
Pada daerah yang bertumbuhan rapat, akan lebih efektif jika dibuat String Line
yaitu berupa tali berdiameter 2 mm, cukup kuat dan warna mencolok, dipasang
setinggi dada pada garis yang ditentukan dan dikaitkan pada pohon-pohon dan
kedua ujungnya ditambatkan kuat. Selain digunakan untuk Confinement, string
line yang dipasangi tags (terbuat dari kertas plastik atau kain yang mencolok
warnanya) dapat memberikan petunjuk pada survivor untuk menuju ke tempat
yang aman.
String Line juga berfungsi untuk mebagi-bagi area pencarian dan digunakan
sebagai garis batas sektor pencarian.

Ada dua hal yang menguntungkan dengan membentuk sektor-sektor pencarian


itu :
- Mengurangi waktu yang diperlukan survivor untuk bergerak mencapai
atau terperangkap string lines.

30
Gambar 8.
- Mempermudah pelaksanaan pencarian oleh regu-regu pencari, karena
jelas batasan-batasannya.

Gambar 9.
3. Tahap Pengenalan (Detection Mode)

Yaitu pemeriksaan-pemeriksaan terhadap tempat-tempat yang dicurigai.


Apabila dirasa perlu, dilakukan pencarian dengan cara menyapu (sweep searches).
Bisa juga dilakukan pemeriksaan terhadap tempat-tempat yang diketemukan
tanda-tanda atau barang-barang yang ditinggalkan oleh survivor.

Detection Mode terbagai atas tiga kriteria pencarian, yaitu :


a. Tipe Pencarian I
Yang ingin dicapai dari type ini adalah :
- Pemeriksaan sesegera mungkin atas area di mana survivor diduga kuat
berada.
- Mendapatkan informasi mengenai area pencarian.
Metode ini digunakan pada :
- Tahap pencarian paling awal.
- Setiap saat untuk memeriksa apa yang tampak mencurigakan (belum

31
dapat dipastikan) atau memeriksa ulang daerah-daerah dimana survivor
diduga kuat berada.
Metodenya adalah regu kecil yang mampu bergerak cepat bergerak memeriksa
jalan, jalan setapak, punggungan gunung, sepanjang aliran sungai, air terjun,
tebing curam, gubuk-gubuk, hutan lebat, dan lain-lain yang mencurigakan di
dalam daerah pencarian.
Jumlah anggota regu bervariasi antara 3-6 orang (minimum 3 orang dengan
pertimbangan keselamatan). Meskipun tidak selalu, sewaktu-waktu anggota regu
dapat bergerak melebar (bila melewati punggungan gunung yang lebar, tepi sungai
yang landai). Pada selang waktu tertentu regu berhenti untuk memperhatikan
sekitar, memanggil survivor dan menanti kemungkinan adanya jawaban.
Komandan regu harus selalu memberikan informasi perkembangan regunya,
temuan jejak, dan catatan-catatan perubahan medan berdasarkan peta yang
digunakan kepada SMC atau OSC.
Apabila regu pencari mendapatkan jejak atau barang tercecer segera dicatat
tempat penemuan lokasi dimana jejak atau barang tersebut berada. Bila SMC atau
OSC memerintahkan untuk membawa barang tersebut, maka sebuah marker harus
ditempatkan di lokasi penemuan. Hal ini untuk mempermudah regu pencari
lainnya menemukan lokasi itu.

32
Gambar 10.
Kesalahan pada umumnya terjdai dengan gerak pencarian berjajar (menyapu),
terutama bila gerak berpatokan pada Control Line adanya daerah yang overlap
(tumpang tindih) atau tidak tersapu. Fungsi dari ribbon (pita dengan warna yang
mencolok) berfungsi sebagai patokan penyapuan sisi terluar apabila penyapuan
dilakukan bolak-balik.
Kesalahan lain yang umumnya terjadi adalah para pencari tidak dapat
menjaga jarak penyapuan, terutama bila jumlah anggota regu lebih dari 5 orang,
bahkan bisa saja jarak antar penyapu akan semakin mendekat dan akhirnya
menyatu, untuk mengatasi hal ini komandan regu bertugas mengawasi di belakang
pencari.
b. Tipe Pencarian II
Sasarannya adalah pencarian yang cepat pada seluruh area yang terdeteksi, dan
digunakan pada :
- Tahap awal operasi pencarian terutama jika jangka waktu orang yang
hilang untuk bertahan hidup sangat pendek.
- Situasi dimana search area luas, tidak ada area-area khusus yang bisa
diidentifikasi, dan apabila kekurangan tenaga untuk bisa meliput seluruh
area.

33
Metode pencaraian yaitu dengan jarak yang lebar di antara pencari. Walaupun
metode ini tidaklah secermat sebagaimana bila jarak di antara pencari lebih
sempit, cara ini lebih sempit, cara ini lebih efisien (akan menghasilkan pencapaian
yang lebih besar dari kemampuan kerja pencari per jam dari waktu pencarian).
Jumlah angota team 3-7 orang. Jarak penyapuan yang lebar dapat dilaksanakan
sempurna oleh tim yang terdiri dari 3 orang dengan sudut kompas sejajar.

Gambar 11.
Bila jumlah anggota tim lebih dari lima orang, umumnya akan lebih bijaksana
memiliki pemimpin tim yang bergerak menyamping jauh selebar jarak penyapuan,
tugasnya adalah untuk :
- Memperhatikan apakah pemegang kompas (compas man) dapat menjaga
sudut kompas yang sejajar.
- Mengatasi hal-hal yang tidak diinginkan.
- Memeriksa penemuan-penemuan.
Apabila seorang anggota tim menemukan sesuatu atau mendapat kesulitan
dalam menembus kerimbunan hutan, maka ia harus berteriak “HALT” (berhenti),
pemimpin tim leader akan memeriksa apa yang menjadikan alasan untuk berhenti

34
dan akan memberi perintah untuk bergerak kembali bila setiap anggota tomnya
sudah siap.
“Adalah merupakan prinsip umum gerak berjajar ini, bahwa setiap anggota
tim boleh berteriak “HALT”, tetapi hanya tim leader yang boleh memerintahkan
tim bergerak kembali.”

Umumnya Tipe Pencarian II digunakan untuk memeriksa sungai-sungai/parit.


Di daerah yang berhutan lebat, sungai-sungai kecil merupakan jalan yang lebih
mudah untuk ditembus oleh subjek dibandingkan dengan belukar di sekitarnya.

Gambar 12.
Perintah guide right atau guide left digunakan untuk memberitahu anggota
team ke orang mana di harus berposisi (ke sebalah kiri atau kanan). Pada gambar
8, orang no. 2 dan no. 3 mengikuti aliran sungai (control line), orang no. 1 guiding
right (berpatokan pada orang yang di sebelah kanan), orang no. 5 berpatokan pada
no. 4, no. 4 berpatokan pada orang no. 3 (guiding left).
Perintah Shift right atau Shift left digunakan untuk memberitahu anggota-
anggota team yang harus bergerak ke arah kiri atau kanan selama pergerakan.
Adapun penyapuan sejajar dengan menggunakan sudut kompas (guide
compas) untuk mengontrol pergerakan.

35
Gambar 13.
c. Tipe Pencarian III
Suatu pencarian yang cermat atas area yang spesifik. Metode ini digunakan
bila bila area pencarian terbatas dan tersedia tenaga pencari cukup banyak.
Pada dasarnya tipe ini sama dengan tipe II, hanya jarak antara pencari lebih
pendek dan jumlah pencari bervariasi 5-9 orang.
Kriterianya adalah kecermatan, pencarian dengan sistematika yang ketat atas
area yang lebih kecil menggunakan metode penyapuan yang cermat. Dinamakan
juga close grids (pencarian grid rapat/ penyapuan rapat).
1) Metode ini digunakan pada :
- Besarnya kemungkinan objek yang ditemukan dalam areal pencarian pada
metode tipe II, lebih rendah dari apa yang diharapkan
- Bila areal pencarian terbatas dan tenaga yang tersedia mencukupi
2) Sasaran metode ini adalah pencarian yang cermat atas areal yang spesifik
3) Teknik yang digunakan
Penyapuan dengan jarak yang sempit. Jumlah anggota tim 3-9 orang dengan
jarak kira-kira antar personil 3 sampai 5 meter. Ribbon ataupun string line banyak
digunakan untuk mengontrol dalam memberi tanda yang jelas antara areal yang
sudah dicari dan yang belum. Contoh pencarian dan penyapuan pada metode tipe
III (lihat gambar).
- Tim yang menggunakan kompas man untuk pencarian dan penyapuan.

36
C = Kompas man

Gambar 14.
- Tiga tim menggunakan kompas sebagai unit kontrol dalam penyapuan.
C = Kompas man

Gambar 15.
- Tiga tim pada penyapuan sejajar menggunakan ribbon (potongan tali
rafiah/pita) sebagai unit kontrol dalam penyapuan.(lihat gambar)

Gambar 16.
4. Tahap Pelacakan (Tracking Mode)

Yaitu mengikuti dan melacak jejak yang ditinggalkan oleh survivor atau
pelacakan terhadap barang-barang yang tercecer dari survivor. Tracking bisa
benar-benar dilakukan oleh orang-orang yang terlatih dan berpengalaman serta
mempunyai kemampuan melacak yang tinggi antara lain membaca jejak, medan

37
peta kompas, mengerti maksud dan tujuan korban, makna dari benda-benda yang
terjatuh dan sengaja ditinggal korban atau dengan menggunakan anjing pelacak.

5. Tahap Evakuasi (Evacuation Mode)

Yaitu memberikan pertolongan pertama dan membawa survivor ke titik


penyerahan untuk perawatan lebih lanjut.

L. Pola Pencarian SAR

Pola-pola dalam pencarian SAR ada 9 yaitu:

1. Track line/Garis lintasan (pola pencarian dengan mengikuti jalur


setapak)

Dilaksanakan apabila sasaran yang dicari masih dalam jangkauan sensor yang
digunakan atau masih berada disekitar jalur.

2. Parallel/Sejajar (pola pencarian secara tertutup)

Dipergunakan apabila daerah/lokasi pencarian mempunyai daerah yang luas


dan dilaksanakan sejajar.

3. Creeping line/Garis merayap (pola pencarian dengan cara mengelilingi


(gunung)

Penggunaan hampir sama dengan parallel namun daerah yang akan diamati
lebih luas lagi, sehingga pencarian dilaksanakan sejajar namun lebih renggang.

4. Square/Lapangan (pola pencarian di tempat datar)

Digunakan apabila lokasi/daerah pencarian diketahui datumnya secara akurat.

38
5. Sektor/Daerah (pola pencarian dengan cara memperluas atau menyebar)

Digunakan apabila lokasi/daerahnya berbentuk lingkaran membesar sehingga


dapat dibagi beberapa tim pencari dan pencari pada titik tengah lokasi dapat
dilihat berkali-kali.

6. Contour/Kontur/Garis bumi (pola pencarian dari atas kebawah)

Digunakan apabila lokasi/daerah pencarian pada daerah pegunungan, dimana


pencarian dimulai dari daerah tertinggi kemudian menurun.

7. Homing (pola pencarian dari bawah keatas)

Penggunaan hampir sama dengan kontur hanya saja tindakan pencarian


dimulai dari bawah kemudian ketempat yang lebih tinggi.

8. Flare (pola pencarian pada malam hari)

Digunakan pada malam hari dengan peralatan pencahayaan maksimal.

9. Sweep/Sapuan (pola pencarian yang dilakukan secara bersama-sama /


serentak)

M. Jenis Penyelamatan SAR

Banyaknya kecelakaan yang terjadi adalah dikarenakan oleh faktor human


error (kurangnya kehati-hatian dalam melakukan aktifitas) terlebih dalam aktifitas
yang memiliki resiko dan membutuhkan perhatian tinggi.
Kecelakaan bisa terjadi kepada siapa saja termasuk orang yang
berpengalaman apalagi yang tidak memiliki pengalaman.
Untuk memberikan bantuan (pertolongan) kepada korban, para personel
penyelamat (rescuer) diperlukan memiliki kemampuan penyelamatan.

39
Kemampuan ini secara dasarnya sebenarnya adalah sama, namun secara
khusus kemampuan tersebut akan berkaitan dengan jenis dari penyelamatan itu
sendiri. Kemampuan penyelamatan sesuai dengan ranah kepecinta alaman dimana
penyelamatan terbagi menjadi 5 penyelamatan (Rescuing) :

1. Water Rescue (Penyelamatan Air)


Water Rescue merupakan tindakan penyelamatan kepada korban yang berada
di medan berair khususnya di sungai, rawa dan danau. Keahlian khusus yang
dbutuhkan oleh rescuer di medan ini adalah kemampuan berenang dan menyelam.
Water Rescue juga dapat diaplikasikan dalam metode penyelamatan sea rescue,
namun sea rescue dikhususkan untuk medan pada daerah laut dengan tingkat
kesulitan tinggi.
Pertolongan yang diberikan tidak dengan mudah dilakukan karena akan
sangat tergantung pada keadaan cuaca saat itu serta kemampuan yang akan
memberi pertolongan, maupun fasilitas yang tersedia.
Secara keseluruhan peralatan yang dipergunakan dalam keadaan darurat adalah :
- Pelampung
- Tandu
- Alat Komunikasi
dan lain-lain disesuaikan dengan keadaan daruratnya.

2. Vertical Rescue (Penyelamatan di Ketinggian)

High Angle Rescue atau juga disebut dengan istilah lainnya yaitu Vertical
Rescue adalah tindakan penyelamatan kepada korban yang berada di daerah yang
tinggi seperti tebing, menara, gedung atau bangunan yang tinggi. Resiko yang
nyata bagi seorang vertical rescuer di medan seperti ini adalah terjatuh. Untuk itu
kemampuan dan keberaniannya berada di daerah yang tinggi merupakan suatu
kebutuhan yang penting dikuasai.

40
3. Mountain Rescue (Penyelamatan di Gunung)

Mountain Rescue adalah tindakan penyelamatan korban yang berada di


daerah gunung atau pegunungan. Dibutuhkan kemampuan seorang rescuer yang
bisa bertahan di daerah gunung dan mengenal baik tentang gunung. Sebagian
besar korban yang terjadi di kawasan ini adalah para pendaki yang disebabkan
oleh tersesat, kecelakaan atau disebabkan oleh human error lainnya.

4. Jungle Rescue (Penyelamatan di Hutan Rimba)

Jungle Rescue merupakan tindakan penyelamatan korban yang berada di


hutan rimba. Jungle Rescueberkaitan dengan Mountain Rescue. Kadang medan
yang ditempuh memiliki ciri masuk ke dalam kategori hutan dan juga daerah
gunung. Permasalahan yang muncul dari korban bisa mirip dengan yang ada pada
Mountain Rescue. Daerah yang memiliki kombinasi antara hutan dan gunung
umumnya ada di kawasan tropis katuristiwa. Di Indonesia ada di daerah Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya.
6. Cave Rescue (Penyelamatan di Goa)

Cave Rescue adalah penyelamatan di goa yang khusus dimana rescuer


menyelamatkan penjelajah maupun penelusur goa yang terluka, terperangkap,
atau hilang. Dalam penyelamatan di gua rintangan yang ada dalam goa
diantaranya rescuer harus menyelam semisal di goa tersebut ada jalan didalam air
dan ruang penyelamatan terbatas. Teknik Vertical Rescue juga dapat berguna pada
penyelamatan ini.

N. Tindakan Praevakuasi

41
Tindakan ini dilakukan ketika rescuer sudah menemukan korban dan
melakukan observasi korban/survivor dimana rescuer melihat terlebih dahulu
tanda-tanda vital korban/survivor.

1. Survivor dalam keadaan hidup:

a. Memberikan pertolongan pertama bila diperlukan.


b. Meyakinkan pada survivor bahwa Ia akan selamat
c. Mengabarkan ke pangkalan pengendali tentang kondisi dan lokasi
ditemukannya survivor.

2. Survivor dalam keadaan meninggal :

a. Tidak boleh merubah posisi survivor sebelum ada perintah dari SMC
b. Menjaga survivor dari segala gangguan yang mungkin terjadi
c. Melaporkan ke pangkalan untuk dievakuasi

O. Tindakan Evakuasi

Tindakan ini dilakukan sebagai salah satu hal yang perlu dilakukan ketika kita
dihadapkan pada situasi-situasi bahaya adalah pertolongan terhadap korban.
Penempatan korban pada wilayah aman adalah prioritas penting setelah
melakukan tindakan-tindakan pencegahan kematian seperti pemeriksaan tanda-
tanda vital dan pada kondisi lebih lanjut adalah resusitasi.

Tindakan yang dilakukan dalam evakuasi:

1. Memapah/membopong

42
tentunya diperlukan teknik-teknik tertentu agar pemindahan benar-benar
mampu memberikan kondisi kepada korban yang lebih baik, bukan malah
memperburuk keadaan karena teknik yang salah. Apalagi jika kita dihadapkan
dengan tenaga tim penolong dengan jumlah yang variatif. Tentu tidak akan sama
teknik pemindahan/ transportasinya ketika kita bersama 2 penolong yang lain, 1
penolong yang lain, atau bahkan sendiri.
2. Menggunakan tandu

Penggunaan tandu umum dilakukan oleh tim SAR karena sudah termasuk
dalam sarana perlengkapan evakuasi dan biasanya sudah disediakan oleh
fasilitator sebagai alat pengevakuasian dimana tim hanya tinggal
menggunakannya saja. Namun jika tidak memiliki fasilitas tandu kita dapat
membuat tandu darurat. Dalam membuat tandu darurat hal pertama yang harus
dilakukan yaitu adalah kesiapan alat yaitu tongkat kayu dan tali/webing dengan
pengikatan menggunakan simpul pangkal atau simpul jangkar.

Berikut cara pembuatannya:

9) Sejajarkan dua tongkat kayu.Buka dua tali pramuka sama panjang.


10) Ambil ujung tali pramuka pertama dan ikat di ujung tongkat pramuka
dengan simpul pangkal (jangan terlalu ujung, sisakan ruang untuk
pegangan tangan)
11) Lakukan langkah ketiga, untuk tali dan tongkat satunya.
12) Ikatkan tali dari tongkat pertama ke tongkat kedua dengan simpul
pangkal sejajar dengan posisi ikatan pangkal tongkat satunya
sepanjang/selebar siku tangan .
13) Dan lakukan untuk tali satunya juga.
14) Silangkan kedua tali agar masing-masing tali kembali ke tongkat dimana
ujung tali tersebut terikat terakhir.

43
15) Setelah tali tersilang, ikatkan masing-masing tali ke tongkat (kanan-kiri)
dengan simpul jangkar.
16) Lakukan langkah 6 & 7 berulang hingga tali/ikatan mendekati ujung
tongkat.
17) Dan di akhir/ujung tongkat lakukan langkah 5 sekali lagi. (untuk
menutup talian).
1. Dengan bantuan helikopter

Penggunaan helikopter dapat dilakukan jika memang keaadan sudah tidak


memungkinkan dan juga bila memang adanya sarana penggunaan transportasi
holikopter.

2. Membawa korban ketempat yang aman

Jika bala bantuan belum datang yang terpenting pastikan korban aman dan
sudah dibawah jauh dari tempat yang beresiko terjadi bahaya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

SAR sebagai arti dimana adanya usaha untuk melakukan pencarian,


pertolongan dan penyelamatan terhadap keadaan darurat yang dialami baik
manusia maupun harta benda. Dijiwai oleh falsafah pancasila dan merupakan
kewajiban bagi seluruh warga negara. Sebagai salah satu komponen masyarakat
yang memiliki rasa kemanusiaan, maka SAR merupakan perwujudan rasa
tanggung jawab akan keselamatan sesama.
B. Saran

44
Tidak ada salahnya kita sebagai mahasiswa pecinta alam untuk mepelajari
SAR sebagai sebuah pengalaman ilmu dimana kita bisa mengetahui apa saja
tindak penanganan pencarian dan penyelamatan dalam operasi SAR sebagai bekal
kesiagaan karena kita tidak pernah tau kapan sebuah bencana maupun musibah
akan terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Wijayanto, wisnu. 2011, Teknik Pencarian Dalam SAR, Ilmuterbang.com,


http://www.ilmuterbang.com/artikel-mainmenu-29/keselamatan-penerbangan-
mainmenu-48/540-teknik-pencarian-dalam-sar (diakses 29 april 2018).

HIMAPA, 2012, Search And Rescue (SAR), http://dph-


himapa.blogspot.co.id/2012/08/search-and-rescue-sar.html (diakses 11 desember
2017).

Yoes, bang. 2015. Macam-macam Tindakan Penyelamatan, Vertical Rescuer,


http://verticalrescuer.blogspot.com/2015/08/macam-macam-tindak-
penyelamatan.html (diakses 13 maret 2018).

Scout Rescue, Pamanukan. 2015. Materi Vertical Rescue,


http://pamanukanscoutrescue.blogspot.co.id/2015/05/materi-vertical-rescue.html
(diakses 14 maret 2018).

45
__, 2011, materi search and rescue,
http://yhogiepurna.wordpress.com/2011/10/05/materi-search-and-rescue/ (diakses
8 juni 2017).

__, 2009, Pola Pencarian, search and rescue,


https://balabantuan.wordpress.com/2009/05/22/pola-pencarian/ (diakses 3 januari
2018).

__, 2009, Organisasi SAR, search and rescue,


https://balabantuan.wordpress.com/2009/05/22/organisasi-s-a-r/ (diakses 3 januari
2018).

46

Anda mungkin juga menyukai