PEMBAHASAN
A. Pengertian SAR
SAR merupakan singkatan dari Search And Rescue yang mempunyai arti
usaha untuk melakukan pencarian, pertolongan dan penyelamatan terhadap
keadaan darurat yang dialami baik manusia maupun harta benda yang berharga
lainnya.
Hakekat Search And Rescue (SAR) adalah suatu kegiatan kemanusiaan yang
dijiwai oleh falsafah pancasila dan merupakan kewajiban bagi seluruh warga
negara. Kegiatan tersebut meliputi segala upaya pencarian, pemberian pertolongan
dan penyelamatan jiwa manusia dan harta benda yang bernilai dari berbagai
musibah baik dalam perlindungan, pelayanan, bencana alam, maupun bencana
yang lainnya.
B. Tujuan SAR
Tujuan dari SAR adalah mencari dan menyelamatkan sebanyak mungkin jiwa
manusia maupun harta benda dengan cara yang efisien dan ekonomis. Memper
kecil kecelakaan, kematian, kerusakan harta benda di darat, laut dan udara.
1
Meningkatkan kerja sama untuk badan-badan SAR pemerintahan negara anggota
Juga sebagai salah satu konsekuensi kegiatan yang digelutinya, dimana resiko
akan selalu ada, maka SAR merupakan sebuah materi yang tidak mungkin
terpisahkan. Memberikan bekal seoptimal mungkin merupakan tujuan dan
kegunaan dari pendidikan ini.
C. Sejarah SAR
2
Lahirnya organisasi SAR di Indonesia yang saat ini bernama BASARNAS
diawali dengan adanya penyebutan Black Area, bagi suatu negara yang tidak
memiliki organisasi SAR.
3
yang akhirnya menjadi embrio dari organisasi SAR Nasional di Indonesia yang
dibentuk kemudian.
Pada tahun 1968 juga, terdapat proyek South East Asia Coordinating
Committee on Transport and Communications, yang mana Indonesia merupakan
proyek payung (Umbrella Project) untuk negara-negara Asia Tenggara. Proyek
tersebut ditangani oleh US Coast Guard (Badan SAR Amerika), guna
mendapatkan data yang diperlukan untuk rencana pengembangan dan
penyempurnaan organisasi SAR di Indonesia
Instansi pemerintah baik sipil maupun militer sudah mempunyai unsur yang
dapat membantu kegiatan SAR, namun diperlukan suatu wadah untuk
menghimpun unsur-unsur tersebut dalam suatu sistem SAR yang baik. Instansi-
instansi berpotensi tersebut juga sudah mempunyai perangkat dan jaringan
komunikasi yang memadai untuk kegiatan SAR, namun diperlukan pengaturan
pemanfaatan jaringan tersebut.
Peralatan milik instansi berpotensi SAR tersebut bukan untuk keperluan SAR,
walaupun dapat digunakan dalam keadaan darurat, namun diperlukan
standardisasi peralatan.
4
Hasil survey akhirnya dituangkan pada Preliminary Recommendation yang
berisi saran-saran yang perlu ditempuh oleh pemerintahIndonesia untuk
mewujudkan suatu organisasi SAR di Indonesia.
Unsur Pimpinan
Pusat SAR Nasional (Pusarnas)
Pusat-pusat Koordinasi Rescue (PKR)
Sub-sub Koordinasi Rescue (SKR)
Unsur-unsur SAR
5
kemanusiaan (Working Group On Satelitte Aided SAR) dari International
Aeronautical Federation.
Untuk lebih mengefektifkan kegiatan SAR, maka pada tahun 1978 Menteri
Perhubungan selaku kuasa Ketua Basari mengeluarkan Keputusan Nomor
5/K.104/Pb-78 tentang penunjukkan Kepala Pusarnas sebagai Ketua Basari pada
kegiatan operasi SAR di lapangan. Sedangkan untuk penanganan SAR di daerah
dikeluarkan Instruksi Menteri Perhubungan IM 4/KP/Phb-78 untuk membentuk
Satuan Tugas SAR di KKR (Kantor Koordinasi Rescue).
Untuk efisiensi pelaksanaan tugas SAR di Indonesia, pada tahun 1979 melalui
Keputusan Presiden Nomor 47 tahun 1979, Pusarnas yang semula berada dibawah
Basari, dimasukkan kedalam struktur organisasi Departemen Perhubungan dan
namanya diubah menjadi Badan SAR Nasional (BASARNAS).
6
D. Pendekatan Sistem SAR
1. Dengan segera dapat cepat dimengerti oleh seorang yang masih awam
dalam bidang SAR.
2. Secara logis dapat dilaksanakan oleh pasukan oprasi selama dituntut
adanya misi SAR.
E. Sistem SAR
Sistem SAR terdiri dari lima tahapan dan didukung oleh lima komponen
SAR. Sistem SAR diaktifkan bila diterima informasi bahwa:
F. Tahapan SAR
7
tahap ini menyadari bahwa suatu kejadian darurat telah terjadi dan perlunya
mengambil suatu tindakan.
Salah satu tindakan yang perlu diambil yaitu adalah mencatat data, diantaranya:
Adalah tahapan tindakan awal, tanggap bahwa suatu musibah telah terjadi
serta berusaha mengumpulkan berbagai keterangan mengenai musibah. Aksi
persiapan yang diambil antara lain menyiagakan fasilitas SAR dan mendapatkan
informasi yang lebih jelas, termasuk di dalamnya menyeleksi informasi yang
diterima, untuk segera dianalisa untuk dapat dilakukan tindakan selanjutnya. Saat
dilakukan suatu tindakan sebagai tanggapan (respon) terhadap musibah yang
terjadi beberapa yang harus dilakukan diantaranya:
8
a. Incerfa (Uncertainity Phase/ Fase meragukan) :
Adalah suatu keadaan emergency yang ditunjukkan bila bantuan yang cepat
sudah dibutuhkan oleh seseorang yang tertimpa musibah karena telah terjadi
ancaman serius atau keadaan darurat bahaya. Berarti, dalam suatu operasi SAR
informasi musibah yang diterima bisa ditunjukkan tingkat keadaan emergency
dan dapat langsung pada tingkat Ditresfa.
9
- Penentuan koordinat dan luas daerah pencarian
- Pemilihan unsur yang akan digunakan
- Pola pencarian yang akan digunakan
- Rencana operasi pertolongan
- Situasi daerah pencarian (medan, cuaca, dll)
- Koordinasi dilokasi
- Jaringan komunikasi
- Pelaporan
Dan dapat ditambahkan pula antara lain meliputi posisi yang paling mungkin dari
korban, luas areal SAR, tipe pola pencarian, perencanaan pencarian optimum,
perencanaan pencarian yang telah dicapai, memilih metode pertolongan terbaik,
memilih titik pembebasan yang paling aman bagi korban, memilih fasilitas
kesehatan yang baik bagi korban yang mengalami cedera atau penderitaan.
10
membutuhkannya dan membawa korban yang cedera kepada perawatan
yang memuaskan (evakuasi).
- Mengadakan briefing kepada SRU.
- Mengirim/memberangkatkan fasilitas SAR.
- Melaksanakan operasi SAR di lokasi kejadian.
- Melakukan penggantian/penjadwalan SRU di lokasi kejadian.
b. Strategi operasi
c. Kebijakan operasi
- Siaga komunikasi
- Siaga rescue
- Siaga crew helikopter
11
- Berhasil menyelamatkan korban
G. Komponen SAR
1. Organisasi
2. Fasilitas
12
3. Komunikasi
5. Dokumentasi
Diantara lembaga penyelamat yang ada di Indonesia, kita pasti mengenal SAR
di bawah naungan Lembaga BASARNAS. Selintas informasi yang bisa saya
berikan, berikut adalah ulasan singkatnya:
Di Indonesia SAR ini telah dibentuk badan organisasinya, yaitu BASARNAS
( Badan SAR Nasional ), adalah Lembaga Pemerintah Non Kementrian Indonesia
yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pencarian dan
pertolongan.
Basarnas mempunyai tugas pokok melaksanakan pembinaan,
pengkoordinasian, dan pengendalian potensi SAR dalam kegiatan SAR terhadap
orang dan material yang hilang atau dikhawatirkan hilang atau menghadapi
13
bahaya dalam pelayaran dan/atau penerbangan, serta memberikan bantuan dalam
bencana dan musibah lainnya sesuai dengan peraturan SAR nasional dan
internasional. Secara jelas tugas dan fungsi SAR adalah penanganan musibah
pelayaran dan/atau penerbangan, dan/atau bencana dan/atau musibah lainnya
dalam upaya pencarian dan pertolongan saat terjadinya musibah. Penanganan
terhadap musibah yang dimaksud meliputi 2 hal pokok yaitu pencarian (search)
dan pertolongan (rescue).
Sejarah Basarnas dimulai dengan terbitnya Keputusan Presiden No 11 Tahun
1972 tanggal 28 Februari 1972 tentang Badan SAR Indonesia (BASARI), dengan
tugas pokok menangani musibah kecelakaan dan pelayaran. BASARI
berkedudukan dan bertanggung jawab kepada Presiden dan sebagai pelaksanan di
lapangan diserahkan kepada PUSARNAS (Pusat SAR Nasional) yang diketuai
oleh seorang pejabat dari Departemen Perhubungan.
Pada tahun 1980 berdasarkan keputusan Menteri Perhubungan nomor
KM.91/OT.002/Phb-80 dan KM 164/OT.002/Phb-80, tentang Organisasi dan tata
kerja Departemen Perhubungan, PUSARNAS menjadi Badan SAR Nasional
(BASARNAS). Perubahan struktur organisasi BASARNAS mengalami perbaikan
pada tahun 1998 berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM. 80
tahun 1998, tentang Organisasi dan Tata Kerja BASARNAS dan KM. Nomor 81
tahun 1998 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor SAR. Pada tahun 2001,
struktur organisasi BASARNAS diadakan perubahan sesuai dengan Keputusan
Menteri Perhubungan KM. Nomor 24 tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Departemen Perhubungan dan Keputusan Menteri Perhubungan No. 79
tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Search and Rescue (SAR).
Dengan meningkatnya tuntutan masyarakat mengenai pelayanan jasa SAR dan
adanya perubahan situasi dan kondisi Indonesia serta untuk terus mengikuti
perkembangan IPTEK, maka organisasi SAR di Indonesia terus mengalami
14
penyesuaian dari waktu ke waktu. Organisasi SAR di Indonesia saat ini diatur
dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 43 Tahun 2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan dan Keputusan Menteri
Perhubungan No. KM 79 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
SAR. Dalam rangka terus meningkatkan pelayanan SAR kepada masyarakat,
maka pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2006
tentang Pencarian dan Pertolongan yang mengatur bahwa Pelaksanaan SAR (yang
meliputi usaha dan kegiatan mencari, menolong, dan menyelamatkan jiwa
manusia yang hilang atau menghadapi bahaya dalam musibah pelayaran, dan/atau
penerbangan, atau bencana atau musibah lainnya) dikoordinasikan oleh Basarnas
yang berada dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Menindak
lanjuti Peraturan Pemerintah tsb, Basarnas saat ini sedang berusaha
mengembangkan organisasinya sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen
sebagai upaya menyelenggarakan pelaksanaan SAR yang efektif, efisien, cepat,
handal, dan aman.
Terakhir, berdasarkan Peraturan Presiden No. 99 Tahun 2007, BASARNAS
ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang berada di
bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Basarnas dipimpin oleh Kepala Badan SAR Nasional yang membawahi 2
(dua) deputi yaitu Deputi Bidang Operasi dan Bidang Potensi serta Sekretaris
Utama. Deputi Bidang Operasi bertanggung jawab dalam pelaksanaan operasi
SAR sedangkan Deputi Bidang Potensi bertanggung jawab dalam pembinaan
potensi SAR baik Sumber Daya Manusia maupun fasilitas SAR. Deputi Bidang
Operasi terdiri dari : Direktorat Operasi dan Direktorat Komunikasi. Deputi
Bidang Potensi terdiri dari : Direktorat Sarana dan Prasarana serta Direktorat Bina
Ketenagaan dan Pemasyarakatan SAR.
Dalam melaksanakan tugas pokoknya, Basarnas mempunyai Unit Pelaksanan
15
Teknis (UPT) di daerah yang disebut Kantor SAR dan Unit Pelaksana Teknis
(UPT) Balai Diklat. Saat ini terdapat 33 Kantor SAR yang terdiri dari 10 Kantor
SAR Kelas A dan 23 Kantor SAR Kelas B. Kantor SAR mempunyai wilayah
tanggung jawab untuk melaksanakan pembinaan, koordinasi dan pelaksanaan
operasi SAR di wilayahnya.
1. Basarnas
2. Kantor SAR
16
Kantor SAR ini mempunyai tugas mengerahkan potensi SAR, koordinasi
dalam rangka operasi SAR terhadap musibah pelayaran, penerbangan, dan
bencana lainnya, serta pelaksanaan latihan SAR di wilayah tanggung jawabnya.
Diantaranya:
Diantaranya:
17
7. Kantor SAR Pontianak
8. Kantor SAR Banjarmasin
9. Kantor SAR Balikpapan
10. Kantor SAR Ternate
11. Kantor SAR Kendari
12. Kantor SAR Kupang
13. Kantor SAR Mataram
14. Kantor SAR Ambon
15. Kantor SAR Jayapura
16. Kantor SAR Sorong
17. Kantor SAR Timika
18. Kantor SAR Merauke
19. Kantor SAR Bandung
20. Kantor SAR Jambi
21. Kantor SAR Gorontalo
22. Kantor SAR Bengkulu
23. Kantor SAR Manokwari
Untuk mempercepat ke lokasi musibah yang tersebar dalam wilayah yang
cukup luas maka Kantor SAR menempatkan Tim rescue di Pos SAR. Pos SAR
ditempatkan di wilayah kantor SAR di dua tempat dengan prioritas daerah yang
mempunyai tingkat kerawanan tinggi terhadap terjadinya bencana/musibah.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan No : KM 40 Tahun 2006, tentang
Pos Search And Rescue (POS SAR) terdapat sebanyak 48 Pos SAR yaitu:
1. Sibolga
2. Tanjung Balai-Asahan
3. Nias
4. Cirebon
5. Jember
18
6. Tulungagung
7. Pelabuhan Gilimanuk
8. Pelabuhan Padangbai
9. Kab. Bone
10. Kab. Selayar
11. Kab. Nabire
12. Kab. Serui
13. Lhokseumawe
14. Meulaboh
15. Lubuk Sikaping / Jambi
16. Bengkalis
17. P. Natuna Besar
18. Tanjung Balai Karimun
19. Yogyakarta
20. Cilacap
21. Trenggalek
22. Kayanangan
23. Kab. Manggarai
24. Maumere
25. Sintete
26. Kendawangan
27. Kotabaru
28. Sampit
29. Tarakan
30. Kutai Timur
31. Bau-Bau/ Buton
32. Kolaka
33. Namlea
34. Banda
19
35. Fakfak
36. Wamena
37. Sarmi
38. Agats
39. Jepara
40. Kaimana
41. Kimam / P. Dolak
42. Luwuk
43. Tasikmalaya
44. Bungo
45. P. Mentawai
46. Sukabumi
47. Merak
48. Wakatobi
I. Struktur Organisasi Misi/Operasi SAR
Elemen organisasi SAR ini menunjukkan suatu bentuk misi organisasi yang
dibentuk untuk melaksanakan suatu operasi SAR. Bentuk dasar struktur organisasi
misi SAR adalah sebagai berikut :
Gambar 1.
1. SC (SAR Coordinator)
20
dalam menggerakkan unsur-unsur operasi SAR karena jabatan dan kewenangan
yang dimilikinya. Kemudian unsur-unsur ini diserahkan kepada SMC untuk di
gunakan dalam oprasi SAR.
Seorang pejabat yang ditunjuk oleh kepala BASARNAS ataupun KKR yang
mempunyai pengetahuan dan kemampuan tinggi serta memiliki kualifikasi yang
ditentukan atau telah mengikuti pendidikan sebagai seorang SMC yang di akui
dalam menentukan MPP (Most Probable Position), menentukan area pencarian,
strategi pencarian (berapa unit, teknik, dan fasilitasnya). SMC akan
mengkoordinasikan dan mengendalikan operasi SAR dari awal sampai akhir.
21
k. Membuat laporan akhir perihal hasil operasi SAR yang telah
dilaksanakan.
Adalah unsur SAR yang digerakkan di lapangan pada operasi SAR dan
mengikuti pentahapan penyelenggaran operasi, SRU ini dapat dari instansi,
potensi SAR, masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam operasi SAR.
SRU wajib patuh terhadap tugas yang diberikan oleh SMC atau OSC. Apabila
keadaan menghendaki adanya perubahan, maka hanya dapat dilakukan setelah
konsultasi dan disetujui oleh SMC atau OSC. Penyimpangan atau melawan
wewenang dari SMC atau OSC sama sekali tidak dibenarkan dan SMC atau OSC
wajib menarik kembali SRU yang tidak disiplin.
22
3) Melapor segala kegiatan secara berkala kepada SMC atau OSC pada
waktu yang ditetapkan sambil konsultasi mengenai berbagai keperluan dan
kepentingan guna kelancaran operasi pencarian.
4) Memasang rambu-rambu (Marker) pada daerah pencarian guna
membantu kelancaran serta ketepatan usaha dalam sistem pencarian. Dapat berupa
:
a) Rambu tanda :
Gambar 2.
b) Rambu tertulis
c) Petunjuk ketinggian suatu tempat
Gambar 3.
23
Gambar 4.
24
Selain membawa perlengkapan standar untuk menjelajah rimba dan gunung,
anggota SRU wajib memebawa beberapa perlengkapan yang dikategorikan
sebagai perlengkapan wajib bila akan bergabung dalam suatu operasi SAR.
Peralatan itu berupa :
1. Perorangan
2. Regu
- Tenda
- Peta, kompas, altimeter, penggaris busur
- Peralatan masak (kompor + bahan bakar, nesting)
- Peralatan Rock Climbing (karmentel, harness, jumar, piton, hammer,
descender, sling dsb)
- Alat komunikasi (HT, dsb)
- Benang (untuk string line) sejumlah 4 kelos @ 500 m
- Tali rafiah 500 gr
- Obat-obatan dan peralatan P3K
- Jerigen air 5 lt
- Senter besar/ lampu penerangan (neon baterai, lampu badai)
25
Faktor-faktor yang mempersulit dalam pencarian, yaitu :
- Sangat cepatnya area pencarian yang potensial meluas (lihat gambar ke 1.)
- Meningkatnya kesulitan pencarian berkaitan dengan mobilitas dan reaksi
(lihat gambar ke 2.)
Gambar 5.
Titik dimana survivor terakhir diketahui, merupakan titik awal yang lebih
baik untuk menentukan area pencarian potensial. Walaupun nantinya akan
mengarah kepada langkah awal yang salah, tetapi itulah satu-satunya jalan yang
dapat dilakukan untuk mencegah meluasnya area pencarian. Makin sempit area
pencarian, makin mudah kita membatasi atau memblok dan melakukan pencarian.
26
Gambar 6.
Kesulitan pencarian meningkat secara cepat, sampai survivor tidak mampu
bergerak atau berjalan. Setelah itu meningkat sedikit lagi baru kemudian
mendatar. Survivor yang sudah tidak mampu melakukan pergerakan, masih dapat
berteriak ataupun memberi respon lain atas usaha pencarian. Bila ia telah holang
kesadarannya atau meninggal, ia berada pada keadaan tersulit untuk dicari, tetapi
kesulitan pencarian tidak akan bertambah lagi.
27
pencari, memebentuk pos pengendali perencanaan, mencari identitas subjek,
perencanaan operasi dan evakuasi.
Yaitu memantapkan garis batas untuk mengurung orang yang dinyatakan atau
dikhawatirkan hilang agar berada di dalam areal pencarian (search area). Untuk
lebih jelasnya akan dibahas dalam bagian tersendiri.
a. Blocking.
Yaitu tim pencari ditempatkan di jalan masuk ke area pencarian baik jalan
atau jalan setapak. Mereka mencatat apabila ada orang yang ke luar dan masuk ke
daerah area pencarian. Biasanya area ini ditutup untuk orang masuk (kecuali regu
pencari) dan ditempatkan aparat keamanan untuk mendampingi tim. Titik-titik
blocking selamanya ada yang menempati kecuali diputuskan untuk ditinggalkan.
Blocking itu sendiri dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
1) Trail Block
Team kecil di kirimkan untuk memblokir jalan setapak yang keluar masuk
search area. Mereka mencatat nama-nama dan data dari setiap orang yang
meninggalkan search area dan memberitahu yang yang akan masuk area tentang
orang yang hilang. Setidaknya satu orang tetap berjaga sepanjang waktu dan dapat
memperhitungkan bahwa tidak seorangpun dapat lolos lewat tanpa diketahui.
Trail block harus tetap di awasi sepanjang waktu sampai OSC/SMC
memerintahkan dalam bentuk lain. Trail Block di gunung bisa dilakukan dengan
memblokir jalur-jalur setapak yang dijadikan pintu keluar-masuk oleh para
pendaki, dan jalur-jalur setapak yang biasa digunakan oleh warga setempat untuk
keluar-masuk hutan saat mencari rumput ataupun kayu bakar.
28
2) Road Block
Dasarnya sama dengan Trail Block. Road Block dapat dikerjakan oleh tenaga
sukarela dengan memblokir jalan-jalan desa atau perkebunan dengan maksud
apabila Subyek lewat di jalur ini segera dapat tertangkap oleh tim pencari. Road
Block di gunung dapat dilakukan dengan menghadang di jalan lingkar yang
menyabuk di kaki gunung yang dicurigai kemungkinan Subyek melalui jalur
tersebut setelah lolos dari hutan.
b. Lookouts.
Yaitu menempatkan regu kecil di ketinggian untuk dapat mengawasi daerah-
daerah sekitarnya (lembah, aliran sungai, dan lain-lain), untuk mendeteksi
survivor bila bergerak di sekitar daerah itu. Beberapa alat bisa digunakan untuk
menarik perhatian survivor seperti asap, suara peluit, sinar lampu dan lain-lain.
c. Camp-In.
Yaitu pos-pos pemantau yang didirikan pada posisi-posisi strategis
(persimpangan jalan setapak, pertemuan aliran sungai, dan lain-lain). Camp-In
dapat berfungsi sebgai Lookouts, Pos relay Radio, Trail atau Road Block, dari
titik Camp-In ini juga regu pencari bisa bergerak melakukan penyapuan ke daerah
sekitarnya. Contoh:
Gambar 7.
d. Track Traps.
29
Yaitu membuat dan memanfaatkan rintangan-rintangan alam (tepian berpasir
rata pada sungai, tanah lunak di jalan setapak), agar survivor yang melewati
daerah tersebut dipastikan akan meninggalkan jejak. Dalam selang waktu tertentu
dilakukan pemeriksaan di tempat tersebut.
e. String Lines.
Looksouts dan Camp-In akan lebh efektif di daerah yang cukup terbuka.
Pada daerah yang bertumbuhan rapat, akan lebih efektif jika dibuat String Line
yaitu berupa tali berdiameter 2 mm, cukup kuat dan warna mencolok, dipasang
setinggi dada pada garis yang ditentukan dan dikaitkan pada pohon-pohon dan
kedua ujungnya ditambatkan kuat. Selain digunakan untuk Confinement, string
line yang dipasangi tags (terbuat dari kertas plastik atau kain yang mencolok
warnanya) dapat memberikan petunjuk pada survivor untuk menuju ke tempat
yang aman.
String Line juga berfungsi untuk mebagi-bagi area pencarian dan digunakan
sebagai garis batas sektor pencarian.
30
Gambar 8.
- Mempermudah pelaksanaan pencarian oleh regu-regu pencari, karena
jelas batasan-batasannya.
Gambar 9.
3. Tahap Pengenalan (Detection Mode)
31
dapat dipastikan) atau memeriksa ulang daerah-daerah dimana survivor
diduga kuat berada.
Metodenya adalah regu kecil yang mampu bergerak cepat bergerak memeriksa
jalan, jalan setapak, punggungan gunung, sepanjang aliran sungai, air terjun,
tebing curam, gubuk-gubuk, hutan lebat, dan lain-lain yang mencurigakan di
dalam daerah pencarian.
Jumlah anggota regu bervariasi antara 3-6 orang (minimum 3 orang dengan
pertimbangan keselamatan). Meskipun tidak selalu, sewaktu-waktu anggota regu
dapat bergerak melebar (bila melewati punggungan gunung yang lebar, tepi sungai
yang landai). Pada selang waktu tertentu regu berhenti untuk memperhatikan
sekitar, memanggil survivor dan menanti kemungkinan adanya jawaban.
Komandan regu harus selalu memberikan informasi perkembangan regunya,
temuan jejak, dan catatan-catatan perubahan medan berdasarkan peta yang
digunakan kepada SMC atau OSC.
Apabila regu pencari mendapatkan jejak atau barang tercecer segera dicatat
tempat penemuan lokasi dimana jejak atau barang tersebut berada. Bila SMC atau
OSC memerintahkan untuk membawa barang tersebut, maka sebuah marker harus
ditempatkan di lokasi penemuan. Hal ini untuk mempermudah regu pencari
lainnya menemukan lokasi itu.
32
Gambar 10.
Kesalahan pada umumnya terjdai dengan gerak pencarian berjajar (menyapu),
terutama bila gerak berpatokan pada Control Line adanya daerah yang overlap
(tumpang tindih) atau tidak tersapu. Fungsi dari ribbon (pita dengan warna yang
mencolok) berfungsi sebagai patokan penyapuan sisi terluar apabila penyapuan
dilakukan bolak-balik.
Kesalahan lain yang umumnya terjadi adalah para pencari tidak dapat
menjaga jarak penyapuan, terutama bila jumlah anggota regu lebih dari 5 orang,
bahkan bisa saja jarak antar penyapu akan semakin mendekat dan akhirnya
menyatu, untuk mengatasi hal ini komandan regu bertugas mengawasi di belakang
pencari.
b. Tipe Pencarian II
Sasarannya adalah pencarian yang cepat pada seluruh area yang terdeteksi, dan
digunakan pada :
- Tahap awal operasi pencarian terutama jika jangka waktu orang yang
hilang untuk bertahan hidup sangat pendek.
- Situasi dimana search area luas, tidak ada area-area khusus yang bisa
diidentifikasi, dan apabila kekurangan tenaga untuk bisa meliput seluruh
area.
33
Metode pencaraian yaitu dengan jarak yang lebar di antara pencari. Walaupun
metode ini tidaklah secermat sebagaimana bila jarak di antara pencari lebih
sempit, cara ini lebih sempit, cara ini lebih efisien (akan menghasilkan pencapaian
yang lebih besar dari kemampuan kerja pencari per jam dari waktu pencarian).
Jumlah angota team 3-7 orang. Jarak penyapuan yang lebar dapat dilaksanakan
sempurna oleh tim yang terdiri dari 3 orang dengan sudut kompas sejajar.
Gambar 11.
Bila jumlah anggota tim lebih dari lima orang, umumnya akan lebih bijaksana
memiliki pemimpin tim yang bergerak menyamping jauh selebar jarak penyapuan,
tugasnya adalah untuk :
- Memperhatikan apakah pemegang kompas (compas man) dapat menjaga
sudut kompas yang sejajar.
- Mengatasi hal-hal yang tidak diinginkan.
- Memeriksa penemuan-penemuan.
Apabila seorang anggota tim menemukan sesuatu atau mendapat kesulitan
dalam menembus kerimbunan hutan, maka ia harus berteriak HALT (berhenti),
pemimpin tim leader akan memeriksa apa yang menjadikan alasan untuk berhenti
34
dan akan memberi perintah untuk bergerak kembali bila setiap anggota tomnya
sudah siap.
Adalah merupakan prinsip umum gerak berjajar ini, bahwa setiap anggota
tim boleh berteriak HALT, tetapi hanya tim leader yang boleh memerintahkan
tim bergerak kembali.
Gambar 12.
Perintah guide right atau guide left digunakan untuk memberitahu anggota
team ke orang mana di harus berposisi (ke sebalah kiri atau kanan). Pada gambar
8, orang no. 2 dan no. 3 mengikuti aliran sungai (control line), orang no. 1 guiding
right (berpatokan pada orang yang di sebelah kanan), orang no. 5 berpatokan pada
no. 4, no. 4 berpatokan pada orang no. 3 (guiding left).
Perintah Shift right atau Shift left digunakan untuk memberitahu anggota-
anggota team yang harus bergerak ke arah kiri atau kanan selama pergerakan.
Adapun penyapuan sejajar dengan menggunakan sudut kompas (guide
compas) untuk mengontrol pergerakan.
35
Gambar 13.
c. Tipe Pencarian III
Suatu pencarian yang cermat atas area yang spesifik. Metode ini digunakan
bila bila area pencarian terbatas dan tersedia tenaga pencari cukup banyak.
Pada dasarnya tipe ini sama dengan tipe II, hanya jarak antara pencari lebih
pendek dan jumlah pencari bervariasi 5-9 orang.
Kriterianya adalah kecermatan, pencarian dengan sistematika yang ketat atas
area yang lebih kecil menggunakan metode penyapuan yang cermat. Dinamakan
juga close grids (pencarian grid rapat/ penyapuan rapat).
1) Metode ini digunakan pada :
- Besarnya kemungkinan objek yang ditemukan dalam areal pencarian pada
metode tipe II, lebih rendah dari apa yang diharapkan
- Bila areal pencarian terbatas dan tenaga yang tersedia mencukupi
2) Sasaran metode ini adalah pencarian yang cermat atas areal yang spesifik
3) Teknik yang digunakan
Penyapuan dengan jarak yang sempit. Jumlah anggota tim 3-9 orang dengan
jarak kira-kira antar personil 3 sampai 5 meter. Ribbon ataupun string line banyak
digunakan untuk mengontrol dalam memberi tanda yang jelas antara areal yang
sudah dicari dan yang belum. Contoh pencarian dan penyapuan pada metode tipe
III (lihat gambar).
- Tim yang menggunakan kompas man untuk pencarian dan penyapuan.
36
C = Kompas man
Gambar 14.
- Tiga tim menggunakan kompas sebagai unit kontrol dalam penyapuan.
C = Kompas man
Gambar 15.
- Tiga tim pada penyapuan sejajar menggunakan ribbon (potongan tali
rafiah/pita) sebagai unit kontrol dalam penyapuan.(lihat gambar)
Gambar 16.
4. Tahap Pelacakan (Tracking Mode)
Yaitu mengikuti dan melacak jejak yang ditinggalkan oleh survivor atau
pelacakan terhadap barang-barang yang tercecer dari survivor. Tracking bisa
benar-benar dilakukan oleh orang-orang yang terlatih dan berpengalaman serta
mempunyai kemampuan melacak yang tinggi antara lain membaca jejak, medan
37
peta kompas, mengerti maksud dan tujuan korban, makna dari benda-benda yang
terjatuh dan sengaja ditinggal korban atau dengan menggunakan anjing pelacak.
Dilaksanakan apabila sasaran yang dicari masih dalam jangkauan sensor yang
digunakan atau masih berada disekitar jalur.
Penggunaan hampir sama dengan parallel namun daerah yang akan diamati
lebih luas lagi, sehingga pencarian dilaksanakan sejajar namun lebih renggang.
38
5. Sektor/Daerah (pola pencarian dengan cara memperluas atau menyebar)
39
Kemampuan ini secara dasarnya sebenarnya adalah sama, namun secara
khusus kemampuan tersebut akan berkaitan dengan jenis dari penyelamatan itu
sendiri. Kemampuan penyelamatan sesuai dengan ranah kepecinta alaman dimana
penyelamatan terbagi menjadi 5 penyelamatan (Rescuing) :
High Angle Rescue atau juga disebut dengan istilah lainnya yaitu Vertical
Rescue adalah tindakan penyelamatan kepada korban yang berada di daerah yang
tinggi seperti tebing, menara, gedung atau bangunan yang tinggi. Resiko yang
nyata bagi seorang vertical rescuer di medan seperti ini adalah terjatuh. Untuk itu
kemampuan dan keberaniannya berada di daerah yang tinggi merupakan suatu
kebutuhan yang penting dikuasai.
40
3. Mountain Rescue (Penyelamatan di Gunung)
N. Tindakan Praevakuasi
41
Tindakan ini dilakukan ketika rescuer sudah menemukan korban dan
melakukan observasi korban/survivor dimana rescuer melihat terlebih dahulu
tanda-tanda vital korban/survivor.
a. Tidak boleh merubah posisi survivor sebelum ada perintah dari SMC
b. Menjaga survivor dari segala gangguan yang mungkin terjadi
c. Melaporkan ke pangkalan untuk dievakuasi
O. Tindakan Evakuasi
Tindakan ini dilakukan sebagai salah satu hal yang perlu dilakukan ketika kita
dihadapkan pada situasi-situasi bahaya adalah pertolongan terhadap korban.
Penempatan korban pada wilayah aman adalah prioritas penting setelah
melakukan tindakan-tindakan pencegahan kematian seperti pemeriksaan tanda-
tanda vital dan pada kondisi lebih lanjut adalah resusitasi.
1. Memapah/membopong
42
tentunya diperlukan teknik-teknik tertentu agar pemindahan benar-benar
mampu memberikan kondisi kepada korban yang lebih baik, bukan malah
memperburuk keadaan karena teknik yang salah. Apalagi jika kita dihadapkan
dengan tenaga tim penolong dengan jumlah yang variatif. Tentu tidak akan sama
teknik pemindahan/ transportasinya ketika kita bersama 2 penolong yang lain, 1
penolong yang lain, atau bahkan sendiri.
2. Menggunakan tandu
Penggunaan tandu umum dilakukan oleh tim SAR karena sudah termasuk
dalam sarana perlengkapan evakuasi dan biasanya sudah disediakan oleh
fasilitator sebagai alat pengevakuasian dimana tim hanya tinggal
menggunakannya saja. Namun jika tidak memiliki fasilitas tandu kita dapat
membuat tandu darurat. Dalam membuat tandu darurat hal pertama yang harus
dilakukan yaitu adalah kesiapan alat yaitu tongkat kayu dan tali/webing dengan
pengikatan menggunakan simpul pangkal atau simpul jangkar.
43
15) Setelah tali tersilang, ikatkan masing-masing tali ke tongkat (kanan-kiri)
dengan simpul jangkar.
16) Lakukan langkah 6 & 7 berulang hingga tali/ikatan mendekati ujung
tongkat.
17) Dan di akhir/ujung tongkat lakukan langkah 5 sekali lagi. (untuk
menutup talian).
1. Dengan bantuan helikopter
Jika bala bantuan belum datang yang terpenting pastikan korban aman dan
sudah dibawah jauh dari tempat yang beresiko terjadi bahaya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
44
Tidak ada salahnya kita sebagai mahasiswa pecinta alam untuk mepelajari
SAR sebagai sebuah pengalaman ilmu dimana kita bisa mengetahui apa saja
tindak penanganan pencarian dan penyelamatan dalam operasi SAR sebagai bekal
kesiagaan karena kita tidak pernah tau kapan sebuah bencana maupun musibah
akan terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
45
__, 2011, materi search and rescue,
http://yhogiepurna.wordpress.com/2011/10/05/materi-search-and-rescue/ (diakses
8 juni 2017).
46