Anxiety and Uncertainty Management (Kegelisahan / Mengelola Keraguan)
Menurut Gudykunst (1995) bahwa ketika berinteraksi dengan orang baru,
kemampuan kita berkomunikasi secara efektif didasari pada kemampuan kita mengatur kegelisahan dan keraguan. Pada bagian ini, kita akan membahas tentang jenis-jenis keraguan, kegelisahan, dan ketidaksadaran serta cara menanganinya. A. Keraguan ketika berinteraksi dengan orang baru. Menurut Marris (1996) bahwa keraguan tergantung pada apa yang ingin kita prediksi, apa yang bisa kita prediksi, dan apa yang mungkin sanggup kita lakukan untuk itu. Kita merasakan keraguan ketika berhadapan pada 2 keinginan yang sama kuatnya. Disatu sisi, kita sangat percaya diri pada prediksi kita dan tidak ada keraguan sama sekali. Sedangkan disisi lain, apa yang akan terjadi tidak dapat diprediksi dan dapat berakibat fatal. Untuk itu kita harus dapat mengatur keraguan tersebut. Ketika kita berjumpa dengan orang yang budayanya sama dengan kita, aturan dan norma mereka yang sama dengan kita akan membuat kita lebih nyaman. Namun jika hal tersebut tidak dapat menghilangkan keraguan maka kita sendirilah yang harus menghilangkannya. Menurut Berger (1979), terdapat 3 hal yang dapat membuat kita menghilangkan keraguan terhadap orang baru, diantaranya adalah jika orang baru yang kita temui bertemu lagi dengan kita dikemudian hari, orang tersebut memberi kita suatu penghargaan, atau orang yang mempunyai kebiasaan yang berbeda dengan kita. B. Jenis-jenis keraguan Menurut Berger dan Calabrese (1975), terdapat 2 jenis keraguan ketika kita berinteraksi dengan orang baru : 1. Keraguan tentang sikap, perasaan, kepercayaan, penilaian, dan tingkah laku orang baru. Kita harus bisa memprediksi tingkah laku orang baru. Contohnya ketika berada dalam sebuah pesta dan kita melihat orang yang menarik perhatian dan berharap dapat bertemu lagi dengannya setelah pesta usai. Maka kita akan mencari cara untuk mendekatinya agar dia juga ingin bertemu kita lagi. Pendekatan yang kita pikirkan tadi dapat menghilangkan keraguan. 2. Keraguan tentang alasan tingkah laku orang baru. Ketika kita mencoba untuk memahami alasan seseorang melakukan sesuatu, itu akan mengurangi keraguan dan itu akan mempermudah kita memprediksi tingkah lakunya dimasa depan. C. Ambang batas minimal dan maksimal Sedikit banyaknya keraguan ada dalam setiap hubungan. Kita tidak dapat benar- benar memprediksi atau menjelaskan tingkah laku orang baru. Kita juga mungkin akan selalu mencoba untuk meminimalisir rasa ketidakpastian yang kita alami. Weick (1979), berpendapat bahwa dengan melawan keraguan itu sendiri dapat berujung pada sebuah kreatifitas. Selain itu, kita sebagai manusia juga tidak dapat menghilangkan rasa ragu dengan mudah karena pada dasarnya “perasaan ragu merupakan bagian dasar dari kumpulan bahasa dan pikiran itu sendiri”. ketika kita berkomunikasi dengan orang yang baru dikenal, kita cenderung untuk bersikap ambigu dengan sengaja. Menurut Levine (1985) bahwa hal tersebut terjadi karena ambiguitas memberikan sarana bagi kita untuk melindungi diri dari sesuatu yang tidak pasti diluar sana. Eisenberg (1984) juga berpendapat bahwa dengan bersikap ambigu, kita memiliki keuntungan didalam situasi dimana kita harus berinteraksi dengan orang asing yang baru kita kenal. Menurut Gudykunst (1993) bahwa masing-masing dari kita memiliki ambang batas maksimum dan minimum dari keraguan yang dialami. Jika tingkat keraguan kita berada diatas batas ambang maupun dibawahnya, maka kita akan merasakan rasa tidak nyaman dan dapat berujung pada kesulitan berkomunikasi secara efektif. Apabila tingkat keraguan yang dirasakan berada diatas ambang batas, kita secara otomatis akan berpikir bahwa informasi yang kita miliki untuk memperkirakan atau menjelaskan perilaku orang baru tidaklah cukup. Hal ini akan membuat tingkat kepercayaan diri akan menjadi turun ketika berkomunikasi dengan orang yang belum kita kenal tersebut. Sebaliknya, apabila tingkat keraguan berada dibawah ambang batas, maka kita akan berpikir bahwa tindakan orang baru tersebut dapat diprediksi dengan mudah. Hal tersebut dapat melambangkan tingkat kepercayaan diri dalam menilai orang baru. Namun, sesuatu yang dapat diprediksi dengan gampang cenderung diasosiasikan dengan hal-hal yang membosankan. Ketika hal ini terjadi, daya tarik untuk melakukan komunikasi dan interaksi dengan orang baru juga akan menurun, akibat kurangnya tantangan dan motivasi. Satu hal yang perlu diingat adalah kepercayaan diri dalam menilai dan memprediksi tindakan dari orang asing yang baru dikenal juga dapat menjebak, karena belum tentu penilaian kita tersebut benar dan akurat sepenuhnya. D. Keraguan dari waktu ke waktu Pada umumnya, semakin kita mengenal seseorang maka keraguan kita terhadap tindakannya akan semakin berkurang (Hubbert, Gudykunst, & Guerro, 1999). tetapi keraguan dalam sebuah hubungan tidak selalu akan berkurang dan bisa saja keraguan tersebut akan bertambah. Ketika pertama kali bertemu dengan orang asing maka keraguan kita terhadapnya akan berada diatas batas maksimum dan setelah kita mengenal norma-norma budayanya, maka keraguan itu akan berkurang. Namun, jika ia melakukan suatu hal yang tidak kita sangka sebelumnya seperti menjauhi kita, menipu, mengkhianati, dan hal lain maka keraguan kita terhadap orang tersebut akan bertambah. Jadi, keraguan terhadap seseorang itu dapat berubah-ubah. Jika keraguan tersebut berada diatas ataupun dibawah batas ambang maka kita harus dapat mengaturnya sehingga komunikasi yang kita lakukan akan tetap efektif. E. Keraguan dalam pertemuan kelompok Menurut Gudykunst (1988b, 1995) terdapat banyak faktor yang mempengaruhi keraguan ketika berkomunikasi dengan orang baru, seperti, ekspektasi, identitas sosial, pemahaman kita terhadap kesamaan antara grup kita dengan grup orang lain, dan hal menarik ketika kita melakukan kontak dengan orang baru. Dengan menggambarkan harapan kita terhadap citra orang baru ataupun kelompoknya, akan membantu mengurangi keraguan. Semakin baik kita menggambarkan harapan terhadap citra orang tersebut maka kita akan semakin mudah memprediksi tindakan mereka. Gambaran tersebut dapat berupa hal positif maupun negatif.