Anda di halaman 1dari 11

GOLONGAN DARAH SISTEM RHESUS

Siti Nur Asiah 201703001


Kamila Maesya Amalia 201703008
Linda Rafikah 201703024
Yanti Yovita Parega 201703030

DIII AHLI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK


STIKes MITRA KELUARGA
JAKARTA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terdapat empat golongan darah utama yang diidentifikasi yaitu A, B, AB, dan O. Jika
seseorang memiliki golongan darah tipe A maka memiliki antigen A pada sel darah merah dan
memiliki antibodi B. Seseorang yang memiliki golongan darah tipe O maka tidak memiliki
antigen, tetapi memiliki antibodi untuk antigen A dan B. Sebaliknya yang memiliki golongan
darah tipe AB tidak memiliki antibodi , tetapi memiliki antigen A dan B. Fenotip Bombay
pertama kali ditemukan di Bombay, India pada tahun 1952. Golongan darah Bombay tidak
memiliki antigen A dan B yang diidentifikasi pada sel darah merah. Golongan darah Bombay
adalah golongan darah dengan genotip hh yang tidak mengekspresikan antigen H. Orang yang
memiliki golongan darah Bombay sangat terbatas di Asia Tenggara. Sekitar 1/10.000 dari
penduduk yang berada di daerah tersebut memiliki golongan darah Bombay [ CITATION Sur16 \l
1033 ]
Golongan darah merupakan ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya perbedaan
jenis karbohidrat serta protein pada permukaan membran sel darah merah (Keberhasilan
tindakan medis terutama transfusi, transplantasi organ dan kehamilan sangat di tentukan oleh
kompatibilitas golongan darah. Mengetahui golongan darah itu penting salah satunya untuk
mengetahui rhesus. Golongan darah Rh adalah salah satu golongan darah yang paling kompleks
yang dikenal pada manusia[ CITATION Sur16 \l 1033 ]
Komplekssitas antigen golongan darah Rh dimulai dengan gen yang sangat polimorfik yang
mengkode golongan darah ini. Terdapat dua gen yang berkaitan erat dengan golongan darah
rhesus, yaitu RHD dan RHCE. Dari penemuannya 60 tahun yang lalu, golongan darah ini telah
menjadi penting kedua setelah golongan darah ABO di bidang kedokteran tranfusi, antigen
golongan darah Rh adalah protein. Dna seseorang memegang informasi untuk memproduksi
protein antigen. Gen RhD mengkode antigen D yang merupakan protein besar pada membrane
sel darah merah. Beberapa orang memiliki versi dari gen yang tidak menghasilkan antigen D
oleh karena itu protein RhD tidak ada dari sel darah mereka[ CITATION Sur16 \l 1033 ]
Pentingnya golongan darah Rh berkaitan dengan fakta bahwa antigen Rh sangat
imunogenik. Dalam kasus antigen D, individu yang tidak menghasilkan antigen D akan
memproduksi antigen S pada sel darah merah yang ditranfusikan. Hal ini menyebabkan tranfusi
hemolitik, atau sel darah merah pada janin menyebabkan penyakit hemolitik pada bayi baru
lahir (hemolytic disease of newborn, HDN). Untuk alasan ini status Rh secara rutin ditentukan
dalam donor darah, penerima tranfusi dan pada ibu kepada janinnya. Oleh sebab itu
pentingnya golongan darah system Rh perlu dibahas dalam makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Pada tahun 1939, Levine dan Stetson melaporkan tentang seorang ibu yang
mengalami dua kejadian yaitu reaksi transfuse setelah mendapatkan transfuse darah
dari suaminya, sehingga bayi dari ibu tersebut mengalami HDN. Ibu dari bayi
tersebut mengalami reaksi transfuse yang sekarang dikenal dengan nama Acute
Hemolytic Transfucion Reaction ( reaksi hemolisis akut karena transfuse ).
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan ternyata ibu tersebut membentuk
antibodi terhadap sel darah merah yang ditransfusikan oleh suaminy, namun belum
diketahui jenis antigen apa pada sel darah merah suaminya yang dikenal oleh
antibody ibu. Dari pemeriksaan ini, reaksi tranfusi yang terjadi pada ibu telah dapat
diterangkan, tetapi kenapa terjadinya HDN pada bayi belum dapat diterangkan. Pada
saatitu, adanya antibody ibu terhadap sel darah merah suaminya belum dikaitkan
dengan kasus HDN yang terjadi. Apalagi beberapa waktu sesusadah kejadian itu ,
diketahui bahwa ibu tersebut tidak lagi memproduksi antibody terhadap sel darah
merah suaminya. Kejadian ini berlalu tanpa dikaitkan dengan HDN yang terjadi ,dan
dianggap kejadian yang terpisah.
Di tahun 1940 dan 1941, Lansteiner dan Weiner mendeskripsikan eksperimen
yang mereka lakukan pada guinea pigs dan kelinci. Eksperimen tersebut dimulai
ketika mereka megimunisasi/ menyuntikan sel darah merah kera rhesus ke guinea
pigs dan kelinci. Dengan imunisasi ini maka guinea pigs dan kelinci akan membentuk
antibody terhadapa sel darah merah kera rhesus (oleh penelitinya antigen ini
dinamakan anti_Rhesus ). Anti_Rhesus ini kemudian diambil dan direaksikan dengan
sel darah merah manusia dari berbagai individu. Reaksi dari campuran tersebut
diamati, apakah hasilnya positif atau negative. Reaksi akan disebut positif apabila sel
darah merah manusia menjadi lisis dan disebut negative apabila sel darah merah
manusia tidak lisis. Ternyata 85% eksperimen menunjukan reaksi/hasil positif.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa anti_Rhesus juga dapat bereaksi dengan
sel darah manusia. Dengan kata lain, pada sebagian besar sel darah manusia terdapat
antigen yang dikenali oleh anti_Rhesus. Sel darah merah yang tidak lisis terdapat
15% yang menandakan bahwa tidak mempunyai antigen yang dikenali oleh antibody
tersebut. Antigen yang dikenali oleh anti_Rhesus disebut dengan antigen Rhesus.
Dengan demikian pada sel darah manusia terdapat antigen yang sama dengan yang
terdapat pada sel darah merah kera rhesus yaitu antigen Rhesus. Sel darah merah
manusia yang mempunyai antigen Rhesus, tetapi sel darah merah manusia yang tidak
mempunyai antigen Rhesus tidak akan lisis bila direaksikan dengan anti_Rhesus.
Semenjak saat itu diketahui bahwa berdasarkan ada tidaknya antigen_Rh, maka
golongan darah manusia dibedakan atas dua kelompok, yaitu :
1. Rh_positif (Rh+), yaitu sel darah merahnya memiliki antigen_Rh yang
ditandai dengan terjadinya penggumpalan eritrosit pada saat dilakukan tes
dengan anti_Rh.
2. Rh_negatif (Rh-), yaitu sel darah merah yang tidak memiliki antigen_Rh,
yang ditandai dengan tidak terjadinya penggumpalan saat dilakukan tes
dengan anti_Rh.

gambar 1 reaksi antara sel darah merah kera rhesus yang disuntikan pada kelinci
B. Sistem Pengelompokan

C. Cara Pemeriksaan

A. Metode slide
Prinsip : Antigen (Aglutinogen) direaksikan dengan Antibodi (Aglutinin)
yang senama maka akan terbentuk Aglutinasi
1. Alat dan Bahan
- Anti-D
- Pipet tetes
- Sampel darah
- Batang pengaduk
- Wadah Limbah

2. Cara Kerja
- Ambil darah kapiler
- Teteskan di atas slide Rhesus
- Tambahkan anti-D pada slide
- Aduk campuran
- Amati hasilnya, ada atau tidak terjadi aglutinasi.

Pembacaan Hasil
Adanya aglutinasi menunjukan adanya antigen tertentu dalam darah
B. Metode Tabung
Prinsip : apabila sel darah merah mengandung antigen yang sesuai dengan jenis antibody
yang ditambahkan pada reagen maka akan terjadi aglutinasi. Pada pemeriksaan rhesus
akan terjadi aglutinasi jika terdapat antigen.

1. Alat dan Bahan


- Anti-D - - Saline / NaCl 0,9%
- Test sel A 5% - Sentrifuse
- Test sel B 5% - Tabung reaksi + Rak
- Test sel O 5%
- Wadah Limbah

2. Cara Kerja

- Biarkan reagensia pada suhu kamar sebelum dipergunakan


- Simpan reagensia pada suhu 2 – 80C sesudah dipergunakan
- Darah yang diperiksa berupa darah tanpa antikoagulan atau darah dengan
antikogulan
- Pisakhan serum/plasma dari sel darah merah
- Cuci sel darah merah untuk dibuat suspensi 5%

1. Siapkan tabung sebanyak 8 buah pada sebuah rak


a) Beri label tabung 1 : A
b) Beri label tabung 2 : B
c) Beri label tabung 3 : EA
d) Beri label tabung 4 : EB
e) Beri label tabung 5 : EO
f) Beri label tabung 6 : AK
g) Beri label tabung 7 :-D ( untuk pemeriksaan rhesus )
h) Beri label tabung 8 : B.Alb
2. Isi masing-masing tabung dengan :
a) Beri label tabung 1 : 2 tetes anti A
b) Beri label tabung 2 : 2 tetes anti B
c) Beri label tabung 3 : 1 tetes Tes Sel A 5%
d) Beri label tabung 4 : 1 tetes Tes Sel B 5%
e) Beri label tabung 5 : 1 tetes Tes Sel O 5%
f) Beri label tabung 6 : Lihat no. 3 & 4
g) Beri label tabung 7 :1 tetes anti-D ( untuk pemeriksaan rhesus )
h) Beri label tabung 8 : 2 tetes bovine albumin 6%
3. Teteskan masing-masing 1 (satu) tetes sel darah merah sample suspensi 5%
pada tabung 1, 2, 6, 7, 8.
4. Teteskan masing-masing 2 tetes serum/plasma sample tabung: 3, 4, 5, 6
5. Kocok-kocok semua tabung hingga tercampur

Pada pemeriksaan Rhesu metode tabung menggunakan tabung no 7


dengan 1:1 untuk darah dan reagen D
Pembacaan Hasil :
1. Baca reaksi dengan cara mengocok tabung perlahan-lahan
2. Bila pada sel darah merah sample terjadi :
 Aglutinasi : ada antigen pada sel darah merah
 Tidak terjadi aglutinasi : tidak ada antigen pada sel darah merah
3. Bila pada serum/plasma sample terjadi :
 Aglutinasi : Ada antibodi dalam serum/plasma
 Tidak terjadi aglutinasi : tidak ada antibodi dalam serum/plasma
4. Tentukan derajat aglutinasi :
 ++++ (4+) : Gumpalan besar dengan cairan jernih disekitarnya.
 +++ (3+): Sebagian sel bergumpal besar dengan cairan jernih
disekitarnya.
 ++ (2+) : Gumpalan agak besar, dengan cairan agak merah
disekitarnya.
 + (1+) : Gumpalan kecil, dengan cairan merah disekitarnya
 ± (+w): Gumpalan tidak terlihat jelas harus dengan bantuan
mikroskop
 Lisis : Suspensi sel darah berwarna merah jernih
 0/ negatif : tersuspensi/ homogen

Pembacaan Hasil rhesus :


1. Bila terjadi Aglutinasi pada anti-D maka golongan darah sample adalah Rhesus
positif (D+)
2. Bila tidak terjadi Aglutinasi pada anti-D maka golongan darah pasien adalah
Rhesus Negatif.
DAFTAR PUSTAKA

Maharani, E., & Noviar, G. (2018). Imunohematologi dan Bank Darah. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Suraci, N., & Mora, M. (2016). Bombay Blood Phenotype: Laboratory Detection and
Transfusions Recommendations. Journal Transfus Immunohematology, 6, 8-11.

Anda mungkin juga menyukai