Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN GASTROENTERITIS (DIARE AKUT)


DI UGD
RSAD TK II UDAYANA

OLEH :

Ni Made Nopariatini, S. Kep

NIM:C 2219031

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI 2019
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN
GASTROENTERITIS (DIARE AKUT)

A. TINJAUAN KASUS
1. Pengertian
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal, yang
ditandai dengan peningkatan volume, keenceran, serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari
pada anak, dan lebih dari 4 kali sehari pada neonatus (Hidayat, 2006).
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari pada buang air
biasanya lebih dari 200 gram atau 200ml/24 jam (NANDA, 2015
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi dari
biasanya lebih 3 kali sehari, yang disertai dengan perubahan konsistensi tinja menjadi
encer dengan atau tanpa darah dan lendir

2. Etiologi
Penyebab utama diare akut adalah bakteri, parasit, maupun virus. Penyebab lain
yang dapat menimbulkan diare akut adalah cacing, toksin dan obat, nutrient enteral
diikuti puasa yang berlangsung lama, kemoterapi, impaksi, fekal (overflow diarrhea)
atau berbagai kondisi lain.
a. Bakteri penyebab diare ada 2, yaitu :
1. Bakteri Noninvansif (Enterotoksigenik)
Toksin yang diproduksi bakteri akan terikat pada mukosa usus halus, namun tidak
merusak mukosa. Toksin menigkatkan kadar siklik AMP di dalam sel,
menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti air, ion
karbonat, kation, natrium dan kalium. Bakteri ynag termasuk golongan ini adalah
V. Cholera, Enterotoksigenik E. Coli (ETEC), C. Perfringers, S. Aureus, dan
Vibriononglutinabel.
2. Bakteri Enteroinvansif
Diare menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi dan
bersifat sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur lendir dan darah.
Bakteri yang termasuk dalam golongan ini adalah Enteroinvansive E. Coli (EIEC),
S. Paratyphi B. S. Typhimurium, S. Enteriditis, S. Choleraesuis, Shigela, Yersinia
dan C. Perfringens tipe C.
b. Virus
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 – 80%). Beberapa jenis
virus penyebab diare akut adalah Rotavirus serotype 1,2,8,dan 9 : pada manusia.
Serotype 3 dan 4 didapati pada hewan dan manusia. Dan serotype 5,6, dan 7 didapati
hanya pada hewan. Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food
borne atau water borne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan person to person.
Astrovirus didapati pada anak dan dewasa, Adenovirus (type 40, 41) Small bowel
structured virus Cytomegalovirus.
c. Helmint
Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mucosa usus akibat cacing dewasa dan larva,
menimbulkan diare. Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada
berbagai organ termasuk intestinal dengan berbagai manifestasi, termasuk diare dan
perdarahan usus. Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus,
terutama jejunu, menyebabkan inflamasi dan atrofi vili dengan gejala klinis watery
diarrhea dan nyeri abdomen.
d. Protozoa
Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme patogensis masih
belum jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi dan metabolisme asam empedu.
Transmisi melalui fecal-oral route. Interaksi host-parasite dipengaruhi oleh umur,
status nutrisi, endemisitas, dan status imun. Didaerah dengan endemisitas yang tinggi,
giardiasis dapat berupa asimtomatis, kronik, diare persisten dengan atau tanpa
malabsorbsi. Di daerah dengan endemisitas rendah, dapat terjadi wabah dalam 5 – 8
hari setelah terpapar dengan manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri
epigastrik dan anoreksia. Kadang-kadang dijumpai malabsorbsi dengan faty stools,
nyeri perut dan kembung. Entamoeba histolytica. Prevalensi disentri amoeba ini
bervariasi, namun penyebarannya di seluruh dunia. Insidennya meningkat dengan
bertambahnya umur, dan ter pada laki-laki dewasa. Kira-kira 90% infeksi asimtomatik
yang disebabkan oleh E.histolytica non patogenik (E.dispar). Amebiasis yang
simtomatik dapat berupa diare yang ringan dan persisten sampai disentri yang
fulminant. Cryptosporidium. Dinegara yang berkembang, cryptosporidiosis 5 – 15%
dari kasus diare pada anak. Infeksi biasanya siomtomatik pada bayi dan asimtomatik
pada anak yang lebih besar dan dewasa. Gejala klinis berupa diare akut dengan tipe
watery diarrhea, ringan dan biasanya self-limited. Pada penderita dengan gangguan
sistim kekebalan tubuh seperti pada penderita AIDS, cryptosporidiosis merupakan
reemerging disease dengan diare yang lebih berat dan resisten terhadap beberapa jenis
antibiotik. Microsporidium spp, Isospora belli, Cyclospora cayatanensis

3. Patofisiologi terjadinya penyakit


Menurut Ngastiyah (2005), mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare
adalah :
a. Gangguan osmotic
Akibat terdapatnya makanan atu zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
b. Gangguan Sekresi
Akibat rangsangan tertentu (missal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare
timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan Motilitas Usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus menyerap
makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltic usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang elanjutnya dapat menimbulkan
diare pula.
(Pathway Terlampir)

a. Klasifikasi
a. Diare Akut
Merupakan penyebab utama keadaan sakit pada anak-anak balita. Diare akut
didefinisikan sebagai keadaan peningkatan dan perubahan tiba-tiba frekwensi
defekasi yang sering disebabkan oleh agen infeksius dalam traktus GI. Diare ini
biasanya kurang dari 14 hari dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika
dehidrasi tidak terjadi. Diare infeksius akut (gastroenteritis infeksiosa) dapat
disebabkan oleh virus, bakteri dan parasit yang patogen.
b. Diare Kronis
Keadaan meningkatnya frekwensi defekasi dan kandungan air dalam feses
dengan lamanya sakit lebih dari 14 hari. Biasanya terjadi karena sindrom
malabsorpsi, penyakit inflamasi usus, defisiensi kekebalan, alergi makanan,
intoleransi laktosa/ diare nonspesifik yang kronis sebagai akibat dari
penatalaksanaan diare akut yang tidak memadai.
c. Diare yang Membandel
Merupakan sindrom yang terjadi pada bayi dalam usia beberapa minggu
pertama serta berlangsung lebih lama dari 2 minggu tanpa ditemukannya
mikroorganisme patogen sebagai penyebab dan bersifat resisten / membandel
terhadap terapi. Penyebab yang paling sering adalah diare infeksius akut yang
tidak ditangani secara memadai.
d. Diare Kronis Nonspesifik
Dikenal dengan istilah kolon iritabel atau diare toddler, merupakan penyebab
diare kronis yang sering dijumpai pada anak-anak yang berusia 6-54 minggu.
Anak-anak ini memperlihatkan feses yang lembek yang sering disertai partikel
yang tidak dicerna, dan lamanya melebihi 2 minggu. Ana-anak penderita diare ini
tidak memperlihatkan gejala malnutrisi, tidak ada darah dalam feses dan tidak
tampak infeksi enterik.
b. Manifestasi klinis
Gejala klinis umum dari diare, yaitu :
a. Haus
b. Lidah kering
c. Turgor kulit menurun
d. Suara serak
e. Nadi meningkat
f. Keringat dingin
g. Fontanela cekung
h. Muka pucat
i. Mual, muntah
j. Demam
k. Nyeri perut/kejang perut
l. Mata cowong
Tanda dan gejala yang muncul dibedakan berdasarkan klasifikasi diare, yaitu:

Klasifikasi Tanda dan Gejala


Diare dengan dehidrasi berat Terdapat dua atau lebih tanda-tanda
berikut:
1. Letargi/tidak sadar
2. Mata cekung
3. Tidak bisa minum/malas
minum
4. Cubitan kulit perut
kembalinya sangat lambat
Diare dengan dehidrasi ringan/sedang Terdapat dua atau lebih tanda-tanda
berikut:
1. Gelisah, rewel, atau mudah
marah
2. Mata cekung
3. Haus, minum dengan lahap
4. Cubitan kulit perut
kembalinya lambat
Diare tanpa dehidrasi Tidak cukup tanda-tanda untuk
diklasifikasikan sebagai dehidrasi
berat atau ringan/sedang
Diare persisten berat Diare selama 14 hari atau lebih
disertai dengan dehidrasi
Diare persisten Diare selama 14 hari atau lebih tanpa
disertai tanda dehidrasi
Disentri Terdapat darah dalam tinja (berak
campur darah)

6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum:
1) Baik, sadar (tanpa dehidrasi)
2) Gelisah, rewel (dehidrasi ringan/sedang)
3) Lesu, lunglai, atau tidak sadar (dehidrasi berat)
b. Berat badan anak yang diare dengan dehidrasi biasanya mengalami penurunan berat badan,
sebagai berikut:
% Kehilangan berat badan
Tingkat dehidrasi
Bayi Anak besar
Dehidrasi ringan 5 % (50 ml/kg) 3% (30 ml/kg)
Dehidrasi sedang 5-10% (50-100 ml/kg) 6% (60 ml/kg)
Dehidrasi berat 10-15% (100-150 ml/kg) 9% (90 ml/kg)

c. Kulit
Dilakukan pemeriksaan turgor untuk mengetahui elastisitas kulit, yaitu dengan cara
mencubit daerah perut menggunakan kedua ujung jari (bukan kedua kuku). Apabila
turgor kulit kembali dengan cepat (< 2 detik), berarti diare tanpa dehidrasi. Apabila
turgor kembali dengan lambat (cubitan kembali dalam waktu 2 detik), ini berarti diare
dengan dehidrasi ringan/sedang. Apabila turgor kembali sangat lambat (cubitan
kembali > 2 detik), ini termasuk diare dengan dehidrasi berat.
d. Kepala
Anak berusia di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, ubun-ubunnya biasanya
cekung.
e. Mata
Anak yang diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak matanya normal. Apabila mengalami
dehidrasi ringan/sedang, kelopak matanya cekung (cowong). Sedangkan apabila
mengalami dehidrasi berat, kelopak matanya sangat cekung.
f. Mulut dan lidah
Mulut dan lidah basah (tanpa dehidrasi)
Mulut dan lidah kering (dehidras ringan/sedang)
Mulut dan lidah sangat kering (dehidrasi berat)
g. Abdomen kemungkinan mengalami distensi, kram, bising usus yang meningkat.
h. Anus dan sekitarnya kemungkinan lecet karena seringnya defekasi dan tinja yang
asam.

a. Inspeksi :
(1) Muka pucat
(2) Lidah kering
(3) Nafas cepat
(4) Mata cowong
(5) Sianosis pada ujung extremitas
(6) Fontanela cekung
b. Palpasi :
(1) Turgor kulit menurun
(2) Denyut nadi meningkat
(3) Keringat dingin
(4) Demam
c. Auskultasi :
(1) Suara bising usus meningkat atau menurun
(2) Tekanan darah menurun
(3) Suara serak
(4) Gerakan peristaltik meningkat
d. Perkusi :
Suara perut timpani

7. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan darah tepi lengkap
2. Pemeriksaan ureum, kreatinin, dan berat jenis plasma
3. Pemeriksaan urine lengkap
4. Pemeriksaan tinja lengkap dan biakan tinja dari colok dubur
5. Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai infeksi
sistemik
6. Pemeriksaan sediaan darah malaria serta serologi helicobacter jejuni
sangat dianjurkan
7. Duodenal intubation untuk mengetahui kuman penyebab secara
kuantitatif dan kualitatif pada diare kronik.
8. Pemeriksaan darah 5 darah perifer lengkap, analisis gas darah (gda) &
elektrolit (na, k, ca, dan p serum pada diare disertai yang kejang)

8. Komplikasi
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik/ hipertonik)
b. Renjatan hipovolemik
c. Hipokalemia/ dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, takikardia,
perubahan EKG)
d. Hipoglikemia
e. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim
laktosa
f. Kejang, pada dehidrasi hipertonik
g. Malnutrisi energi protein (muntah dan mual bila lama/ kronik)

9. Derajat Dehidrasi
Derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan :
a. Kehilangan BB
1) Tidak ada dehidrasi : menurun BB < 2 %
2) Dehidrasi ringan : menurun BB 2 - 5%
3) Dehidrasi sedang : menurun BB 5 - 10%
4) Dehidrasi berat : menurun BB 10%
b. Menentukan kekenyalan kulit, kulit perut dijepit antara ibu jari dan telunjuk
(selama 30-60 detik) kemudian dilepaskan (Capillary Refill), jika kulit kembali
dalam :
1) 1 detik : turgor agak kurang (dehidrasi ringan)
2) 1-2 detik : turgor kurang (dehidrasi sedang)
3) 2 detik : turgor sangat kurang (dehidrasi berat)

10. Terapi/tindakan penanganan


a. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi
Hal-hal yang harus diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan
akurat, yaitu:
1) Jenis Cairan yang Hendak Digunakan
Cairan ringer laktat merupakan cairan pilihan dengan jumlah kalium yang
rendah bila dibandingkan dengan kalium tinja. Bila tidak ada RL dapat
diberikan NaCl isotonik (0,9%) yang sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul
natrium bikarbonat 7,5% 50 ml pada setiap 1 L NaCl isotonik. Pada keadaan
diare akut awal yang ringan dapat diberikan cairan oralit yang dapat mencegah
dehidrasi dengan segala akibatnya.
Upaya Rehidrasi Oral (URO)
URO berdasarkan prinsip bahwa absorpsi natrium usus (dan juga elektrolit
lain dan air) dilakukan oleh absorpsi aktif molekul makanan tertentu seperti
glukosa (yang dihasilkan dari pemecahan sukrosa) atau L asam amino (yang
dihasilkan dari pemecahan protein dan peptida). Bila diberikan cairan isotonik
yang seimbang antara glukosa dan garamnya, absorpsi ikatan glukosa-natrium
akan terjadi dan ini akan diikuti dengan absorpsi air dan elektrolit yang lain.
Proses ini akan mengoreksi kehilangan air dan elektrolit pada diare. Campuran
garam dan glukosa ini dinamakan Oral Rehydration Salt (ORS) atau di
Indonesia dikenal sebagai cairan rehidrasi oral (Oralit).
2) Jumlah Cairan
Diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang dikeluarkan.
Kehilangan cairan tubuh dapat dihitung dengan beberapa cara :
Metoda Pierce :
Derajat Dehidrasi Kebutuhan cairan ( X kg BB)
Ringan 5%
Sedang 8%
Berat 10 %

3) Jalan Masuk atau Cara Pemberian Cairan


Dapat dipilih oral atau IV.
4) Jadwal Pemberian Cairan
Rehidrasi dengan perhitungan kebutuhan cairan diberikan pada 2 jam pertama.
Selanjutnya dilakukan penilaian kembali status hidrasi untuk
memperhitungkan kebutuhan cairan. Rehidrasi diharapkan terpenuhi lengkap
pada akhir jam ke-3.
Penanganan fokus pada penyebab. Pemberian cairan dan elektrolit: oral
(seperti, pedialyte atau oralit) atau terapi parenteral. Pada bayi, pemberian ASI
diteruskan jika penyebab bukan dari ASI.

Kebutuhan Cairan Pada Anak


Tubuh dalam keadaan normal terdiri dari 60% air dan 40% zat padat seperti protein,
lemak dan mineral. Pada anak pemasukan dan pengeluaran harus seimbang, bila
terganggu harus dilakukan koreksi mungkin dengan cairan parentral, secara
matematis keseimbangan cairan pada anak dapat di gambarkan sebagai berikut:

Kebutuhan
Prinsip
Umur Berat Badan Total/24 jam Cairan/Kg BB/24
jam
3 hari 3.0 250-300 80-100
10 hari 3.2 400-500 125-150
3 bulan 5.4 750-850 140-160
6bulan 7.3 950-1100 130-155
9 bulan 8.6 1100-1250 125-165
1 tahun 9.5 1150-1300 120-135
2 tahun 11.8 1350-1500 115-125
4 tahun 16.2 1600-1800 100-1100
6 tahun 20.0 1800-2000 90-100
10 tahun 28.7 2000-2500 70-85
14 tahun 45.0 2000-2700 50-60
18 tahun 54.0 2200-2700 40-50
penanganan diare :
(a) Pemberian cairan rehidrasi oral sedini mungkin/cairan rumah tangga (CRT) atau
oralit begitu anak menderita diare, cairan rumah tangga dapat berupa air tajin,
larutan garam gula.
(b) Pemberian dieting: pemberian makan dilakukan dalam porsi sedikit-sedikit tetapi
dengan frekuensi sesering mungkin. Apabila anak dengan anoreksia, sebaiknya
makanan tersebut rendah serat.
(c) Pemberian obat-obatan: cairan Ringer Laktat (RL), Lakto B, cairan oralit,
Tyhmisin (obat antibiotika).

B. TINJAUAN ASKEP
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Pasien dengan gastroenteritis biasanya didapatkan kondisi dengan
karakteristik adanya mual dan muntah dan diare yang disebabkan oleh infeksi,
alergi atau keracunan zat makanan.
Emergency treatment :
Pastikan kepatenan jalan nafas
a) Kaji adanya penyumbatan jalan nafas seperti air ludah, muntahan, dan
secret
b) Pasien dimiringkan kekanan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan
c) Lidah dijaga agar tidak mengahalangi jalan nafas atau tergigit
2) Breathing
Pada pasien gastroenteritis dapat ditemukan abnormalitas metabolik atau
ketidakseimbangan asam basa yang dapat menimbulkan gangguan pernafasan.
Emergency treatment :
a) Kaji respiratory rate
b) Kaji saturasi oksigen
c) Auskultasi dada
d) Berikan oksigen jika ada hypoksia untuk mempertahankan saturasi
3) Circulasi
Pada pasien gastroenteritis ditemukan penurunan kadar kalium darah di bawah
3,0 mEq/liter sehingga menyebabkan disritmia jantung.
Emergency treatment :
a) Kaji denyut jantung
b) Monitor tekanan darah
c) Pasang infus berikan cairan jika pasien dehidrasi
d) Catat temperatur
4) Disability
Pada pasien gastroenteritis penurunan tingkat kesadaran karena dehidrasi
dengan gejala seperti gelisah, kulit lembab, dan berkeringat tidak muncul
sampai total volume darah yang hilang sekitar 10-20% sehingga dapat
menyebabkan syok hipovolemik.
Emergency treatment :
a) Pantu tanda vital
b) Perhatikan respon pasien sebagai respon terhadap stimulus
5) Exposure
Pasien dengan gastroenteritis mengalami dehidrasi akibatnya terjadi
peningkatan suhu tubuh karena proses infeksi sekunder.
Emergency treatment :
a) Kaji riwayat pasien
b) Kaji makanan dan minuman yang dikonsumsi sebelumnya
c) Kaji tentang waktu sampai adanya gejala
d) Lakukan pemeriksaan abdomen
b. Pengkajian sekunder
1) Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman
usus merangsang kekebalan terhadap infeksi hal ini membantu menjelaskan
penurunan insiden penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun
atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk, kebanyakan kasus karena infeksi
usus asimptomatik dan kuman menyebar terutama klien tidak menyadari
adanya infeksi. Status ekonomi juga mempengaruhi terutama dilihat dari pola
makan dan perawatanya.
2) Keluhan utama
BAB lebih dari 3 kali
3) Riwayat penyakit sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercampur lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran 3-5 hari
(diare akut), lebih dari 7 hari (diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare
kronis)
4) Riwayat penyakit dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakaian antibiotic atau kortikosteroid
jangka panjang, alergi makanan, ISPA, ISK, OMA dan Campak.
5) Riwayat nutisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti orang dewasa, porsi
yang diberikan 3 kali setiap hari degan tambahan buah dan susu.
6) Riwayat kesehatan keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare
7) Riwayat kesehatan lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan
lingkungan tempat tinggal
8) Pemeriksaan fisik
a) Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan
mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar.
b) Keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c) Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak
umur 1 tahun lebih.
d) Mata : ceung , kering, sangat cekung.
e) System pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic
meningkat >35x / menit , nafsu makan menurun, mual, muntah , minum
normal atau tidak haus , minum sedikit atau kelihatan bias minum.
f) System pernafasan : dispnea pernafasan cepat >40x/menit karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g) System kardiovaskuler : nadi cepat >120x/menit dan lemah, tensi menurun
pada diare sedang.
h) System integument : warna kulit pucat, turgor menurun >2detik, suhu
meningkat >37,50C, akral hangat , akral dingin (waspada syok) , capillary
refiil time memanjang >2dt , kemerahan pada daerah perianal.
i) System perkemihan : urin produksi oligura sampai anuria (200-400 ml/24
jam), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j) Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bias mengalami stress
yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan
invasive repon yang di tunjukan adalah protes, putus asa dan kemudian
menerima.
9) Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium
- Feses kultur : bakteri, virus, parasit, candida
- Serum elektrolit : hiponatremi, hipernatremi, hipokalemi
- AGD : asidosis metabolik, ph menurun, pO2 meningkat, pcO2
meningkat, HCO3 menurun.
- Faal ginjal : UC meningkat
b) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopneumonia
c) Terapi
Rehidrasi Jenis cairan
Cara rehidrasi oral :
- Formula lengkap (NaCl, NaHCO3, KCl, dan glukosa) seperti oralit
- Formula sederhana (NaCl dan sukrosa)
Cara parenteral
- Cairan I : RL dan NS
- Cairan II : D5 ¼ salin

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan
intake makanan
c. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekuensi BAB yang
berlebihan
d. Risiko syok (hipovolemi) berhubungan dengan kehilangan cairan dan elektrolit
e. Diare berhubungan dengan proses infeksi, inflamasi diusus

3. Intervensi Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan : Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan secara aktif
Tujuan: keseimbangan cairan dapat dipertahankan dalam batas normal
Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik,
membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.
Intervensi madiri
1) Kaji intake dan output, otot dan observasi frekuensi defekasi, karakteristik,
jumlah dan faktor pencetus
Rasional : menentukan kehilangan dan kebutuhan cairan
2) Kaji tanda vital (TD, nadi, suhu).
Rasional : Hipotensi (termasuk postural), takikardia, demam dapat menunjukan
respon terhadap dan/atau efek kehilangan cairan.
3) Observasi kulit kering berlebihan dan membrane mukosa, penurunan turgor
kulit, pengisian kapiler lambat.
Rasional : menunjukkan kehilangan cairan berlebihan/dehidrasi.
4) Ukur berat badan tiap hari.
Rasional : indicator cairan dan status nutrisi.
5) Pertahankan pembatasan per oral, tirah baring; hindari kerja.
Rasional : kolon diistirahatkan untuk penyembuhan dan untuk menurunkan
kehilangan cairan usus.
Intervensi Kolaborasi
1) Berikan cairan parenteral, tranfusi darah sesuai indikasi.
Rasional : mempertahnkan istirahat usus akan memerlukan penggantian cairan
untuk memperbaiki kehilangan/anemia. Catatan : mengandung natrium dapt
dibatasi pada adanya enteristis regional.
2) Awasi hasil laboratorium, contohnya elektrolit (khususnya kalium, magnesium)
dan GDA (keseimbangan asam-basa).
Rasional : menentukan kebutuhan penggantian dan keefektifan terapi.
3) Berikan obat sesuai indikasi
a) Antidiare
Rasional : menurunkan kehilangan cairan dari usus.
b) Antiemetik, misalnya trimetobenzamida (Tigan); hidoksin (Vistaril);
proklorperazin (Compazin).
Rasional : digunakan untuk mengontrol mual/muntah pada eksaserbasi
akut.
c) Antipiretik, misalnya asetminopen (Tyenol).
Rasional : mengontrol demam, menurunkan kehilangan tak terlibat.
d) Elektrolit, misalnya tambahan kalium (LCI-VI ; K-lyte, Slow-K).
Rasional : elektrolit hilang dalam jumlah besar, khususnya pada usus yang
gundul, area ulkus, dan diare dapat menimbulkan asidosis metabolic karena
kehilangan bikarbonat (HCO3).
e) Vitamin K (Mephyton).
Rasional : merangsang pembentukan protrombin hepatik, menstabilisasi
koagulasi dan menurunkan risiko perdarahan.

b. Diagnosa Keperawatan : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan yang


berhubungan dengan penurunan intake makanan
Tujuan : Diharapkan pasien mengonsumsi nutrient dalam jumlah yang adekuat
untuk mempertahankan berat badan yang tepat usianya
Kriteria hasil : berat badan dalam batas normal, tidak terjadi kekambuhan diare
Intervensi Mandiri
1) Timbang berat badan tiap hari.
Rasional : memberikan informasi tentang kebutuhan diet/keefektifan terapi.
2) Dorong tirah baring dan/atau pembatasan aktivitas selama fase sakit akut.
Rasional : menurunkan kebutuhan metabolic untuk mencegah penurunan kalori
dan simpanan energy.
3) Anjurkan istirahat sebelum makan.
Rasional : menenangkan peristaltic dan meningkatkan energi untuk makan.
4) Berikan kebersihan oral.
Rasional : mulut yang bersih dapat menungkatkan nafsu makan.
5) Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan menyenangkan,
dengan situasi tidak terburu-buru, temani.
Rasional : lingkungan yang menyenangkan menurunkan stress dan lebih
kondusif untuk makan.
Intervensi Kolaborasi
1) Pertahankan puasa sesuai indikasi.
Rasional : istirahat usus menurunkan peristaltic dan diare dimana menyebabkan
malabsorbsi/kehilangan nutruen.
2) Mulai/tambahkan diet sesuai indikasi misalnya cairan jernih maju menjadi
makanan yang dihanc urkan, rendah sisa; kemudian protein tinggi, tinggi
kalori, dan rendah serat sesuai indikasi.
Rasional : memungkinkan saluran usus untuk memastikan kembali proses
pencernaan. Protein perlu untuk penyembuhan integritas jaringan. Rendah bulk
menurunkan respon peristaltic terhadap makanan.
3) Berikan nutrisi parenteral total, terapi IV sesuai indikasi.
Rasional : program ini mengistirahatkan saluran GI sementara memberikan
nutrisi penting.

c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekuensi BAB yang


berlebihan
Tujuan : integritas kulit normal
Kriteria hasil : iritasi berkurang
Intervensi :
1) Kaji kerusakan integritas kulit atau iritasi setiap buang air besar
Rasional : menentukan intervensi lebih lanjut
2) Gunakan kapas lembab dan sabun bayi (pH normal) untuk membersihkan anus
setiap buang air besar
Rasional : menghindari risiko infeksi kulit
3) Hindari dari pakaian dan pengalas tempat tidur yang lembab
Rasional : mengurangi infeksi secara dini

d. Diare berhubungan dengan proses infeksi, inflamasi di usus


Tujuan : infeksi dan inflamasi di usus tidak terjadi
Kriteria hasil : mempertahankan turgor kulit, menjaga daerah sekitar rektal dari iritasi
Intervensi :
1) Observasi turgor kulit secara rutin
Rasional : mengetahui intervensi lebih lanjut
2) Monitor tanda dan gejala diare
Rasional : mengetahui kondisi perkembangan diare pasien
3) Instruksikan pasien atau keluarga pasien untuk mencatat warna, jumlah,
frekuensi, dan konsisten dari feses
Rasional : mengetahui kondisi diare melalui karakteristik feses

e. Risiko syok (hipovolemi) berhubungan dengan kehilangan cairan dan elektrolit


Tujuan : syok hipovolemi tidak terjadi
Kriteria hasil : nadi, irama jantung, frekuensi nafas dalam batas yang diharapkan
Intervensi :
1) Monitor suhu dan pernafasan
Rasional : mengetahui keadaan umum pasien
2) Monitor input dan output
Rasional : menentukan kehilangan dan kebutuhan cairan
3) Monitor tanda awal syok
Rasional : mengetahui tanda-tanda awal syok

4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.
Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan
kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain. Tindakan
kolaborasi masalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan
bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain.

5. Evaluasi
Merupakan hasil perkembangan pasien dengan berpedoman kepada hasil dan
tujuan yang hendak dicapai.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2014. Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8. Jakarta : EGC.

Hidayat, A. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.

NANDA, 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA.


Jogjakarta: Mediaction.

NANDA, 2018. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikai. ECG Soetjiningsih. 2013.
Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.

Wong, DL. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.


WOC
Faktor Non-
Faktor infeksi
infeksi

Gangguan osmotik Gangguan sekresi Gangguan motilitas usus

Terjadi penggeseran Peningkatan sekresi Peristaltik Hiperperistaltik


air dan elektrolit ke air dan elektrolit ke usus
dalam rongga usus dalam rongga usus menurun

Penyerapan
Peningkatan usus berkurang
Peningkatan Bakteri tumbuh
isi rongga
usus isi rongga berlebihan
usus

DIARE

Frekuensi BAB meningkat Distensi abdomen

Mual muntah
Hilang cairan & Kerusakan
elektrolit berlebihan integritas kulit
Nafsu makan menurun

Gangguan keseimbangan
cairan & elektrolit Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan
Dehidrasi

Kekurangan Resiko syok


volume cairan (hipovolemi)

Anda mungkin juga menyukai