Filsafat Pendidikan Islam - Hakikat Manu
Filsafat Pendidikan Islam - Hakikat Manu
HAKIKAT MANUSIA
ْل ِم ْن ُ ِاللَّ هُ الَّ ِذ ي َخ لَ َق ُك ْم مُثَّ َر َز قَ ُك ْم مُثَّ مُيِ يتُ ُك ْم مُثَّ حُيْ ي
يك ْم ۖ َه
َ يُ ْش ِر ُك
ون
Artinya: “Allahlah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu
rezeki, kemudian mematikan kamu, kemudian menghidupkan kamu kembali
di akhirat. (Q.S Ar-Rum: 40)”
Allah menciptakan manusia untuk mengabdi kepada-Nya. Untuk itu Dia
memerintahkan supaya manusia itu beribadat kepada-Nya.1
Orang yang beribadat kepada Allah ini adalah orang yang disayangi-
Nya. Kepadanya diturunkan suatu ajaran melalui Rasul-Nya secara berturut
dan beruntun, mulai dari Rasul pertama, Adam a.s sampai kepada Rasul
terakhir, Muhammad SAW. Ajaran yang telah disempurnakan melalui Rasul
terakhir ini bernama Syari’at Islam yang terkumpul dalam suatu kitab yang
bernama Al-Qur’an dan yang telah dijelaskan oleh Rasulullah dengan sabda-
Nya, dengan perbuatannya dan pengakuannya, seterusnya dikembangkan oleh
para pengikutnya yang sudah memiliki kemampuan untuk berijtihad. Melalui
ajaran inilah kita melihat dan mengetahui pandangan Islam mengenai
manusia. Prof. Dr. Omar Muhammad Al Toumi Al-Syaibany memperinci
pandangan Islam terhadap manusia itu atas delapan prinsip:
1. Kepercayaan bahwa manusia makhluk yang termulia di dalam jagat
raya ini.
2. Kepercayaan akan kemuliaan manusia.
1
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2016), hal. 1-2.
1
3. Kepercayaan bahwa manusia itu ialah hewan yang berpikir.
4. Kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai tiga dimensi; badan, akal
dan ruh.
5. Kepercayaan bahwa manusia dalam pertumbuhannya terpengaruhi
oleh faktor-faktor warisan (pembawaan) dan alam lingkungan.
6. Kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai motivasi dan kebutuhan.
7. Kepercayaan bahwa ada perbedaan perseorangan di antara manusia.
8. Kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai keluasan sifat dan selalu
berubah.2
Pandangan tentang kemakhlukan manusia cukup menggambarkan
hakikat manusia. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan; inilah salah satu
hakikat wujud manusia. Hakikat wujudnya yang lain adalah bahwa manusia
adalah makhluk yang perkembangannya dipengaruhi oleh pembawaan dan
lingkungan.3
Dalam teori pendidikan lama, yang dikembangkan di dunia Barat
dikatakan bahwa perkembangan seseorang hanya dipengaruhi oleh
pembawaan (nativisme). Sebagai lawannya berkembang pula teori yang
mengajarkan bahwa perkembangan seseorang hanya ditentukan oleh
lingkungannya (empirisme). Sebagai sintesisnya dikembangkan teori ketiga
yang mengatakan bahwa perkembangan seseorang ditentukan oleh
pembawaan dan lingkungannya (konvergensi). Menurut Islam kira-kira
konvergensi inilah yang mendekati kebenaran. Salah satu sabda Rasulullah
SAW mengatakan:
Tiap orang dilahirkan membawa fitrah, ayah dan ibunyalah yang
menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Manjusi. (Hadits riwayat
Bukhari dan Muslim)
Menurut hadits ini manusia lahir membawa kemampuan-kemampuan.
Kemampuan itulah yang disebut pembawaan. Fitrah yang disebut di dalam
hadits itu adalah potensi. Potensi adalah kemampuan; jadi, fitrah yang
dimaksud disini adalah pembawaan yaitu potensi itu. Ayah-ibu dalam hadits
ini adalah lingkungan sebagaimana yang dimaksud oleh para ahli pendidikan.
2
Ibid, hal. 2-3
3
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012) hal. 50
2
Kedua-duanya itulah, menurut hadits ini, yang menentukan perkembangan
seseorang.
Pengaruh ini terjadi baik pada aspek jasmani, akal maupun aspek
rohani. Aspek jasmani banyak dipengaruhi oleh alam fisik (selain oleh
pembawaan); aspek akal banyak dipengaruhi oleh lingkungan budaya (selain
oleh pembawaan); dan aspek rohani banyak dipengaruhi oleh kedua
lingkungan itu (selain oleh pembawaan). Pengaruh itu menurut Al-Syaibani
(1979:136), dimulai sejak bayi berupa embrio dan barulah berakhir setelah
kematian orang tersebut.
Tingkat dan kadar pengaruh tersebut berbeda antara seseorang dan
orang lain, sesuai dengan segi-segi pertumbuhan masing-masing; kadar
pengaruh tersebut berbeda juga menurut perbedaan umur dan perbedaan fase
perkembangan masing-masing. Faktor pembawaan lebih dominan
pengaruhnya tatkala orang masih bayi; lingkungan (alam dan budaya) lebih
dominan pengaruhnya tatkala orang mulai dewasa.
Manusia adalah makhluk yang berkembang karena dipengaruhi
pembawaan dan lingkungan, adalah salah satu hakikat wujud manusia. Dalam
perkembangannya, manusia itu cenderung beragama, inilah hakikat wujud
manusia juga. Manusia mempunyai banyak kecenderungan ini desebabkan
oleh banyaknya potensi yang dibawanya. Dalam garis besarnya
kecenderungan itu dapat dibagi dua, yaitu kecenderungan menjadi orang yang
baik dan kecenderungan menjadi orang yang jahat. Kecenderungan beragama
termasuk ke dalam kecenderungan menjadi baik.4
Al-Syaibani (1979: 121) menyatakan bahwa manusia itu
kecenderungan beriman kepada kekuasaan tertinggi dan paling unggul yang
menguasai jagat raya ini. Kecenderungan ini dibawanya sejak lahir. Jadi,
manusia itu ingin beragama. Keinginan itu meningkat mengikuti
meningkatnya taraf pemikiran; akal manusia pada akhirnya akan mengakui
bahwa Tuhan itu ada (Al-Syaibani, 1979: 123). Ia juga melaporkan temuan
Henry Bergson yang mengatakan bahwa akmungkin saja terdapat satu
kelompok manusia yang tidak memiliki sains atau seni atau filsafat, tetapi
4
Ibid, hal. 51
3
tidak mungkin ada kelompok manusia yang tidak memiliki agama (Al-
Syaibani, 1979: 122). Erich Fromm (11976: 24) menyatakan bahwa
pengabdian kepada kekuatan yang transenden adalah suatu ekspresi
kebutuhan akan kesempurnaan kehidupan. Oleh karena itu, tidak ada seorang
pun yang tidak memiliki kebutuhan akan agama (Fromm, 1976: 125). Agama
diperlukan oleh manusia karena manusia memerlukan kerangka orientasi dan
objek pengabdian dalam kesempurnaan hidupnya (Fromm: 25). Sekalipun
Freud berkesimpulan bahwa agama merupakan sekumpulan neurosis masa
kanak-kanak, Fromm dapat juga membuat kesimpulan sebaliknya, neurosis
dapat disebabkan oleh manusia tidak mengetahui arah yang lebih tinggi
dalam hidupnya (Fromm: 27-28), sedangkan agama menunjukkan arah
tersebut. Piaget banyak mempelajari cara anak-anak mengenal Tuhan. Ia
antara lain mengatakan bahwa Tuhan dikenal anak-anak secara berangsur-
angsur. Pada umur kira-kira tujuh atau delapan tahun anak-anak yang ditanyai
oleh Piaget dalam penelitiannya mengatakan bajwa Tuhan ada di langit, tidak
lebih tua daripada ayahnya dan tidak lebih bijak (lihat Pulaski, 1980: 125).
Pada umur 10 tahun anak-anak tersebut telah mengetahui bahwa bohong tidak
baik dan itu suatu dosa. Tuhan tidak senang pada orang berdosa (Pulaski,
1980: 128). Tidak ditemukan pernyataan Piaget yang tegas tentang kebutuhan
manusia akan agama. Laurence Kohlberg yang meneruskan penelitian Piaget,
akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa manusia memerlukan prinsip-
prinsip etika universal tentang keadilan, persamaan dan penghormatan
terhadap ketinggian harkat manusia (Pulaski, 1980: 133). Barangkali tidak
salah bila dikatakan bahwa prinsip-prinsip yang dimaksud ada di dalam
agama. Bila demikian maka dapat disimpulkan bahwa studi Piaget dan
Kohlberg berkesimpulan bahwa manusia memerlukan agama.5
Pihak ilmuwan Muslim jelas mendukung hasil studi Muhammad
Quthb (lihat Al-Attas, 1979: 51) dengan tegas menyatakan bahwa hormat dan
beribadah kepada Tuhan merupakan sifat wajar manusia. Al-‘Anynayni
(1980: 103) berkesimpulan bahwa, menurut Al-Qur’an manusia pada asal
kejadiannya adalah mempercayai adanya Tuhan yang satu, tetapi manusia
5
Ibid. hal. 51-52
4
berkemampuan pula menjadi musyrik dan jahat; beribadah pada Tuhan adalah
tujuan wujud manusia. Muhammad Mahmud Hijazi, tatkala membahas
hakikat kejadian manusia, tiba pada kesimpulan bahwa pada hakikatnya
kejadian (fitrah) manusia adalah Muslim (Hijazi, 21, 1986: 28). Tabataba’i
menyatakan bahwa salah satu sifat hakiki manusia adalah ingin mencapai
kebahagiaan. Sifat ini merupakan ketetapan (sunah) Allah pada manusia.
Untuk mencapai kebahagiaan itu, manusia memerlukan agama (Tabataba’i,
16, 1972: 178-179).6
Zakiah Daradjat lebih tegas lagi dalam hal ini tatkala mengatakan
bahwa mulai umur kurang lebih tujuh tahun, perasaan anak-anak terhadap
Tuhan telah berganti dengan cinta dan hormat dan hubungannya dipenuhi
oleh rasa iman (Daradjat, 1970: 51). Dalam Al-Qur’an surat Al-Rum ayat 30
Allah berfirman:
6
Ibid, hal. 52
7
Ibid,
5
Carilah kehidupan akhirat dengan apa yang dikaruniakan Allah
kepadamu dan kamu tidak boleh melupakan urusan duniawi.
Yang dimaksud dengan “dunia” dalam ayat ini adalah hal-hal yang
diperlukan oleh jasmani. Firman Allah dalam surat Al-A’raf ayat 31
menjelaskan bahwa makan dan minum merupakan keharusan, tetapi tidak
boleh berlebihan. Maksudnya tentu saja untuk kepentingan jasmani.8
Al-Syaibani (1979: 131-132) mengutip tiga buah hadits dari Nabi
Muhammad SAW yang menerangkan pentingnya menjaga jasmani. Uraian di
atas menunjukan bahwa manusia dalam pandangan Islam mempunyai aspek
jasmani.9
Sebenarnya aspek jasmani itu tidak dapat dipisahkan dari aspek rohani
tatkala manusia masih hidup di dunia. Pendapat yang merendahkan fungsi
tubuh (jasmani) tidak terdapat di dalam Islam. Abdul Fattah Jalal (1988: 52-
57) menjelaskan hal itu menurut pendapatnya, kata ‘jasmani’ (tubuh, al-jism)
disebutkan beberapa kali dalam Al-Qur’an: pertama dalam bentuk tunggal,
yaitu ketika berbicara tentang Thalut; kedua dalam bentuk jamak, yaitu ketika
Allah berbicara tentang orang munafik. Tentang Thalut adalah sebagai
berikut:
6
menjalankan kekuasaan tersebut. Indera yang sehat terdapat pada tubuh yang
sehat. Indera amat penting fungsinya dalam memperoleh pengetahuan dan
dalam menjalankan kehidupan dunia.10
Bahwa manusia mempunyai aspek akal, juga sudah jelas; semua
manusia normal mengakui hal ini. Al-Qur’an dan hadits juga menjelaskan hal
tersebut. Menurut Abdul Fattah jalal (1988: 57-58), kata ‘aqala’ dalam Al-
Qur’an kebanyakan dalam bentuk fi’il (kata kerja); hanya sedikit dalam
bentuk ism (kata benda). Ini dapat dijadikan petunjuk penting bahwa tentang
akal, yang lebih penting bukanlah akal sekedar benda atau sel-sel yang hidup;
yang lebih penting daripada itu adalah akal yang bekerja, berpikir. Menurut
Jalal (1988: 58), kata ‘aqala’ menghasilkan kata ‘aqaluhu,’ ‘ta’qiluna,’
‘na’qilu,’ ‘ya’qiluha,’ dan ‘ya’qiluna,’ dimuat dala Al-Qur’an di 49 tempat.
Kata al-albab, jamak kata lubbun yang berarti akal, terdapat di 16 tempat
dalam Al-Qur’an. Jelaslah bahwa akal adalah salah satu aspek manusia.11
Aspek ketiga manusia adalah potensi rohani. Penjelasan adanya aspek
ini antara lain terdapat dalam surat Al-Hijr ayat 29:
10
Ibid, hal. 54.
11
Ibid, hal. 54-55
12
Ibid, hal. 55
7
وح ِم ْن أ َْم ِر َر يِّب َو َم ا أُوتِيتُ ْم ِم َن الْ عِ ْل ِم ُّ وح ۖ قُ ِل
ُ الر ُّ ك َع ِن
ِ الر َ ََو يَ ْس أَلُ ون
13
Ibid,
8
َس لَ ْم نَ ا َو لَ َّم ا ِ ٰ ِ ِ
ْ آم نَّ ا ۖ قُ ْل مَلْ ُت ْؤ م نُ وا َو لَ ك ْن قُ ولُ وا أ
َ اب
ُ قَ الَ ت ا أْل َ ْع َر
ان يِف ُق لُ وبِ ُك ْم ۖ َو إِ ْن تُ ِط يعُ وا اللَّ هَ َو َر ُس ولَ هُ اَل يَ لِ ْت ُك ْم ِم ْن
ُ يَ ْد ُخ ِل ا إْلِ َمي
ِ ِ أ
ٌ َع َم ال ُك ْم َش ْي ئً ا ۚ إِ َّن اللَّ هَ َغ ُف
ٌور َر ح يم ْ
Orang-orang Arab Badui itu berkata, kami telah beriman. Katakan
kepada mereka, kalian belum beriman; kalian mestinya mengatakan kami
telah tunduk karena iman itu belum masuk ke dalam hati kalian.
َح َس ِن َت ْق ِو ٍمي
ْ ان يِف أ
َ لَ َق ْد َخ لَ ْق نَ ا ا إْلِ نْ َس
Artinya:”Sesungguhnya telah Kami ciptakan manusia itu dalam
bentuk yang sebaik-baiknya.”(Q.S At-Tin: 4)
Untuk mempertahankan kedudukannya yang mulia dan bentuk pribadi
yang bagus itu, Allah memperlengkapinya dengan akal dan perasaan yang
memungkinkannya menerima dan mengembangkan ilmu pengetahuan, dan
membudayakan ilmu yang dimilikinya. Ini berarti bahwa kedudukan manusia
sebagai makhluk yang mulia itu adalah karena 1) akal dan perasaan, 2) ilmu
9
pengetahuan dan 3) kebudayaan, yang seluruhnya dikaitkan kepada
pengabdian pada Allah SWT.14
1. Akal dan perasaan
Setiap orang menyadari bahwa ia mempunyai akal dan perasaan. Akal
pusatnya di otak, digunakan untuk berpikir. Perasaan pusatnya di hati,
digunakan untuk merasa dan dalam tingkat paling tinggi ia melahirkan
“kata hati”. Dalam kenyataan, keduanya sukar dipisahkan. Orang merasa
dan sekaligus berpikir; hasil rumusan pikiran dapat dirasakan dan diyakini
kebenarannya. Hasil kerja pikiran dapat memberi rasa kenikmatan.
Perasaan kecewa dan sedih dapat mempengaruhi kegiatan pikiran.
Demikian terjalinnya pemakaian akal (pikiran) dan perasaan ini, sehingga
kadang-kadang kurang jelas mana yang berfungsi di antara keduanya,
apakah hati ataukah akal.15
Walaupun umumnya rasa itu berasal dari gejala yang merangsang alat
indra, namun ia selalu melalui pengolahan otak (pikiran) untuk selanjutnya
diteruskan ke hati. Penggunaan akal dan perasaan dapat menentukan
kedudukan seseorang dalam lingkungan sosialnya, dapat membuat dia
senang dan marah. Kemampuan berpikir dan merasa ini merupakan nikmat
anugerah Tuhan yang paling besar, dan ini pulalah yang membuat manusia
itu istimewa dan mulia dibandingkan dengan makhluk yang lainnya. Allah
menyuruh orang menggunakan kemampuan berpikir ini sebaik-baiknya,
baik berpikir tentang diri manusia itu sendiri atau tentang alam semesta
ini. Firman Allah:16
14
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2016), hal. 3-4
15
Ibid, hal.4
16
Ibid,
10
Artinya:”Dan mengapakah mereka tidak memikirkan tentang (kejadian)
diri mereka sendiri? Allah tidak menjadikan langit dan bumi serta apa
yang ada di antaranya, melainkan dengan tujuan yang benar dan masa
yang ditentukan.”(Q.S. Al-Rum: 8)
Karena akal itu merupakan alat untuk menuntut ilmu, dan ilmu merupakan
alat untuk mempertahankan kesulitan manusia, maka Islam
memerintahkan manusia untuk menuntut ilmu, bukan saja ilmu agama
tetapi juga ilmu-ilmu lainnya.
2. Ilmu pengetahuan
Pengetahuan adalah suatu yang diketahui oleh manusia melalui
pengalaman, informasi, perasaan atau melalui intuisi. Ilmu pengetahuan
merupakan hasil pengolahan akal (berpikir) dan perasaan tentang sesuatu
yang diketahui itu. Sebagai makhluk berakal, manusia mengamati. Hasil
pengamatan itu diolah sehingga menjadi ilmu pengetahuan. Dengan ilmu
pengetahuan itu dirumuskannya ilmu baru yang akan digunakannya dalam
usaha memenuhi kebutuhan hidupnya dan menjangkau jauh di luar
kemampuan fisiknya. Demikian banyak hasil kemajuan ilmu pengetahuan
yang membuat manusia dapat hidup menguasai alam ini.17
Umat Islam untuk mempertahankan kemuliaannya, diperintahkan untuk
menuntut ilmu dalam waktu yang tidak terbatas selama hayat dikandung
badan. Prinsip belajar selama hidup ini merupakan ajaran Islam yang
penting. Sabda Rasulullah SAW:
11
ﻤﻥﺍﺮﺍﺪﺍﻠﺪﻨﻴﺎﻔﻌﻠﻴﻪ ﺒﺎﻠﻌﻠﻢ ﻮﻤﻥﺍﺮﺍﺪﺍﻷﺨﺮﺓ ﻔﻌﻠﻴﻪ ﺒﺎﻠﻌﻠﻢ ﻮﻤﻥﺍﺮﺍﺪ ﻤﻫﺎ ﻔﻌﻠﻴﻪ ﺒﺎﻠﻌﻠﻢ
Artinya:”siapa yang ingin dunia hendaklah ia berilmu, siapa yang ingin
akhirat hendaklah ia berilmu, siapa yang ingin keduanya hendaklah
berilmu. (H.R. Imam Ahmad)”
3. Kebudayaan
Akibat dari manusia menggunakan akal, perasaan dan ilmu
pengetahuannya, tumbuhlah kebudayaan, baik berbentuk sikap, tingkah
laku, cara hidup ataupun berupa benda, irama, bentuk dan sebagainya.
Semua yang terkumpul dalam otak manusia yang berbentuk ilmu
pengetahuan adalah kebudayaan. Di samping untuk kesjehateraan dan
ketenangan, kebudayaan juga dapat berbahaya dalam kehidupan. Budaya
yang menurut pikiran dan perasaan semata tanpa pertimbangan norma
etika dan agama, akan menimbulkan bahaya, baik bahaya itu pada
pelakunya sendiri, maupun pada orang lain atau kelompok lain. Karena
itu, kebudayaan harus diikat dengan norma etika dan agama. Agama Islam
dipandang tidak saja sebagai pengikat, melainkan juga sekaligus sebagai
sumber suatu kebudayaan. Kebudayaan Islam diciptakan oleh orang Islam
sendiri. Sebab orang Islam berpikir dan bertindak sesuai dengan pedoman
yang digariskan oleh ajaran Islam.19
Islam memandang mnusia sebagai makhluk pendukung dan pencipta
kebudayaan. Dengan akal, ilmu dan perasaan, ia membentuk kebudayaan
dan sekaligus mewariskan kebudayaannya itu kepada anak dan
keturunannya, kepada orang atau kelompok lain yang dapat
mendukungnya. Kesanggupan mewariskan dan menerima warisan sendiri
pun merupakan anugerah Allah yang menjadikan manusia itu mulia.
Firman Allah:
ِ
َ آخ ِر
ين َ اه ا َق ْو ًم ا َ َك َٰذ ل
َ َك ۖ َو أ َْو َر ْث ن
Artinya:”Demikianlah (kata Tuhan), Kami mewariskan semua itu kepada
kaun yang lain.”(Q.S. Ad-Dukhan: 28)
19
Ibid, hal.8
12
C. MANUSIA MENURUT TUHAN
Penjelasan yang terbaik tentang hakikat manusia ialah penjelasan dari
pencipta manusia itu. Penjelasan oleh rasio manusia mempunyai kelemahan
karena akal itu terbatas kemampuannya. Bukti terbaik tentang keterbatasan
akal ialah akal itu tidak mengetahui apa akal itu sebenenarnya.
Menurut Al-Qur’an, manusia adalah makhluk ciptaan Allah. Jadi,
manusia itu berasal dan datang dari Tuhan. Bila ada argumen yang kuat untuk
membuktikan bahwa manusia bukan ciptaan Tuhan dan argumen itu lebih
kuat ketimbang argumen bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan, maka yang
akan kita ambil ialah pendapat yang mengatakan bahwa manusia bukan
ciptaan Tuhan. Dan bila itu yang diambil maka harus juga dijelaskan
bagaimana cara munculnya manusia itu. Kemungkinan ini (manusia bukan
ciptaan Tuhan) sangat tidak mungkin.20
Al-Qur’an menyatakan bahwa manusia itu mempunyai unsur jasmani
(material). Sebagaimana diisyaratkan dalam Al-Qur’an:
20
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 14-
15
13
sebagian pendapat Socrates tentang manusia dikatakan antara lain bahwa
pada diri manusia terpendam jawaban mengenai berbagai persoalan dunia.
Menurut Socrates, manusia itu bertanya tentang duni dan masing-masing
mempunyai jawaban tentang dunia. Tetapi, demikian Socrates, seringkali
manusia itu tidak menyadari bahwa dalam dirinya terpendam jawaban-
jawaban bagi persoalan yang dipertanyakannya. Karena itu perlu ada orang
lain yang membantu orang itu mengemukakan jawaban-jawaban yang masih
terpendam tersebut. Perlu ada seseorang membantu orangitu melahirkan ide
yang ada dalam manusia tersebut.
Berdasarkan pendapatnya itu, Socrates sering berjalan-jalan di tengah
kota, di pasar, untuk berbicara dengan setiap orang yang dijumpainya untuk
menggali jawaban-jawaban yang ada di dalam diri orang itu dengan
menggunakan metode tanya jawab yang kelaknya disebut Metode Socrates
(Socratic Method). Socrates mengatakan adalah kewajiban setiap orang untuk
mengetahui dirinya sendiri lebih dahulu jika ia ingin mengetahui hal-hal
diluar dirinya. Menurut Socrates, salah satu hakikat manusia ialah ia ingin
tahu dan untuk itu harus ada orang yang membantunya yang bertindak
sebagai bidan yang membantu bayi keluar dari rahimnya. Socrates dihukum
mati pada tahun 399 SM oleh pengadilan Athena dengan tuduhan
mempengaruhi anak muida dengan pemikiran yang buruk. Socrates dikatakan
merusak jiwa anak muda, ia mengajak anak muda memikirkan apa-apa di
atas langit dan di bawah bumi. Sementara itu, kata orang, Socrates itu tidak
tahu bahwa depan rumahnya ada lubang yang ia sering terperosok ke dalam
lubang itu.21
Plato adalah salah seorang murid Socrates. Dilahirkan dari keluarga
terpandang di ibu kota Yunani, Athena. Ia meninggal tahun 347 SM. Di masa
hidupnyaia menikmati kemakmuran ekonomi, kemajuan perdagangan dan
sistem pemerintahan demokratis.
Menurut Plato, jiwa manusia adalah entitas non material yang dapat
terpisah dari tubuh. Menurutnya, jiwa itu adak sejak sebelum kelahiran, jiwa
itu tidak dapat hancur alias abadi. Lebih jauh Plato mengatakan bahwa
21
Ibid, hal. 8-9
14
hakikat manusia itu ada dua yaitu rasio dan kesenangan (nafsu). Dua unsur
yang hakikat ini dijelaskan Plato dengan permisalan seseorang yang makan
kue atau minum sesuatu, ia makan dan ia minum. Ini kesenangan, sementara
rasionya tahu bahwa makanan dan minuman itu berbahaya baginya. Karena
menikmati kelezatan itu hakikat, maka rasio sekalipun juga hakikat, tidak
sanggup melawannya. Menurut Plato, bila ada konflik batin pada seseorang,
pasti terdapat pertentangan dua elemen kepribadian pada orang itu, dua
elemen yang saling bertentangan tujuannya. Dalam kasus orang haus, pasti
ada elemen yang menyebabkan ia ingin minum dan ada elemen lain yang
menolak melakukannya; elemen pertama disebut Plato nafsu, bagian kedua
disebut rasio. Jadi, dalam pandangan Plato, rasio itu sering berlawanan
dengan nafsu (yang menimbulkan kesenangan tadi).
Pada bagian lain Plato berteori bahwa jiwa manusia memiliki tiga
elemen, yaitu roh, nafsu dan rasio. Dalam operasinya, dia mengandaikan roh
itu sebagai kuda putih yang menarik kereta bersama kuda hitam (nafsu), yang
dikendalikan oleh kusir yaitu rasio yang berusaha mengontrol laju kereta.
Berdasarkan tiga unsur hakikat manusia, Plato membagi manusia menjadi
tiga kelompok. Pertama, manusia yang didominasi oleh rasio yang hasrat
utamanya ialah meraih pengetahuan; kedua, manusia yang didominasi roh
yang hasrat utamanya ialah meraih reputasi dan ketiga, manusia yang
didominasi nafsu yang hasrat utamanya pada materi. Tugas rasio adalah
mengontrol roh dan nafsu.22
Rene Descartes (1596-1650) adalah filosof Perancis. Ia amat
menekankan rasio pada manusia. Descartes berpendapat bahwa ada dua
macam tingkah laku, yaitu tingkah laku mekanis yang ada pada binatang dan
tingkah laku rasional yang ada pada manusia. Ciri rasional pada tingkah laku
manusia ialah bebas memilih, pada hewan kebebasan itu tidak ada. Karena
bebas memilih itulah maka pada manusia ada tingkah laku yang mandiri.
Dalam proses pemilihan itu rasio memegang peranan penting. Bahkan lebih
dari itu Descartes berpendapat bahwa berpikir itu sangat sentral dalam
manusia, manusia menyadari keberadaannya karena ia berpikir.23
22
Ibid, hal. 9-10
23
Ibid, hal. 11-12
15
Thomas Hobbes (1588-1629) adalah tokoh aliran Empirisme yang
terkenal dengan teori mekanis dalam psikologi. Dalam teori mekanisnya ia
mengatakan bahwa dalam tingkah laku ada dasar dan ada tujuan. Dua
motivasi dasar ialah keinginan untuk mendekati dan kecenderungan untuk
meninggalkan. Ia mengatakan bahwa tujuan tingkah laku adalah untuk
kepentingan diri sendiri. Ia mengatakan bahwa pada hakikatnya semua orang
bersifat mementingkan diri sendiri, dalam memenuhi kepentingan diri sendiri
itu justru manusia terpaksa mengakui hak-hak orang lain. Dengan demikian,
manusia menyusun dan menyetujui semacam kontarak sosial yang
mengatakan bahwa setiapa orang harus menghargai dan menjaga hak orang
lain. Akhirnya kontrak sosial inilah yang menjadi salah satu hakikat
manusia.24
John Locke (1623-1704) adalah filosof Inggris cukup terkenal.
Padanya yang terkenal ialah teori tabula rasa yang mengatakan bahwa jiwa
manusia itu saat dilahirkan laksana kertas bersih (istilahnya meja lilin),
kemudian diisi dengan pengalaman-pengalaman yang diperoleh dalam
hidupnya. Pengalamanlah yang paling menentukan keadaan seseorang.
Menurut paham ini pendidikan sangat berpengaruh pada seseorang.25
Immanuel Kant (1724-1804) adalah filosof besar dunia, dia orang
Jerman. Menurut Kant, manusia tidak akan mampu mengenali dirinya
sendiri. Manusia mengenali dirinya berdasarkan apa yang tampak (baik
secara empiris maupun secara batin). Pendapat Kant yang penting bagi dunia
pendidikan ialah pendapatnya yang mengatakan bahwa manusia adalah
makhluk rasional, manusia itu bebas bertindak berdasarkan alasan moral,
manusia bertindak bukan hanya untuk kepentingan diri sendiri. Jadi, tatkala
manusia kan bertindak ia mesti memiliki alasan melakukan tindakan itu. Ini
pada hewan tidak ada, kata Kant.26
24
Ibid, hal. 12-13.
25
Ibid, hal. 13
26
Ibid, hal. 13-14
16
Pandangan yang menganggap bahwa manusia itu sebagai khalifah di
bumi ini, bersumber pada firman Allah yang berbunyi:
27
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2016), hal.9-10
17
Islam melihat manusia secara keseluruhan tidak memisahkannya pada
bagian-bagian. Perintah menjalankan syari’at Islam dan bertanggung jawab
ditujukan kepada manusia yang utuh dan lengkap itu, bukan pada jiwanya
saja, atau pada raganya saja. Islam tidak hanya memandang seseorang sebagai
individu yang utuh dan lengkap saja, tetapi juga sebagai anggota masyarakat.
Memang Allah mewajibkan manusia itu hidup berkelompok-kelompok untuk
saling berkenalan dan hidup bersama. Sebagai anggota masyarakat, manusia
harus bertanggung jawab. Ia mendiami dan mengurus bumi dengan bekerja,
memelihara dan mengolahnya untuk diambil manfaatnya.28 Allah berfirman:
28
Ibid, hal. 10-11
29
Ibid, hal. 14
18
Manusia sebagai makhluk paedagogik adalah makhluk Allah yang
dilahirkan membawa potensi dapat dididik dan dapat mendidik. Makhluk itu
adalah manusia, dialah yang memiliki potensi dapat didik dan mendidik
sehingga mampu menjadi khalifah di bumi, pendukung dan pengembang
kebudayaan. Ia dilengkapi dengan fitrah Allah, berupa keterampilan yang
dapat berkembang, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk yang
mulia. Pikiran, perasaan dan kemampuannya berbuat merupakan komponen
dari fitrah itu. Itulah fitrah Allah yang melengkapi penciptaan manusia.
Firman Allah:30
19
pendidikan dan pengajaran potensi itu dapat dikembangkan manusia,
meskipun dilahirkan seperti kapas putih, besih belum berisi apa-apa dan
meskipun ia lahir dengan pembawaan yang dapat berkembang sendiri, namun
perkembangan itutidak akan maju kalua tidak melauli proses tertentu, yaitu
proses pendidikan. Kewajiban mengembangkan potensi itu merupakan beban
dan tanggung jawab manusia kepada Allah. Kemungkinan pengembangan
potensi itu mempunyai arti bahwa manusia mungkin dididik, sekaligus
mungkin pula bahwa pada suatu saat ia kan mendidik. Kenyataan dalam
sejarah memberikan bukti bahwa memamng manusia itu secara potensial
adalah makhluk yang pantas dibebani kewajiban dantanggung jawab,
menerima dan melaksanakan ajaran Allah pencipta. Ajaran yang dibebankan
kepada manusia untuk melaksanakannya. Setiap umat Islam dituntut supaya
beriman dan beramamal sesuai dengan petunjuk yang digariskan oleh Allah
dan Rasul-Nya. Tetapi petunjuk itu tidak dating begitu saja kepada setiap
orang, seperti kepada para Nabi dan Rasul, melainkan harus melalui usaha
dan kegiatan. Karena itu, usaha dan kegiatan membina pribadi agar beriman
dan beramal adalah suatu kewajiban mutlak. Usaha dan kegiatan itu disebut
pendidikan dalam arti yang umum. Dengan kalimat lain dapat dikatakan
bbahwa pendidikan ialah usaha dan kegiatan pembinaan pribadi. Adapun
materi, tujuan dan prinsip serta cara pelaksanaannya dapat dipahami dalam
petunjuk Allah yang disampaikan oleh para Rasul-Nya.31
DAFTAR PUSTAKA
31
Ibid, hal. 16-17
20
Tafsir, Ahmad. Filsafat Pendidikan Islam: Integrasi Jasmani, Rohani dan
Kalbu Memanusiakan Manusia. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2012.
21