Anda di halaman 1dari 7

ANCAMAN AQIDAH DIBALIK PEMBELAJARAN BERBASIS TV

Pendahuluan
Munculnya pandemi Covid 19 yang mengguncang dunia, membuat banyak Negara
melakukan karantina wilayah dengan kewajiban untuk melakukan segala aktifitasnya di
rumah baik itu bekerja, beribadah, maupun belajar. Tidak terkecuali Indonesia, berbagai
langkah taktis dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk mencegah penyebaran pandemi
ini dengan mengeluarkan beragam peraturan sebagai respon virus droplet ini.
Pemerintah Republik Indonesia tidak melakukan lockdown hanya memberlakukan
PSBB (pembatasan sosial berskala besar). Pelaksanaan PSBB tertuang dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 dan diturunkan secara rinci di Peraturan Menteri
Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial
Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019
(Covid-19).
Dalam dunia pendidikan pun bereaksi, dalam rangka mensukseskan program
pemerintah terkait pengendalian wabah corona ini, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
telah mengeluarkan surat edaran yaitu Surat Edaran Mendikbud Nomor:
36962/MPK.A/HK/2020 tentang Pembelajaran secara Daring dan Bekerja dari Rumah
dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19).

Kritik Pembelajaran Berbasis TV Nasional


Pembelajaran Daring yang digagas oleh kemendikbud ini seharusnya menyenangkan,
akan tetapi faktanya adalah membebani siswa dengan banyaknya tugas para guru serta
modal kuota yang banyak dikeluhkan oleh keluarga yang tidak mampu, sehingga KPAI
pun meminta agar pembelajaran daring ini tidak membebani siswa serta tidak
memberatkan orang tua.
Merespon keluhan masyarakat inilah, kemendikbud bekerja sama dengan TVRI
membuat tayangan edukasi untuk siswa mulai dari PAUD hingga SMA sehingga
diharapkan bisa membantu serta meningkatkan wawasan siswa di tengah pandemi ini.
Pada hakikatnya pemerintah bermaksud untuk meringankan beban masyarakat disaat
ekonomi sulit sepeti sekarang ini dengan tayangan edukasi agar siswa tidak kehilangan
kesempatan belajar selama dirumah, namun yang sangat disayangkan adalah program
yang ditayangkan terkesan tanpa konsep atau asal-asalan.

1
Berdasarkan pengamatan penulis, acara ini dimulai pada jam 8.00 WIB dengan acara
khusus untuk PAUD. Kemasan animasi yang ditampilkan sebenarnya menarik dan
memang sesuai dengan dunia anak hanya saja acaranya (selama tiga hari ini) tidak ada
yang bersifat stimulus terhadap kreatifitas anak, pesan moral yang disampaikanpun
minimalis, harusnya nilai-nilai seperti kejujuran, keberanian, etika ditonjokan dan
diberikan komentar sesuai dengan dunia anak.
Setelah acara PAUD, tepatnya jam 8:30-9:00 WIB acara selanjutnya adalah
pembelajaran siswa SD untuk kelas 1-3. Acara kali ini bagus hanya saja durasinya terlalu
pendek dan materi digabungkan antara kelas 1,2 dan 3, dan yang sangat krusial dan
sangat disayangkan adalah adanya acara keagamaan ditengah jeda antara pembelajaran
kelas 1,2 dan 3 dengan 4,5 dan 6. Secara psikologi fase mereka masuk pada fase masa
anak tengah. Di masa ini, anak-anak kira-kira berumur 7-9 tahun. Dalam budaya
akademis, mereka duduk di bangku sekolah dasar kelas 1,2,atau3.
Seorang tokoh psikolog aliran kognitif berkebangasaan Perancis dan kemudian
menjadi warga Austria, Jean Piaget menyebut masa kanak-kanak adalah awal berada pada
fase perkembangan operasi konkrit. Kehidupan sosial anak-anak pada masa ini diwarnai
dengan kekompakan kelompok teman sebaya yang berkelamin sejenis. Masa ini, dalam
pandangan psikoanalis Sigmund Freud, berda pada tahap laten (latency pashe) yakni
masa tenang dan nyaman, di mana libido seksual ditekan ke dalam alam bawah sadar,
guna memberi kesempatan untuk mengembangakan potensi intelektual maupun soialisasi.
Oleh karena itulah, pertumbuhan fisik anak tengah tergolong lambat.
Upaya Sinkretisme Agama
Tayangan keagamaan di tengah anak-anak pada fase anak masa tengah ini tentu bisa
berdampak mereka akan terpengaruhi pondasi keimanannya. Apalagi jika mereka tumbuh
pada keluarga yang kurang kokoh dalam pengamalan agamanya. Mungkin pemerintah
ingin menampilkan keberagaman dan toleransi dalam beragama. Namun itu bukan
toleransi, tayangan video yang ditampilkan di sela-sela jam belajar anak-anak masa
tengah tersebut adalah bentuk peracunan aqidah terselubung. Sehingga umat Islam
terutama generasi mudanya diinstal tentang teologi Kristen yang sangat bertentangan
dengan ajaran Islam itu sendiri.
Mungkin sebagian orang akan berkata, ah tinggal matikan saja televisinya apa
susahnya sih?. Secara teori memang mudah, namun prakteknya tidak seperti itu, sebab
acara keagamaan itu muncul saat jeda yang bisa jadi anak masih di depan TV smentara

2
orang tuanya sudah beranjak ke dapur sehingga acara tersebut akan menjadi santapan bagi
anak-anak tanpa pengawasan dan control dari orang tua.
Di samping itu beredar video seorang berbusana muslim dan muslimah namun
memuji-muji Yesus. Ini adalah upaya sinkretisme alias pencampuadukan agama.
Sinkretisme, seperti yang dijelaskan oleh John L Esposito dalam Ensiklopedi Oxford
Dunia Islam Modern, adalah fenomena bercampurnya praktik-praktik dan kepercayaan-
kepercayaan dari sebuah agama dengan agama lainnya sehingga menciptakan tradisi yang
baru dan berbeda. Derajat identifikasinya sangat beragam sehingga sulit membedakannya
dengan praktik bid'ah yang diperdebatkan.
Negara memang mengatur dan melindungi kebebasan beragama, namun bukan
dengan mengotori ajaran agama dengan dicampuri ajaran agama lain. Sungguh sebuah
keteledoran yang fatal kalau tidak bisa disebut kesengajaan yang terstruktur, jika anak
usia rentan semacam mereka dicekoki dengan tayangan seperti itu. Aqidah mereka akan
teracuni dengan anggapan bahwa tidak ada lagi pembeda antara Islam dengan Kristen,
sebab nyatanya ditayangan tersebut tervisualisasi anak laki berpeci NU dan perempuan
berjilbab justru membacakan puisi tentang Yesus.
Jika memang pemerintah ingin menumbuhkan sikap toleransi maka pemerintah bisa
memberikan banyak ruang agar masing-masing agama mengeksplorasi dengan maksimal
ajaran agama mereka dan membuka kran diskusi antar pemeluk agama, sehingga masing-
masing akan mengenal agama orang lain sehingga tumbuhlah rasa menghargai yang
berbeda. Tayangan model sinkretisme tersebut bukan hanya tidak pantas ditonton namun
juga tidak layak tayang.
Video yang digagas oleh Ulil Abshar Abdalla itu ingin meneriakkan bahwa semua
agama adalah sama, sebagaimana gaung yang dulu dikumandangkan oleh kaum liberal.
Mereka ingin agar generasi muda Islam memiliki pemahaman bahwa aqidah sudah tidak
lagi penting dan atribut keislaman hendaknya dibuang jauh-jauh dari kehidupan.
Pluralisme yang mereka hembuskan, dengan mengusung semangat bahwa semua
agama adalah benar dan memungkinkan pengikutnya untuk memasuki surga sungguh
kebablasan. Allah Swt sudah menegaskan dengan sangat jelas dalam firman-Nya:

ِ ِ ِ ِ ِ َّ َ َ‫إِ َّن الدِّين ِعن َد اللَّ ِه اإْلِ ساَل م ۗ وما ا ْخَتل‬


‫ْم َبغْيًا‬ َ ‫اب إِاَّل من َب ْعد َما َج‬
ُ ‫اء ُه ُم الْعل‬ َ َ‫ين أُوتُوا الْكت‬
َ ‫ف الذ‬ ََ ُ ْ َ
ِ ‫ْحس‬
‫اب‬ ِ ‫ات اللَّ ِه فَِإ َّن اللَّهَ س ِر‬
ِ ‫ب ْيَن ُهم ۗ ومن ي ْك ُفر بِآي‬
َ ‫يع ال‬ ُ َ َ ْ َ ََ ْ َ

3
“Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang
yang telah diberi Al-Kitab, kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian
di antara mereka. Barangsiapa yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka
sesungguhnya Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS. Al-Imran : 19)

Dalam firman-Nya yang lain Allah juga menekankan:

ِ ِِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫َو َمن َي ْبتَ ِغ غَْي َر اإْلِ ْساَل ِم دينًا َفلَن ُي ْقبَ َل م ْنهُ َو ُه َو في اآْل خ َرة م َن الْ َخاس ِر‬
‫ين‬
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”
(QS. Al-Imran : 85)

Pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah SWT telah menjelaskan
dalam Al-Qur-an bahwa Yahudi dan Nasrani selalu berusaha untuk menyesatkan kaum
Muslimin dan mengembalikan mereka kepada kekafiran, mengajak kaum Muslimin ke-
pada agama Yahudi dan Nasrani. Allah SWT berfirman:

‫َّى َتتَّبِ َع ِملََّت ُه ْم ۗ قُ ْل إِ َّن ُه َدى اللَّ ِه ُه َو ال ُْه َد ٰى ۗ َولَئِ ِن‬


ٰ ‫َّص َار ٰى َحت‬
َ ‫ود َواَل الن‬
ُ ‫نك الَْي ُه‬
َ ‫ض ٰى َع‬
َ ‫َولَن َت ْر‬
ِ َ‫َك ِمن اللَّ ِه ِمن ولِ ٍّي واَل ن‬ ِ ِ ‫ت أ َْهواء ُهم ب ْع َد الَّ ِذي ج‬
‫صي ٍر‬ َ َ َ َ ‫اء َك م َن الْعل ِْم ۙ َما ل‬ ََ َ َ َ َ ‫َّاتَب ْع‬
“Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan ridha kepada kamu (Muhammad)
sebelum engkau mengikuti agama mereka. Kataknlah ‘Sesungguhnya petunjuk Allah
itulah petunjuk (yang sebenarnya).’ Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah
ilmu (kebenaran) sampai kepadamu, maka tidak akan ada bagimu Pelindung dan
Penolong dari Allah.” (QS. Al-Baqoroh 120)

Allah SWT juga berfirman :


ِ ِ
َ ‫ْح َّق بِالْبَاط ِل َوتَ ْكتُ ُموا ال‬
‫ْح َّق َوأَنتُ ْم َت ْعلَ ُمو َن‬ َ ‫سوا ال‬
ُ ‫َواَل َت ْلب‬
“Dan janganlah kamu campuradukkan kebenaran dengan kebathilan dan (janganlah)
kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya.” (QS. Al-Baqarah : 42)

4
Dalam tafsir Ibnu Jarir berkenaan dengan ini: “Dan janganlah kalian campuradukkan
yang haq dengan yang bathil,” beliau membawakan pernyataan Imam Mujahid
rahimahullah yang mengatakan, “Janganlah kalian mencampuradukkan antara agama
Yahudi dan Nasrani dengan agama Islam.”
Sementara dalam Tafsir Ibnu Katsir, Imam Qatadah rahimahullah berkata, “Janganlah
kalian campuradukkan agama Yahudi dan Nasrani dengan agama Islam, karena
sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah Azza wa Jalla hanyalah Islam.
Sedangkan Yahudi dan Nasrani adalah bid’ah bukan dari Allah Azza wa Jalla !”
Nabi Muhammad sendiri diutus oleh Allah SWT untuk menyempurnakan risalah para
Nabi terdahulu. Oleh sebab itu semua umat manusia yang telah mendengar syariat Nabi
Muhammad Saw wajib untuk mengikutinya dan masuk ke dalam agama Islam,
sebagaimana yang telah Rasululah sabdakan dalam Shahih Muslim:

ِِ ٍ ِ َّ َ َ‫ول اللَّ ِه ص لَّى اللَّهُ َعلَي ِه وس لَّم أَنَّهُ ق‬ ِ ‫َع ْن أَبِي ُهر ْي رةَ َع ْن ر ُس‬
َ ‫س ُم َح َّمد بِيَ ده اَل يَ ْس َم ُع بِي أ‬
‫َح ٌد‬ ُ ‫ال َوالذي َن ْف‬ َ ََ ْ َ َ َ َ
ِ ُ ‫َم ُي ْؤ ِم ْن بِالَّ ِذي أ ُْر ِسل‬ ِ ‫ِمن َه ِذ ِه اأْل َُّم ِة يه‬
ْ ‫ْت بِ ِه إِاَّل َكا َن م ْن أ‬
ِ ‫َص َح‬
‫اب النَّا ِر‬ ُ ‫ص َرانِ ٌّي ثُ َّم يَ ُم‬
ْ ‫وت َول‬ ْ َ‫ي َواَل ن‬
ٌّ ‫ود‬ َُ ْ

Artinya: dari abu Hurairoh RA, Rasulullah SAW bersabda,” Demi Zat yang jiwa
Muhammad berada dalam genggamanNya, siapapun dari umat ini, baik Yahudi maupun
Nashrani yang mendengar berita tentang aku, lalu ia mati sebelum beriman kepada
risalah yang diberikan kepadaku, maka ia akan menjadi penghuni neraka (H.R Muslim
No.218)

Hadits di atas menegaskan bahwa siapa saja yang dakwah Islamiyyah telah sampai
kepadanya namun ia tidak mau menerima Islam sebagai agamanya maka ia akan masuk
ke dalam neraka. Yahudi maupun Nashrani sekalipun, jika mereka mengingkari kerasulan
Nabi Muhammad SAW maka mereka akan masuk ke dalam neraka. Hadits ini sangat
jelas menolak ajaran pluralisme agama yang dalam pengertian semua agama adalah
benar. Sebab jika mereka semua benar pastilah Nabi Muhammad SAW tidak akan
mengancam mereka dengan ancaman neraka.

Kaum Muslimin memang menghormati Isa sebagai Nabi, namun tidak mengakui
Yesus sebagai Tuhan. Meyakini Yesus sebagai juru selamat itu sudah cukup untuk
membatalkan iman. Pun begitu umat Islam tidak boleh menghardik atau memaki ataupun
menghina tuhan-tuhan dari agama lain, sebab dalam Islam toleransi itu nyata adanya :

5
‫لَ ُك ْم ِدينُ ُك ْم َولِ َى ِدي ِن‬

“Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.” (QS. Al-Kafirun : 6)

Saran bagi Pemerintah


Sebagaimana yang tertuang dalam UU PNPS No. 1 Tahun 1965 Pasal 1 yaitu “Setiap
orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau
mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama
yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang
menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana
menyimpang dari pokok-pokok agama itu.” Maka, sudah sepantasnya pemerintah
melindungi umat Islam dari segala upaya ancaman atau perusakan aqidah baik yang
tersurat maupun terselubung. Terlebih lagi program kegamaan yang ditayangkan oleh
stasiun TV BUMN ditengah-tengah pembelajaran berbasis TV maupun video anak-anak
berbusana muslim dan muslimah membaca puisi memuji Yesus. Kedua kasus tersebut
harus segera ditelusuri dan diusut tuntas oleh aparat hukum demi menjaga ketentraman
dan toleransi beragama.
Selain itu, telah menjadi tugas negara untuk melindungi warganya. Apapun
agamanya. Melindungi itu dengan aturan. Warga negara harus diatur agar supaya tidak
saling melecehkan dan merendahkan satu dengan lainnya. Bila tidak ada aturan, maka
setiap orang akan bertindak tanpa kontrol, yang bisa berakibat chaos.
Apalagi melindungi agama memiliki dasar yuridis formal. Dalam pasal 29 UUD 1945
ayat 1 disebutkan bahwa “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pada
pasal yang sama ayat 2 tertulis, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaanya”.
Pasal 29 ayat 1 di atas menunjukkan bahwa agama dalam negara menempati posisi
urgen, sakral dan pokok. Negara bukan berdasarkan anti agama atau anti Tuhan. Jadi,
warga negara bukan saja dijamin menjalankan ajaran agamanya tetapi agama warga
negara itu yang harus dapat jaminan keamanan.
Agama merupakan hak dasar manusia. Karena itu harus dilindungi oleh negara.
Sebab, sebagai hak dasar, maka setiap manusia akan menunut hak dasarnya itu bila ada
hambatan-hambatan.

6
Karena itu diperlukan perangkat hukum untuk mengaturnya. Sebab, seluas apapun
kebebasan seseorang, ia akan tetap dibatasi oleh kebebasan orang lain. Kebebasan yang
melahirkan perdamaikan itu adalah kebebasan yang di dalamnya tidak ada penistaan,
pelecehan dan menyudutkan figur agama atau terhadap terhadap kesucian agama.

Pelecehan terhadap kesucian agama-lah yang sesungguhnya memicu konflik sosial.


Perbuatan seperti ini jika dibiarkan akan memperkeruh keamanan masyarakat, karena
penodaan agama hakikatnya melanggar Hak Asasi Manusia. Pelecehan terhadap agama
hakikatnya pelecehan terhadap hak manusia. Sebab, hak manusia yang paling asasi adalah
hak untuk menjaga agamanya. Jika kesucian agama dihujat, maka telah terjadi
pelanggaran hak asasi yang berat.

Pada akhirnya perlindungan itu bukan hanya pemeluknya, tetapi agamanya harus
dilindungi. Negara wajib melindungi agama. Karena salah satu fungsi adanya negara
adalah melindungi agama. Sebagaimana perkataan Imam al-Ghazali, “agama itu pondasi.
Dan pemimpin negara adalah penjaganya. Sesuatu yang tidak ada pondasinya, akan
roboh. Dan sesuatu yang tidak ada penjaganya akan tersia-sia” (Imam al-Ghazali, Al-
Iqtishad fi al-I’tiqad)

Referensi
 Abu Al-Husein Ibn Al-Hajjaj Al-Qusyairi Al-Naisaburi. 2011. Shahih Muslim. Dar
Al-Kutub Al-Ilmiyah: Beirut
 ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Lubabut Tafsiir
min Ibni Katsiir, Terj: M. Abdul Ghofar E.M. Abu Ihsan Al-Atsari. 2005. Tafsir Ibnu
Katsir. Pustaka Imam Asy-Syafi’I: Bogor.
 Ath-Thabari Abu Ja’far Muhammad bin Jarir. 2007. Tafsir Ath-Thabari, Terj: Ahsan,
Pustaka Azzam: Jakarta.
 Al-Ghazali. 1962. Al-Iqtishad fi al-I’tiqad. Muhammad Ali Shubayh: Kairo.

Anda mungkin juga menyukai