Anda di halaman 1dari 10

DKK BLOK 5 MODUL 3

1. Mahasiswa mampu menjelaskan proses spermatogenesis dan spermiogenesis


2. Mahasiswa mampu menjelaskan komposisi,sumber, dan fungsi dari semen.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan mekanisme ereksi, lubrikasi, dan ejakulasi.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan regulasi hormonal
5. Mahasiswa mampu menjelaskan proses perkembangan seksual pada pria
1. PROSES SPERMATOGENESIS
 Spermatogenesis adalah suatu proses kompleks ketika sel germinativum primodial
yang relatif belum berdiferensiasi mengalami proliferasi dan diubah menjadi
spermatozoa (sperma) yang sangat khusus dan motil.
Poliferasi Mitotik
Spermatogonia yang terletak di lapisan terluar tubulus terus-menerus bermitosis,
dengan semua sel anak mengandung komplemen lengkap 46 kromosom identik
dengan sel induk. Poliferasi ini menghasilkan pasokan sel germinativum baru terus-
menerus. Setelah pembelahan mitotik sebuah spermatogonium, salah satu sel anak
tetap di tepi luar tubulus sebagai spermatogonium tak berdeferensiasi sehingga
turunan sel germinativum tetap terpelihara. Sel anak yang lain mulai bergerak ke arah
lumen sembari menjalani berbagai tahap yang dibutuhkan untuk pembentukan
sperma, yang kemudian akan dibebaskan ke dalam lumen. Pada manusia, sel anak
penghasil sperma membelah secara mitosis dua kali untuk menghasilkan empat
spermatosit primer identik. Setelah pembelahan mitotik terakhir, spermatosit primer
masuk ke fase istirahat saat kromosom-kromososm terduplikasi dan untai-untai
rangkap tersebut tetap menyatu sebagai persiapan untuk pembalahan meiotik pertama
 Meiosis
Selama meiosis, setiap spermatosit primer (dengan jumlah diploid 46 kromosom
rangkap) membentuk dua spermatosit sekunder (masing-masing dengan jumlah
haploid 23 kromosom rangkap) selama pembelahan meiosis pertama, akhirnya
menghasilkan empat spermatid (masing-masing dengan 23 kromosom tunggal) akibat
pembelahan meiosis kedua.
Setelah tahap spermatogenesis ini tidak terjadi pembelahan lebih lanjut. Setiap
spermatid mengalami remodeling menjadi spermatozoa. Karena setiap
spermatogonium secara mitosis menghasilkan empat spermatosit primer dan setiap
spermatosit primer secara meitosis menghasilkan empat spermatid (calon
spermatozoa), maka rangkaian spermatogenik pada manusia secara teoristis
menghasilkan 16 spermatozoa setiap kali spermatogoinum melalui proses ini. Namun,
biasanya sebgaian sel lenyap di berbagai tahap sehingga efisiensi produksi jarang
setinggi ini
 Pengemasan
Bahkan setelah meiosis, spermatid secara struktural masih mirip spermatogonia yang
belum berdeferensiasi, kecuali bahwa komplemen kromososmnya kini hanya separuh.
Pembentukan spermatozoa yang sangat khusus dan bergerak dari spermatid
memerlukan remodeling, atau pengemasan ekstensif elemen-elemen sel, suatu proses
yang dikenal sebagai spermiogenesis.
a) Proses spermiogenesis
Spermiogenesis adalah serangkaian perubahan yang menyebabkan
transformasi spermatid menjadi spermatozoa, perubahan-perubahan ini meliputi:
1. Pembentukan akrosom, yang menutupi separuh permukaan nucleus dan mengandung
enzim-enzim untuk membantu penetrasi pada telur dan lapisan lapisan yang
melapisinya selama fertilisasi.
2. Kondensasi; (Pemadatan) nucleus
3. Pembentukan leher, bagian tengah dan ekor
4. Pengelupasan sebagian besar sitoplasma sebagai badan residu yang difagositosis oleh
sel-sel sertoli.
Pada manusia, waktu yang dibutuhkan untuk satu spermatogonium
berkembang menjadi spermatozoa matur diperlukan waktu sekitar 74 hari, dan sekitar
300 juta sel sperma diproduksi tiap harinya.
Ketika telah terbentuk sempurna, spermatozoa memasuki tubulus seminiferus.
Dari sini, spermatozoa di dorong kearah epididimis oleh elemen kontraktil di dinding
tubulus seminiferus, Walaupun pada awalnya hanya sedikit bergerak, spermatozoa
memperoleh motilitas sepenuhnya di dalam epididymis.
Dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-12 (Guyton & Hall, 2014) Pada
setiap spermatogonim, 1 dari ke-23 pasang kromosom mengandung informasi
genetik; 1 kromosom x dan 1 kromosom y. Selama meiosis, kromosom y pergi ke
spermatid menjadi sperma jantan, dan kromosom x akan ke spermatid yang lain
menjadi sperma betina.
Spermatid yang sudah terbentuk tadi akan memanjang dan berdiferensiasi
menjadi sperma. Spermatozoa terdiri atas kepala dan ekor. Kepala, terdiri dari inti sel
yang padat dan sedikit sitoplasma. Dua per tiga anterior kepala terdapat selubung
tebal yang disebut akrosom, yang dibentuk oleh aparatus Golgi. Selubung ini
mengandung enzim hialuronidase dan enzim proteolitik. Enzim hialuronidase dapat
mencerna filamen proteoglikan jaringan, sedangkan enzim proteolitik dapat mencerna
protein. Ekor, disebut flagellum, yang mengandung 3 komponen pokok yaitu
kerangka pusat (aksonema), membrane tipis yang menutupi aksonema, dan
mitokondria yang mengelilingi aksonema di bagian proksimal ekor.
Gerakan maju mundur ekor, memberikan motilitas pada sperma. Gerakan ini
disebabkan oleh gerakan meluncur longitudinal secara ritmis di antara tubulus
posterior dan anterior yang membentuk aksonema. Energi dari proses ini disuplai
dalam bentuk ATP yang disintesis mitokondria dari badan ekor.

2. Komposisi, Sumber, Fungsi


Semen merupakan campuran sperma dari cairan seminalis suatu cairan yang terdiri
dari sekresi tubulus seminiferus, vesikula seminalis, dan kelenjar bulbouretra.
Vesikula seminalis mengeluarkan cairan kental alkalis yang membantu menetralkan
asam dalam saluran reproduksi wanita , menyediakan fruktosa bagi pembentukan
ATP oleh sperma, berperan dalam motilitas dan viabilitas sperma, dan membantu
semen menggumpal setelah ejakulasi. Prostat mengeluarkan cairan seperti susu yang
sedikit asam yang sedikit asam yang membantu koagulasi semen setelah ejakulasi dan
kemudian menguraikan gumpalan tersebut . kelenjar bulbouretra (Cowper)
mengeluarkan cairan alkalis yang menetralkan lingkungan asam uretra dan mukus
yang melumasi lapisan dalam uretra serta ujung penis sewaktu hubungan kelamin.

3. Proses Ereksi dan Ejakulasi

Ereksi

Ereksi dicapai melalui pembengkakan penis oleh darah. Penis hampir seluruhnya terdiri dari
jaringan erektil yang dibentuk oleh tiga kolom atau korda rongga-rongga vaskular mirip-
spons. Tanpa rangsangan seks, jaringan erektil hanya mengandung sedikit darah karena
arteriol yang mendarahi rongga-rongga vaskular ini berkonstriksi. Akibatnya, penis tetap
kecil dan lunak. Selama rangsangan seks, arteriol-arteriol ini secara refleks melebar dan
jaringan erektil terisi oleh darah sehingga penis bertambah panjang dan lebar serta menjadi
kaku. Vena-vena yang mengalirkan darah dari jaringan erektil penis tertekan secara mekanis
oleh pembengkakan dan ekspansi rongga-rongga vaskular ini sehingga aliran keluar vena
berkurang dan hal ini ikut berkontribusi dalam penumpukan darah, atau vasokongesti.
Respons vaskular lokal ini mengubah penis menjadi organ yang mengeras dan memanjang
yang mampu menembus vagina.

Refleks Ereksi

Refleks ereksi adalah suatu refleks spinal yang dipicu oleh stimulasi mekanoreseptor yang
sangat sensitif di glans penis, yang menutupi ujung penis. Di korda spinalis bagian bawah
terdapat pusat pembentuk ereksi (erection-generating center). Stimulasi taktil pada glans
akan secara refleks memicu, melalui pusat ini, peningkatan aktivitas vasodilatasi parasimpatis
dan penurunan aktivitas vasokonstriksi simpatis ke arteriol-arteriol penis. Akibatnya adalah
vasodilatasi hebat dan cepat arteriol-arteriol tersebut dan ereksi. Selama lengkung refleks
spinal utuh, ereksi tetap dapat terjadi bahkan pada pria yang lumpuh akibat cedera korda
spinalis yang lebih tinggi.

Vasodilatasi yang dipicu oleh aktivitas parasimpatis ini adalah contoh kontrol parasimpatis
langsung atas diameter pembuluh darah di tubuh. Stimulasi parasimpatis menyebabkan
relaksasi otot polos arteriol penis oleh nitrat oksida, yang menyebabkan vasodilatasi arteriol
sebagai respons terhadap perubahan jaringan lokal di bagian lain tubuh. Arteriol biasanya
hanya disarafi oleh sistem simpatis, dengan peningkatan aktivitas simpatis menyebabkan
vasokonstriksi dan penurunan aktivitas simpatis menyebabkan vasodilatasi. Stimulasi
parasimpatis dan inhibisi simpatis secara bersamaan pada arteriol penis menyebabkan
vasodilatasi yang lebih cepat dan kuat dibandingkan yang mungkin terjadi di arteriol lain
yang hanya mendapat persarafan simpatis. Melalui cara peningkatan cepat aliran darah ke
dalam penis yang efisien ini, penis dapat mengalami ereksi sempurna hanya dalam hitungan 5
detik. Pada saat yang sama, impuls parasimpatis mendorong sekresi mukus pelumas dari
kelenjar bulbouretra dan kelenjar uretra sebagai persiapan untuk koitus.

Berbagai daerah di otak dapat memengaruhi respons seks pria. Bagian-bagian di otak yang
memengaruhi ereksi tampaknya saling berkaitan erat dan berfungsi sebagai suatu kesatuan
untuk mempermudah atau menghambat refleks ereksi spinal dasar, bergantung pada situasi
sesaat. Salah satu contoh fasilitasi, rangsangan psikis, misalnya melihat sesuatu yang
merangsang syahwat, dapat memicu ereksi meskipun tidak terjadi stimulasi taktil sama sekali
pada penis. Sebaliknya, kegagalan mengalami ereksi meskipun mendapat rangsangan yang
sesuai dapat disebabkan oleh inhibisi refleks ereksi oleh pusat-pusat yang lebih tinggi di otak.

Lubrikasi

Selama rangsangan seks, impuls parasimpatis, selain meningkatkanereksi, menyebabkan


kelenjar uretra dan kelenjar bulbouretra menyekresi lendir. Lendir ini mengalir melalui uretra
selama hubungan seks untuk membant u lubrikasi selama koitus. Akan tetapi, sebagian besar
lubrikasi selama k oitus lebih dihasilkan oleh organ seks perempuan daripada laki-laki. Tanpa
lubrikasi yang cukup, kegiatan seks laki-laki jarang berhasil dengan baik karena hubungan
seks tanpa lubrikasi menyebabkan rasa nyeri mengiris, yang lebih menghambat daripada
merangsang sensasi sek

Ejakulasi

Komponen kedua pada tindakan seks pria adalah ejakulasi. Seperti ereksi, ejakulasi adalah
suatu refleks spinal. Rangsangan taktil dan psikis yang sama yang menyebabkan ereksi akan
menyebabkan ejakulasi ketika tingkat eksitasi meningkat mencapai suatu puncak kritis.
Respons ejakulasi keseluruhan terjadi dalam dua fase: emisi dan ekspulsi.

1. Emisi
Pertama, impuls simpatis menyebabkan rangkaian kontraksi otot polos di prostat,
saluran reproduksi, dan vesikula seminalis. Aktivitas kontraktil ini mengalirkan cairan
prostat, kemudian sperma, dan akhirnya cairan vesikula seminalis (secara kolektif
disebut semen) ke dalam uretra. Fase refleks ejakulasi ini disebut emisi. Selama
waktu ini, sfingter di leher kandung kemih tertutup erat untuk mencegah semen
masuk ke kandung kemih dan urine keluar bersama dengan ejakulat melalui uretra.
2. Ekspulsi
Kedua, pengisian uretra oleh semen memicu impuls saraf yang mengaktifkan
serangkaian otot rangka di pangkal penis. Kontraksi ritmik otot-otot ini terjadi pada
interval 0,8 detik dan meningkatkan tekanan di dalam penis, memaksa semen keluar
melalui uretra ke eksterior. Ini adalah fase ekspulsi ejakulasi.

Fase ketiga siklus respons seksual, orgasme, menyertai bagian ekspulsi respons ejakulasi dan
diikuti fase resolusi siklus ini.

 Orgasme
Kontraksi ritmik yang terjadi selama ekspulsi semen disertai oleh denyut ritmik
involunter otot-otot panggul dan intensitas puncak respons tubuh keseluruhan yang
naik selama fase-fase sebelumnya. Bernapas dalam, kecepatan jantung hingga 180
kali per menit, kontraksi otot rangka generalisata yang mencolok, dan peningkatan
emosi merupakan cirinya. Respons panggul dan sistemik yang memuncaki tindakan
seks ini berkaitan dengan rasa nikmat intens yang ditandai oleh perasaan lepas dan
puas, suatu pengalaman yang dikenal sebagai orgasme.
 Resolusi
Selama fase resolusi setelah orgasme, impuls konstriktor memperlambat aliran darah ke
dalam penis, menyebabkan ere ksi mereda. Kemudian terjadi relaksasi dalam, sering disertai
rasa lelah. Tonus otot kembali ke normal sementara sistem kardiovaskular dan pernapasan
kembali ke tingkat prarangsangan. Setelah terjadi ejakulasi timbul periode refrakter temporer
dengan durasi bervariasi sebelum rangsangan seks dapat memicu kembali ereksi. Karena itu,
pria tidak dapat mengalami orgasme multipel dalam hitungan menit, seperti yang dialami
sebagian wanita

Faktor - faktor hormonal, antara lain :

A. Testoteron

Testoteron adalah suatu hormon yang disekresi oleh sel-sel leydig yang terletak di
interstinium testis, penting untuk pertumbuhan dan pembelahan sel-sel germinal testis, yang
merupakan tahap pertama pembentukan sperma.

B. Luteinizing Hormone (LH)

Lutrinzing Hormone adalah suatu hormon yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior,
merangsang sel-sel leydig untuk menyekresi testoteron.

C. Folicle Stimulate Hormone (FSH)


Folicle Stimulate Hormone adalah suatu hormon yang disekresi oleh sel-sel kelenjar hipofisis
anterior. Sel ini akan merangasang sel-sel sertoli. Tanpa ransangan ini, pengubahan spermatid
menjadi sperma tidak akan terjadi.

D. Estrogen

Estrogen adalah suatu hormon dientuk di testoteron oleh sel-sel sertoli ketika sel sertoli
diransang oleh FSH, mungkin juga penting untuk spermatogenesis.

E. Growth Hormone (GH)

Growth Hormone diperlukan untuk mengatur latar belakang fungsi metabolisme testis.
Growth Hormone ini secara spesifik akan meningkatkan pembelehan awal spermatogonia.
Bila tidak terdapat Growth Hormone, spermatogenesis sangat berkurang atau tidak ada sama
sekali sehingga menyebabkan infertilitas.

Pengaruh suhu juga berkaitan dengan faktor-faktor spermatogenesis dimana peningkatan


suhu pada testes dapat mencegah spermatogenesis dengan menyebabkan degenerasi sebagian
besar sel-sel tubulus seminiferus mencegah spermatogonia. Pada suhu yang dingin, refleks
skortum menyebabkan otot-otot skortum berkontraksi, dan menarik testis mendekati tubuh
untuk mempertahankan perbedaan sehingga skortum akan bekerja sebagai mekanisme
pendingin testis, yang tanpa skortum spermatogenesis dapat berkurang selama cuaca panas.

Regulasi Hormonal Testis

Saat pubertas sel sel neurosekretorik hipotalamus meningkatkan sekresi GnRH


(Gonadotropin releasing hormone) yang kemudian merangsang gonadotrof di hipofisis
anterior untuk meningkatkan sekresi LH dan FSH. LH merangsang sel – sel Leydig yang
terletak diantara tubulus seminiferus untuk menyekresi hormon testosteron. Hormon steroid
ini disintesis dari kolestrol di testis dan merupakan androgen. Melalui umpan balk negatif
testosteron menekan sekresi LH oleh gonadotrof hipofisis anterior dan menekan sekresi
GnRH oleh sel neurosekretorik hipotalamus. Pada beberapa sel sasaran, misal di genitalia
eksterna dan prostat, emzim 5-alfa-reduktase mengubah testosteron menjadi androgen lain
yang dinamai dihidrotestosteron ( DHT ). FSH bekerja secara tak langsung merangsang
spermatogenesis. FSH dan testosteron bekerja secara sinergis pada sel sertoli untuk
merangsang sekresi Androgen Binding Protein ( ABP ) ke lumen tubulus seminiferus dan ke
cairan interstisial di sekitar sel spermatogenik. Testosteron merangsang tahap tahap akhir
spermatogenesis yang diperlukan untuk fungsi reproduksi pria tercapai. Sel sertoli
mengeluarkan inhibin. Suatu hormon protein yang berperan menghambat sekresi FSH oleh
hipofisis.

Proses perkembangan yang dipengaruhi oleh hormon testosteron


1. Efek sebelum lahir
- Efek maskulinisasi saluran reproduksi dan genitalia eksterna
- Mendorong turunnya testis ke dalam skrotum
2. Efek pada jaringan spesifik seks saat pubertas
- Mendorong pertumbuhan dan pematangan sistem reproduksi saat pubertas
- Esensial bagi spermatogenesis
- Membentuk dorongan seks
- Memelihara saluran reproduksi sepanjang masa dewasa
- Mengontrol sekresi hormon gonadotropin
3. Efek pada karakteristik seks sekunder
- Memicu pola pertumbuhan rambut pria (misalnya janggut)
- Menyebabkan suara lebih berat karena menebalnya pita suara
- Mendorong pertumbuhan otot yang membentuk pola tubuh pria
4. Efek non reproduksi
- Efek anabolik ( sintesis) protein umum dan mendorong pertumbuhan
tulang serta sehingga berperan menghasilkan fisik yang lebih berotot dan
lonjakan pertumbuhan pada masa pubertas dan kemudian menutup
lempeng epifisis.

Anda mungkin juga menyukai