Ereksi
Ereksi dicapai melalui pembengkakan penis oleh darah. Penis hampir seluruhnya terdiri dari
jaringan erektil yang dibentuk oleh tiga kolom atau korda rongga-rongga vaskular mirip-
spons. Tanpa rangsangan seks, jaringan erektil hanya mengandung sedikit darah karena
arteriol yang mendarahi rongga-rongga vaskular ini berkonstriksi. Akibatnya, penis tetap
kecil dan lunak. Selama rangsangan seks, arteriol-arteriol ini secara refleks melebar dan
jaringan erektil terisi oleh darah sehingga penis bertambah panjang dan lebar serta menjadi
kaku. Vena-vena yang mengalirkan darah dari jaringan erektil penis tertekan secara mekanis
oleh pembengkakan dan ekspansi rongga-rongga vaskular ini sehingga aliran keluar vena
berkurang dan hal ini ikut berkontribusi dalam penumpukan darah, atau vasokongesti.
Respons vaskular lokal ini mengubah penis menjadi organ yang mengeras dan memanjang
yang mampu menembus vagina.
Refleks Ereksi
Refleks ereksi adalah suatu refleks spinal yang dipicu oleh stimulasi mekanoreseptor yang
sangat sensitif di glans penis, yang menutupi ujung penis. Di korda spinalis bagian bawah
terdapat pusat pembentuk ereksi (erection-generating center). Stimulasi taktil pada glans
akan secara refleks memicu, melalui pusat ini, peningkatan aktivitas vasodilatasi parasimpatis
dan penurunan aktivitas vasokonstriksi simpatis ke arteriol-arteriol penis. Akibatnya adalah
vasodilatasi hebat dan cepat arteriol-arteriol tersebut dan ereksi. Selama lengkung refleks
spinal utuh, ereksi tetap dapat terjadi bahkan pada pria yang lumpuh akibat cedera korda
spinalis yang lebih tinggi.
Vasodilatasi yang dipicu oleh aktivitas parasimpatis ini adalah contoh kontrol parasimpatis
langsung atas diameter pembuluh darah di tubuh. Stimulasi parasimpatis menyebabkan
relaksasi otot polos arteriol penis oleh nitrat oksida, yang menyebabkan vasodilatasi arteriol
sebagai respons terhadap perubahan jaringan lokal di bagian lain tubuh. Arteriol biasanya
hanya disarafi oleh sistem simpatis, dengan peningkatan aktivitas simpatis menyebabkan
vasokonstriksi dan penurunan aktivitas simpatis menyebabkan vasodilatasi. Stimulasi
parasimpatis dan inhibisi simpatis secara bersamaan pada arteriol penis menyebabkan
vasodilatasi yang lebih cepat dan kuat dibandingkan yang mungkin terjadi di arteriol lain
yang hanya mendapat persarafan simpatis. Melalui cara peningkatan cepat aliran darah ke
dalam penis yang efisien ini, penis dapat mengalami ereksi sempurna hanya dalam hitungan 5
detik. Pada saat yang sama, impuls parasimpatis mendorong sekresi mukus pelumas dari
kelenjar bulbouretra dan kelenjar uretra sebagai persiapan untuk koitus.
Berbagai daerah di otak dapat memengaruhi respons seks pria. Bagian-bagian di otak yang
memengaruhi ereksi tampaknya saling berkaitan erat dan berfungsi sebagai suatu kesatuan
untuk mempermudah atau menghambat refleks ereksi spinal dasar, bergantung pada situasi
sesaat. Salah satu contoh fasilitasi, rangsangan psikis, misalnya melihat sesuatu yang
merangsang syahwat, dapat memicu ereksi meskipun tidak terjadi stimulasi taktil sama sekali
pada penis. Sebaliknya, kegagalan mengalami ereksi meskipun mendapat rangsangan yang
sesuai dapat disebabkan oleh inhibisi refleks ereksi oleh pusat-pusat yang lebih tinggi di otak.
Lubrikasi
Ejakulasi
Komponen kedua pada tindakan seks pria adalah ejakulasi. Seperti ereksi, ejakulasi adalah
suatu refleks spinal. Rangsangan taktil dan psikis yang sama yang menyebabkan ereksi akan
menyebabkan ejakulasi ketika tingkat eksitasi meningkat mencapai suatu puncak kritis.
Respons ejakulasi keseluruhan terjadi dalam dua fase: emisi dan ekspulsi.
1. Emisi
Pertama, impuls simpatis menyebabkan rangkaian kontraksi otot polos di prostat,
saluran reproduksi, dan vesikula seminalis. Aktivitas kontraktil ini mengalirkan cairan
prostat, kemudian sperma, dan akhirnya cairan vesikula seminalis (secara kolektif
disebut semen) ke dalam uretra. Fase refleks ejakulasi ini disebut emisi. Selama
waktu ini, sfingter di leher kandung kemih tertutup erat untuk mencegah semen
masuk ke kandung kemih dan urine keluar bersama dengan ejakulat melalui uretra.
2. Ekspulsi
Kedua, pengisian uretra oleh semen memicu impuls saraf yang mengaktifkan
serangkaian otot rangka di pangkal penis. Kontraksi ritmik otot-otot ini terjadi pada
interval 0,8 detik dan meningkatkan tekanan di dalam penis, memaksa semen keluar
melalui uretra ke eksterior. Ini adalah fase ekspulsi ejakulasi.
Fase ketiga siklus respons seksual, orgasme, menyertai bagian ekspulsi respons ejakulasi dan
diikuti fase resolusi siklus ini.
Orgasme
Kontraksi ritmik yang terjadi selama ekspulsi semen disertai oleh denyut ritmik
involunter otot-otot panggul dan intensitas puncak respons tubuh keseluruhan yang
naik selama fase-fase sebelumnya. Bernapas dalam, kecepatan jantung hingga 180
kali per menit, kontraksi otot rangka generalisata yang mencolok, dan peningkatan
emosi merupakan cirinya. Respons panggul dan sistemik yang memuncaki tindakan
seks ini berkaitan dengan rasa nikmat intens yang ditandai oleh perasaan lepas dan
puas, suatu pengalaman yang dikenal sebagai orgasme.
Resolusi
Selama fase resolusi setelah orgasme, impuls konstriktor memperlambat aliran darah ke
dalam penis, menyebabkan ere ksi mereda. Kemudian terjadi relaksasi dalam, sering disertai
rasa lelah. Tonus otot kembali ke normal sementara sistem kardiovaskular dan pernapasan
kembali ke tingkat prarangsangan. Setelah terjadi ejakulasi timbul periode refrakter temporer
dengan durasi bervariasi sebelum rangsangan seks dapat memicu kembali ereksi. Karena itu,
pria tidak dapat mengalami orgasme multipel dalam hitungan menit, seperti yang dialami
sebagian wanita
A. Testoteron
Testoteron adalah suatu hormon yang disekresi oleh sel-sel leydig yang terletak di
interstinium testis, penting untuk pertumbuhan dan pembelahan sel-sel germinal testis, yang
merupakan tahap pertama pembentukan sperma.
Lutrinzing Hormone adalah suatu hormon yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior,
merangsang sel-sel leydig untuk menyekresi testoteron.
D. Estrogen
Estrogen adalah suatu hormon dientuk di testoteron oleh sel-sel sertoli ketika sel sertoli
diransang oleh FSH, mungkin juga penting untuk spermatogenesis.
Growth Hormone diperlukan untuk mengatur latar belakang fungsi metabolisme testis.
Growth Hormone ini secara spesifik akan meningkatkan pembelehan awal spermatogonia.
Bila tidak terdapat Growth Hormone, spermatogenesis sangat berkurang atau tidak ada sama
sekali sehingga menyebabkan infertilitas.