Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

INJEKSI VITAMIN C

Di susun oleh :
Nama : Ayu Indah Purna
Nim : 51603070
Dosen Pembimbing : Ibu Ferawati Suzalin S.Farm,.Apt,.M.sc

PRODI S1 FARMASI
STIK SITI KHADIJAH PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2019-2020

1
DAFTAR ISI

Halaman Depan ..............................................................................................................1


Daftar Isi...........................................................................................................................2
Kata Pengantar ...............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................4
A.Definisi Sediaan Dan Sediaan Injeksi............................................................................4
B. Persyaratan Sediaan Parentral.......................................................................................4
C. Klasifikasi sediaan injeksi............................................................................................5
D. Komponen Larutan obat suntik....................................................................................5

BAB II PRAFORMULASI.............................................................................................6
A. Tinjauan Pustaka Zat Aktif Dan Zat Tambahan...........................................................6
B. Formulasi Standar Dari Fornas...................................................................................13

BAB III PROSEDUR KERJA......................................................................................17


A. Metode Pembuatan......................................................................................................17

BAB IV EVALUASI SEDIAAN...................................................................................18


A. Penampilan...............................................................................................................18
B. Kadar pH..................................................................................................................18
C. Kebocoran.................................................................................................................18

BAB V PEMBAHASAN................................................................................................19

BAB VI KESIMPULAN ..............................................................................................21

DAFTAR ISI .................................................................................................................22

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

                                                                                Palembang,15 Oktober 2019

Penyusun

( Ayu Indah Purna )

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi Sediaan Parenteral Dan Sediaan Injeksi


Sediaan parenteral adalah bentuk sediaan untuk injeksi atau sediaan untuk infus.
Sediaan injeksi telah digunakan untuk pertama kalinya pada manusia sejak tahun 1660.
Meskipun demikian, perkembangan injeksi baru berlangsung tahun 1852, khususnya pada
saat diperkenalkannya ampul gelas oleh Limousin (Perancis) dan Friedlaeder (Jerman),
seorang apoteker. Injeksi adalah pemakaian dengan cara penyemprotan larutan atau suspensi
ke dalam tubuh untuk tujuan terapetik atau diagnostik. Injeksi dapat dilakukan langsung ke
dalam aliran darah, ke dalam jaringan, atau organ asal kata injeksi dari injectio yang berarti
memasukkan ke dalam sedangkan infusio berarti penuangan ke dalam.

Keuntungan dan Kelemahan pemberian obat secara parenteral


- Keuntungan :
1.Obat memiliki onset (mula kerja yang cepat)
2. Efek obat dapat diramalkan dengan pasti
3. Bioavailabilitas sempurna atau hampir sempurna
4. kerusakan obat dalam tractus gastrointestinal dapat dihindarkan
5. Obat dapat diberikan kepada penderita sakit keras atau yang sedang dalam keadaan koma

- Kelemahan :
1. Rasa nyeri pada saat disuntik
2. Memberikan efek psikologis pada penderita yang takut disuntik
3. Kekeliruan pemberian obat atau dosis hampir tidak mungkin diperbaiki, terutama sesudah
pemberian intravena
4. Obat hanya dapat diberikan kepada penderita dirumah sakit atau ditempat praktik dokter
oleh dokter dan perawat yang berkompeten

B. Persyaratan sediaan parenteral


Kerja optimal larutan obat yang diberikan secara parenteral hanya diperoleh jika
persyaratan berikut terpenuhi :

4
a. Sesuai dengan kandungan bahan obat yang ada di dalam sediaan dengan pernyataan
tertulis pada etiket dan tidak terjadi pengurangan kualitas selama penyimpanan akibat
perusakan obat secara kimiawi dan lain sebagainya
b. Penggunaan wadah yang cocok sehingga tidak hanya memungkinkan sediaan tetap
steril, tetapi juga mencegah terjadinya interaksi antara bahan obat dan material dinding
wadah
c. Tersatukan tanpa terjadinya reaksi
d. Bebas kuman
e. Bebas pirogen
f. Isotonis
g. Isohidris
h. Bebas partikel melayang

C. Klasifikasi sediaan injeksi


1. Larutan sejati dengan pembawa air, contohnya injeksi vitamin C
2. Larutan ejati dengan pembawa minyak, contohnya injeksi kamfer
3. Larutan sejati dengan pembawa campuran, contohnya injeksi phenobarbital
4. Suspensi steril dengan pembawa air, contohnya injeksi calciferol
5. Suspensi steril dengan pembawa minyak, contohnya injeksi Bismuthsubsalisilat
6. Emulsi steril, contohnya Infus Ivelip 20%
7. Serbuk kering dilarutkan dengan air, contohnya Injeksi Solumedrol

D. Komponen Larutan obat suntik

1. Zat aktif
a. Memenuhi syarat yang tercantum sesuai monografinya masing-masing dalam farmakope.
b. Pada etiket tercantum p.i (pro injection)

2. Zat pembawa / zat pelarut


Dibedakan menjadi 2 bagian:
a. Zat pembawa berair
Umumnya digunakan aqua pro injeksi. Selain itu dapat digunakan NaCl pro injeksi,
glukosa pro injeksi, dan NaCl compositus pro injeksi.

5
b. Zat pembawa bukan air
Umumnya digunakan minyak untuk injeksi misalnya oleum sesami, oleum olivarum,
oleum arachidis.

3. Zat tambahan
Ditambahkan pada pembuatan injeksi dengan maksud:
a. Bahan penambah kelarutan obat
Untuk menaikkan kelarutan obat digunakan :
- Pelarut organik yang dapat campur dengan air seperti etanol, propilenglikol, gliserin.
- Surface active agent (s.a.a) terutama yang nonionik.
- Etilendiamin untuk menambah kelarutan teofilin.
- Dietilamin untuk menambah kelarbarbital.
- Niasinamid dan Salisilas Natricus menambah kelarutan vit B2.
- Kreatinin, niasinamid dan lecitine digunakan untuk menambah kelarutan steroid.

b. Buffer / pendapar
Pengaturan pH dilakukan dengan penambahan asam, basa, dan dapar. Penambahan larutan
dapar hanya dilakukan untuk larutan obat suntik dengan pH 5,5-9. Pada pH >9, jaringan
mengalami nekrosis, pada pH<3, jaringan akan mengalami rasa sakit, phlebitis, dan dapat
menghancurkan jaringan. Pada pH<3 atau pH>11 sebaiknya tidak di dapar karena sulit
dinetralisasikan, terutama ditujukan untuk injeksi i.m. dan s.c.
Fungsi larutan dapar dalam obat suntik adalah :
- Meningkatkan stabilitas obat, misalnya injeksi vitamin C dan injeksi luminal.
- Mengurangi rasa nyeri dan iritasi.
- Meningkatkan aktivitas fisiologis obat.
Umumnya digunakan larutan dapar fosfat, laritan dapar boraks, dan larutan dapar lain yang
berkapasitas dapar rendah.

c. Untuk mendapatkan larutan yang isotonis.


Bahan pembantu mengatur tonisitas adalah NaCl, glukosa, sukrosa, KNO3, dan NaNO3.

d. Antioksidan
- Asam ascorbic 0,1%
- BHA 0,02%

6
- BHT 0,02%
- Natrium Bisulfit 0,15%
- Natrium Metabisulfit 0,2%
- Tokoferol 0,5%
- Zat pengkhelat seperti Na-EDTA 0,01-0,075% yang akan membentuk kompleks dengan
logam berat yang merupakan katalisator oksidasi.

e. Bahan Pengawet (preservatives)


- Benzalkonium chloride 0,05%-0,1%
- Benzyl alkohol 2%
- Chlorobutanol 0,5%
- Chlorocresol 0,1-0,3%
- Fenil merkutik nitrat dan asetat 0,002%
- Fenol 0,5%

f. Gas inert seperti nitrogen dan karbondioksida sering digunakan untuk meningkatkan
kestabilan produk dengan mencegah reaksi kimia antara oksigen dalam udara dengan
obat .

g. Tonisitas larutan obat


Isoosmotik
Jika suatu larutan memiliki tekanan osmose sama dengan tekanan osmose dalam serum
darah, maka larutan dikatakan isoosmotik (0,9% NaCl, 154 mmol Na+ dan 154 mmol Cl- per
liter = 308 mmol per liter, tekanan osmose 6,86). Pengukuran menggunakan alat osmometer
dengan kadar mol zat per liter larutan ).

Hipotonis
Turunnya titik beku kecil, yaitu tekanan osmosenya lebih rendah dari serum darah, sehingga
menyebabkan air akan melintasi membran sel darah merah yang semipermeabel
memperbesar volume sel darah merah dan menyebabkan peningkatan tekanan dalam sel.
Tekanan yang lebih besar menyebabkan pecahnya sel-sel darah merah. Disebut Hemolisa.
.

7
h. Proses pembuatan dan proses sterilisasi
Cara sterilisasi akhir
Cara ini merupakan cara sterilisasi umum dan paling banyak digunkan dalam pembuatan
sediaan steril. Zat aktif harus stabil dengan adanya molekul air dan suhu sterilisasi. Dengan
cara ini sediaan disterilkan pada tahap terakhir pembuatan sediaan. Semua alat setelah
lubang-lubangnya ditutup kertas perkamen, dapat langsung digunakan tanpa perlu disterilkan
lebih dahulu.

Cara aseptis
Cara ini terbatas penggunaanya pada sedian yang mengandung zat aktif peka suhu tinggi dan
dapat mengakibatkan penguraian dan penurunan kerja farmakologisnya. Antibiotika dan
beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya diracik secara aseptis. Cara
aseptis bukanlah suatu cara sterilisasi melainkan suatu cara kerja untuk memperoleh sediaan
steril dengan mencegah kontaminasi jasad renik dalam sediaan.
Sterilisasi panas dengan tekanan atau Sterilisasi uap (autoklaf).Dengan memaparkan uap
jenuh pada tekanan tertentu selama waktu dan suhu tertentu pada suatu objek, sehingga
terjadi pelepasan energi laten uap yang mengakibatkan pembunuhan mikroorganisme secara
irreversible akibat denaturasi atau koagulasi protein sel. Sterilisasi ini dilakukan dengan suhu
121°C selama 30 menit. Autoklaf digunakan untuk mensterilkan alat-alat persisi seperti gelas
ukur, pipet, corong beserta kertas saring, spuit.
Sterilisasi panas kering (oven). Terjadi melalui mekanisme konduksi panas. Panas akan
diabsorpsi oleh permukaan alat yang disterikan lalu merambat kebagian dalam permukaan
sampai akhirnya suhu untuk sterilisasi tercapai. Udara panas oven akan mematikan jasad
renik meluli mekanisme dehidrasi-oksidasi terhadap mikroorganisme. Sterilisasi ini
dilakukan dengan suhu 170°C selama 30 menit. Digunakan untuk mensterilkan alat-alat gelas
non-persisi seperti beaker glass, elenmeyer, kaca arloji, cawan penguap, pinset logam, batang
pengaduk.

i. Pengujian atau evaluasi obat suntik


Dalam pembuatan sediaan obat suntik, kita perlu melakukan pengujian dengan mengambil
beberapa sample dari jumlah produksi setiap kontainer yang dihasilkan untuk menjamin
bahwa produk yang dihasilkan bermutu baik.

8
Jumlah sample obat suntik yang diuji atau di evaluasi dari total produksi dan hasil yang
diperbolehkan rusak, dapat dilihat pada table dibawah ini :

Jumlah produksi Jumlah sampel Jumlah sample (max) yang diperbolehkan rusak
151-280 32 1
281-500 50 2
501-1.200 80 3
1.201-3.200 125 5
3.201-10.000 200 7
10.001-35.000 315 10
35.001-150.000 500 14

Obat suntik yang telah diproduksi memerlukan pengujian kualitas, meliputi:


1. Kekedapan
Ampul yang telah disterilkan seringkali memiliki celah atau retakan yang tidak terlihat oleh
mata atau secar makroskopik, khususnya pada lokasi penutupan ampul. Ampul dimasukkan
ke dalam larutan metilen biru kemudian divakum. Perhatikan apakah ampul terwarnai oleh
larutan metilen blue. Dengan adanya celah-celah kapiler, larutan berwarna akan masuk,
sehingga mewarnai ampul dan menandakan ampul rusak. Pada ampul berwarna diuji dengan
larutan yang berflourosensi yang diakhiri dengan pengamatan pada cahaya UV.

2. Kejernihan (pengotoran tidak larut dan bahan melayang)


Pengujian dilakukan secara visual. Ampul atau botol diputar 180° berulang-ulang di depan
suatu background yang gelap dan sisinya diberi cahaya. Bahan melayang akan berkilauan bila
terkena cahaya. Pencahayaan menggunakan lampu Atherman atau lampu proyeksi dengan
cahaya 1000 lux- 3500 lux dan jarak 25 cm. Background gelap atau hitam. Umur petugas
yang bekerja harus <40 tahun, sehat, dan setiap tahun harus periksa mata.

3. Zat aktif
Pengujian dapat dilakukan dengan volumetric, spektrofotometer, HPLC, atau alat lainnya
yang cocok secara kuantitatif dengan standar Farmakope.

9
4. Sterilitas
Pengujian dilakukan secara mikrobiologis dengan menggunkan medium pertumbuhan
tertentu. Produk dikatakan bebas mikroorganisme bila Sterility Assuranve Level (SAL) = 10-
6 atau 12 log reduction (over kill sterilization).Bila proses pembuatan menggunakan
aseptic,maka SAL =10 -4

5. Pirogenitas
Pengujian dilakukan dengan tes kelinci (FI) dan tes limulus.

6. Keseragaman volume
Pengujian dilakukan dengan alat ukur volume. Larutan tiap wadah harus sedikit lebih dari
volume yang tertera pada etiket.
- Volume pada etiket Volume tambahan yang dianjurkan
(Cairan encer Cairan kental)
0,5 ml
1,0 ml
2,1 ml
5,0 ml
10,0 ml
20,0 ml
30,0 ml
50,0 ml atau lebih 0,10 ml (20%)
0,10 ml (10%)
0,15 ml (7,5%)
0,30 ml (6%)
0,50 ml (5%)
0,60 ml (3%)
0,80 ml (2,6%)
2,00 ml (4%)
0,12 ml (24%)
0,15 ml (15%)
0,25 ml (12,5%)
0,50 ml (10%)
0,70 ml (7%)

10
0,90 ml (4,5%)
1,20 ml (4%)
3,00 ml (6%)

7. Keseragaman bobot
Hilangkan etiket 10 wadah; cuci bagian luar wadah dengan air; keringkan pada suhu 1050C;
timbang satu persatu dalam keadaan terbuka; keluarkan isi wadah; cuci wadah dengan air,
kemudian dengan eatnol 95%; keringkan lagi pada suhu 1050C sampai bobot tetap;
dinginkan dan kemudian timbang satu per satu. Bobot isi wadah tidak boleh menyimpang
lebih dari batas yang tertera, kecuali satu wadah yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2
kali batas yang tertera.
Bobot yang tertera pada etiket Batas penyimpangan (%)
Tidak lebih dari 120 g
Antara 120 mg dan 300 mg
300 mg atau lebih 10,0
7,5
5,0

8. pH
Pengujian dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus atau kertas universal (secara
konvensional) atau dengan alat pH meter

11
BAB II
PRAFORMULASI

A. TINJAUAN PUSTAKA ZAT AKTIF DAN ZAT TAMBAHAN


1. Asam Askorbat
a. Pemerian
Serbuk atau hablur, putih agak kuning, tidak berbau, rasa asam. Oleh pengaruh cahaya lambat
laun menjadi gelap. Dalam keadaan kering mantap di udara, dalam larutan dapat teroksidasi
b. Kelarutan
Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%) P, praktis tidak larut dalam
kloroform, dalam eter dan dalam benzena
c. Suhu lebur Lebih kurang 1900C
d. Rotasi jenis antara +20,50 dan +21,50, pengujian dilakukan dengan menggunkan
larutan 4% b/v
e. Sisa pemijaran Tidak lebih dari 0,1 %
f. Kestabilan
Larutan disterilkan pada suhu 98 – 1000C dengan penambahan bakterisid dan penyaringan.
Stabilitas larutan Asam askorbat selama sterilisasi dengan autoklaf dapat dimaksimalkan
dengan penambahan n-hidroksietiletilen asam-diamintriasetik.
g. Khasiat Antiskorbut
h. Indikasi
Pengobatan dan pencegahan kekurangan vitamin C pada wanita hamil, menyusui, sariawan,
anorexia, astenia, pencegahan pendarahan pada gusi.
i. Incompatible
Injeksi asam askorbat inkompatibel dengan aminopilin, estrogen terkonjugasi, natrium
bikarbonat
j. Rute Pemberian Oral, intramuskular

Daftar Obat Dosis Lazim Kelarutan pH Jenis Sterilisasi Khasiat


Acidum ascorbicum Anak : Oral;intramuskular
DL sehari : 200-300 mg dibagi dalam 3-4 dosis
Dewasa : Oral;intramuskular
DL sehari : 75 mg- 1 gram biasanya 500 mg Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam
etanol (95%)P, praktis tidak larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam benzena 5,5 - 7

12
Fornas :
Cara sterilisasi C (Filtrasi)
Marindale :
Sterilisasi dengan autoklaf 98 –1000C selama 30 menit antiskorbut, defisiensi vitamin C

2. Natrium Hidroksida
a) Rumus molekul NaOH
b) Pemerian Berupa butiran-butiran berwarna putih, keras, higroskopis
c) Kegunaan Sebagai pendapar (adjust pH)
d) Kelarutan Larut dalam 1 bagian dalam 0,3 air pada suhu 1000C
e) Inkompatibel NaOH akan bereaksi dengan asam-asam, ester, dll.

3. Benzalkonium Klorida
a) Nama kimia
Alkil benzil dimetilamonium klorida
b) Pemerian
Berupa gel warna jernih, bau aromatis, dan rasanya pahit.
c) Kegunaan
Pengawet antimikroba
d) Kelarutan
Praktis tidak larut dalam eter, sangat larut dalam aseton, etanol, air.
e) Inkompatibel
Inkompatibel dengan aluminium, surfaktan anionik,

B. FORMULASI STANDAR DARI FORNAS


Injeksi Vitamin C
Komposisi : Tiap ml mengandung
Acidum ascorbicum 100 mg
Natrii subcarbonas 48 mg
Thiocarbamidum 12 μg
Aqua pro injection hingga 1 ml

Penyimpanan : Dalam wadah dosis tunggal, terlindung dari cahaya


Dosis : Pengobatan : 1 – 2x sehari 1 – 2,5 ml

13
Pencegahan : 1x sehari 0,5 ml

Catatan :
1. Dapat ditambahkan dinatrium edetat
2. Digunakan air untuk injeksi bebas udara
3. Natrium subkarbonat dapat diganti dengan natrium hidroksida atau natrium carbonat
4. pH 5,0 – 6,5
5. Pada pembuatan, dialiri gas nitrogen atau CO2
6. Disterilkan dengan cara sterilisasi C
7. Sediaan berkekuatan lain : 50 mg

Tak tersatukan zat aktif (OTT)


Injeksi vitamin C inkompatibel dengan aminophilin, estrogen terkonjugasi, natrium
bikarbonat

Usul Penyempurnaan Sediaan


Wadah ampul yang digunakan berwarna gelap untuk mencegah terjadinya oksidasi vitamin C
karena pengaruh cahaya. Penambahan bahan pengawet karena suhu pada proses sterilisasi
akhirnya masih memungkinkan mikroba dapat tumbuh kembali.

Sejumlah alat dan cara sterilisasinya


Nama alat Jumlah Cara sterilisasi Waktu :
- Kaca arloji 2 Oven 1700C Dispensasi
- Batang pengaduk 1 Oven 1700C Dispensasi
- Beackerglass 2 Oven 1700C Dispensasi
- Erlenmeyer 2 Oven 1700C Dispensasi
- Spatula 1 Oven 1700C Dispensasi
- Gelas ukur 2 Autoklaf 115 – 1160C Dispensasi
- Corong 1 Autoklaf 115 – 1160C Dispensasi
- Spuit 1 Autoklaf 115 – 1160C Dispensasi
- Pipet tetes 1 Autoklaf 115 – 1160C Dispensasi
- Kertas saring 1 Autoklaf 115 – 1160C Dispensasi
- Karet pipet 1 Rendam dalam alkohol 96% Dispensasi

14
Formula akhir
Injeksi Vitamin C
Kekuatan sediaan : 100 mg/1 ml
Komposisi : Acidum ascorbicum 100 mg
Natrium hidroxida 100 mg
Benzalkonium klorida 0,1 mg
Aqua Pro Injeksi 1 ml

Keterangan
Acidum ascorbicum : e = 0,18
e= (Liso/ BM) x 17 = (3,4/40) x 17 = 1,445Natrium hidroxida : e = 1,445
e= (Liso/ BM) x 17 = (3,4/360) x 17 = 0,16Benzalkonium klorida : e = 0,16

Perhitungan
1. Rumus Kesetaraan NaCl
= ( 0,1 x 0,18 ) + ( 0,1 x 1,445 ) + ( 1 x 10-4 x 0,16 )
= 0,1625 g
NaCl 0,9% = (0,9/100) x 1 ml = 0,009 g
Hipertonis, maka tidak perlu penambahan NaCl

2. Rumus White- Vincent


V = W x E x 111,1
= [ ( 0,1 x 0,18 ) + ( 0,1 x 1,445 ) + ( 1 x 10-4 x 0,16 ) ]
= 18,05 ml

Pengkajian Formulasi
Volume yang akan dibuat
( n+2 ) x V + (2 x 3 ) ml
( 3+2 ) x 1,10 + 6 ml
11,5 ml ≈ 25 ml

15
Vitamin C yang dibutuhkan
100 mg x 25 ml = 2500 mg = 2,5 g
NaOH yang dibutuhkan
100 mg x 25 ml = 2500 mg = 2,5 g

Benzalkonium yang dibutuhkan


0,1 mg x 25 ml = 2,5 mg

16
BAB III
PROSEDUR KERJA

A. Metode Pembuatan
A. Penyiapan Aqua Pro Injeksi (API)
1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Menyiapkan aqua bebas CO2 dan O2 dengan memanaskan aqua destilata selama 30 menit
terhitung sejak mendidih lalu dialiri gas nitrogen. Sedangkan untuk pembebasan oksigen,
pemanasan ditambah 10 menit lagi sejak mendidih.

B. Pembuatan sediaan injeksi vitamin C


1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Menimbang zat aktif dan zat tambahan dengan menggunakan kaca arloji, kemudian
dimasukkan ke dalam beacker glass. Zat aktif dan zat tambahan dilarutkan dengan API
kemudian bilas kaca arloji 2x
3. Menuangkan sedikit API untuk membasahi kertas saring yang akan digunakan untuk
menyaring
4. Larutan zat dituangkan ke dalam gelas ukur, catat volume larutan, adkan dengan air bilasan
beackerglass sampai tepat 15 ml, kemudian cek pH larutan zat
5. Memindahkan corong yang telah dilapisi oleh kertas saring ke erlenmeyer yang bersih dan
kering
6. Menyaring larutan dalam gelas ukur melalui corong ke dalam erlenmeyer yang telah
disiapkan
7. Sisa 19 ml digunakan untuk membilas gelas piala berulang kali. Ditampung dalam gelas
ukur, kemudian disaring ke dalam erlenmeyer yang berisi filtrat larutan 15 ml
8. Mengisikan larutan zat ke dalam wadah (dengan menggunakan spuit) dilebihkan 1,1 ml
9. Aliri gas nitrogen (dispensasi)
10. Menutup ampul dengan api
11. Disterilkan dengan autoklaf pada suhu 98 – 1000C selama 30 menit

17
BAB IV
EVALUASI SEDIAAN

Evaluasi sediaan injeksi yang telah jadi

A. Penampilan
Larutan berwarna jingga, homogen, serta tidak ada partikel yang melayang.

B. Kadar pH.
Injeksi asam askorat yang kami buat memiliki pH sediaan 12 (sangat basa), kondisi seperti ini
dikarenakan penambahan natrium hidroksida yang berlebihan, pH asam askorbat menjadi
sangat basa dan warna larutan injeksi juga berwarna orange, akibat reaksi yang terjadi.
Seharusnya penambahan NaOH sebagai adjust pH menggunakan larutan NaOH encer, agar
kenaikan pH asam askorbat tidak signifikan.

C. Kebocoran.
Evaluasi kebocoran ampul, tidak kami lakukan, dikarenakan ampul yang berisi larutan injeksi
tidak dapat ditutup karena ketidaksediaan api untuk membakar tutup ampul, sehingga proses
sterilisasi akhir pun tidak berjalan.

18
BAB V
PEMBAHASAN

Pada teknologi steril kali ini, kami mengerjakan sediaan injeksi asam askobat (vitamin C)
dengan metode sterilisasi akhir. Dengan menggunakan formula
a. asam askorbat sebagai zat aktif,
b. natrium hidroksida sebagai buffer (adjust),
c. benzalkonium klorida sebagai pengawet dan
d. aqua pro injeksi sebagai pembawa sediaan.

Menurut FORNAS (Formularium Nasional) asam askorbat dapat dibuat dengan


menggunakan metode filtrasi dan sterilisasi akhir (metode A dan C), kami menggunakan
sterilisasi akhir dengan pertimbangan zat aktif tahan dan stabil terhadap suhu pemanasan
yang tinggi. Alasan penggunaan natrium hidroksida sebagai buffering agent dan
benzalkonium klorida sebagai pengawet karena compatibel dengan zat aktif dan larut dalam
air. Sediaan di buat dalam pembawa aqua pro injeksi karena zat aktif bersifat larut air.
Pada proses pembuatan injeksi, kami menggunakan cara Intermediate ad (IAD), yaitu suatu
cara yang melibatkan pengukuran sebanyak 2x pada tahap pembuatannya. Pada praktikum
kali ini, kami membuat volume larutan 25 ml, maka 15 ml digunakan untuk intermediate ad
dan sisa 10 ml digunakan untuk membilas wadah, yang kemudian kedua volume disatukan
pada tahap akhir.
Evaluasi sediaan yang dapat kami lakukanya setelah sediaan injeksi selesai dibuat,
adalah evaluasi penampilan sediaan injeksi yang dihasilkan diperoleh larutan bening
berwarna orange, ini dikarenakan telah terjadi reaksi asam dengan basa yang menyebabkan
perubahan warna pada injeksi vitamin C. Seharusnya larutan injeksi vitamin C berwarna
bening. Dengan kadar pH 12 (kondisi sangat basa) seharusnya larutan injesi vitamin C yang
ideal dan stabil pada pH 6-6,5. hal ini dikarenakan penggunaan natrium hidroksida padat
sebagai buffering agent yang berlebihan, seharusnya mengadjust pH sediaan dengan
menggunakan larutan natrium hidroksida encer, dan digunakan dengan sangat hati-hati,
karena sifat basa NaOH tinggi, dalam penggunaan yang sedikit, kenaikan pH dapat langsung
cepat berubah menjadi basa seharusnya penggunaannya diteteskan sedikit demi sedikit sambil
pengecekan pH sampai pH yang diinginkan.

19
Sementara untuk tonisitas sediaan didapatkan dari perhitungan rumus kesetaraan
NaCl nilai tonisitas vitamin C yang didapatkan 0,1625 g sementara nilai NaCl 0,9 % yang
dibutuhkan 0,009 g, ini berarti bahwa vitamin C telah hipertonis dan tidak perlu penambahan
NaCl. Kemudian untuk evaluasi kebocoran ampul dan proses sterilisasi akhir tidak dilakukan
karena keterbatasan waktu dan alat yang diperlukan. Hanya dapat menguji pH sediaan apakah
pH sediaan telah cocok dengan pH cairan di dalam tubuh. Untuk praktikum selanjutnya,
diharapkan dapat melakukan proses sterilisasi akhir dan dapat menguji semua evaluasi untuk
sediaan injeksi.

20
BAB VI
KESIMPULAN

Pembuatan sediaan injeksi asam askorbat menggunakan metode sterilisasi akhir.


Formula yang digunakan, yaitu asam askorbat sebagai zat aktif, natrium hidroksida sebagai
buffering agent, benzalkonium klorida sebagai pengawet dan aqua pro injeksi (API) sebagai
pembawa. Evaluasi sediaan steril injeksi adalah uji penampilan sediaan, kadar pH, tonisitas,
kebocoran ampul dan sterilitas sediaan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Farmakope Indonesia Edisi ketiga. 1979. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Formularium Nasional Edisi Kedua. 1978. Departemen Kesehatan Repiblik Indonesia.

Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta : Andi Yogyakarta.

Wade, Ainley and Paul J.Weller. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipients, second
edition. London : The Pharmaceutical Press

22

Anda mungkin juga menyukai