Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN BALUT BIDAI DAN TRANSPORTASI

A. DEFINISI
Balut bidai adalah tindakan memfiksasi /mengimobilisasi bagian tubuh yang mengalami
cidera dengan menggunakan benda yang bersifat kaku maupun fleksibel sebagai fiksator
/imobilisator.
Balut bidai adalah pertolongan pertama dengan pengembalian anggota tubuh yang
dirsakan cukup nyaman dan pengiriman korban tanpa gangguan dan rasa nyeri ( Muriel Steet ,
1995 ).
Balut bidai adalah suatu cara untuk menstabilkan /menunjang persendian dalam
menggunakan sendi yang benar /melindungi trauma dari luar ( Barbara C, long ,1996)

B. TUJUAN PEMBIDAIAN 
1. Mencegah gerakan bagian yang stabil sehingga mengurangi nyeri dan mencegah
kerusakan lebih lanjut.
2. Mempertahankan posisi yang nyaman.
3. Mempermudah transportasi organ
4. Mengistirahatkan bagian tubuh yang cidera.
5. Mempercepat penyembuhan.
6. Memperrtahankan posisi bagian tulang yang patah agar tidak bergerak
7. Memberikan tekanan
8. Melindungi bagian tubuh yang cedera
9. Memberikan penyokong pada bagian tubuh yang cedera.
10. Mencegah terjadinya pembengkakan
11. Mencegah terjadinya kontaminasi dan komplikasi
12. Memudahkan dalam transportasi penderita.

C. TUJUAN PEMBALUTAN
1. Menghindari bagian tubuh agar tidak bergeser dari tempatnya
2. Mencegah terjadinya pembengkakan
3. Menyokong bagian badan yang cidera dan mencegah agar bagian itu tidak bergeser 
4. Menutup agar tidak kena cahaya, debu dan kotoran
5. Menahan sesuatu seperti :menahan penutup luka, menahan bidai
menahan bagian yang cedera dari gerakan dan geseran, menahan rambut kepala di
tempat.
6. Memberikan tekanan, seperti terhadap :kecenderungan timbulnya perdarahan atau
hematoma, adanya ruang mati (dead space)
7. Melindungi bagian tubuh yang cedera.
8. Memberikan "support" terhadap bagian tubuh yang cedera.

D. INDIKASI PEMBIDAIAN
1.  Fraktur (Patah Tulang)
a. Fraktur terbuka yaitu tulang yang patah mencuat keluar melalui luka yang terdapat
pada kulit.
b. Fraktur tertutup yaitu tulang yang patah tidak sampai keluar melalui luka yang
terdapat di kulit.
Kemungkinan patah tulang harus selalu dipikirkan setiap terjadi kecelakaan akibat
benturan yang keras. Apabila ada keraguan, perlakuan korban sebagai penderita patah
tulang. Pada fraktur terbuka tindakan pertolongan harus hati-hati, karena selain
bahaya infeksi gerakan tulang yang patah itu dapat melukai pembuluh-pembuluh
darah sekitarnya sehingga terjadi perdarahan baru.
2. Terkilir
Terkilir merupakan kecelakaan sehari-hari, terutama di lapangan olah raga.
Terkilir disebabkan adanya hentakan yang keras terhadap sebuah sendi, tetapi dengan
arah yang salah. Akibatnya, jaringan pengikat antara tulang (ligamen) robek. Robekan ini
diikuti oleh perdarahan di bawah kulit. Darah yang berkumpul di bawah kulit itulah yang
menyebabkan terjadinya pembengkakan. Ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi
pada sendi yang mengalami terkilir :
a. Terjadi peregangan dan memar pada otot atau ligamen, jenis ini digolongkan terkilir
ringan.
b. Robekan pada ligamen, ditandai dengan rasa nyeri, bengkak dan memar biasanya
lebih berat dari pada jenis tang pertama. Jenis ini digolongkan terkilir sedang.
c. Ligamen sudah putus total sehingga sendi tidak lagi stabil. Biasanya terjadi
perdarahan sekitar robekan, yang tampak sebagai memaryang hebat.
3. Luka terbuka
- Penekanan untuk menghentikan pendarahan
Kecurigaan fraktur bisa dimunculkan jika salah satu bagian tubuh diluruskan.
1. Pasien merasakan tulangnya terasa patah /mendengar bunyi “krek”
2. Ekstremitas yang cidera lebih pendek dari yang sehat /mngalami angulasi
abnormal.
3. Pasien tidak mampu menggerakkan ekstremitas yang cidera.
4. Posisi ekstremitas yang abnormal 
5. Memar 
6. Bengkak
7. Perubahan bentuk
8. Nyeri gerak aktif dan pasif 
9. Nyeri sumbu
10. Pasien merasakan sensasi seperti jeruji ketika menggerakkan ekstremitas yang
mengalami k. cidera (krepitasi )
11. Fungsiolaesa
12. Perdarahan bisa ada /tidak.
13. Hilangnya denyut nadi /rasa raba pada distal lokasi cidera.
14. Kram otot sekitar lokasi cidera.

E. KONTRA INDIKASI
1. Pembidaian baru boleh dilaksanakan jika kondisi saluran nafas, pernafasan dan sirkulasi
penderita sudah distabilkan. Jika terdapat gangguan sirkulasi dan atau gangguan yang
berat pada distal daerah fraktur, jika ada resiko memperlambat sampainya penderita ke
rumah sakit, sebaiknya pembidaian tidak perlu dilakukan.
2. Hipermobilitas
3. Efusi Sendi
4. Inflamasi
5. Fraktur humeri dan osteoporosis

F. PENANGANAN BALUT DAN BIDAI 


1.  Luka Terbuka
Pada luka terbuka, terjadi cedera pada kulit yang menyebabkan jaringan di bawah
kulit tersebut mengalami paparan terhadap dunia luar, sehingga risiko terjadinya infeksi
meningkat. Contoh dari luka terbuka antara lain luka tusuk, luka tembak/tembus, luka
sayat, luka serut/cakar, luka lecet/ laserasi, dan luka amputasi.
Penanganan pada luka terbuka perlu dilakukan segera terutama jika disertai
perdarahan yang parah karena dapat menyebabkan syok. Beberapa hal yang harus
diperhatikan sebelum melakukan penanganan luka adalah:
a. Pastikan kondisi lingkungan sekitar penolong dan korban aman. Jika kondisi tidak
aman (di tengah jalan, reruntuhan, dll) segera pindahkan korban ke tempat yang
aman.
b. Gunakan alat pelindung diri (APD) seperti masker dan sarung tangan
c. Pastikan tidak ada gangguan pada pernapasan dan sirkulasi pasien
d. Jika terlihat perdarahan yang parah, segera aktifkan SPGDT dengan
menghubungi ambulans
e. Setelah itu, mulai dilakukan penanganan pada luka dengan langkah-langkah berikut:
f. Pastikan lokasi dan jumlah bagian tubuh yang terluka dengan memeriksa
keseluruhan tubuh korban (expose)
g. Jika memungkinkan tidak melukai korban lebih jauh, lepaskan perhiasan, jam
tangan, atau aksesoris lainnya pada bagian tubuh korban yang terluka karena dapat
terjadi pembengkakan dan mengganggu aliran darah
h. Bersihkan luka dengan mengalirkan air bersih hingga tidak ada kotoran yang
menempel
i. Lakukan kontrol perdarahan agar perdarahan berhenti. Berikut adalah beberapa cara
untuk mengontrol perdarahan:
- Penekanan Langsung (Direct Pressure)
Penekanan  langsung  pada  luka  adalah  cara  yang  paling  baik untuk menghentikan
perdarahan, kecuali pada luka di mata. Cara untuk melakukan penekanan langsung
adalah dengan menggunakan kasa atau kain yang diletakkan di atas luka lalu ditekan.
Jika perdarahan tidak berhenti, tambahkan kain atau kasa baru di atas yang lama
kemudian ditekan kembali. Penekanan langsung dapat juga dilakukan dengan
menggunakan tangan penolong bila memang tidak ada kain/kassa. Penekanan tidak
hanya dilakukan dengan kuat, tetapi juga dalam waktu yang cukup lama untuk
menghentikan perdarahan (sekitar 20 menit atau lebih). Jika perdarahan tidak
berhenti, dapat dilakukan balut tekan dengan cara menaruh benda padat seperti kasa
tebal di atas luka kemudian dibalut.
- Elevasi
Jika luka terdapat di area tangan/kaki, tinggikan posisi tangan/kaki hingga di atas
ketinggian jantung korban. Hal ini dilakukan untuk mengurangi aliran darah ke area
luka sehingga perdarahan dapat melambat. Cara ini tidak boleh dilakukan pada
korban dengan patah tulang/cedera karena dapat memperparah kondisi patah
tulang/cederanya.
- Penekanan dengan Jari
Penekanan dengan ujung permukaan jari dilakukan di pembuluh darah sebelum area
luka untuk mengurangi aliran darah ke area luka.2,4Lokasi-lokasi penekanan
pembuluh darah dapat dilihat pada gambar 1.
Elevasi dan penekanan dengan jari adalah cara yang kurang efektif untuk menghentikan
perdarahan, tetapi dapat membantu dalam prosesnya. Oleh karena itu, ketiga cara di atas
dilakukan secara bersamaan seperti ditunjukkan padagambar 2.
-  Torniket (Tourniquets)
Cara ini hanya digunakan jika perdarahan masih terus berlanjut walaupun cara lain
seperti penekanan langsung, balut tekan, dll sudah dilakukan dan hanya dapat
dipasang di tangan/kaki.Penggunaan torniket dalam waktu lama dapat menyebabkan
kerusakan jaringan karena tidak adanya aliran darah pada area luka dan bawahnya
dan berakibat hilangnya fungsi dari tangan/kaki.3 Berikut adalah cara memasang
torniket:
a. Lingkarkan kain 5-10cm di atas area luka kemudian diikat.
b. Letakkan batang kayu kecil atau pensil di bawah simpul ikatan
c. Kecangkan ikatan kain dengan memutar batang kayu hingga perdarahan berhenti
d. Ikat ujung batang kayu agar kain tidak kembali kendur
e. Tiap 10-15 menit, torniket dapat dikendurkan selama 1-2 menit agar aliran darah
tidak sepenuhnya hilang di area luka dan bawahnya.
2. Luka bakar
Luka bakar dapat terjadi akibat suhu yang sangat tinggi, paparan kimia, radiasi
(UV, terapi) dan juga dari listrik.4 Penanganan luka bakar yang dapat dilakukan adalah:
a. Jauhkan sumber panas dari korban
b. Dinginkan luka bakar dengan cara mengalirkan air atau merendam area luka
bakar jika memungkinkan selama 20 menit seperti pada gambar 17
c. Lepaskan pakaian dan aksesoris lainnya seperti jam tangan dan cincin yang
berada di sekitar area luka bakar dengan hati-hati
d. Jika korban terluka parah, merasa sangat kesakitan, melibatkan mata atau
lebih dari setengah lengannya segera aktifkan SPGDT dengan menelepon
ambulans terdekat,
e. Balut area luka bakar dengan pembungkus plastik bersih.
Beberapa hal yang tidak boleh dilakukan dalam penanganan luka bakar:
- Memecahkan bula atau mencabut kulit yang terkelupas
- Melepaskan secara paksa apapun yang sudah melekat pada kulit akibat luka bakar
- Mengoleskan krim, pasta gigi, mentega, atau apapun ke area luka bakar karena dapat
menyebabkan infeksi
Penggantian Balutan
Dalam mengganti balutan, perawat harus menggunakan APD. Balutan atau kasa yang
menempel pada luka dapat dilepas tanpa menimbulkan sakit jika sebelumnya dibasahi dengan
larutan salin atau bial pasien dibiarkan berandam selama beberapa saat dalam bak rendaman.
Pembalut sisanya dapat dilepas dengan hati-hati memakai forseps atau tangan yang
menggunakan sarung tangan steril. Kemudian luka dibersihkan dan didebridemen untuk
menghilangkan debris, setiap preparat topikal yang tersisa, eksudat, dan kulit yang mati. Selama
penggantian balutan ini, harus dicatat mengenai warna, bau, ukuran, dan karakteristik lain dari
luka.(Smeltzer, 2001)
3. Venous ulcer
Strategi utama dalam penatalaksanaan Insufisiensi Vena dan Hypertensi Vena (sebagai
penyebab utama venous ulcer) adalah:
a. Terapi Kompressi (Compression Therapy).
Terapi kompresi merupakan suatu modalitas yang bertujuan untuk memberikan
tekanan eksternal pada ekstrimitas bawah untuk memfasilitasi aliran balik vena.
Modalitas ini telah digunakan sejak abad ke 17 (dalam bentuk stocking tali yang
keras). Pada abad ke 21 terapi kompressi measih menjadi pilihan utama dalam
manajemen venous ulcer (Cullum, et al 2003; Kantor and Margolis, 2003). Dan dapat
pula diaplikasikan pada LEVD yang disertai dengan dermatitis akut dan cellulitis
(WOCN Society, 2005). Mekanisme kerja terapi kompressi pada dasarnya adalah
memberikan tekanan dari mata kaki ke lutut dan memberikan tekanan untuk
mensuport calf muscle pump saat ambulasi dan dorsofleksi. Oleh karena itu terapi ini
meningkatkan aliran balik vena. Sebagai tambahan terapi kompresi memberikan
tekanan pada jaringan superficial sehingga meningkatkan tekanan interstisial
sehingga mencegah kebocoran plasma yang pada akhirnya akan mengurangi edema.
Besar tekanan atau Level of Compression yang diberikan merupakan factor
penting dalam terapi. Besar tekanan merupakan jumlah tekanan yang diberikan
terhadap jaringan. Umumnya besar tekanan berkisar antara 20-60 mmHg pada mata
kaki. Tekanan sebesar 30-40 mmHg pada mata kaki biasa digunakan untuk venous
ulcer. Tekanan sebesar ini dilaporkan efektif dalam mengontrol hypertensi vena dan
mencegah pembentukan edema tungkai pada kebanyakan pasien dengan venous
disease (de Arujo et al, 2003; Kunimot, 2001b; Paquette and Falanga, 2002; Phillips,
200).
b. Peninggian tungkai (Limb elevation).
Peninggian tungkai merupakan prosedur yang sangat sederhana namun sangat
efektif dalam meningkatkan aliran balik vena dengan memanfaatkan gaya gravitasi.
Modalitas ini sangat penting bagi pasien dengan venous ulcer bahkan esensisal bagi
pasien dengan venous ulcer yang tidak dapat mentoleransi terapi kompressi. Pasien
sebaiknya dianjurkan untuk meninggikan kakinya (lebih tinggi dari jantung) selama
1-2 jam, dua kali sehari (lebh baik sebelum tidur).
Selanjutnya pasien juga dianjurkan untuk menghindari berdiri lama atau duduk
lama dengan posisi kaki menggantung (dependent). Bila harus berdiri atau duduk
lama, maka sebaiknya disertai dengan “jalan-jalan ringan”. Untuk memastikan pasien
melaksanakan modalitas ini dapat dibuatkan ‘leg-up chart’ dan dievaluasi setiap
kunjungan (Kunimot, 2001b; Wipke-Tevis and Sae-Sia, 2004).
4. Luka kanker
Berikut beberapa tindakan yang dapat dilakukan perawat untuk mengendalikan gejala
dalam perawatan luka kanker;
a. Eksudat yang berlebihan; dapat digunakan balutan yang menyerap eksudat banyak
seperti hidroselulosa (Aquacel), foam, gammge dan lainnya. Usahakan balutanyang
digunakan tidak melekat pada luka untuk menghindari perdarahan ketika membuka
balutan. Eksudat juga akan menyebabkan kulit sekitar luka lecet, untuk itu dapat
digunakan film barrier atau cream (zink cream atau metcovazin cream dll).
b. Bau tidak sedap; ditimbulkan akibat infeksi bakteri. Balutan yang dapat digunakan
adalah yang mengandung silver yang dapat mengurangi pertumbuhan bakteri, dan
efektif mengontrol bau. Charcoal dressing (Carboflex dll) juga dapat digunakan untuk
mengontrol bau. Jika bahan yang digunakan terlalu mahal maka dapat digunakan
metode alami menggunakan madu asli atau pasta gula yang dapat mencegah
pertumbuhan bakteri (6). Penggunakan aromaterapi untuk lingkungan sekitar juga
dapat membantu mengendalikan bau tidak sedap dan dapat meningkatkan
kenyamanan pasien.
c. Nyeri; disebabkan kerusakan saraf akibat kanker atau akibat dressing yang melekat
pada kulit. Obat anti nyeri/ analgetik dapat diberikan sebelum perawatan dan memilih
balutan yang tidak lengket pada luka akan membantu mengurangi nyeri pada pasien
luka kanker.
d. Perdarahan; diakibatkan oleh sel kanker yang merusak pembuluh darah kapiler.
Memilih balutan/dressing yang tidak melekat pada luka akan mengurangi resiko
perdarahan ketika membuka balutan. Selain itu juga dapat digunakan balutan yang
mengandung kalsium alginat (kaltostat, suprasorb A, seasorb dll) yang dapat
menghentikan perdarahan minor. Jika perdarahan tidak berhenti maka dapat
digunakan adrenalin dan tekan lembut pada daerah yang perdarahan.
e. Gatal; disebakan oleh kulit yang meregang dan ujung saraf yang teriritasi oleh
kanker. Dapat diberikan anti histamin, TENS machine ( membantu merangsang otak
mengeluarkan endorphin/painkiller), menggunakan lembaran hidrogel untuk
menghidrasi kulit dan krim mentol.

G. JENIS PEMBIDAIAN
1. Tindakan pertolongan sementara 
a. Dilakukan ditempat cidera sebelum ke rumah sakit 
b. Bahan untuk bidai bersifat sederhana dan apa adanya
c. Bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan meghindarkan kerusakan yang lebih
berat.
d. Bisa dilakukan oleh siapapun yang sudah mengetahui prinsip dan tehnik dasar
pembidaian 
2. Tindakan pertolongan definitif
a. Dilakukan di fasilitas layanan kesehatan, klinik / RS
b. Pembidaian dilakukan untuk proses penyembuhan fraktur /dislokasi menggunakan
alat dan bahan khusus sesuai standar pelayanan harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang sudah terlatih.
H. JENIS-JENIS BIDAI
1. Bidai keras: Merupakan bidai yang paling baik dan sempurna dalam kesdaan
darurat.kesulitannya adalah mendapatkan bahan yang mempunyai syarat dilapangan.
Contoh pada pasien fraktur tulang
2. Bidai Traksi: Bidai bentuk jadi dan berfariasi tergantung dari pembuatannya hanya
dipergunakan oleh tenaga yang terlatih khusus umumnya dipakai pada patah tulang paha.
Contoh : fraktur tulang paha.
3. Bidai improvisasi: Bidai yang cukup dibut dengan bahan cukup kuat dan ringan untuk
menopang ,pembuatannya sangat tergantung dari bahan yang tersedia dan kemampuan
improvisasi si penolong. Contoh :pasien luka kecelakaan.
4. Gendongan /belat dan bebat: Pembidaian dengan menggunakan pembalut umumnya
dipakai misalnya dan memanfaatkan tubuh penderita ebagai sarana untuk menghentikan
pergerakan daerah cidera contoh pada pasien fraktur pada tangan.

I. MACAM BIDAI
1. Mitela
a. Bahan mitela terbuat dari kain berbentuk segitiga sama kaki dengan berbagai ukuran.
Panjang kaki antara 50-100 cm.
b. Pemabalutan ini dipergunakan pada bagian kaki yang berbentuk bulat atau untuk
menggantung bagian tubuh yang cedera.
c. Pembalutan ini bisa dipakai pada cedera dikepala, bahu, dada, siku, telapak tangan
dan kaki, pinggul serta untuk menggantung lengan.
2. Dasi 
a. Pembalut ini adalah mitela yang dilipat-lipat dari satu sisi segitiga agar menjadi
beberapa lapis dan bentuk seperti pita dengan kedua ujung-ujungnya lancip dan
lebarnya antara 5-10 cm.
b. Pembalut ini bisa dipakai pada saat membalut mata, dahi rahang, ketiak, lengan, siku,
paha, serta lutut betis, dan kaki yang terkilir.
3. Pita (Gulungan)
a. Pembalut ini dapat dibuat dari kain katun, kain kasa, bahan elastic. Bahan yang paling
sering adalah dari kasa karena mudah menyerap air, darah, dan tidak mudah bergeser
(kendur).
b. Macam-macam pembalut yang digunakan adalah sebagai berikut;
- Lebar 2,5 cm : untuk jari-jari
- Lebar 5 cm : untuk leher dan pergelangan tangan.
- Lebar 7,5 cm : untuk kepala, lengan atas dan bawah, betis dan kaki.
- Lebar 10 cm : untuk paha dan sendi panggul.
- Lebar 15 cm : untuk dada, perut, punggung.

J. PROSEDUR DASAR PEMBIDAIAN


1. Persiapan penderita 
a. Menenangkan penderita ,jelaskan bahwa akan memberikan pertolongan.
b. Pemeriksaan mencari tanda fraktur /dislokasi
c. Menjelaskan prosedur tindakan yang dilakukan 
d. Meminimalkan gerakan daerah luka. Jangan menggerakkan /memindahkan korban
jika keadaan tidak mendesak.
e. Jika ada luka terbuka tangani segera luka dan pendarahan dengan menggunakan
cairan antiseptik dan tekan perdarahan dengan kassa steril
f. Jika mengalami deformitas yang berat dan adanya gangguan pada denyut nadi,
sebaiknya dilakukan telusuran pada ekstremitas yang mengalami deformitas. Proses
pelurusan harus hati-hati agar tidak memperberat.
g. Periksa kecepatan pengisian kapiler. Tekan kkuku pada ekstremitas yang cedera
dengan ekstremitas yang tidak cedera secara bersamaan. Periksa apakah
pengembalian warna merah secara bersamaan /mengalami keterlambatan pada
ekstremitas yang cedera. Jika terjadi gangguan sirkulasi segera bawa ke RS.Jika
terjadi edema pada daerah cedera ,lepaskan perhiasan yang dipakai penderita .
h. Jika ada fraktur terbuka dan tampak tulang keluar. Jangan pernah menyentuh dan
membersihkan tulang tersebut tanpa alat steril karena akan memperparah keadaan .
2. Persiapan alat 
a. Bidai dalam bentuk jadi /bidai standart yang telah dipersiapkan 
b. Bidai sederhana (panjang bidai harus melebihi panjang tulang dan sendi yang akan
dibidai) contoh :papan kayu, ranting pohon.
c. Bidai yang terbuat dari benda keras (kayu) sebaiknya dibalut dengan bahan yang
lebih lembut (kain, kassa, dsb).
d. Bahan yang digunakan sebagai pembalut pembidaian bisa berasal dari pakaian atau
bahan lainnya. Bahan yang digunakan harus bisa membalut dengan sempurna pada
ekstremitas yang dibidai namun tidak terlalu ketat karena dapat menghambat
sirkulasi.

K. TINDAKAN PELAKSANAAN PEMBIDAIAN


1. Pembidaian meliputi 2 sendi, sendi yang masuk dalam pembidaian adalah sendi dibawah
dan diatas patah tulang .Contoh :jika tungkai bawah mengalami fraktur maka bidai harus
bisa memobilisasi pergelangan kaki maupun lutut .
2. Luruskan posisi anggota gerak yang mengalami fraktur secara hati-hati dan jangan
memaksa gerakan ,jika sulit diluruskan maka pembidaian dilakukan apa adanya ‘
3. Fraktur pada tulang panjang pada tungkai dan lengan dapat dilakukan traksi,tapi jika
pasien merasakan nyeri ,krepitasi sebaiknya jangan dilakukan traksi, jika traksi berhasil
segara fiksasi,agar tidak beresiko untuk menciderai saraf atau pembuluh darah.
4. Beri bantalan empuk pada anggota gerak yang dibidai 
5. Ikatlah bidai diatas atau dibawah daerah fraktur ,jangan mengikat tepat didaerah fraktur
dan jangan terlalu ketat.

L. PRINSIP PEMBERIAN BALUT BIDAI


1. Prinsip pembalutan
a. Rapat dan rapi
b. Jangan terlalu longgar
c. Ujung jari dibiarkan terbuka untuk mengetahui funsi sirkulasi
d. Bila ada keluhan terlalu erat longgarkan
2. Prinsip pembidaian
a. Lakukan pembidaian pada tempat dimana anggota badan mengalami cedera.
b. Lakukan pembidaian pada dugaan terjadinya patah tulang.
c. Melewati minimal dua sendi yang berbatasan
d. Untuk pemasangan spalk pada saat pemasangan infuse pada bayi dan anak-anak yang
hiperaktivitas.

M. PERALATAN
1. Pembalut yang sesuai (Mitella/dasi/pita)
2. Spalk
3. Plaster
4. Kasa steril
5. Handscoon dalam bak instrument
6. Betadine dan cairan desinfektan dalam kom
7. Bengkok 
8. Korentang
9. Gunting plester.

N. KOMPLIKASI
1. Dapat menekan jaringan pembuluh darah / syaraf dibawahnya bila bidai terlalu ketat
2. Bila bidai terlalu longgar masih ada gerakan pada tulang yang patah
3. Menghambat aliran darah
4. Memperlambat transportasi penderita bila terlalu lama melakukan pembidaian
5. Bula, kegagalan flap/graf
6. Risiko perdarahan/hematima yang meningkatkan
7. Infeksi  gram negatif, infeksi Candida
8. Nyeri dan perdarahan saat penggantian balutan
9. Iritan/dermattis kontak alergi
DAFTAR PUSTAKA

Ely, A dkk.1996. Penuntun Praktikum Keterampilan Kritis III Buat Mahasiswa D-3
Keperawatan. Jakarta: Salemba.

Mancini, Mary E. 1994. Prosedur Keperawatan Darurat. Jakarta : EKG.

Mohamad, Kartono. 1991. Pertolongan Pertama. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Purwadianto, Agus. 2000. Kedaruratan medik. Jakarta : Binarupa Aksara.

Schaffer, dkk. 2000. Pencegahan Infeksi & Praktek Yg Aman. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai