Anda di halaman 1dari 10

IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 1 – Januari 2014 - ijmsbm.

org

Rasionalitas Peresepan Obat Batuk Ekspektoran Dan Antitusif Di Apotek Jati Medika Periode
Oktober-Desember 2012
Uswatun Hasanah Linnisaa, Susi Endra Wati
Poltekes Kesehatan Sukoharjo

Abstrasi: The pattern of prescribing by doctors in Indonesia are still many who do not meet the standards
of rationality treatment. This could be due to lack of knowledge about medicine and doctors due to the
limitations of the existing drug supply and availability of drugs at the pharmacy information to physicians.
This prescription rationality includes precision dosage, drug, patients, and indications. Besides the
standard rationality in the prescription, the doctor also pay less attention to the interaction of the drug to
other drugs. This study included non-experimental research carried out by collecting prescription data
obtained by reading the recipes patients suffering from cough in pharmacy Teak Medika months from
October to December 2012. Analysis of the results was done by determining whether the prescribing
pattern already meet the standards of rationality.
Keyword: Cough Expectorants, rationality Prescribing

Abstrasi: Pola peresepan oleh dokter di Indonesia masih banyak yang belum memenuhi standar
rasionalitas pengobatan. Hal ini bisa disebabkan kurangnya pengetahuan dokter tentang obat dan
disebabkan keterbatasan persediaan obat yang ada dan informasi ketersediaan obat di apotek kepada
dokter. Rasionalitas peresepan ini meliputi ketepatan dosis, obat, pasien, dan indikasi. Selain standar
rasionalitas dalam peresepan, dokter juga kurang memperhatikan interaksi obat terhadap obat lain.
Penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental dilakukan dengan mengumpulkan data
resep yang diperoleh dengan membaca resep pasien yang menderita batuk di Apotek Jati Medika bulan
Oktober-Desember 2012. Analisis hasil dilakukan dengan menentukan apakah pola peresepan sudah
memenuhi standar kerasionalan.
Kata Kunci: Obat Batuk Ekspektoran, Rasionalitas Peresepan

1.1. Latar Belakang Masalah Di banyak sistem pelayanan kesehatan, baik di


Obat berperan sangat penting dalam pelayanan negara maju maupun negara berkembang, saat
kesehatan. Penanganan dan pencegahan ini banyak dikembangkan dan dilaksanakan
berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari pedoman pelayanan termasuk pedoman
tindakan terapi dengan obat atau farmakoterapi. pengobatan dalam berbagai tingkat pelayanan.
Berbagai pilihan obat saat ini tersedia, sehingga Unit-unit pelayanan kesehatan, baik di tingkat
diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang primer, sekunder maupun tersier, membutuhkan
cermat dalam memilih obat untuk suatu suatu pedoman pengobatan yang bertujuan
penyakit. Tidak kalah penting, obat harus selalu untuk meningkatkan efektifitas, keamanan
digunakan secara benar agar memberikan maupun cost effectiviness tindakan
manfaat klinik yang optimal. farmakoterapi yang diberikan.
Terlalu banyaknya jenis obat yang tersedia Latar belakang penyebab terjadinya
ternyata juga dapat memberikan masalah masalah penggunaan obat bersifat kompleks
tersendiri dalam praktek, terutama menyangkut karena berbagai faktor ikut berperan. Ini
bagaimana memilih dan menggunakan obat mencakup faktor yang berasal dari dokter,
secara benar dan aman. Para pemberi pasien, sistem dan sarana pelayanan yang tidak
pelayanan (provider) atau khususnya para memadai, dan dari kelemahan-kelemahan
dokter (prescriber) harus selalu mengetahui regulasi yang ada. Tidak kalah pentingnya
secara rinci, obat yang dipakai dalam adalah faktor yang berasal dari promosi obat
pelayanan. Di banyak sistem pelayanan yang berlebihan dan adanya informasi yang
kesehatan, terutama di negara-negara tidak benar mengenai manfaat dan keamanan
berkembang, informasi mengenai obat maupun suatu obat. Masalah penggunaan obat tidak
pengobatan yang sampai ke para dokter semata-mata berkaitan dengan kurangnya
seringkali lebih banyak berasal dari produsen informasi dan pengetahuan dari profesional
obat. Informasi ini seringkali cenderung kesehatan (dokter, apoteker, atau tenaga
mendorong penggunaan obat yang diproduksi kesehatan lainnya) maupun pasien atau
oleh masing-masing produsennya dan kurang masyarakat, tetapi juga berkaitan dengan
objektif. kebiasaan yang sudah mendalam, dan perilaku
ISSN : 2355-1313 30
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 1 – Januari 2014 - ijmsbm.org

pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. (BPOM pada asma dan keadaan psikis (kebiasaan atau
RI, 2008) “tic”). Akhirnya batuk yang tidak sembuh-
sembuh dan batuk darah terutama pada anak-
1.2. Rumusan Masalah anak dapat pula disebabkan oleh penyakit
cacing, misalnya oleh cacing gelang.
Bagaimanakah rasionalitas peresepan obat Disamping gangguan-gangguan tersebut,
batuk jenis antitussiva dan ekspektoran di batuk bisa juga dipicu oleh stimulasi reseptor-
Apotek Jati Medika Grogol Sukoharjo selama reseptor yang terdapat di mukosa dari seluruh
bulan Oktober-Desember tahun 2012? saluran napas, (termasuk tenggorok), juga
dalam lambung. Bila reseptor ini yang peka bagi
2.1. Fisiologi Batuk zat-zat perangsang distimulir, lazimnya
timbullah refleks batuk. Saraf-saraf tertentu
Batuk adalah suatu refleks fisiologi protektif menyalurkan isyarat-isyarat ke pusat batuk di
yang bermanfaat untuk mengeluarkan dan sumsum lanjutan (medulla oblongata), yang
membersihkan saluran pernapasan dari dahak, kemudian mengkoordinir serangkaian proses
debu, zat-zat perangsang asing yang dihirup, yang menjurus ke respons batuk. Batuk yang
partikel-partikel asing dan unsur-unsur infeksi. berlarut-larut merupakan beban serius bagi
Orang sehat hampir tidak batuk sama sekali banyak penderita dan menimbulkan pelbagai
berkat mekanisme pembersihan dari bulu getar keluhan lain seperti sukar tidur, keletihan dan
di dinding bronchi, yang berfungsi inkontinensi urin.
menggerakkan dahak keluar dari paru-paru Jenis batuk dapat dibedakan menjadi 2,
menuju batang tenggorok. Cilia ini bantu yakni batuk produktif (dengan dahak) dan batuk
menghindarkan masuknya zat-zat asing ke non-produktif (kering).
saluran napas. (Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, 1.Batuk produktif merupakan suatu mekanisme
K. 2010) perlindungan dengan fungsi mengeluarkan zat-
zat asing (kuman, debu, dsb) dan dahak dari
2.2. Etiologi Batuk batang tenggorok. Batuk ini pada hakikatnya
tidak boleh ditekan oleh obat pereda.
Pada banyak gangguan saluran napas, batuk Tetapi dalam praktek seringkali batuk
merupakan gejala penting yang ditimbulkan oleh yang hebat mengganggu tidur dan meletihkan
terpicunya refleks batuk. Misalnya pada alergi pasien ataupun berbahaya, misalnya setelah
(asma), sebab-sebab mekanis (asap rokok, pembedahan. Untuk meringankan dan
debu, tumor paru), perubahan suhu yang mengurangi frekuensi batuk umumnya
mendadak dan rangsangan kimiawi (gas, bau). dilakukan terapi simtomatis dengan obat-obat
Sering kali juga disebabkan oleh peradangan batuk (antitussiva), yakni zat pelunak,
akibat infeksi virus seperti virus selesma ekspektoransia, mukolitika dan pereda batuk.
(common cold), influenza, dan cacar air di hulu 2. Batuk non-produktif bersifat “kering” tanpa
tenggorok (bronchitis, pharyngitis). Virus-virus adanya dahak, misalnya pada batuk rejan
ini dapat merusak mukosa saluran pernapasan, (pertussis, kinkhoest), atau juga karena
sehingga menciptakan “pintu masuk” untuk pengeluarannya memang tidak mungkin, seperti
infeksi sekunder oleh kuman, misalnya pada tumor. Batuk menggelitik ini tidak ada
Pneumococci dan Haemophilus. Batuk dapat manfaatnya, menjengkelkan dan seringkali
mengakibatkan menjalarnya infeksi dari suatu mengganggu tidur. Bila tidak diobati, batuk
bagian paru ke yang lain dan juga merupakan demikian akan berulang terus karena
beban tambahan pada pasien yang menderita pengeluaran udara cepat pada waktu batuk
penyakit jantung. akan kembali merangsang mukosa tenggorok
Penyebab batuk lainnya adalah dan farynx. (Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, K.
peradangan dari jaringan paru (pneumonia), 2010)
tumor dan juga akibat efek samping beberapa
obat (penghambat-ACE). Batuk juga merupakan 2.3. Obat-obat Batuk
gejala terpenting pada penyakit kanker paru. Obat-obat yang menghentikan rangsang batuk
Penyakit tuberkulosa di lain pihak, tidak selalu menurunkan frekuensi dan intensitas dorongan
harus disertai batuk, walaupun gejala ini sangat batuk dengan menekan refleks batuk akibat
penting. Selanjutnya batuk adalah gejala lazim penghambatan pusat batuk dalam batang otak
pada penyakit tifus dan pada dekompensasi dan/atau melalui blokade reseptor sensorik
jantung, terutama pada manula, begitu pula (reseptor batuk) dalam saluran bronkhus. Obat-
ISSN : 2355-1313 31
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 1 – Januari 2014 - ijmsbm.org

obat ini hanya digunakan pada rangsang batuk ini berdaya merombak dan
kering, yang melalui penghentian refleks batuk melarutkan dahak sehingga
tak ada bahaya terjadinya bendungan sekret. viskositasnya dikurangi dan
Kodein (metilmorfin) masih merupakan pengeluarannya dipermudah. Lendir
antitussiva yang paling banyak digunakan. memiliki gugus-sulfhidril (-SH) yang
Melalui esterifikasi gugus hidroksil fenolik dari saling mengikat makromolekulnya.
morfin, kerja analgetika diperlemah, sebaliknya Senyawa sistein dan mesna berdaya
kerja antitussiva tetap ada. Sejajar dengan membuka jembatan-disulfida ini.
penurunan kerja analgetika, efek samping juga Bromheksin dan ambroksol bekerja
menurun. Pada dosis lazim yang menekan dengan jalan memutuskan “serat-
rangsang batuk, kodein hanya sedikit bekerja serat” (rantai panjang) dari
menghambat proses pernafasan dan tidak mucopolysaccharida.
menyebabkan euforia. Karena itu adiksi jarang Mukolitika digunakan dengan efektif
terjadi. Sebagai efek samping dapat terjadi mual pada batuk dengan dahak yang
dan obstipasi lemah. (Mutschler. E, 1991) kental sekali, seperti pada bronchitis,
emfisema dan mucoviscidosis ( =
Antitusiva (L.tussis = batuk) digunakan untuk cystic fibrosis). Tetapi pada umunya
pengobatan batuk sebagai gejala dan dapat zat-zat ini tidak berguna bila gerakan
dibagi dalam sejumlah kelompok dengan bulu getar terganggu seperti pada
mekanisme kerja yang sangat ber-aneka ragam, perokok atau akibat infeksi.
yaitu : 4) Zat pereda : kodein, noskapin,
1) Zat pelunak batuk (emoliensia, L. dekstrometorfan dan pentoksiverin
mollis = lunak), yang memperlunak (Tuclase). Obat-obat dengan kerja
rangsangan batuk, melumas sentral ini ampuh sekali pada batuk
tenggorok agar tidak bisa kering dan kering yang menggelitik.
melunakkan mukosa yang teriritasi. 5) Antihistaminika : prometazin,
Untuk tujuan ini banyak digunakan oksomemazin, difenhidramin dan d-
sirup (Thymi dan Altheae), zat-zat klorfeniramin. Obat-obat ini sering
lendir (Infus Carrageen) dan gula- kali efektif pula berdasarkan efek
gula seperti drop (akar manis, sedatifnya dan juga dapat menekan
succus liquiritae), permen, pastilles perasaan menggelitik di tenggorrok.
hisap (memperbanyak sekresi Antihistaminika banyak digunakan
ludah), dsb. terkombinasi dengan obat-obat
2) Ekspektoransia (L. ex = keluar; batuk lain dalam bentuk sirup OTC.
pectus = dada) : minyak terbang, 6) Anastetika lokal : pentoksiverin. Obat
guaiakol, Radix Ipeca (dalam tablet / ini menghambat penerusan
pulvis Doveri) dan amonium klorida rangsangan batuk ke pusat batuk.
(dalam obat batuk hitam). Zat-zat ini
memperbanyak produksi dahak Efektifitas dari emmolliensia, ekspektoransia
(yang encer) dan dengan demikian dan mukolitika untuk meringankan batuk
mengurangi kekentalannya, menurut sejumlah peneliti masih diragukan,
sehingga mempermudah karena belum pernah dibuktikan secara objektif
pengeluarannya dengan batuk. ilmiah. Efek baik yang sering kali dihasilkan oleh
Mekanisme kerjanya adalah obat-obat ini terutama berdasarkan perasaan
merangsang reseptor-reseptor di subjektif dan diperkirakan berkat efek plasebo
mukosa lambung yang kemudian yang terkenal besar pengaruhnya pada terapi
meningkatkan kegiatan kelenjar- batuk.
sekresi dari saluran lambung-usus Penggolongan lain dari antitussiva dapat
dan sebagai refleks memperbanyak dilakukan menurut titik kerjanya, yaitu dalam
sekresi dari kelenjar yang berada di otak (SSP) atau diluar SSP, yakni zat-zat
saluran nafas. Diperkirakan bahwa sentral dan zat-zat perifer.
kegiatan ekspektoransia juga dapat
dipicu dengan meminum banyak air. 2.4. Rasionalitas Peresepan
3) Mukolitika (L.mucus = lendir, lysis =
melarutkan) : asetilsistein, mesna, Setelah pasien yang memiliki masalah klinis
bromheksin, dan ambroksol. Zat-zat dievaluasi dan diagnosisnya ditegakkan, dokter
ISSN : 2355-1313 32
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 1 – Januari 2014 - ijmsbm.org

sering kali dapat memilih metode terapi dari 4. Tanda tangan atau paraf dokter.
berbagai macam pendekatan terapeutik. 5. Nama pasien, jenis hewan, umur, serta
Beberapa pilihan yang ada meliputi obat-obatan, alamat pemilik hewan.
pembedahan, terapi psikiatrik, radiasi, terapi 6. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep
fisik, pendidikan kesehatan, konseling, yang mengandung obat yang jumlahnya
konsultasi lebih lanjut, hingga tidak dilakukan melebihi dosis maksimal. (Anief. Moh,
terapi sama sekali. Sampai sejauh ini, dari 2008)
berbagai pilihan tersebut, terapi obat adalah c) Dosis
yang paling sering dipilih. Pada sebagian besar Dosis suatu obat ialah banyaknya suatu obat
kasus, hal ini memerlukan penulisan resep. yang dapat diberikan kepada seorang pasien
Resep merupakan perintah dari peresep untuk untuk menghasilkan efek yang diharapkan
mempersiapkan atau memberikan satu terapi tergantung dari banyak faktor antara lain usia,
tertentu, biasanya obat-obatan untuk pasien berat badan, kelamin, besarnya permukaan
tertentu. badan, beratnya penyakit dan keadaan daya
a) Kriteria peresepan rasional tangkis penderita. Macam-macam dosis:
Pengobatan rasional sangat diperlukan guna 1. Dosis Terapi atau Dosis Lazim : dosis
mencapai keberhasilan sebuah pengobatan. rata-rata yang biasanya (lazim)
Kriteria pengobatan rasional mencakup enam diberikan yang dapat memberikan efek
hal sebagai berikut: yang diinginkan.
1. Tepat diagnosis. Suatu diagnosis harus
spesifik, karena merupakan perkiraan 2. Dosis Maksimum : dosis yang apabila
yang diperlukan untuk pindah ke tahap takarannya dilampaui dapat
berikutnya. mengakibatkan efek toksik.
2. Tepat indikasi. Pertimbangan yang
berkaitan dengan perlu tidaknya suatu Respon tubuh anak dan bayi terhadap obat
obat harus diberikan pada kasus tertentu. tidak dapat disamakan dengan orang dewasa.
3. Tepat jenis obat. Satu atau lebih golongan Anak terutama bayi menunjukkan kerentanan
obat akan ditentukan oleh setiap tujuan yang lebih besar terhadap obat, karena fungsi
terapi. Berhubungan dengan pemilihan hati dan ginjal belum sempurna serta sistem
kriteria kelas terapi dan jenis obat enzimnya belum berkembang secara lengkap.
berdasarkan pertimbangan manfaat, Pada waktu pasien berhadapan dengan dokter,
aman, mutu dan harga obat. seharusnya dilakukan proses konsultasi secara
4. Tepat dosis. Dosis yang diberikan harus lengkap untuk menentukan dan memperkirakan
sesuai, ditentukan terutama olek sifat diagnosis dan memberikan tindakan terapi
farmakokinetik obat pada pasien tersebut. setepat mungkin. Kerangka konsep proses
5. Tepat evaluasi. Merupakan penilaian atau konsultasi medis secara lengkap :
monitoring terhadap prosedur dari hasil 1. Pengambilan riwayat penyakit atau
pengobatan memerlukan informasi anamnesis, yaitu mencari informasi
mengenai timbulnya efek samping dan mengenai gejala dan riwayat
menentukan kapan terapi berakhir. (BPOM penyakit.
RI, 2008) 2. Pemeriksaan pasien. Pemeriksaan
fisik mencakup inspeksi, palpasi,
b) Resep auskultasi, dan perkusi. Pada
Resep merupakan dokumen legal yang beberapa keadaan mungkin
digunakan sebagai sarana komunikasi secara diperlukan pemeriksaan tambahan,
profesional dari dokter kepada penyedia obat, misalnya pemeriksaan laboratorium,
agar penyedia obat memberikan obat kepada pemeriksaan radiologis dan
pasien sesuai dengan kebutuhan medis yang sebagainya untuk mendukung
telah ditentukan oleh dokter.. Suatu resep yang penegakan diagnosis penyakit.
lengkap harus memuat: 3. Penegakan diagnosis. Berdasarkan
1. Nama, alamat dan nomor ijin praktek gejala dan tanda-tanda serta hasil
dokter, dokter gigi atau dokter hewan. pemeriksaan, diagnosis ditegakkan.
2. Tanggal penulisan resep, nama obat atau Diagnosis pasti tidak selalu dapat
kombinasi obat. ditegakkan secara langsung,
3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan sehingga diperlukan perawatan atau
resep.
ISSN : 2355-1313 33
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 1 – Januari 2014 - ijmsbm.org

pengobatan yang bersifat sementara sebagai medication error, adalah sebagai


sebelum diagnosis pasti ditegakkan. berikut :
4. Pemberian terapi. Terapi dapat 1. Memberikan obat yang salah yaitu
dilakukan dengan obat memberikan obat yang sebenarnya
(farmakoterapi), bukan obat, atau tidak diresepkan untuk pasien
kombinasi keduanya. Tergantung tersebut.
pada penyakit atau masalah yang 2. Kelebihan jumlah sediaan yang
diderita oleh pasien, terapi yang diberikan yaitu apabila sediaan yang
diperlukan mungkin istirahat total, diberikan lebih besar dari total
fisioterapi, terapi bedah, pemberian jumlah sediaan pada saat diminta
nutrisi, dan sebagainya. Jika oleh dokter. Contoh : apabila dokter
diperlukan terapi obat yang secara meminta obat untuk diberikan hanya
ilmiah telah terbukti paling pada pagi hari namun pasien juga
bermanfaat untuk kondisi menerima obat untuk digunakan
penyakitnya, paling aman dan paling pada sore hari.
ekonomis seta paling sesuai untuk 3. Kesalahan dosis atau kesalahan
pasien. kekuatan obat yaitu apabila pada
5. Pemberian informasi. Pasien atau sediaan diberikan terdapat
keluarganya perlu diberi penjelasan kesalahan jumlah dosis.
mengenai penyakit yang dideritanya 4. Kesalahan rute pemberian yaitu
serta terapi yang diperlukan. apabila obat diberikan melalui rute
Penjelasan ini akan meningkatkan yang berbeda dengan yang
kepercayaan dan ketaatan pasien seharusnya, termasuk juga sediaan
dalam menjalani pengobatan. yang diberikan pada tempat yang
(BPOM RI, 2008) salah. Contoh : obat seharusnya
diteteskan pada telinga sebelah
Penggunaan obat yang tidak tepat, tidak efektif, kanan tetapi diteteskan pada telinga
tidak aman dan juga tidak ekonomis atau yang sebelah kiri.
lebih populer, dengan istilah tidak rasional, saat 5. Kesalahan waktu pemberian yaitu
ini telah menjadi masalah tersendiri dalam apabila waktu pemberian obat
pelayanan kesehatan, baik di negara maju berbeda dari seharusnya tanpa ada
maupun negara berkembang. Masalah ini alasan yang kuat dan memberikan
dijumpai di unit-unit pelayanan kesehatan, perbedaan efek yang cukup
misalnya di rumah sakit, puskesmas, praktek signifikan.
pribadi, maupun di masyarakat luas. 6. Kesalahan bentuk sediaan yaitu
Penggunaan obat yang tidak tepat, yaitu jika apabila bentuk sediaan yang
resiko yang mungkin terjadi tidak imbang diberikan berbeda dengan yang
dengan manfaat yang diperoleh dari tindakan diminta oleh dokter. Contoh :
memberikan suatu obat. Masalah penggunaan memberikan tablet padahal yang
obat tidak semata-mata berkaitan dengan diminta adalah suspensi. (BPOM RI,
kurangnya informasi dan pengetahuan dari 2008)
profesional kesehatan (dokter, apoteker, atau
tenaga kesehatan lainnya) maupun pasien atau 2.5. Interaksi obat
masyarakat, tetapi juga berkaitan dengan
kebiasaan yang sudah mendalam, dan perilaku Interaksi obat adalah peristiwa dimana kerja
pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.  obat dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan
Untuk menjamin penggunaan obat yang bersamaan atau hampir bersamaan. Efek obat
tepat, semua profesional kesehatan harus dapat bertambah kuat atau berkurang karena
mewaspadai lima hal yang harus tepat dalam interaksi ini. Akibat yang tidak dikehendaki dari
pemberian obat yaitu : tepat pasien, tepat obat, peristiwa interaksi ini ada dua kemungkinan
tepat dosis, tepat rute pemberian, tepat waktu yakni meningkatnya efek toksik atau efek
pemberian. Dalam manajemen risiko, semua hal samping obat atau berkurangnya efek klinis
yang harus tepat ini diubah/dibalik menjadi yang diharapkan. Mekanisme interaksi dapat
kategori medication error. Beberapa masalah dibagi menjadi 3, yaitu :
dalam pemberian obat yang dikategorikan 1) Interaksi farmasetik, terjadi jika
antara dua obat yang diberikan
ISSN : 2355-1313 34
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 1 – Januari 2014 - ijmsbm.org

bersamaan tersebut terjadi mengalami metabolisme di hati


inkompabilitas atau terjadi reaksi dapat dipengaruhi oleh obat-obat ini.
langsung, yang umumnya di luar Kasus kegagalan kotrasepsi sering
tubuh dan berakibat berubahnya dilaporkan pada pasien-pasien yang
atau hilangnya efek farmakologis menggunakan kontrasepsi steroid
obat yang diberikan. Sebagai contoh dan pada saat bersamaan menjalani
: pencampuran penisilin dan pengobatan dengan rifampisin, oleh
aminoglikosida akan menyebabkan karena menurunnya kadar steroid
hilangnya efek farmakologik yang dalam darah. Interaksi dalam proses
diharapkan. ekskresi terjadi kalau ekskresi suatu
2) Interaksi farmakokinetik, terjadi jika obat (melalui ginjal) dipengaruhi oleh
perubahan efek obat terjadi dalam obat lain. Contoh yang populer
proses absorpsi, distribusi obat adalah penghambatan ekskresi
dalam tubuh, metabolisme, atau penisilin oleh probenesid, berakibat
dalam proses ekskresi di ginjal. meningkatnya kadar antibiotik dalam
Interaksi dalam proses absorpsi darah. Interaksi ini justru
terjadi jika absorpsi suatu obat dimanfaatkan untuk meningkatkan
dipenagruhi oleh obat lain. Misalnya, kadar penisilin dalam darah.
absorpsi tetrasiklin berkurang bila 3) Interaksi farmakodinamik terjadi di
diberikan bersamaan dengan logam tingkat reseptor dan mengakibatkan
berat seperti kalsium, besi, berubahnya efek salah satu obat,
magnesium atau aluminium, karena yang bersifat sinergis bila efeknya
terjadi ikatan langsung antara menguatkan, atau antagonis bila
molekul tetrasiklin dan logam-logam efeknya saling mengurangi. Sebagai
tersebut sehingga tidak dapat contoh adalah meningkatnya efek
diabsorpsi. Interaksi dalam proses toksik glikosida jantung pada
distribusi terjadi terutama bila obat- keadaan hipokalemia. Dokter harus
obat dengan ikatan protein yang selalu waspada terhadap
lebih kuat menggusur obat-obat lain kemungkinan interaksi jika
dengan ikatan protein yang lebih memberikan dua obat atau lebih
lemah dari tempat ikatannya pada bersamaan apapun mekanismenya.
protein plasma. Akibatnya kadar (BPOM RI, 2008)
obat bebas yang tergusur ini akan
lebih tinggi pada darah dengan
segala konsekuensinya, terutama 3.1. Metodologi Penelitian
terjadinya peningkatan efek toksik.
Sebagai contoh : peningkatan efek A. Waktu dan Tempat Penelitian
toksik antikoagulan warfarin atau Tempat penelitian : Apotek Jati Medika
obat hipoglikemik (tolbutamid, Grogol Sukoharjo
klorpropamid) karena pemberian B. Jenis Penelitian
bersama dengan fenilbutazon, sulfa Jenis penelitian adalah penelitian non
atau asetosal. Interaksi dalam eksperimental
proses metabolisme terjadi kalau C. Populasi dan Sampel
metabolisme suatu obat dipacu atau Bahan penelitian yang digunakan :
dihambat oleh obat lain. Ini akan 1. Populasi
mengakibatkan menurunnya atau Seluruh resep yang masuk di Apotek Jati Medika 
meningkatnya kadar obat, dengan bulan Oktober‐Desember 2012
segala akibatnya. Obat-obat yang 2. Sampel
dikenal luas, sebagai pemacu Resep yang mengandung obat batuk antitusif
metabolisme (enzyme inducer) dan ekspektoran yang masuk di Apotek Jati
termasuk rifampisin dan obat-obat Medika bulan Oktober-Desember 2012
antiepilepsi. Sedangkan obat yang D. Alat dan Bahan Penelitian
dikenal sebagai penghambat Alat yang digunakan : alat tulis dan komputer
metabolisme (enzyme inhibitor) Bahan : resep yang masuk di Apotek Jati
misalnya simetidin, INH dan Medika Grogol periode Oktober-
eritromisin. Obat-obat yang Desember 2012
ISSN : 2355-1313 35
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 1 – Januari 2014 - ijmsbm.org

E. Prosedur Kerja Penelitian


Prosedur kerja :
a. Mengumpulkan resep obat batuk
yang mengandung antitusif dan
ekspektoran periode bulan Oktober-
Desember 2012
b. Memisahkan resep yang
mengandung obat batuk antitusif dan
ekspektoran.
c. Memisahkan resep obat batuk
antitusif dan ekspektoran yang
berinteraksi dan resep yang tidak Tabel 2 : Resep Obat Batuk Antitussiva
berinteraksi.
d. Menganalisa data dengan meneliti
ketepatan dosis, obat, indikasi, Resep yang Frekuensi Prosentase
pasien dan interaksi obat. mengandung Obat %
Batuk Antitussiva
e. Menghitung prosentase resep obat
batuk antitusiva dan ekspektoran
yang berinteraksi dan resep yang Ber-interaksi 6 43 %
tidak berinteraksi

F. Analisis Hasil Tidak berinteraksi 8 57 %


Setelah resep yang masuk di Apotek Jati
Medika tersebut dengan melihat cara pola
peresepan dan dengan membandingkan antara Jumlah 14 100 %
peresepan yang rasional dengan peresepan
yang tidak rasional sehingga dapat diketahui
pola peresepan obat batuk antitusif dan
ekspektoran di Apotek Jati Medika yang
dianalisis secara deskriptif.

4.1. Hasil Dan Pembahasan


A. Hasil Penelitian
Hasil yang diperoleh dari penelitian yang
dilakukan di Apotek Jati Medika Grogol
Sukoharjo diketahui bahwa penggunaan obat
batuk ekspektoran yang banyak digunakan
adalah gliceryl guaiacolat (GG) dan antitussiva Tabel 3 : Resep Obat Batuk Ekspektoran
yang sering digunakan adalah dextrometorfan.
Dari populasi data resep obat batuk antitussiva
dan ekspektoran dapat dilihat dalam rekapitulasi Resep yang Frekuensi Prosentase
resep berikut : mengandung Obat
Batuk Ekspektoran
Tabel 1 : Rekapitulasi Resep periode Oktober-
Desember 2012
Jenis Resep Frekuen Prosent
Ber-interaksi 17 65 %
si ase %

Resep penyakit lain 1100 95 %


Tidak berinteraksi 9 35 %
Resep obat batuk Antitussiva 14 2%

Resep obat batuk Ekspektoran 26 3% Jumlah 26 100 %

Jumlah 1140 100 %

ISSN : 2355-1313 36
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 1 – Januari 2014 - ijmsbm.org

++++++ : Sangat rasional


+++++- : Rasional
++++-- : Cukup Rasional
+++--- : Kurang Rasional
++---- : Tidak Rasional
+----- : Sangat Tidak Rasional
------ : Benar-benar Tidak Rasional
Hasil yang diperoleh dari penelitian 10 resep di
atas adalah :
1. Jumlah resep yang sangat rasional : 5
Tabel 4 : Rekapitulasi Resep Obat 2. Jumlah resep yang rasional : 1
3. Jumlah resep yang cukup rasional : 1
Batuk Yang Mengandung Obat Batuk 4. Jumlah resep yang kurang rasional: 1
5. Jumlah resep yang tidak rasional : 1
Antitussiva dan Ekspektoran 6. Jumlah resep yang sangat tidak rasional :1
7. Jumlah resep benar-benar tidak rasional: 0
Resep yang
mengandung Obat Batuk Resep yang mengandung B. Pembahasan
Antitussiva Obat Batuk Ekspektoran Batuk adalah suatu refleks fisiologi protektif
yang bermanfaat untuk mengeluarkan dan
Ber-
interaksi membersihkan saluran pernapasan dari dahak,
Tidak Ber- Tidak
berinteraksi interaksi berinteraksi
debu, zat-zat perangsang asing yang dihirup,
partikel-partikel asing dan unsur-unsur infeksi.
6 Antitussiva adalah obat-obat yang
8 17 9 menghentikan rangsang batuk, menurunkan
Jumlah = 40 frekuensi dan intensitas dalam batuk dengan
menekan refleks batuk akibat penghambatan
pusat batuk dalam batang otak dan atau melalui
blokade reseptor sensorik (reseptor batuk)
dalam saluran bronchus. Ekspektoran adalah
senyawa yang mempermudah atau
mempercepat pengeluaran sekret bronchus dari
bonchus dan trakhea.
Sampel yang diperoleh adalah resep obat batuk
jenis antitussiva dan ekspektoran di Apotek Jati
Medika Grogol Sukoharjo periode bulan
Oktober-Desember 2012. Obat batuk jenis
antitussiva yang sering digunakan adalah
dekstrometorfan, sedangkan jenis ekspektoran
Tabel 5 : Kerasionalan Obat Batuk Antitussiva adalah GG. Pada bulan Oktober-Desember
merupakan musim penghujan, tidak banyak
dan Ekspektoran debu tetapi suhu udara tidak stabil sehingga
banyak orang menderita penyakit influenza
Res Ketepatan Inte yang disertai dengan gejala batuk berdahak.
ep Diagn Indik Ob Do Evalu raks
No osa asi at sis asi i Dengan demikian, hal ini mendukung kenyataan
Oba bahwa pada bulan tersebut sediaan
t ekspektoran lebih banyak digunakan daripada
1 + + + + + + sediaan antitussiva. Berikut pembahasan dari
2 - - - + - -
3 - - - + + -
beberapa sampel :
4 + + + + + +
5 + + + + + + 1. Resep untuk diagnosis batuk karena
6 + + + + + + alergi ini mengandung obat Epexol
7 - + - + + - yang berisi ambroxol dan berkhasiat
8 + + - + + - merangsang pengeluaran sekret pada
9 + + + - + +
batuk berdahak. Resep ini sudah
10 + + + + + +
memenuhi ketepatan dosis
Keterangan :
ISSN : 2355-1313 37
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 1 – Januari 2014 - ijmsbm.org

penggunaan Epexol (dewasa : terjadi kegagalan peredaran darah


3xsehari 1 tablet), tidak ada interaksi dan fungsi pernapasan sehingga
obat, jadi resep ini rasional. terjadi koma dan kematian.
2. Dalam resep ini terjadi interaksi
antara GG dan dextrometorfan. 5. Pengatasan dalam resep ini adalah
Penggunaan GG untuk sebaiknya obat yang berinteraksi
mengencerkan dahak sedangkan tidak dicampur menjadi satu, dan
dextrometorfan untuk menekan batuk, dalam mengkonsumsi diberi jangka
jadi dextrometorfan menghambat waktu 1-2 jam untuk meminimalkan
kerja GG dan dapat mengganggu interaksi yang terjadi.
pengeluaran dahak & mengganggu
pernafasan. Terjadi polyfarmasi 6. Resep ini sudah rasional karena tidak
antara GG & mucohexin untuk batuk ada interaksi obat, dan telah
berdahak, jadi dapat salah satu obat memenuhi standar kerasionalan
saja yang digunakan karena dapat resep yaitu tepat indikasi :
menyebabkan efek yang merugikan. dextrometorfan sebagai obat batuk
untuk penggunaan salbutamol dan kering disertai peradangan, ketepatan
cortidex, dexamethason, dan pasien karena resep tersebut tidak
pehachlor (Steroid) secara berlebihan terjadi kontraindikasi, ketepatan obat,
akan meningkatkan resiko dan ketepatan dosis dextrometorfan
hipokalemia (rendahnya kadar kalium (anak : 3-4 x sehari ¼-½ tablet),
dalam darah). Terjadi polyfarmasi sehingga obat ini aman dikonsumsi.
yaitu antara pehachlor, dan cortidex 7. Resep ini mengandung obat epexol
yang berkhasiat sebagai antihistamin, yang mengandung ambroxol
dalam penggunaan antihistamin berkhasiat merangsang pengeluaran
berlebihan dapat menyebabkan sekret pada batuk berdahak. Resep ini
udema karena adanya retensi natrium sudah memenuhi ketepatan dosis
dan air. Resep ini sudah memenuhi penggunaan epexol (anak 5-10 th :
ketepatan dosis penggunaan GG 3xsehari ½ tablet, jadi anak dibawah 5
(anak 2-6 th : 3xsehari ½-1 tablet), th dosis setengahnya), tidak ada
dextrometorfan (anak 2-6 tahun : 3-4 interaksi obat dalam resep untuk
kali sehari ½ tablet). pasien dengan diagnosis diare akibat
3. Penyelesaian : sediaan GG keracunan ini, jadi resep ini sudah
disendirikan tidak dicampur dalam rasional.
racikan, diminumnya 1 atau 2 jam 8. Dalam resep ini terdapat 2 jenis
setelah racikan pertama. Juga antihistamin yang digunakan yaitu
pemakaian antihistamin sebaiknya CTM dan dexametason. Selanjutnya
satu saja misalnya cortidex. tidak ada interaksi antara ambroksol
4. Dalam resep ini terdapat interaksi yang berfungsi mengencerkan dahak
antara codein dan GG. Aksi kerja dari (mukolitik). Resep ini sudah
kedua obat ini bersifat antagonis memenuhi dosis lazim ambroksol
sehingga indikasinya kurang jelas (anak : 3 x sehari ½ tablet). Maka
antara batuk kering dan berdahak, resep ini rasional, hanya dalam
sehingga sangat berbahaya bila penggunaan antihistamin sebaiknya
diberikan bersamaan dan tidak aman satu saja misalnya dexamethason.
dikonsumsi. Juga terdapat interaksi 9. Resep untuk obat batuk antitussiva ini
antara codein-tiriz (narkotika- terdapat interaksi antara
antihistamin) yang dapat dextrometorfan dengan epexol karena
mengakibatkan: mengantuk, pusing, berbeda khasiat. Dextrometorfan
hilang koordinasi otot dan memiliki khasiat menekan batuk
kewaspadaan mental sehingga berlawanan khasiatnya dengan epexol
berbahaya bagi pasien untuk yang berfungsi mengencerkan sekret
mengemudikan kendaraan atau pada batuk berdahak. Selain interaksi
melakukan pekerjaan lain yang tersebut resep ini sudah memenuhi
membutuhkan kewaspadaan ketepatan dosis yaitu : dextrometorfan
sempurna. Pada kasus yang berat, (3-4 x sehari ½ tablet) dan epexol (2-3
ISSN : 2355-1313 38
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 1 – Januari 2014 - ijmsbm.org

x sehari ½ tablet). Dalam resep ini bulan tersebut sediaan ekspektoran lebih
juga terjadi polyfarmasi penggunaan 2 banyak digunakan daripada sediaan
sediaan antihistamin yaitu histapan antitussiva
dan cortidex. 2. Obat batuk jenis antitussiva yang sering
10. Pengatasan : sediaan epexol dipisah digunakan adalah dextrometorfan,
tidak dalam satu racikan, dan sedangkan obat batuk jenis ekspektoran
penggunaan antihistamin satu saja. adalah gliseryl guaiacolat (GG)
11. Resep untuk batuk kering ini yang 3. Dari penelitian sampel resep yang diteliti,
mengandung dextrometorfan terdapat resep memenuhi ketepatan dosis dan
interaksi dengan ambroxol yang pasien, tetapi tidak tepat indikasi karena
mempunyai khasiat berlawanan yaitu terjadi interaksi khasiat yang berlawanan
mengencerkan dahak, sedangkan sehingga bisa merugikan pasien
dextrometorfan berkhasiat menekan 4. Prosentase resep obat batuk antitussiva
batuk. Dan penggunaan yang berinteraksi 15 %, antitussiva yang
dextrometorfan dan ambroxol sudah tidak berinteraksi 21 %. Sedangkan
memenuhi dosis lazim yaitu prosentase resep obat batuk ekspektoran
dextrometorfan (3-4 x sehari ½ yang berinteraksi 44 % dan yang tidak
tablet), ambroxol ( 2-3 x sehari ½ berinteraksi 20 %. Jadi peresepan di
tablet). Terjadi polyfarmasi dalam Apotek Jati Medika Grogol Sukoharjo
penggunaan antihistamin yaitu belum rasional, sebaiknya dokter lebih
cortidex dan histapan. Penggunaan memperhatikan interaksi antara masing-
antihistamin yang berlebihan dapat masing obat yang akan diresepkan
menyebabkan udema akibat retensi kepada pasien
natrium dan air dalam tubuh.
Penyelesaian : sebaiknya tidak
diberikan ambroksol untuk batuk DAFTAR PUSTAKA
kering dan penggunaan antihistamin
satu saja misalnya histapan. [1] Anief. Moh, 1993, Farmesetika, Gadjah
12. Resep untuk batuk berdahak ini Mada University Press, Yogyakarta
mengandung GG dan mucohexin yang [2] Anief. Moh, 2008, Ilmu Meracik Obat,
berfungsi mengencerkan dahak dan Gadjah Mada University Press,
merangsang pengeluaran dahak. Yogyakarta
Resep ini kurang tepat karena dosis [3] Badan Pengawas Obat Dan Makanan
terlalu kecil untuk dewasa. Yaitu dosis Republik Indonesia, 2009,
lazim GG (3-4 x sehari 2-4 tablet) dan Informatorium Obat Nasional Indonesia,
Mucohexin (3 x sehari 1 tablet). 1, 5-7, 10-11, 13-14, 16, 224-234, CV
Penggunaan cortidex sebagai Sagung Seto, Jakarta
antihistamin pada pengobatan batuk [4] Harkness. Richard, 1989, Interaksi Obat,
sudah tepat. 75, 77-79, ITB, Bandung
13. Resep ini diindikasikan untuk batuk [5] Mutschler. E, 1991, Dinamika Obat Edisi
berdahak diakibatkan flu, ambroxol Kelima, 191, 518-520, ITB, Bandung
yang terkandung dalam Epexol [6] Tjay. Tan Hoan dan Rahardja. K, 2010,
berkhasiat sebagai pengencer dahak. Obat–Obat Penting Edisi Ke Enam,
Resep ini sudah memenuhi dosis 662-668, Departemen Kesehatan RI,
Epexol yaitu 2-3 x sehari ½ tablet. Jakarta
Resep ini tidak terjadi interaksi [7] Zaman.N. dan Joenes, 1998, Ars
sehingga resep ini sudah rasional. Prescibendi Resep yang Rasional Edisi
ketiga, 135-146, Airlangga University
A. Kesimpulan Press, Surabaya
1. Pada bulan Oktober - Desember
merupakan musim penghujan, tidak
banyak debu tetapi suhu udara tidak stabil
sehingga banyak orang menderita
penyakit influenza yang disertai dengan
gejala batuk berdahak. Dengan demikian,
hal ini mendukung kenyataan bahwa pada
ISSN : 2355-1313 39

Anda mungkin juga menyukai