Anda di halaman 1dari 16

Sejarah Filsafat India

Disusun oleh

Muhammad Hendra 153140205 D/ IK


Reni Krisnawati 153140215 D / IK
Titis Norma Jahnawi 153140216 D / IK
Desi Purwasari 153140224 D / IK
Abdul Aziz 153140230 D / IK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

YOGYAKARTA

2015

SEJARAH FILSAFAT INDIA


Sejarah Filsafat India menurut Dr. S Radhakrishnan dibatasi mulai dari 2000 SM
sampai 1000 SM yang dapat dibagi menjadi 4 periode :
1. Zaman Veda ( 1500 SM sampai dengan 600 SM ).
Kedatangan bangsa Arya ke India membawa peradaban baru dimana
sebelumnya telah  berkembang peradapan Drawida, penduduk asli India.
Peradaban Arya  memiliki benih-benih pemikiran filsafat didalamnya
dalam bentuk pujian-pujian dan nyanyian-nyanyian keagamaan dan dalam
perkembanagan selanjutnya mulai ter dapat dalam Kitab Brahmana dan
Kitab Upanisad.(S. Radhakrishnan, Vol.I: 1927: 57)
2. Zaman Epos ( 600 SM sampai dengan 200 M ).
Mulai ada sistim-sistim filsafat (darsana) dan juga Kitab Ramayana dan
Mahabarata yang mengandung kepahlawanan dan hubungan antara Tuhan
dengan manusia serta sistim-sistim agama Buddha, Jaina, Siwa dan Wisnu.
(S. Radhakrishnan, Vol.I: 1927: 57).
3. Zaman Sutra ( mulai 200 M ).
Mulai berkembang pemikiran kritis rasional dalam filsafat India , dimana
Sutra-sutra itu  mulai dikomentari oleh berbagai komentator-komentator
dengan pandangan yang beragam. Muncul sistim-sistim filsafat seperti
Samkya, Yoga, Mimamsa, Vedanta, Waisesika, dan Nyaya. (S.
Radhakrishnan, Vol.I: 1927: 58)
4. Zaman Scholastik ( mulai 200 M ).
Munculnya pemikiran Scholastik bersamaan dengan Zaman Sutra-sutra
dimana para filsuf membuat sendiri pemikirannya yang satu sama lainnya
merupakan sistim-sistim yang mengandung teori yang berbelit-belit secara
sendiri-sendiri diantaranya adalah Sankara, Ramanuja Madhwa satu
semuanya saling mengoreksi dan mengkritik. Ajaran-ajaran lama
diinterprestasikan dan dikembangkan secara baru. (S. Radhakrishnan,
Vol.I: 1927: 59)

1. ZAMAN VEDA (1500 SM – 600 SM)


Merupakan Zaman pendudukan bangsa Arya di India di mana pada
zaman itu mulai menyebar kebudayaan dan kehidupan masyarakat Arya
yang secara keseluruhan ada dalam Veda dalam bentuk syair-syair atau
mantra-mantra baik dalam kitab Brahmana atau Upanisad. Pemikiran-
pemikiran yang ada di dalamnya bukan merupakan pemikiran filsafat. (S.
Radhakrshnan, Vol.I: 1927: 57).
- Zaman Veda Samhita
Kata Samhita artinya “kumpulan”, bahwa syair-syair dari Rg-Veda
dikumpulkan pada zamanbangsa Arya dan Non Arya bertemu di India. (S.
Radhakrshnan, Vol.I: 1927: 75). Manusia pada zaman ini melaksanakan
penyembahan kepada Dewa-dewa. Dewa dari kata Div artinya sinar.
Sehingga Dewa berarti terang, dikaitkan dengan segala sesuatu yang
bersifat terang seperti: matahari, bulan, bintang dan lain-lain. Kemudian
dipersonifikasikan dan disembah sebagai dewa-dewa yang berpribadi.
Kepada para dewa dipersembahkan korban-korban dan diundang
dengan mantra-mantra yang diucapkan. Adapun dewa-dewa itu
diantaranya Waruna, Indra. Dewa-dewa itu juga menguasai tata tertib alam
semesta, termasuk tata tertib kehidupan manusia. Tata tertib alam semesta
itu disebut Rta yang berarti hukum atau keadilan, sehingga Rta menjadi
Bapak dari segala sesuatu yang kemudian berkembang menjadi Dharma.
- Zaman Brahmana
Kata Brahmana berarti doa atau ucapan-ucapan sakti yang diucapkan
oleh para Brahmana. Pembagian masyarakat menjadi 4 (empat) warna
(Bhagavad-gita 4.13) yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, Sudra. Brahmana
yaitu mereka yang berpengetahuan keagamaan yang tinggi, Ksatri yaitu
para administrator pemerintahan, Waisya para petani atau pedagang dan
Sudra yaitu para pekerja kasar yang tugasnya membantu ketiga warna
yang lainnya. (Harun: 1979: 16).
Masyarakat bersifat ritualistik. Pemikiran filsafat mulai dengan
pemikiran-pemikiran yang metafisis, abstrak tapi belum sistimatis, karena
pemikiran-pemikiran filsafat masih tersebar disana sini secara tidak
teratur. Pada dasarnya mulai dicari sebab musabab yang pertama dari alam
semesta ini yang dinamakan Prajapati, Yaitu Tuhan Pencipta yang kadang
kala disebut Brahma. Brahma dari kata brh yang artinya tumbuh atau
berkembang, kemudian menjadi sabda suci, tenaga yang menjelma dalam
mantra-mantra, yang adikodrati dan asas segala kuasa dari segala sesuatu.
Hubungan manusia dan alam semesta adalah seperti makro dan
mikrokosmos, tapi belum dalam hubungan yang harmonis. Mulai
ditemukan asas pertama alam semesta adalah Brahman dan pusat hidup
manuasia adalah atman. Setelah kematian manusia akan dilahirkan
kembali yang merupakan suatu karunia.  Mulai muncul ajaran tentang
Karma dan Samsara. Pemikiran filsafat pada zaman ini sudah mulai ada
secara nyata yang akan lebih disempurnakan  lagi di zaman Upanisad.
- Zaman Upanisad
Sumber pokok dari filsafat ini terdapat pada kitab-kitab Upanisad.
Upanisad berasal dari bahasa Sankerta, Upa yang berarti dekat , ni berarti
di bawah dan Sad berarti duduk , Upanisad artinya duduk berdekatan di
bawah kaki Guru. Maksudnya adalah bahwa sikap siswa yang duduk
dihadapan Guru untuk menerima ajaran yang bersifat rahasia.
Kalau dalam zaman Brahmana pemikiran filsafat India bersifat belum
teratur maka di dalam zaman Upanisad sudah lahir dalam arti yang
sesungguhnya tapi masih belum merupakan kesatuan pemikiran yang
sistimatis dan terkoordinir. Hal ini disebabkan Upanisad karena
pemikiran-pemikiran filsafat masih tersebar yang merupakan karya dari
banyak Guru-Guru yang bekerja sendiri-sendiri sehingga belum kelihatan
suatu kesatuan organis karena kitab Upanisad adalah pemikiran
keagamaan.
Ajaran  yang bekerja sendiri-sendiri sehingga belum kelihatan suatu
kesatuan organis karena kitab Upanisad adalah pemikiran keagamaan.
Ajaran yang menonjol dalam Upanisad adalah pemikiran yang monistis
dan absolutis. Bahwa segala sesuatu yang begitu beragam ini diturunkan
dari satu asas yang merupakan realitas tertinggi. Realitas itu disebut
sebagai Brahman. Dalam Kena Upanisad dewa tertinggi adalah Brahman,
walaupun masih ada dewa-dewa lainnya yang lebih rendah. Taittirija
Upanisad mengatakan bahwa hanya ada satu dewa yaitu Brahman. Dalam
Katha Upanisad dikatakan bahwa Brahman yang transenden berada di luar
alam semesta, akan tetapi masih ada Brahman yang imanen yang ada
dalam alam semesta, bahkan dalam diri manusia.
Brahman bersifat  Saccitananda. Sat artinya ada. Hanya Brahman yang
memiliki keberadaan, Ia satu-satunya yang ada. Cit berarti kesadaran.
Bahwa Brahma bersifat rohani. Ananda artinya damai atau bahagia.
Bahwa Brahma meliputi dan mempersatukan yang ada yang hanya
merupakan kebahagiaan saja. Dengan demikian Brahman bersifat
saccitananda berarti bahwa Brahma adalah satu-satunya realitas rohani
yang bersifat mutlakdan meliputi segala yang ada dengan penuh
kebahagiaan.
Upanisad juga mengatakan bahwa hakekat manusia adalah atman.
Atman tidak boleh berbeda dengan Brahman. Brahman sebagai azaz
kosmos adalah sama dengan atman sebagai azas hidup manusia.
Dengan kata lain bahwa Atman itu adalah Brahman yang menjadi
imanen dimana yang tidak terbatas itu menjadi terbatas. Tat twam asi, Aku
adalah Engkau. Aham Brahma asmi, aku adalah Brahman. Manusia pada
hakekatnyaadalah Atman, merupakan percikan terkecil dari Brahman.
Manusia memiliki lima indra persepsi  (buddhendriya) : daya untuk
berbicara, penciun, perasa, peraba dan lima indra penggerak (karmendriya)
: daya untuk berbicara, daya untuk memegang, daya untuk berjalan, daya
untuk membuang kotoran dan daya untuk mengeluarkan benih. Kesepuluh
indra ini dibawah pengawasan Manas. Manas merupakan pusat dari indra
yang tugasnya pengamatan dan bertindak.Tanpa Manas peralantan indria-
indria tidak ada gunanaya. Diatas Manas ada Buddhi atau inteligensia, dan
yang paling diatas ada Atman yang menguasai Buddhi, Manas,
Buddhendriya dan Karmendriya. Di luar Brahman dan Atman tidak ada
sesuatu. Hanya Brahman dan Atmanlah yang nyata, di luar itu tidak ada
sesuatu yang nyata. Dunia yang tampak ini hanyalah suatu hayalan saja.
Dunia ini Maya.
Di zaman Upanisad ini juga diajarkan Karma atau perbuatan yang
berakar pada ajaran tentang Rta. Karma atau perbuatan juga mempunyai
buah perbuatan atau Karma Phala. Perbuatan baik akan berbuah baik,
perbuatan jelek akan berbuah jelek pula. Manusia kalau demikian
merupakan hasil dari perbuatannya sendiri. Karma tidak saja menguasai
kehidupan manusia yang akan dating tapi juga kehidupan manusia yang
telah lalu. Hidup manusia yang sekarang ditentukan oleh kehidupannya
yang lalu dan kehidupannya yang sekarang menentukan kehidupannya
yang akan datang.
Demikianlah manusia dilahirkan, hidup, mati dan dilahirkan kembali,
hidup mati lagi dan dilahirkan kembali, demikian seterusnya tidak ada
awal tidak ada  akhir. Kelahiran yang terus menerus seperti itu disebut
Samsara atau Punarbawa atau reinkarnasi.
Jika seseorang mati maka akunya yang halus bersama dengan
perbuatannya masih melekat. Kecenderungan-kecenderungannya yang lalu
masih menyertainya, ia masih ingin untuk melakukannya, ia diikat oleh
samsara. Membinasakan keinginan syaratnya adalah harus mengenal diri
kita yang sejati yaitu Atman yang sama dengan Brahman. Inilah
pencerahan yang sejati yang berkulminasi pada Saniasin atau Biksuka
yaitu penyangkalan diri untuk mencapai kebebasan atau Moksa.
2. ZAMAN EPOS (Tahun 600 SM-200 M)
Banyak kejadian penting yang terjadi di zaman ini yang memberikan
warna bagi perkembangan  pemikiran filsafat di India. Bangsa-bangsa luar
memasuki India sehingga segi keamanan dan politik terganggu. Banyak
orang mencari ketenangan dan perdamaian kedalam bathinnya sendiri.
Dengan demikian akhirnya pemikiran berkembang ke banyak jurusan. Ada
kelompok pemikiran yang menuju kepada pemikiran yang bersifat Theistis
seperti Upanisad-upanisad baru dan Bhagavad Gita, ada pula pemikiran
yang menolak pemikiran tentang Tuhan seperti Buddhisme dan Jainisme
serta perkembangan epos yang sangat terkenal seperti Ramayana dan
Maha Bharata memberikan pengaruh yang sangat besar dan luas kepada
perkembangan pemikir filsafat. Kedua epos ini merupakan alat untuk
menyampaikan pesan- pesan seperti kepahlawanan dan ketuhanan serta
hubungan antar manusia.
Di dalam buku Ramayana (Vaisnawa Dharma, 1984, yang ditulis oleh M
Darma) dikatakan bahwa, cerita ini ditulis oleh Valmiki terdiri dari 24.000
sloka, yang dibagi menjadi 7 Kanda yaitu:
1) Bala Kanda : Menceritakan Raja Dasaratha di Ayodya memerintah
dengan adil dan bijaksana . Dari ketiga istrinya dilahirkan 4 orang
putra. Dari Dewi Kausalya lahir Rama, dari Dewi Kekayi lahir
Bharata, dari Dewi Sumitra lahir putra kembar bernama Laksmana dan
Satrughna. Rama dan Laksmana membantu mengamankan asrama
Visvamitra dari amukan raksasa-raksasa, sampai Rama pulang dari
mengikuti sayembara di Mithila bersama istrinya Sita.
2) Ayodya Kanda : Rencana Dasaratha menyerahkan kerajaan kepada
Rama, tapi digagalkan oleh Dewi Kekayi sampai Bharata gagal
membujuk Rama untuk kembali pulang ke Ayodya.

3) Aranyaka Kanda : Rama dan Laksaman membantu para pertapa di


hutan dari gangguan rakasasa sampai bertemu dengan Jatayu yang
gagal menyelamatkan Sita dari tangan Ravana.

4) Kiskenda Kanda : Perjalanan Rama dan Laksmana, kemudian


menolong Sugriwa sampai dengan Sugriwa mengerahkan pasukan kera
untuk mencari Sita.

5) Sundara Kanda : Hanuman ke Alengka menemui Sita, kemudian ia


membakar istana Alengka dan akhirnya kembali menghadap Rama
dengan berita tentang Sita.

6) Yudha Kanda : Mulai dari pengerahan pasukan kera sampai Rama


menjadi raja di Ayodya.

7) Uttara Kanda : Menceriterakan Kusa dan Lava putra dari Rama.

Maha Bharata terdiri dari 18 Parwa yang terdiri dari 100.000 seloka
yang ditulis oleh Krsna Dvipayana Vyasa dalam waktu 3 tahun lamanya.
(V.Dharma 1984 Penerbit: Jaya M Dharma). Dalam buku (Mahabharata,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2003, tulisan Nyoman S Pendit)
dikatakan bahwa: Dalam Aswalayana Strautasutra dikatakan bahwa
Mahabharata edisi awal terdiri dari 24.000 sloka :
1) Adi Parwa : Memuat asal usul dan sejarah keturuna keluarga Kaurawa
dan Pandawa, kelahiran, watak, dan sifat Dritarasta, dan Pandu juga
anak-anak mereka; timbulnya permusuhan dan pertentangan diantara
dua saudara sepupu, yaitu Kaurawa dan Pandawa; dan berhasilnya
Pandawa memenangkan Dewi Drupadi, putri kerajaan Panchala, dalam
suatu sayembara.

2) Sabha Parwa : Upacara Rajasuya Yudistira, Sri Krsna yang


mendapatkan penghormatan tertinggi untuk dicuci kakinya oleh
Yudistria. Permainan dadu dan penelanjangan Drupadi oleh
Dursasana.

3) Aranyaka/ Wana Parwa : Kehidupan Pandawa di hutan Kamyaka


sebagai masa pembuangan karena kalah judi. Buku ini adalah buku
terpanjang; antara lain memuat episode kisah Nala dan Damayanti dan
pokok-pokok cerita Ramayana.

4) Virata Parwa : penyamaran Panca Pandawa ke kerajaan Virata yang


dipimpin oleh Prabu Matsyapati di tahun yang ketiga belas dari
pembuangannya. Perkawinan Uttari dan Abimanyu anak Arjuna.

5) Udyoga Parwa : Persiapan perang besar dimana Arjuna dan Duryudana


secara bersamaan pergi meminta kesediaan Krsna untuk membantunya
dalam perang Bharata Yuda. Pandawa mendapatkan Sri Krsna dan
Duryudana mendapatkan semua pasukan Krsna. Usaha damai gagal.
Perang tak dapat dihindari.

6) Bhisma Parwa : Arjuna ragu-ragu dan bimbang untuk berperang,


Dharma Ksatrya harus dilaksanakan oleh Arjuna sebagai kewajiban.
Nasehat Sri Krsna (Bhagavad Gita) kepada Arjuna. Penghormatan
seorang siswa kepada Guru, walaupun Guru ada dipihak musuh.
Kematian Mahasenapati Bhisma karena bertempur melawan Srikandi
yang dibantu Arjuna.
7) Drona Parwa : Kehebatan Drona sebagai Mahasenopati dengan
berbagai macam taktik dan strategi perang melawan Pandawa sampai
ia akhirnya gugur oleh Drstadyuma.

8) Karna Parwa : Karna menjadi Mahasenapati sampai akhirnya ia gugur


dipanah Arjuna.

9) Salya Parwa : Salya menjadi Mahasenapati terakhir yang kemudian


gugur dipanah oleh Yudistira. Istrinya Satyawati bunuh diri disamping
mayat suaminya. Duryudana luka berat dan akhirnya gugur.

10) Saupthika Parwa : Perbuatan tidak terpuji Aswatama pada malam hari
membunuh putra Pandawa dan Srikandi. Akhirnya Aswatama
dikalahkan oleh Arjuna.

11) Stri Parwa : Para istri menangisi para suami mereka yang gugur dalam
pertempuran. Melaksanakan Pitra Yadnya.

12) Shanti Parwa : Bhisma memberikan wejangan moral dan kewajiban


seorang raja kepada Yudistira dengan berbaring di atas panah yang
menembus seluruh badannya, agar ia mendapatkan ketenangan jiwa
dalam menghadapi kemusnahan bangsanya.

13) Anusasasana Parwa (Buku Ajaran) : Merupakan lanjutan dari ajaran-


ajaran Bisma kepada Yudistira dan berpulangnya Bisma ke sorgaloka.

14) Aswameda Parwa (Buku Upacara Aswameda) : Upacara Aswameda


dan upacara penobatan Yudistira menjadi Maharaja diraja Astina.

15) Asramawasa Parwa (Buku Pertapaan) : Drestarasta tetap menjadi raja


dilayani oleh Paandawa. Akhirnya bersama Ganandri istrinya serta
Kunti dan Sanjaya pergi kehutan untuk bertapa sampai mereka
meninggal. Bhagavan Vyasa memberikan pelajaran mengenai Dharma
seorang Raja kepada Yudistira.

16) Maussala Parwa (Buku Senjata Ganda) : Setelah 36 tahun selesainya


perang Bharata Yudha. Anak Parikesit Janamejaya bertanya pada Rsi
Vaisampayana mengenai sebab habisnya keluarga Yadu yang bermula
dari saling ejek mengejek dalam keadaan mabuk dan berakhir dengan
bunuh-bunuhan dengan menggunakan senjata gada ajaib.mulainya
jaman Kali (Kali Yuga).

17) Mahaprasthanikaparwa (Buku Perjalanan Suci) : Yudistira


menyerahkan kerajaan kepada Parikesit untuk mengadakan :
perjalanan mendaki gunung Himalaya. Satu persatu Pandawa
meninggal dalam perjalanan menaiki gunung itu dan tinggal Yudistira
dengan seekor anjingnya sampai ke puncak.

18) Svargarohana Parwa (Buku Naik ke Surga) : Bagaimana Pandawa


sampai ke pintu gerbang surga dan ujian terakhir Yudistira sebelum
masuk surga.

Dalam buku ini digambarkan konflik, adanya aksi dan reaksi, nafsu
melawan nafsu, kritik terhadap hidup dan kebiasaan, tatacara dan cita-cita
yang berubah-ubah. Dasar-dasar moral, kewajiban dan kebenaran
disampaikan secara tegas dan jelas. Buku ini telah memainkan peran
pentingdalam kehidupan manusia hamper selama lima belas abad dalam
kata-kata mutiara, persembahyangan, meditasi, drama, dan hiburan,
sumber inspirasi nyanyian, lukisan, puisi, pola hidup manusia dari lembah
Kashmir sampai Pulau Bali. (Pendit, 2003 Hal.xxi).
Dalam teori etika Barat kita mengenal empat teori etika yaitu teori
Utilitarisme,Deontologi, Teori Hak dan Teori Keutamaan. Teori Etika
Utilitarisme, dimana menurut teori ini sesuatu perbuatan adalah baik jika
membawa manfaat, baik untuk diri sendiri maupun untuk masyarakat.
Teori ini juga disebut teori konsekuensialisme atau teori teologis atau teori
tujuan. Perbuatan yang dimaksudkan baik, tetapi tidak menghasilkan apa-
apa, tidak pantas disebut baik. Teori deontologist mengatakan bahwa yang
dasar baik buruknya perbuatan adalah  kewajiban. Kita idak perlu bertanya
lebih lanjut mengenai konsekuensi dari pelaksanaan kewajiban itu.
Perbuatan yang baik tidak menjadikan perbuatan itu baik.
Perbuatan itu baik karena wajib untuk dilakukan. Teori Hak yaitu
didasarkan pada martabat setiap manusia yang pada dasarnya sama. Maka
dari itu manusia sacera individual, siapapun dia tidak dapat dikorbankan
untuk tujuan yang lain. Manusia merupakan tujuan pada dirinya sendiri.
Teori Keutamaan tidak mempermasalahkan apakah suatu perbuetan itu
adil atau jujur atau murah hati dan sebagainya, tapi apakah seseorang itu
bersikap adil ataukah jujur dan sebagainya. Seseorang adalah baik bila ia
memiliki keutamaan, atau hidup berkeutamaan. (K. Bertens, 2000,
Pengantar Etika Bisnis, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, Hal.66-77).
Dengan melihat keempat teori ini maka etika yang terkandung
dalam Ramayana atau Mahabharata adalah Etika Deontologi oleh karena
hampir sebagian besar bahwa kewajiban itu harus dilaksanakan, walaupun
menghasilkan suatu akibat yang kurang atau tidak adil, sebagai contoh
adalah bahwa janji, sumpah maupun kewajiban harus dilaksanakan apakah
akibatnya baik atau tudak baik. Seorang Ksatria harus melaksanakan
Dharma Ksatrianya atauu kewajibannya sebagai seorang ksatria, walaupun
harus membunuh gurunya sendiri atau kakeknya sendiri. (N. Pendit,
2003).
3. ZAMAN SUTRA-SUTRA (Tahun 200 M)
Weda di zaman Epos dianggap sebagai ilmu yang kuno diperlukan
pengetahuan bahasa untuk dapat mengerti dengan baik isinya. Disamping
itu bahasa Sansekerta cukup sulit umtuk dipahami karena ditulis dalam
huruf Dewanagari, sehingga tradisi lisan dalam menjelaskan Weda
(Wedangga)perlu ditulis dalam bentuk proposa yang disusun secsrs
singkat sebagai buku pegangan yang mudah dimengerti dan dipergunakan
yang disebut Sutra. Oleh karena itu masing-masing pemikiran filsafat
menciptakan Sutranya sendiri.
Sutra ini dalam bentuk tulisan-tulisan filosofiyang singkat sebagai
suatu kesimpulan sehingga sutra ini sulit ditangkap tanpa adanya
komentar-komentar, yang pada akhirnya justru komentar-komentar itu
yang lebih penting  dari sutra itu sendiri. Mulai muncul pemikiran-
pemikiran fisafat yang kritis dalam memecahkan problem-problem filsafat
yang ada. Munculnya enam pemikiran filsafatyang disebut sebagai Sad
Dharsana (Nyaya, Vaisesika, Yoga, Purwa Mimamsa, Wedanta), tidak
dapat ditentukan mana yang belakangan, karena terjadinya pemikiran
silang yang saling mempengaruhi yang satu dengan yang lainnya. Yoga
menerima Samkhaya, Vaisesika memperkenelkan Nyaya dan Vaisesika,
sebaliknya Nyaya mengacu Vedanta dan Samkhya serta Purwa Mimamsa
secara langsung atau tidak langsung mendahului yang lain-lain. Tapi Prof.
Garbe menganggap Nyaya adalah yang tertua. (S. Radhakrshnan, Vol. II:
1927: 58).

4. ZAMAN SCHOLASTIC (Tahun 200 M)


Zaman scholastic ini sukar sekali dipisahkan dengan zaman sutra-
sutra di atas karena periodenya sama. (S. Radhakrshnan, Vol. II: 1927:
59). Scholastic yang dimaksud adalah zaman sekolah-sekolah pemikiran
yang dalam bahasa Sanskerta disebut Acharya. Pemikiran Buddha dan
perkembangannya juga mendorong munculnya zaman ini, karena pemikir-
pemikir filsafat India yang berdasarkan Veda mulai menentang dogmatism
dan tradisi dengan menafsirkan ulang tradisi-tradisi mempergunakan akal
budhi dan logika berfikir. Munculnya para pemikir yang mendirikan aliran
pemikiran sendiri-sendiri, bahkan antara satu pemikran yang satu dengan
yang lain satu sama yang lainnya ada yang saling bertentangan. (S.
Radhakrshnan, Vol. II: 1927: 17).
Disamping pemikir-pemikir yang bersifat spekulatif juga muncul
pada zaman ini dan Sad Darsana seperti Nyaya dari Gautama, Waisesika
dari Kanada, Samkya dari Kapila, Yoga dari Patanjali, Mimamsa dari
Jaimini, dan Vedanta dari Badarayana dimana semua sistim Brahmana ini
menerima semua otoritas Veda. (S. Radhakrshnan, Vol. II: 1927: 19),
sehingga secara garis besar dapat dikatakan bahwa pemikiran filsafat di
India dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu Kelompok Astika
(orthodox) dan Kelompok Nastika (heterodhox). Kelompok Astika adalah
kelompok filsafat yang mengakui otoritas Veda. Filsafat Sad Darsana
masuk dalam kelompok ini dan kelompok Nastika kelompok yang tidak
mengakui otoritas Veda seperti Biddhisme, Jainisme, dan Carwaka.
Perkembangan pemikiran filsafat Vedanta kemudian
dikembangkan terus dalam perguruan-perguruan atau acharya-acharya
seperti : Sankara, Ramanuja, Madhva adalah tiga tokoh besar zaman ini
yang mencoba menginterprestasi ulang ajaran-ajaran kuno, sehingga
memberikan suatu suasana baru dalam pemikiran filsafat di India. (S.
Radhakrshnan, Vol. I: 1927: 59). Muncul perguruan-perguruan filsafat
yang disebut acharya-acharya sehingga masing-masing tokoh ini memiliki
perguruan sendiri. Maka perguruan itu antara lain Sankaracharya,
Ramanujacharya, Madhvacharya, Sri chaitanya dan lain-lain. Acharya
memiliki seorang Guru, kemudian sang guru kalau sudah memandang
bahwa murid-muridnya telah memiliki kemampuan sebagai seorang Guru
maka murid-muridnya akan diangkat Guru demikian seterusnya sehingga
ada suatu ga,ris perguruan yang disebut sebagai Parampara.
Dalam abad 19 dan 20 filsafat India khususnya Vedanta dan Yoga
mulai menyebar ke Eropa dan Amerika dibawa para oleh para
cendekiawan India yang telah mendapatkan pendidikan Barat, namun tetap
berpegang pada pemikiran dan budaya India, yang sudah mendapatkan
suatu darah baru dan semangat baru, sehingga penyampaian pemikiran
mereka dikagumi di Eropah dan Amerika. Tokoh-tokoh yang taka sing
lagi seperti Ramakrsna, Swami Vivekananda, Aurobindo, Sarvepalli,
Radhakrshnan, Prabhuphada, banyak mendapat murid dan pengikut dan
bahkan banyak orang Barat muridnya, yang sudah sampai tahapan seorang
guru. Bahkan di zaman modern dewasa ini pemikran dan filsafat India
perlu dipadukan dengan filsafat Barat untuk dapat memberikan suatu
pemahaman baru tentang hubungan kita antar sesama dan hubungan kita
dengan alam, yang dewasa ini sedang membutuhkan perlakuan kita yang
lebih arif.
Secara ringkas Pemikiran India yang mempengaruhi Manusia India
dalam kehidupannya di masyarakat sampai saat ini adalah semangat
Isavasya (Isa-Upanisad Mantra I) yang hidup dengan kebutuhan
seperlunya yang berarti tidak serakah atau berlebihan tapi tetap berfikir
tinggi (high thinking), Vamasrama Dharma (S. Radhakrshnan. Vol.I:
1927: 132) yang artinya bahwa kwalitas manusia dalam masyarakat
terbagi dalam empat kwalitas yaitu Brahmana atau mereka yang ahli
dalam bidang spiritual, Ksatria yaitu mereka yang memiliki kwalitas
administrator, Waisya yaitu mereka yang memiliki kwalitas pedagang atau
pertanian dan Sudra yaitu yang tidak memiliki ketiga kwalitas
sebelumnya, yang bertugas untuk membantu mereka.
Mengenai keterbatasan umur manusia di dunia ini Veda telah
membuat periodesasi kehidupan manusia dalam empat periode yaitu
Brahmacari yaitu masa belajar yang ketat dimana seseorang akan hidup
membujang dalam periode ini, Grhasta yaitu periode hidup berkeluarga
dimana satu-satunya keabsyahan dalam hubungan seksual dengan tujuan
reproduksi, Wanaprasta yaitu periode dimana seseorang mengakhiri
kehidupan Grhasta untuk masuk dalam kehidupan dimana kerohanian
diperdalam lagi karena sudah dianggap mampu melewati periode Grhasta
dimana saat ini sudah punya waktu senggang untuk mendalaminya, ini
mirip dengan memasuki masa pension di dalam kehidupan kita dewasa ini,
Biksuka yaitu periode dimana seseorang membebaskan diri dari keterikan
duniawi untuk menuju ke tujuan akhir manusia berupa pembebasan atau
Moksa.
Catur Yoga/ Marga (Agama-agama manusia, Huston Smith, 1985
terj. 42-71) yaitu jalan-jalan yang dapat ditempuh oleh manusia untuk
menuju ke tujuan akhir manusia berupa pembebasan atau Moksa. Hal ini
juga mengandaikan bahwa kemampuan manusia terbatas dan disamping
terbatas juga memiliki kecenderungan-kecenderungan specialisasi pada
bidang- bidang aktifitas tertentu yang menurutnya cocok. Masing-masing
bidang ini merupakan bidang yang dihargai secara setara dengan bidang-
bidang aktifitas yang lainnya, yang dapat dijadiakan sebagai bidang
aktifitas yang akan digelutinya untuk sampai pada tujuan hidup terakhir
yaitu pembebasan atau Moksa itu. Bidang aktifitas Jnana yaitu menggeluti
ilmu pengetahuan sebagai bidang aktifitasnya untuk mencapai
pembebasan, Bhakti yaitu cinta kasih dengan menyerahkan diri secara
tulus mengabdi pada Tuhan, Karma yaitu menggeluti bidang sebagai
seorang pekerja untuk sampai pada pembebasan dan Yoga yaitu dengan
menggeluti bidang meditasi dan self realization sebagai usaha untuk
mencapai pembebasan. Tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah,
karena jalan manapun yang ditempuh seseorang secara professional akan
sampai kepada pembebasan itu sendiri, seperti ungkapan banyak jalan lain
menuju Roma.
Pemikiran filsafat India merupakan pemikiran filsafat yang klasik
dan kuno, oleh karena sudah ada sejak abad 4 atau 5 SM, yang bersamaan
munculnya dengan filsafat Yunani dan filsafat Cina. Yang menarik adalah
bahwa sampai saat ini pemikiran ini masih ada dan masih dapat
menyumbangkan pemikiran yang relevan pada zaman modern dewasa ini.
Pluralitas budaya dan agama di dunia ini, sering dijadikan alat perjuangan
politik yang telah memberikan yang telah memberikan tambahan pada
ketegangan dunia dewasa ini. Pemikiran atau filsafat India dapat
mendamaikan ketegangan dan konflik terbuka antar budaya dan agama
tersebut dengan butir-butir pemikirannya yang menghormati perbedaan,
yang merupakan landasan dasar dari semangat demokratis yang sudah
membudaya dalam keragaman pemikiran filsafat di India. Perbedaan yang
ada bukan untuk dipertentangkan tapi untuk saling melengkapi.
DAFTAR PUSTAKA

Prabhupada,  A C Bhaktivedanta Swami. 1983. Kesempurnaan Yoga.


Jakarta: PT. Pustaka Bhaktivedanta.
Radhakrshnan, Sarvepalli. 1927. Indian Philophy Vol. I. London: George
Allen & Unwin Ltd.
Radhakrshnan, Sarvepalli. 1927. Indian Philophy Vol. II. London: George
Allen & Unwin Ltd.

Anda mungkin juga menyukai