Anda di halaman 1dari 6

Nama : Selfi Indah Saputri

NPM : 1919002043

Prodi : Kebidanan Program Sarjana

MK : Farmakologi Kebidanan

Semester : 2 ( Dua )

Dosen Pengampu : Retno Wahyuni, S.Tr.Keb,.M.Tr.Keb

URUTAN FARMOKINETIKA OBAT

Kerja suatu obat merupakan hasil dari banyak sekali proses dan kebanyakan proses
sangatrumit. Umumnya ini didasari suatu rangkaian reaksi yang dibagi dalam tiga qwfase:

1. Fase farmaseutik;
2. Fase farmakokinetik; dan
3. Fase farmakodinamik.

Farmakokinetik dapat didefinisikan sebagai setiap proses yang dilakukan tubuh terhadap
obat,yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Dalam arti sempit, farmakokinetik
khususnyamempelajari perubahan-perubahan konsentrasi dari obat dan metabolitnya da dalam
darah dan jarigan sebagai fungsi dari waktu.

Dalam fase farmakokinetik termasuk bagian proses invasi dan proses eliminasi (evasi). Yang
dimaksud dengan invasi ialah proses-proses yang berlangsung pada pengambilan suatu bahan
obatke dalam organisme (absorpsi, distribusi), sedangkan eliminasi merupakan proses-proses
yang menyebabkan penurunan konsentrasi obat dalam organisme (metabolisme, ekskresi). Lihat
gambar.
1. Absorpsi

  Umumnya penyerapan obat dari usus ke dalam sirkulasi berlangsung melalui filtrasi,
difusi, atautransport aktif. Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke
dalam darah. Bergantungpada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna
(mulut sampai denganrectum), kulit, paru, otot, dan lain-lain.

Pemakaian topikal.

Contoh pemakaian topikal, selain pengobatan lokal pada penyakit kulit,dapat disebutkan
juga pemberian oral adsorbansia atau adstringensia, pemakaian bronkholitikadalam bentuk
aerosol, penyuntikan anestetika lokal ke dalam jaringan dan pemakaian lokalsitostatika ke dalam
kandung kemih. Keuntungannya pemakaian obat pada kulit ialah umumnya dosis lebih rendah
sedangkankeburukannya ialah bahaya alergi yang umumnya lebih besar.

 Pemakaian parenteral.

Penyuntikan intravasal (kebanyakan intravena) termasuk juga infuseditandai oleh:

a. Dapat diatur dosis yang tepat dan ketersediaan hayati umumnya sebesar 100%. Hanya
dalam hal-halkhusus terjadi adsorpsi sebagian bahan obat pada peralatan infuse dank
arena itu mengakibatkanpenurunan ketersediaan hayati.
b. Akibat pengenceran yang cepat dalam darah dan akibat kapasitas daparnya yang besar
makapersyaratan larutan yang menyangkut isotoni dan isohidri lebih rendah
dibandingkan denganpenyuntikan subkutan.
c. Bahan obat mencapai tempat kerja dengan sangat cepat.

  Oleh karena itu bentuk pemakaian ini terutama dipakai jika faktor waktu yang sangat
penting, misalnyadalam keadaan darurat serta pada pembiusan intravena. Keburukannya, jika
dibandingkan dengan cara pemberian lain, selain biaya tinggi dan bebanpasien (ketakutan akan
penyuntikan) juga risiko yang tinggi.

 Pemakaian oral.

Obat-obat paling sering diberikan secara oral karena bentuk obat yang cocokdapat relatif
mudah diproduksi dan di samping itu, kebanyakan pasien lebih menyukai pemakaianini. Akan
tetapi pemakaian obat secara oral dihindari untuk bahan obat yang sukar diabsorpsimelalui
saluran cerna (strofantin dan tubokurarin) atau iritasi mukosa lambung. Untuk kasus
terakhirdibutuhkan pembuatan bentuk obat dengan penyalut yang tahan terhadap cairan
lambung.
 Pemakaian rektal.

Pemakaian rektal tetap terbatas pada kasus-kasus yang tidak mutlakdiperlukan kadar
dalam darah tertentu dan juga tidak terdapat keadaan darurat. Hal ini disebabkanoleh kuosien
absorpsi sangat berbeda dan kebanyakan juga sangat rendah.

 Karena itu, suppositoria yang mengandung antibiotika ditolak, sebaliknya pemakaian


rektalanalgetika dan antipiretika pada bayi dan anak-anak kecil bermanfaat. Di samping itu, pada
pasienyang cenderung muntah atau lambungnya terganggu, lebih disukai pemakaian rektal
sejauh tidakdibutuhkan pemberian parenteral.

2. Distribusi

  Apabila obat mencapai pembuluh darah, obat akan ditranspor lebih lanjut bersama aliran
darahdalam sistem sirkulasi. Akibat landaian konsentrasi darah terhadap jaringan, bahan obat
mencobauntuk meninggalkan pembuluh darah dan terdistribusi dalam organisme keseluruhan.
Penetrasi daripembuluh darah ke dalam jaringan dan dengan demikian distribusinya, seperti
halnya absorpsi,bergantung pada banyak peubah. Berdasarkan fungsinya, organisme dapat dibagi
dalam ruang distribusi yang berbeda(kompartemen):

a. Ruang intrasel dan 

b. Ruang ekstrasel.

Dalam ruang intrasel (sekitar 75% dari bobot badan) termasuk cairan intrasel dan komponen
selyang padat. Ruang ektrasel (sekitar 22% dari bobot badan) dibagi lagi atas:

Sering kali distribusi obat tidak merata akibat beberapa gangguan, yaitu adanya
rintangan,misalnya rintangan darah-otak (cerebro-spinal barrier), terikatnya obat pada protein
darah atau jaringan dan lemak. Dalam darah, obat akan diikat oleh protein plasma dengan
berbagai ikatan lemah (ikatanhidrofobik, van der Waals, hidrogen, dan ionic). Ada beberapa
macam protein plasma:
a. Albumin : mengikat obat-obat asam dan obat-obat netral (misalnya steroid) serta bilirubin
dan asam-asam lemak.
b. Glikoprotein : mengikat obat-obat biasa.
c. CBG (corticosteroid-binding globulin) : khusus mengikat kortikosteroid.
d. SSBG (sex steroid-binding globulin) : khusus mengikat hormon kelamin.

Obat yang terikat pada protein plasma akan dibawa oleh darah ke seluruh tubuh. Kompleksobat-
protein terdisosiasi dengan sangat cepat (t½ ~ a20 milidetik).

Obat bebas akan keluar ke jaringan (dengan cara yang sama seperti cara masuknya) ke


tempat kerja obat, ke jaringan tempatdepotnya, ke hati (di mana obat mengalami metabolisme
menjadi metabolit yang dikeluarkanmelalui empedu atau masuk kembali ke darah) dan ke ginjal
(di mana obat/metabolitnya diekskresike dalam urin).

 Di jaringan, obat yang larut air akan tetap berada di luar sel (di cairan usus) sedangkan obatyang
larut lemak akan berdifusi melintasi membran sel dan masuk ke dalam sel tetapi
karenaperbedaan pH di dalam sel (pH = 7) dan di luar sel (pH = 7,4), maka obat-obat asam lebih
banyak diluar sel dan obat-obat basa lebih banyak da dalam sel.

Proses distribusi khusus yang harus dipertimbangkan ialah saluran cerna. Senyawa
yangdiekskresi dengan empedu ke dalam usus 12 jari, sebagian atau seluruhnya dapat
direabsorpsi dalambagian usus yang lebih dalam (sirkulasi enterohepatik). Telah dibuktikan
penetrasi senyawa basa daridarah ka dalam lambung. Juga bahan ini sebagian direabsorpsi dalam
usus halus (sirkulasienterogaster).

Satu segi khusus dari cara mempengaruhi distribusi ialah yang disebut pengarahan obat
(drugtargetting), artinya membawa bahan obat terarah kepada tempat kerja yang diinginkan.
Efeksamping sering terjadi justru karena bahan obat selain bereaksi dengan struktur tubuh
yangdiinginkan, ia bereaksi juga dengan struktur yang lain. Pengarahan obat merangsang suatu
sistempembawa yang sesuai yang memungkinkan satu transport yang selektif ke dalam jaringan
yangdituju dan dengan demikian memungkinkan kekhasan kerja yang diinginkan.

  Sebagai pembawa yang mungkin ialah makromolekul tubuh sendiri maupun


makromolekulsintetik atau sel-sel tubuh misalnya eritrosit. Contoh yang sangat menarik ialah
pengikatan kovalensitostatika kepada antibodi antitumor. Walaupun keberhasilan praktis dengan
sistem demikiansampai sekarang malah mengecewakan, tetapi harapan berkembang bahwa
melalui penambahanantibodi monoklon yang makin banyak tersedia, maka keefektifan dapat
diperbaiki.

3. Metabolisme

Pada dasarnya setiap obat merupakan zat asing bagi tubuh yang tidak diinginkan karena
obatdapat merusak sel dan mengganggu fungsinya. Oleh karena itu, tubuh akan berupaya
merombak zatasing ini menjadi metabolit yang tidak aktif lagi dan sekaligus bersifat lebih
hidrofil agarmemudahkan proses ekskresinya oleh ginjal.

Biotransformasi terjadi terutama di dalam hati dan hanya dalam jumlah yang sangat
rendahterjadi dalam organ lain (misalnya dalam usus, ginjal, paru-paru, limpa, otot, kulit, atau
dalam darah.

  Obat yang telah diserap usus ke dalam sirkulasi, lalu diangkut melalui sistem pembuluh
darah (vena portae), yang merupakan suplai darah utama dari daerah lambung-usus ke hati.
Denganpemberian sublingual, intrapulmonal, transkutan, parenteral, atau rektal (sebagian),
sistem porta inidan hati akan dapat dihindari. Dalam hati dan sebelumnya juga di saluran
lambung-usus seluruhatau sebagian obat mengalami perubahan kimiawi secara enzimatis dan
apda umumnya hasilperubahannya (metabolit) menjadi tidak atau kurang aktif lagi. Maka proses
ini disebut prosesdetoksifikasi atau bio-inaktivasi. Ada pula obat yang khasiat farmakologinya
justru diperkuat (bio-aktivasi), oleh karenanya reaksi-reaksi metabolisme dalam hati dan
beberapa organ lain lebih tepatdisebut bio-transformasi.

Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut lemak) menjadi polar(larut
air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau empedu. Dengan perubahan ini, obat aktifumumnya
diubah menjadi inaktif tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif (jika asalnya prodrug), kurang
aktif, atau menjadi toksik.

Reaski metabolisme terdiri dari reaksi fase I dan reaksi fase II. Reaksi fase I terdiri dari
oksidasi,reduksi, dan hidrolisis, yang mengubah oabt menjadi lebih polar dengan akibat menjadi
inaktif, lebihaktif, atau kurang aktif. Sedangkan reaksi fase II merupakan reaksi konyugasi
dengan substratendogen: asam glukuronat, asam sulfat, asam asetat, atau asam amino, dan
hasilnya menjadi sangatpolar. Dengan demikian hampir selalu tidak aktif. Obat dapat mengalami
reaksi fase I saja atau reaksifase II saja, atau reaksi fase I dan diikuti dengan reaksi fase II. Pada
reaksi fase I, obat dibubuhi guguspolar seperti gugus hidroksil, gugus amino, karboksil,
sulfhidril, dan sebagainya untuk dapat bereaksidengan substrat endogen pada reaksi fase II.
Karena itu, obat yang sudah mempunyai gugus-gugustersebut dapat langsung bereaksi dengan
substrat endogen (reaksi fase II). Hasil reaksi fase I dapat juga sudah cukup polar untuk
langsung diekskresi lewat ginjal tanpa harus melalui reaksi fase II lebihdulu.

Reaksi metabolisme yang terpenting adalah oksidasi oleh enzim cytochrome P450 (CYP)
yangdisebut juga enzim mono-oksigenase atau MFO (mixed-function oxidase) dalam
endoplasmicreticulum (mikrosom) hati.

4. Ekskresi

  Seperti halnya metabolisme, ekskresi suatu obat dan metabolitnya menyebabkan


penurunankonsentrasi bahan berkhasiat dalam tubuh. Ekskresi dapat terjadi bergantung kepada
sifatfisikokimia (bobot molekul, hatga pKa, kelarutan, tekanan uap) senyawa yang diekskresi.
Pengeluaran obat atau metabolitnya dari tubuh terutama dilakukan oleh ginjal melalui air
senidisebut ekskresi. Selain itu ada pula beberapa cara lain, yaitu:

a. Kulit, bersama keringat, misalnya paraldehida dan bromida (sebagian).


b. Paru-paru, melalui pernapasan, biasanya hanya zat-zat terbang, seperti alkohol, paraldehida,
dananastetika (kloroform, halotan, siklopropan).
c. Empedu, ada obat yang dikeluarkan secara aktif oleh hati dengan empedu, misalnya
 Fenolftalein (pencahar).
 
Ekskresi melalui ginjal melibatkan tiga proses, yakni filtrasi glomerulus, sekresi aktif di
tubulusproksimal, dan reabsorpsi pasif di sepanjang tubulus. Fungsi ginjal mengalami
kematangan pada usia6-12 bulan dan setelah dewasa menurun 1% per tahun.
 
Filtrasi glomerulus menghasilkan ultrafiltrat, yakni plasma minus protein. Jadi semua obat
akankeluar dalam ultrafiltrat sedangkan yang terikat protein tetap tinggal dalam darah.
 
Sekresi aktif  dari dalam darah ke lumen tubulus proksimal terjadi melalui transporter membrane
P-glikoprotein (P-gp) dan MRP (multidrug-resistance protein) yang terdapat di membran sel
epiteldengan selektivitas berbeda, yakni MRP untuk anion organik dan konyugat dan P-gp untuk
kationorganik dan zat netral. Dengan demikian terjadi kompetisi antara asam-asam organik
maupun antarabasa-basa organik untuk disekresi.
 
Reabsorpsi pasif terjadi di sepanjang tubulus untuk bentuk nonion obat yang larut lemak.
Olehkarena derajat ionisasi bergantung pada pH larutan, maka hal ini dimanfaatkan untuk
mempercepatekskresi ginjal pada keracunan suatu obat asam atau obat basa.

 Ekskresi melalui ginjal akan berkurang jika terdapat gangguan fungsi ginjal. Lain halnya
denganpengurangan fungsi hati yang tidak dapat dihitung, pengurangan fungsi ginjal dapat
dihitungberdasarkan pengurangan kreatinin. Dengan demikian, pengurangan dosis obat pada
gangguanginjal dapat dihitung.

Anda mungkin juga menyukai