Anda di halaman 1dari 9

KONSEP MEDIS

1. Pengertian
HIV adalah virus yang melemahkan sistem kekebalan tubuh. Sedangkan
AIDS (Acquired ImmunoDeficiency Syndrom) adalah kumpulan gejala penyakit
akibat menurunnya kekebalan tubuh yng bersifat diperoleh (bukan bawaan)
(Kusmiran, 2011 dalam Kurniawati, 2018)
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah jenis virus yang tergolong
familia retrovirus, sel-sel darah putih yang diserang oleh HIV pada penderita yang
terinfeksi adalah sel-sel limfosit T (CD4) yang berfungsi dalam sistem imun
(kekebalan) tubuh. HIV memperbanyak diri dalam sel limfoit yang diinfeksinya
dan merusak sel-sel tersebut sehingga mengakibatkan sistem imun terganggu dan
daya tahan tubuh berangsur-angsur menurun (Daili, 2009 dalam Nurizya, 2018)

2. Etiologi
Menurut Rahman, dkk. 2019 sindrom immunodefisiensi didapat pediatrik
(AIDS) disebabkan oleh virus immunodefisiensi manusia / Human
Immunodeficiency virus (HIV) tipe 1 (HIV-1) yang melekat dan memasuki
limfosit T helper CD4+ , yang juga ditemukan dalam jumlah yang lebih rendah
pada monosit dan makrofag.
Resiko HIV utama pada anak-anak yaitu:
a. Air susu ibu yang merupakan sarana transmisi
b. Pemakaian obat oleh ibunya
c. Pasangan sexual dari ibunya yang memakai obat intravena
d. Daerah asal ibunya yang tingkat infeksi HIV nya tinggi

3. Manifestasi Klinis
Menurut Dela Nuriztya (2018) Masa inkubasi 6 bulan sampai 5 tahun,
Window period selama 6-8 minggu adalah waktu saat tubuh sudah terinfeksi HIV
tetapi belum terdeteksi oleh pemeriksaan laboratorium, seorang dengan HIV dapat
bertahan sampai dengan 5 tahun, jika tidak diobati maka penyakit ini akan
bermanifestasi sebagai AIDS, Gejala klinis muncul sebagai penyakit yang tidak
khas seperti :
1) Diare,
2) Kandidiasis mulut yang luas,
3) Pneumonia interstisialislimfositik,
4) Ensefalopati kronik.

Ada beberapa gejala dan tanda mayor (menurut WHO) antara lain:

1) kehilangan berat badan (BB) > 10%,


2) Diare Kronik > 1 bulan,
3) Demam > 1 bulan.
Sedangkan tanda minornya adalah :
1) Batuk menetap > 1 bulan,
2) Dermatitis pruritis (gatal),
3) Herpes Zoster berulang,
4) Kandidiasis orofaring,
5) Herpes simpleks yang meluas dan berat
6) Limfadenopati yang meluas.
Tanda lainnya adalah :Sarkoma Kaposi yang meluas, Meningitis
kriptokokal.
Gejala AIDS timbul 5-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Beberapa orang tidak
mengalami gejala saat terinfeksi pertama kali.Sementara yang lainnya mengalami
gejala-gejala seperti flu, termasuk demam, kehilangan nafsu makan, berat badan
turun, lemah dan pembengkakan saluran getah bening.Gejala-gejala tersebut
biasanya menghilang dalam seminggu sampai sebulan, dan virus tetap ada dalam
kondisi tidak aktif (dormant) selama beberapa tahun. Namun, virus tersebut secara
terus menerus melemahkan sistem kekebalan, menyebabkan orang yang terinfeksi
semakin tidak dapat bertahan terhadap infeksi-infeksi oportunistik.
4. Patofisiologis
Menurut Rahman, dkk. 2019 HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan
antigen permukaan CD4, yang bekerja sebagai reseptor viral.Subset limfosit ini, yang
mencakup limfosit penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas
imun, juga meperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan
penyakit.Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4.
HIV secara istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang
bekerja sebagai reseptor viral.Subset limfosit ini, yang mencakup linfosit penolong
dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga memperlihatkan
pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi
HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4 ini tidak pasti, meskipun kemungkinan
mencakup infeksi litik sel CD4 itu sendiri; induksi apoptosis melalui antigen viral, yang
dapat bekerja sebagai superantigen; penghancuran sel yang terinfeksi melalui mekanisme
imun antiviral penjamu dan kematian atau disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius
pada timus dan kelenjar getah bening. HIV dapat menginfeksi jenis sel selain limfosit.
Infeksi HIV pada monosit, tidak seperti infeksi pada limfosit CD4, tidak menyebabkan
kematian sel. Monosit yang terinfeksi dapat berperang sebagai reservoir virus laten tetapi
tidak dapat diinduksi, dan dapat membawa virus ke organ, terutama otak, dan menetap di
otak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan asam nukleat viral pada sel-sel kromafin
mukosa usus, epitel glomerular dan tubular dan astroglia.Pada jaringan janin, pemulihan
virus yang paling konsisten adalah dari otak, hati, dan paru. Patologi terkait HIV
melibatkan banyak organ, meskipun sering sulit untuk mengetahui apakah kerusakan
terutama disebabkan oleh infeksi virus local atau komplikasi infeksi lain atau autoimun.
Stadium tanda infeksi HIV pada orang dewasa adalah fase infeksi akut, sering
simtomatik, disertai viremia derajat tinggi, diikuti periode penahanan imun pada replikasi
viral, selama individu biasanya bebas gejala, dan priode akhir gangguan imun sitomatik
progresif, dengan peningkatan replikasi viral. Selama fase asitomatik kedua-bertahap dan
dan progresif, kelainan fungsi imun tampak pada saat tes, dan beban viral lambat dan
biasanya stabil. Fase akhir, dengan gangguan imun simtomatik, gangguan fungsi dan
organ, dan keganasan terkait HIV, dihubungkan dengan peningkatan replikasi viral dan
sering dengan perubahan pada jenis vital, pengurangan limfosit CD4 yang berlebihan dan
infeksi aportunistik.
Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun “ priode
inkubasi “ atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara umum lebih singkat
pada infeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV dewasa. Selama fase ini, gangguan
regulasi imun sering tampak pada saat tes, terutama berkenaan dengan fungsi sel B;
hipergameglobulinemia dengan produksi antibody nonfungsional lebih universal diantara
anak-anak yang terinfeksi HIV dari pada dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6
bulan. Ketidak mampuan untuk berespon terhadap antigen baru ini dengan produksi
imunoglobulin secara klinis mempengaruhi bayi tanpa pajanan antigen sebelumnya,
berperang pada infeksi dan keparahan infeksi bakteri yang lebih berat pada infeksi HIV
pediatrik.Deplesi limfosit CD4 sering merupakan temuan lanjutan, dan mungkin tidak
berkorelasi dengan status simtomatik. Bayi dan anak-anak dengan infeksi HIV sering
memiliki jumlah limfosit yang normal, dan 15% pasien dengan AIDS periatrik mungkin
memiliki resiko limfosit CD4 terhadap CD8 yang normal. Panjamu yang berkembang
untuk beberapa alasan menderita imunopatologi yang berbeda dengan dewasa, dan
kerentanan perkembangan system saraf pusat menerangkan frekuensi relatif ensefalopati
yang terjadi pada infeksi HIV anak.

5. Komplikasi
Adapun komplikasi klien dengan HIV/AIDS menurut haryadi, 2011 komplikasi sebagai
berikut.
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma kaporsi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis, HIV, leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan BB, keletihan dan
cacat. Kandidiasis oral ditandai oleh bercak-cak putih seperti krim dalam rongga
mulut. Jika tidak diobati, kandidiasis oral akan berlanjut mengenai esophagus dan
lambung. Tanda dan gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit
dan rasa sakit dibalik sternum (nyeri retrosternal).
b. Neurologik
1) Ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS (ADC;
AIDS dementiacomplex). Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat,
sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif,
perlambatan psikomotorik, apatis dan ataksia. Stadium lanjut mencakup
gangguan kognitif global, kelambatan dalam respon verbal, gangguanefektif
seperti pandangan yang kosong, hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis,
halusinasi,tremor, inkontinensia, dan kematian.
2) Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala,
malaise, kakukuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang.
diagnosis ditegakkandengan analisis cairan serebospinal.
c. Gastrointestinal
Wasting syndrome kini diikut sertakan dalam definisi kasus yang diperbarui
untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB>10% dari
BB awal, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis,
dan demam yang kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat
menjelaskan gejala ini.
1) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcomaKaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam,
malabsorbsi, dan dehidrasi.
2) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengananoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam
atritis.
3) Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal
yang sebagai akibatinfeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal,
gatal-gatal dan diare.
d. Respirasi
Gejala napas yang pendek, sesak napa (dispnea), batuk-batuk, nyeri dada,
hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi infeksi opertunis, seperti
yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI), cytomegalovirus,
virus influenza, pneumocuccus, dan strongyloides.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekubitus dengan efek nyeri, gatal, rasa
terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan
herpes simpleks akan diertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan
merusak integritas kulit
f. Sensorik
1) Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata : retinitis
sitomegalovirus berefek kebutaan
2) Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran
dengan efeknyeri yang berhubungan dengan mielopati, meningitis,
sitomegalovirus dan reaksi-reaksiobat.

6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik untuk penderita AIDS. (Anwar Hafis,2014)adalah :
a. Lakukan anamnesis gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait dengan AIDS.
b. Telusuri perilaku berisiko yang memungkinkan penularan.
c. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker terkait.jangan
lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, dan funduskopi.
d. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosit total, antibodi HIV, dan
pemeriksaan rontgen. (Anwar Hafis,2014)

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Elisa : Enzyme-linked imunosorbent assay (uji awal yang umum) – mendeteksi antibodi
terhadap antigen HIV (umumnya dipakai untuk skrining HIV pada individu yang berusia
lebih dari 2 tahun).
b. Western blot (uji konfirmasi yang umum) – mendeteksi adanya antibodi terhadap
beberapa protein spesifik HIV.
c. Kultur HIV – standar emas untuk memastikan diagnosis pada bayi.
d. Reaksi rantai polimerase (polymerase chain reaction [PCR]) – mendeteksi asam
deoksiribonukleat (DNA) HIV (uji langsung ini bermanfaat untuk mendiagnosis HIV
pada bayi dan anak.
e. Uji antigen HIV – mendeteksi antigen HIV.
f. HIV, IgA, IgM – mendeteksi antibodi HIV yang diproduksi bayi (secara eksperimental
dipakai untuk mendiagnosis HIV pada bayi).

Mendiagnosis infeksi HIV pada bayi dari ibu yang terinfeksi HIV tidak mudah.Dengan
menggunakan gabungan dari tes-tes di atas, diagnosis dapat ditetapkan pada kebanyakan
anak yang terinfeksi sebelum berusia 6 bulan.

a. Temuan laboratorium ini umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak yang terinfeksi
HIV : Penurunan rasio CD4 terhadap CD8.
b. Limfopenia.
c. Anemia, trombositopenia.
d. Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM).
e. Penurunan respon terhadap tes kulit (candida albican, tetanus).
f. Respon buruk terhadap vaksin yang didapat (dipteria, tetanus, morbili )
g. Haemophilus influenzae tipe B
h. Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut.
i. Penurunan persentase CD4+.

8. Penatalaksanaan
1. Perawatan
Menurut (Hidayat 2008 dalam Haryadi, 2011) perawatan pada anak yang
terinfeksi HIV antara lain:
a. Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah
kemungkinan terjadi infeksi
b. Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada
c. Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan
dideosinukleotid, yaituazidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT
dengan berintegrasi ke DNA virus,sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
d. Mengatasi dampak psikososial
e. Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan
prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis
f. Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu
memperhatikan perlindungan universal (universal precaution)
2. Pengobatan
Hingga kini belum ada penyembuhan untuk infeksi HIV dan AIDS.
PenatalaksanaanAIDS dimulai dengan evaluasi staging untuk menentukan
perkembangan penyakit dan pengobatan yang sesuai. Anak dikategorikan dengan
menggunakan tiga paramter : status kekebalan, status infeksi dan status klinik dalam
kategori imun :
a) Tanpa tanda supresi,
b) Tanda supresi sedang dan
c) Tanda supresi berat.

Seorang anak dikatakan dengan tanda dan gejala ringan tetapi tanpa bukti adanya
supresi imun dikategorikan sebagai A2. Status imun didasarkan pada jumlah CD$
atau persentase CD4 yang tergantung usia anak (Betz danSowden, 2002). Selain
mengendalikan perkembangan penyakit, pengobatan ditujuan terhadap mencegah dan
menangani infeksi oportunistik seperti Kandidiasis dan pneumonia interstisiel.
Azidomitidin ( Zidovudin), videks dan Zalcitacin (DDC) adalah obat-obatan untuk
infeksi HIV dengan jumlah CD4 rendah, Videks dan DDC kurang bermanfaat untuk
penyakit sistem saraf pusat. Trimetoprin sulfametojsazol (Septra, Bactrim) dan
Pentamadin digunakan untuk pengobatan dan profilaksi pneumonia cari
ini setiap bulan sekali berguna untuk mencegah infeksi bakteri berat pada anak, selain
untuk hipogamaglobulinemia. Imunisasi disarankanuntuk anak-anak dengan infeksi
HIV, sebagai pengganti vaksin poliovirus (OPV), anak-anak diberi vaksin virus polio
yang tidak aktif (IPV) (Betz dan Sowden, 2002 dalam Haryadi, 2011)
Daftar Pustaka

Haryadi, Rizky. 2011. Asuhan Keperwatan pada Anak dengan HIV AIDS. Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Darul Azhar Batulicin Tanah Bumbu.
Pramesti N. Dela. 2018. Pengaruh Pendidikan Kesehatan pada Remaja. Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP.
Kurniwati. 2018. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Imunologi (HIV/AIDS)
dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas. Jurnal EduNursing. Vol. 2(1).
ISSN : 2549-8207 e-ISSN : 2579-6127
Rahman Arif, dkk. 2019. Asuhan Keperawatan pada Anak dan Remaja dengan
HIV/AIDS. Poltekes Kemenkes Malang

Anda mungkin juga menyukai