Anda di halaman 1dari 18

Laporan Pendahuluan Atrial Fibrilasi

A. Definisi
Atrial fibrilasi (AF) adalah suatu gangguan pada jantung yang paling
umum (ritme jantung abnormal) yang ditandai dengan ketidak teraturan irama
denyut jantung dan peningkatan frekuensi denyut jantung, yaitu sebesar 350-
650 x/menit. Pada dasarnya atrial fibrilasi merupakan suatu takikardi
supraventrikuler dengan aktivasi atrial yang tidak terkoordinasi sehingga
terjadi gangguan fungsi mekanik atrium. Keadaan ini menyebabkan tidak
efektifnya proses mekanik atau pompa darah jantung. Dari gambar anelektro
kardiogram AF dapat dikenali dengan absennya gelombang P, yang
diganti oleh fibrilasi atau oskilasi antara 400-700 permenit dengan berbagai
bentuk, ukuran, jarak dan waktu timbulnya yang dihubungkan dengan respon
ventrikel yang cepat dan tak teratur bila konduksi AV masih utuh. Irama
semacam ini sering disebut sebagai gelombang “f”.

B. Etiologi
Atrial fibrilasi (AF) biasanya menyebabkan ventrikel berkontraksi lebih
cepat dari biasanya. Ketika ini terjadi, ventrikel tidak memiliki cukup waktu
untuk mengisi sepenuhnya dengan darah untuk memompa ke paru-paru dan
tubuh. Etiologi yang terkait dengan AF terbagi menjadi beberapa faktor-
faktor, diantaranya adalah:
a. Peningkatan tekanan/resistensi atrium (Penyakit katup jantung, kelainan
pengisian dan pengosongan ruang atrium, hipertrofi jantung,
kardiomiopati dan hipertensi pulmo (chronic obstructive pulmonary
diseasedancor pulmonalchronic), serta tumor intracardiac.
b. Proses infiltratif dan inflamasi (pericarditis/miocarditis, amiloidosis
dan sarcoidosis dan faktor peningkatan usia)
c. Proses infeksi (demam dan segala macam infeksi)
d. Kelainan Endokrin (hipertiroid, feokromositoma)
e. Neurogenik(stroke dan perdarahan subarachnoid)
f. Iskemik Atrium (infark myocardial)
g. Obat-obatan (alcohol dan kafein)
h. Keturunan/genetic/

C. Patofisiologi
Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan
multiplewavelet reentry. Proses aktivasi lokal bisa melibatkan proses
depolarisasi tunggal atau depolarisasi berulang. Pada proses aktivasi lokal,
fokus ektopik yang dominan adalah berasal dari vena pulmonalis superior.
Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari atrium kanan, vena cava
superior dan sinus coronarius. Fokus ektopik ini menimbulkan sinyal elektrik
yang mempengaruhi potensial aksi pada atrium dan menggangu potensial aksi
yang dicetuskan oleh nodus SA. Sedangkan multiple wavelet reentry,
merupakan proses potensial aksi yang berulang dan melibatkan
sirkuit/jalur depolarisasi. Mekanisme multiple wavelet reentry tidak
tergantung pada adanya fokus ektopik seperti pada proses aktivasi lokal,
tetapi lebih tergantung pada sedikit banyaknya sinyal elektrik yang
mempengaruhi depolarisasi. Pada multiple wavelet reentry, sedikit
banyaknya sinyal elektrik dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu periode
refractory, besarnya ruang atrium dan kecepatan konduksi. Hal ini bisa
dianalogikan, bahwa pada pembesaran atrium biasanya akan disertai
dengan pemendekan period erefractory dan penurunan kecepatan
konduksi. Ketiga faktor tersebutlah yang akan meningkatkan
sinyalelektrik dan menimbulkan peningkatan depolarisasi serta mencetuskan
terjadinya AF. Aktivasi fokal fokus diawali biasanya dari daerah vena
pulmonalis timbulnya gelombang yang menetap dari Multiple wavelet
reentry depolarisasi atrial atau wavelets yang dipicu oleh depolarisasi
atrial premature atau aktivitas aritmogenik dari fokus yang tercetus secara
cepat. Mekanisme fibrilasi atrium identik dengan mekanisme fibrilasi
ventrikel kecuali bila prosesnya ternyata hanya di massa otot atrium dan
bukan di massa otot ventrikel. Penyebab yang sering menimbulkan fibrilasi
atrium adalah pembesaran atrium akibat lesi katup jantung yang
mencegahatrium mengosongkan isinya secara adekuat ke dalam
ventrikel, atau akibat kegagalan ventrikel dengan pembendungan darah
yang banyak di dalam atrium. Dinding atrium yang berdilatasi akan
menyediakan kondisi yang tepat untuk sebuah jalur konduksi yang
panjang demikian juga konduksi lambat, yang keduanya merupakan
faktor predisposisi bagi fibrilasi atrium. Fibrilasi atrium dapat juga
disebabkan oleh gangguan katup jantung pada demam reumatik, atau
gangguan aliran darah seperti yang terjadi pada penderita ateros klerosis.
Pada AF aktivitas sitolik pada atrium kiri tidak teratur, terjadi penurunan
atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada atrium kiri dan
memudahkan terbentuknya trombus. Pada pemeriksaan TEE, trombus
pada atrium kiri lebih banyak dijumpai pada pasien AF dengan stroke
emboli dibandingkan dengan AF tanpa stroke emboli. 2/3 sampai ¾ stroke
iskemik yang terjadi pada pasien dengan AF non valvular karena stroke
emboli. Beberapa penelitian menghubungkan AF dengan gangguan
hemostasis dan thrombosis. Kelainan tersebut mungkin akibat daristatis atrial
tetapi mungkin juga sebagai kofaktor terjadinya trombo emboli pada AF.

D. Tanda dan Gejala


AF dapat simptomatik dapat pula asimptomatik. Gejala-gejala AF
sangat bervariasi tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel, lamanya FA,
penyakit yang mendasarinya. Fibrilasi atrium (AF) biasanya menyebabkan
ventrikel berkontraksi lebih cepat dari biasanya. Ketika ini terjadi, ventrikel
tidak memiliki cukup waktu untuk mengisi sepenuhnya dengan darah untuk
memompa ke paru-paru dan tubuh.Atrial fibrilasi sering tanpa disertai gejala,
tapi kebanyakan penderita mengalami palpitasi (perasaan yang kuat dari
denyut jantung yang cepat atau "berdebar" dalam dada), nyeri dada terutama
saat beraktivitas, pusing atau pingsan, sesak napas, cepat lelah, laju denyut
jantung meningkat, intoleransi terhadap olahraga, sinkop atau gejala trombo
emboli, atau dapat disertai gejala-gejala gagal jantung (seperti rasa lemah,
sakit kepala berat, dan sesak nafas), terutama jika denyut ventrikel yang
sangat cepat (sering 140-160 denyutan/menit).Pasien dapat juga disertai tanda
dan gejala stroke akut atau kerusakan organ tubuh lainnya yang berkaitan
dengan emboli systemik (1,6). AF dapat mencetuskan gejala iskemik pada AF
dengan dasar penyakit jantung koroner. Fungsi kontrak siatrial yang sangat
berkurang pada AF akan menurunkan curah jantung dan dapat menyebabkan
terjadi gagal jantung kongestif pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri.

E. Komplikasi
Dampak penyakit ini, selain berdebar-debar dan mudah sesak bila naik
tangga atau berjalan cepat, juga dapat menyebabkan emboli, bekuan darah
yang lepas, yang bisa menyumbat pembuluh darah di otak, menyebabkan
stroke atau bekuan darah dibagian tubuh yang lain.
Kelainan irama jantung (disritmia) jenis atrial fibrilasi sering kali
menimbulkan masalah tambahan bagi yang mengidapnya, yaitu serangan
gangguan sirkulasi otak (stroke). Ini terjadi karena atrium jantung yang
berkontraksi tidak teratur menyebabkan banyak darah yang tertinggal
dalam atrium akibat tak bisa masuk ke dalam ventrikel jantung dengan lancar.
Hal ini memudahkan timbulnya gumpalan atau bekuan darah (trombi) akibat
stagnasi dan turbulensi darah yang terjadi. Atrium dapat berdenyut lebih dari
300 kali per menit padahal biasanya tak lebih dari 100. Makin tinggi
frekuensi denyut dan makin besar volume atrium, makin besar peluang
terbentuknya gumpalan darah. Sebagian dari gumpalan inilah yang
sering kali melanjutkan perjalanannya memasuki sirkulasi otak dan sewaktu-
waktu menyumbat sehingga terjadi stroke. Pada penyakit katup jantung,
terutama bila katup yang menghubungkan antara atrium dan ventrikel tak
dapat membuka dengan sempurna, maka volume atrium akan bertambah,
dindingnya akan membesar dan memudahkan timbulnya rangsang yang tidak
teratur. Sekitar 20 persen kematian penderita katup jantung seperti ini
disebabkan oleh sumbatan gumpalan darah dalam sirkulasi otak. Fibrilasi
atrium (kontraksi otot atrium yang tidak terorganisasi dan tidak terkoordinasi)
biasanya berhubungan dengan penyakit jantung ateros klerotik, penyakit
katup jantung, gagal jantung kongestif, tirotoksikosis, cor pulmonale, atau
penyakit jantung kongenital.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis atrial fibrilasi, antara lain:
1. Anamnesis:
a. Dapat diketahui tipe AF dengan mengetahui lama timbulnya (episode
pertama, paroksismal, persisten, permanen)
b. Menentukan beratnya gejala yang menyertai: berdebar-debar, lemah,
sesak napas terutama saat aktivitas, pusing, gejala yang menunjukkan
adanya iskemia atau gagal jantung kongestif
c. Penyakit jantung yang mendasari, penyebab lain dari FA misalnya
hipertiroid
2. Pemeriksaan fisik:
a. Tanda vital: denyut nadi berupa kecepatan dan regularitasnya, tekanan
darah
b. Tekanan vena jugularis
c. Ronki pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung
kongestif
d. Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukkan kemungkinan
terdapat gagal jantung kongestif, terdapatnya bising pada auskultasi
kemungkinan adanya penyakit katup jantung
e. Hepatomegali: kemungkinan terdapat gagal jantung kanan
f. Edema perifer: kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif
3. Laboratorium
hematokrit (anemia), TSH (penyakit gondok), enzim jantung bila dicurigai
terdapat iskemia jantung.
4. Pemeriksaan EKG
Dapat diketahui antara lain irama (verifikasi FA), hipertropi
ventrikel kiri, pre-eksitasi ventrikel kiri, sindroma pre-
eksitasi(sindroma WPW), identifikasi adanya iskemia)
5. Foto rontgen toraks
6. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari
atrium dan ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri,
obstruksi outflow dan TEE (Trans Esopago Echocar diography) untuk
melihat thrombus diatrium kiri
7. Pemeriksaan fungsi tiroid. Pada AF episode pertama bila laju irama
ventrikel sulit dikontrol
8. Uji latih
identifikasi iskemia jantung, menentukan adekuasi dari kontrol laju irama
jantung.
9. Pemeriksaan lain yang mungkin diperlukan adalah holter monitoring,
studielek trofisiologi.

G. Penatalaksanaan Medis
Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol ketidak
teraturan irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung dan
menghindari/mencegah adanya komplikasi trombo embolisme. Kardioversi
merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk AF.
Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri adalah suatu tata
laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidak teraturan irama dan
menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2,
yaitu pengobatan farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan
pengobatan elektrik (Electrical Cardioversion).
1. Mencegah pembekuan darah (tromboembolisme) Pencegahan pembekuan
darah merupakan pengobatan untuk mencegah adanya komplikasi dari AF.
Pengobatan yang digunakan adalah jenis antikoagulan atau antitrombosis,
hal ini dikarenakan obat ini berfungsi mengurangi resiko dari
terbentuknya trombus dalam pembuluh darah serta cabang-cabang
vaskularisasi. Pengobatan yang sering dipakai untuk mencegah
pembekuan darah terdiri dari berbagai macam, diantaranya adalah:
a) Warfarin termasuk obat golongan antikoagulan yang berfungsi dalam
proses pembentukan sumbatan fibrin untuk mengurangi atau mencegah
koagulasi. Warfarin diberikan secara oral dan sangat cepat diserap
hingga mencapai puncak konsentrasi plasma dalam waktu ± 1 jam
dengan bioavailabilitas 100%. Warfarin di metabolisme dengan cara
oksidasi (bentuk L) dan reduksi (bentuk D), yang kemudian diikuti oleh
konjugasi glukoronidasi dengan lama kerja ± 40 jam.
b) Aspirin secara irreversible menonaktifkan siklo-oksigenase dari
trombosit (COX2) dengan cara asetilasi dari asam amino serin terminal.
Efek dari COX2 ini adalah menghambat produksi endoperoksida dan
tromboksan (TXA2) di dalam trombosit. Hal inilah yang menyebabkan
tidak terbentuknya agregasi dari trombosit. Tetapi, penggunaan aspirin
dalam waktu lama dapat menyebabkan pengurangan tingkat sirkulasi
dari faktor-faktor pembekuan darah, terutama faktor II, VII, IX dan X.
2. Mengurangi denyut jantung Terdapat 3 jenis obat yang dapat digunakan
untuk menurunkan peningkatan denyut jantung, yaitu obat digitalis, β-
blocker dan antagonis kalsium. Obat-obat tersebut bisa digunakan secara
individual ataupun kombinasi.
a) Digitalis Obat ini digunakan untuk meningkatkan kontra ktilitas
jantung dan menurunkan denyut jantung. Hal ini membuat kinerja
jantung menjadi lebih efisien. Disamping itu, digitalis juga
memperlambat sinyal elektrik yang abnormal dari atrium ke ventrikel.
Hal ini mengakibatkan peningkatan pengisian ventrikel dari kontraksi
atrium yang abnormal.
b) Obat B-blocker merupakan obat yang menghambat efek sistem saraf
simpatis. Saraf simpatis pada jantung bekerja untuk meningkatkan
denyut jantung dan kontraktilitas jantung. Efek ini akan berakibat
dalam efisiensi kinerja jantung.
c) Obat antagonis kalsium menyebabkan penurunan kontra ktilitas jantung
akibat dihambatnya ion Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam intraseluler
melewati Ca2+channel yang terdapat pada membran sel.
3. Mengembalikan irama jantung Kardioversi merupakan salah satu
penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk menteraturkan irama
jantung. Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri adalah suatu tata
laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidak teraturan irama dan
menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2,
yaitu pengobatan farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan
pengobatan elektrik (Electrical Cardioversion).
a) Pharmacological Cardioversion(Anti-aritmia)
1) Amiodarone
2) Dofetilide
3) Flecainide
4) Ibutilide
5) Propafenone
6) Quinidine
b) Electrical Cardioversion
Suatu teknik memberikan arus listrik ke jantung melalui dua pelat
logam (bantalan) ditempatkan pada dada. Fungsi dari terapi listrik ini
adalah mengembalikan irama jantung kembali normal atau sesuai
dengan NSR (nodussinus rhythm). Pasien AF hemodinamik yang tidak
stabil akibat laju ventrikel yang cepat disertai tanda iskemia,
hipotensi, sinkop perlu segera dilakukan kardioversi elektrik.
Kardioversi elektrik dimulai dengan 200 joule. Bila tidakberhasil dapat
dinaikkan menjadi 300 joule. Pasien dipuasakan dan dilakukan anestesi
dengan obat anestesi kerja pendek.
c) Operatif
1) Catheter ablation. Prosedur ini menggunakan teknik pembedahan
dengan membuatan sayatan pada daerah paha. Kemudian
dimasukkan kateter kedalam pembuluh darah utama hingga masuk
kedalam jantung. Pada bagian ujung kateter terdapat elektroda yang
berfungsi menghancurkan fokus ektopik yang bertanggungjawab
terhadap terjadinya AF.
2) Maze operation. Prosedurmaze operationhamper sama dengan
catheter ablation, tetapi pada maze operation, akan mengahasilkan
suatu “labirin” yang berfungsi untuk membantu menormalitaskan
system konduksi sinus SA.
3) Artificial pacemaker Artificial pacemaker merupakan alat pacu
jantung yang ditempatkan dijantung, yang berfungsi mengontrol
irama dan denyut jantung.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
1. Biodata Klien
a. Identitas klien yaitu nama (initial), umur, suku, agama, pendidikan,
pekerjaan, status perkawinan, lamanya menikah, alamat, diagnosa
medis, tanggal masuk RS dan tanggal pengkajian
b. Identitas suami dan penanggung

2. Data Biologis
a. Keluhan utama : nyeri pada daerah dada
b. Riwayat keluhan utama : Dipaparkan tentang awal terjadinya nyeri,
dilengkapi dengan keluhan lain dan pengaruh keluhan terhadap
aktifitas/ fungsi tubuh serta usaha klien untuk mengatasi keluhan.
c. Riwayat kesehatan masa lalu: Rriwayat penyakit yang pernah diderita,
riwayat opname dengan trauma, operasi, transfusi darah, alergi dan
kebiasaan spesifik klein lainnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga: mencantumkan genogram, apakah ada
riwayat penyakit keturunan dengan melihat apakah ada anggota
keluarga yang menderita penyakit yang dapat diturunkan, termasuk
angina pektoris

3. Riwayat ADL
a. Makanan : Jenis makanan, frekwensi makanan, nafsu makan, makanan
pantangan dan kesukaan klien.
b. Jenis dan jumlah minuman
c. Elimanasi: BAB: Frekuensi, warna dan konsistensi, BAK: Frekuensi,
jumlah, warna dan bau
d. Istirahat / tidur : waktu serta jumlah jam tidur malam maupun siang
e. Oxigenasi :pola nafas, ada / tidak adanya perubahan dalam pernafasan
f. Olah raga / aktifitas :kegiatan olah raga dan aktifitas yang dilakukan
klien
g. Kebersihan diri : penampilan diri, kebersihan rambut, badan,
gigi/mulut, genitalia/anus, kuku tangan / kaki serta pakai

4. Pemeriksaan fisik
a. Tingkat kesadaran
b. TB / BB
c. Tanda – tanda vital : meliputi Tekanan darah, denyut nadi, suhu badan,
dan frekwensi pernafasan.
d. Kepala dan rambut : bentuk kepala, keadaan / kebersihan rambut dan
kulit kepala
e. Wajah / muka : ekspresiwajah, edema wajah / muka
f. Mata : kebersihan, konjungtiva, sclera
g. Hidung : kesimetrisan, sekrethidung,
h. Mulut : mukosa bibir, lidah, ada tidaknya caries
i. Telinga : kebersihannya, sekret, keadaan telinga luar
j. Leher : ada tidaknya pembesaran gondok, vena jugularis dan arteries
carotis
k. Dada :
Inspeksi : benduk dada, payudara, ekspansi paru,
Palpasi : nyeri tekan, massa, ekspansiparu, taktilpremitus, iktuscordis
Perkusi : bunyi perkusi paru / jantung, pembesaran jantung
Auskultasi : bunyi jantung dan bunyi nafas normal
l. Abdomen :
Inspeksi : Pembesaran abdomen, ada tidaknya striae, dilatasi vena
Palpasi :nyeri tekan, massa
Perkusi :bunyi perkusi
Auskultasi : bunyi peristaltic usus, ada tidaknya bising usus/pembuluh
darah.
m. Genitalia (vulva/anus) :Kebersihannya, ada tidaknya flour albus,
varices, kandilo mata, ada tidanya massa atau lesi antara rectum vagina
n. Tungkai bawah : kesimetrisan ada tidaknya edema pretibial atau
varices.
5. Data Pernunjang
Dikaji tentang jenis-jenis pemeriksaan penunjang seperti : Pemeriksaan
laboratorium, EKG, Echokardiografi

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat di angkat berdasarkan NANDA 2015-2017 (Herdman &
Kamitsuru, 2015) adalah :
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot-otot
pernapasan
2. Kelebihan volume cairan b.d menurunnya laju filtrasi glomerulus
(menurunnya curah jantung)/ meningkatnya produksi ADH dan retensi
natrium/air
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.

C. Intervesi Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan : Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik,perubahan frekuensi, irama dan konduksi
listrik, perubahan structural
Tujuan : Menurunjukkan vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia
terkontrol attau hilang) dan bebas gejala gagal jantung, Melaporan
penurunan epiode disnea,angina, ikut serta dalam aktivitas yang
mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi
a. Auskultasi nadi apical ; Kaji frekuensi, iram jantung
Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk
mengkopensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
b. Catat bunyi jantung
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja
pompa.Irama Gollop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagian aliran
darah kesermbi yang disteni. Murmur dapat menunjukkan
Inkompetensi/stenosis katup.
c. Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya
nadi radial,popliteal,pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang
atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.
d. Pantau TD
Rasional : Pada GJK dini,sedang atau kronis tekanan darah dapat
meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi
dan hipotensi tidak dapat normal lagi.
e. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder
terhadap tidak dekutnya curah jantung; vasokontriksi dan
anemia.Sianosis dapat terjadi sebagian refrakstori GJK. Area yang sakit
sering berwarna biru atau belakang karena peningkatan kongesti vena.
f. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai
indikasi (koloborasi)
Rasional : Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard
untuk melawan efek hipoksial/iskemia. Banyak obat dapat digunakan
untuk meningkatkan volume secukup, memperbaiki kontraktilitas dan
menurunan kongesti.

2. Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai


oksigen. Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi.
Tujuan/kriteria evaluasi : Klien akan : Berpartisipasi pada aktivitas yang
dinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri, mencapai peningkatan
toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya
kelebihan dan kelelehan.
Intervensi
a. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnys bila
klien menggunakan vasodilator,diuretic dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena
efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh
fungsi jantung.
b. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi,
diritmia, dispnea berkeringan dan pucat
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk
meningkatkan volume secukup selama aktivitas dapat menyebabkan
peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga
peningkatan kelelahan dan kelemahan.
c. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung dari
pada kelebihan aktivitas.
d. Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja
jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi
jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik
kembali

3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : Menurunnya laju filtrasi


glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan
retensi natrium/air.
Tujuan/ kriteria evaluasi klien akan : Mendemonstrasikan volume cairan
stabil dengan keseimbangan masukan dan pengeluaran,bunyi nafas
bersih/jelas, tanda vital dalam tentang yang dapat diterima, berat badan
stabil dan tidak ada edema. Menyatakan pemahaman tentang pembatasan
cairan individual.
Intervensi :
a. Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis
terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkinsedikit dan pekat karena
penurunan perfusi ginjal.Posisi terlentang membantu diuresis sehingga
pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.
b. Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-
tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
c. Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama
fase akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan
preduksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
d. Pantau TD dan CVP (bila ada)
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan
cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru,
gagal jantung.
e. Kaji bising usus.Catat keluhan anoreksia,mual,distensi abdomen dan
konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat
mengganggu fungsi gaster/intestinal.
f. Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi) dan konsul dengan ahli
diet.
Rasional : Perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang
memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.

4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan:perubahan


menbran kapiler-alveolus.
Tujuan/ kriteria evaluasi,klien akan: Mendemonstrasikan ventilasi dan
oksigenisasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam
tentang normal dan bebas gejala distress pernapasan,berpartisipasi dalam
program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi.
Intervensi :
a. Pantau suara nafas dan catat suara nafas tambahan.
Rasional : Menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan secret
menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
b. Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif,nafas dalam.
Rasional : Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
c. Dorongan perubahan posisi
Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
d. Kolaborasi dalam pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.
e. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : Hipooksemia dapat terjadi berat selama edema paru.
f. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan jumlah O2 yang ada untuk pemakaian
miokardium sekaligus mengurangi ketidaknyamanan sekunder terhadap
iskemia.
DAFTAR PUSTAKA

1. Beers, Marck, MD et all. The Merck Manual of Diagnosis and


Therapy.MerckLaboratories. USA. 2006
2. Mappahya AA. Atrium Fibrilation Theraphy To Prevent Stroke: A
Review. TheIndonesian Journal of Medical Science Volume 1 No.8 April
2009 p. 477-489.
3. Firdaus I. Fibrilasi Atrium Pada Penyakit Hipertiroidisme.
Patogenesis danTatalaksana. Jurnal Kardiologi Indonesia; September
2007: Vol. 28, No. 5.
4. Smeltzer, SC. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
SuddarthEdisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC, 2001.
5. Narumiya T, Sakamaki T, Sato Y, Kanmatsuse.“Relationship between left
atrial appendage function and left atrial thrombus in patient with
nonvalvular chronicatrial fibrillation and atrial flutter”.Circulation Journal
67; January 2003.
6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
IIIEdisi IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.
7. Nasution SA, Ismail D. Fibrilasi Atrial.Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam
Ed.3.Jakarta: EGC, 2006.
8. Harrison. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13.
Jakarta:EGC, 2000.
9. Noer S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 1996.
10. Emergency Cardiovascular Care Program, Advanced Cardiac Life
Support,1997-1999, American Heart Association.
11. Wattigney WA, Mensah GA, Croft JB. "Increased atrial fibrillation
mortality:United States, 1980-1998".Am.J. Epidemiol,2002; 155 (9): 819–
26.
12. Nurarif AH dan Kusuma H. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnose Medis dan Nanda-NIC-NOC jilid 1 dan 2.
Panduan Penyusunan Asuhan keperawatan professional. Yogyakarta:
Media Action, 2013.
13. Bulecheck, Gloria M, et al. Nursing Intervention Classification
(NIC) FifthEdition. USA: Mosbie Elsevier, 2010.

Anda mungkin juga menyukai