Anda di halaman 1dari 8

JAUNDICE

Pengertian

Kata jaundice berasal dari bahasa Perancis, dari kata jaune yang berarti kuning. Sakit

kuning (jaundice) yang juga dikenal dengan ikterus adalah perubahan warna kulit,

sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena

pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah 1.

II. Etiologi

Pembuangan sel darah merah yang sudah tua atau rusak dari aliran darah dilakukan

oleh empedu. Selama proses tersebut berlangsung, hemoglobin (bagian dari sel darah

merah yang mengangkut oksigen) akan dipecah menjadi bilirubin. Bilirubin kemudian

dibawa ke dalam hati dan dibuang ke dalam usus sebagai bagian dari empedu. Gangguan

dalam pembuangan mengakibatkan penumpukan bilirubin dalam aliran darah yang

menyebabkan pigmentasi kuning pada plasma darah yang menimbulkan perubahan warna

pada jaringan yang memperoleh banyak aliran darah tersebut. Kadar bilirubin akan

menumpuk kalau produksinya dari heme melampaui metabolisme dan ekskresinya.

Ketidakseimbangan antara produksi dan klirens dapat terjadi akibat pelepasan perkursor

bilirubin secara berlebihan ke dalam aliran darah atau akibatproses fisiologi yang

mengganggu ambilan (uptake) hepar, metabolisme ataupun ekskresi metabolit ini 2.

Patofisiologis
Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang berlangsung

dalam 3 fase; prehepatik, intrahepatik, pascahepatik masih relevan. Pentahapan yang baru

menambahkan 2 fase lagi sehingga pentahapan metabolisme bilirubin menjadi 5 fase,

yaitu fase pembentukan bilirubin, transpor plasma, liver uptake, konjugasi, dan ekskresi

bilier 1. Jaundice disebabkan oleh gangguan pada salah satu dari 5 fase metabolisme

bilirubin tersebut.

1. Fase Prahepatik

Prehepatik atau hemolitik yaitu menyangkut jaundice yang disebabkan oleh hal-hal

yang dapat meningkatkan hemolisis (rusaknya sel darah merah) 4

a. Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg

per kg berat badan terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel

darah merah yang matang, sedangkan sisanya 20-30% datang dari protein heme

lainnya yang berada terutama dalam sumsum tulang dan hati. Peningkatan

hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan

pembentukan bilirubin.

b. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak

terkojugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak

dapat melalui membran gromerolus, karenanya tidak muncul dalam air seni.

2. Fase Intrahepatik

Intrahepatik yaitu menyangkut peradangan atau adanya kelainan pada hati yang

mengganggu proses pembuangan bilirubin 4

a. Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin tak terkojugasi oleh hati secara rinci

dan pentingnya protein meningkat seperti ligandin atau protein Y, belum jelas.
Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat, namun

tidak termasuk pengambilan albumin.

b. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami

konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida /

bilirubin konjugasi / bilirubin direk. Bilirubin tidak terkonjugasi merupakan

bilirubin yang tidak laurut dalam air kecuali bila jenis bilirubin terikat sebagai

kompleks dengan molekul amfipatik seperti albumin. Karena albumin tidak

terdapat dalam empedu, bilirubin harus dikonversikan menjadi derivat yang

larut dalam air sebelum diekskresikan oleh sistem bilier. Proses ini terutama

dilaksanakan oleh konjugasi bilirubin pada asam glukuronat hingga terbentuk

bilirubin glukuronid. Reaksi konjugasi terjadi dalam retikulum endoplasmik

hepatosit dan dikatalisis oleh enzim bilirubin glukuronosil transferase dalam

reaksi dua-tahap.

3. Fase Pascahepatik

Pascahepatik yaitu menyangkut penyumbatan saluran empedu di luar hati oleh batu

empedu atau tumor 4

a. Ekskresi bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus

bersama bahan lainnya. Anion organik lainnya atau obat dapat mempengaruhi

proses yang kompleks ini. Di dalam usus flora bakteri men”dekonjugasi” dan

mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebagian

besar ke dalam tinja yang memberi warna coklat. Bilirubin tak terkonjugasi

bersifat tidak larut dalam air namun larut dalam lemak. Karenanya bilirubin tak

terkojugasi dapat melewati barier darah-otak atau masuk ke dalam plasenta.


Dalam sel hati, bilirubin tak terkonjugasi mengalami proses konjugasi dengan

gula melalui enzim glukuroniltransferase dan larut dalam empedu cair.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala. Secara klinis hiperbilirubinemia terlihat

sebagai gejala kuning atau ikterus, yaitu pigmentasi kuning pada kulit dan sklera. Ikterus

biasanya baru dapat dilihat kalau kadar bilrubin serum melebihi 34 hingga 43 µmol/L

(2,0 hingga 2,5 mg/dL), atau sekitar dua kali batas atas kisaran normal; namun demikian,

gejala ini dapat terdeteksi dengan kadar bilirubin yang lebih rendah pada pasien yang

kulitnya putih dan yang menderita anemia berat. Sebaliknya, gejala ikterus sering tidak

terlihat jelas pada orang-orang yang kulitnya gelap atau yang menderita edema. Jaringan

sklera kaya dengan elastin yang memiliki afinitas yang tinggi terhadap bilirubin, sehingga

ikterus pada sklera biasanya merupakan tanda yang lebih sensitif untuk menunjukkan

hiperbilirubinemia daripada ikterus yang menyeluruh. Tanda dini yang serupa untuk

hiperbilirubinemia adalah warna urin yang gelap, yang terjadi akibat ekskresi bilirubin

lewat ginjal dalam bentuk bilirubin glukuronid. Pada ikterus yang mencolok, kulit dapat

berwarna kehijauan karena oksidasi sebagian bilirubin yang beredar menjadi biliverdin.

Efek ini sering terlihat pada kondisi dengan hiperbilirubinemia terkonjugasi berlangsung

lama tau berat seperti sirosis. Gejala lain dapat muncul tergantung pada penyebabnya,

misalnya:

1. peradangan hati (hepatitis) bisa menyebabkan hilangnya nafsu makan, mual

muntah, dan demam 3

2. penyumbatan empedu bisa menyebabkan gejala kolestasis 3


Penilaian jaundice yang dilakukan pada bayi baru lahir, berbarengan dengan

pemantauan tanda-tanda vital (detak jantung, pernapasan, suhu) bayi, minimal setiap 8-12

jam. Salah satu tanda jaundice adalah tidak segera kembalinya warna kulit setelah

penekanan dengan jari. Cara menilai jaundice membutuhkan cahaya yang cukup,

misalnya dengan kadar terang siang hari atau dengan cahaya fluorescent. Jika ditemukan

tanda jaundice pada 24 jam pertama setelah lahir, pemeriksaan kadar bilirubin harus

dilakukan. Pemeriksaan kadar bilirubin dapat dilakukan melalui kulit (TcB:

Transcutaneus Bilirubin) , (TSB: Total Serum Bilirubin) dan penilaian faktor resiko.

Kadar bilirubin yang diperoleh dari pemeriksaan ini dapat menggambarkan besar

kecilnya risiko yang dihadapi si bayi.

Faktor risiko mayor 5

1. TSB atau TcB di high-risk zone

2. Jaundice dalam 24 jam pertama

3. Ketidakcocokan golongan darah atau rhesus

4. Penyakit hemolisis (penghancuran sel darah merah), misal: defisiensi G6PD yang

dibutuhkan sel darah merah untuk dapat berfungsi normal

5. Usia gestasi 35-36 minggu

6. Riwayat terapi cahaya pada saudara kandung

7. Memar yang cukup berat berhubungan dengan proses kelahiran, misal: pada

kelahiran yang dibantu vakum

8. Pemberian ASI eksklusif yang tidak efektif sehingga tidak mencukupi kebutuhan

bayi, ditandai dengan penurunan berat badan yang berlebihan

9. Ras Asia Timur, misal: Jepang, Korea, Cina


Faktor risiko minor 5

1. TSB atau TcB di high intermediate-risk zone

2. Usia gestasi 37-38 minggu

3. Jaundice tampak sebelum meninggalkan RS/RB

4. Riwayat jaundice pada saudara sekandung

5. Bayi besar dari ibu yang diabetik

6. Usia ibu ≥ 25 tahun

7. Bayi laki-laki

Pengobatan

Pengobatan jaundice sangat tergantung penyakit dasar penyebabnya. Jika penyebabnya

adalah penyakit hati (misalnya hepatitis virus), biasanya jaundice akan menghilang

sejalan dengan perbaikan penyakitnya. Beberapa gejala yang cukup mengganggu

misalnya gatal (pruritus) pada keadaan kolestasis intrahepatik, pengobatan penyebab

dasarnya sudah mencukupi. Pruritus pada keadaan irreversibel (seperti sirosis bilier

primer) dua yang akan mengikat garam empedu di usus. Kecuali jika terjadi kerusakan

hati yang berat, hipoprotrombinemia biasanya membaik setelah pemberian fitonadion

(vitamin K1) mg/hari SK untuk 2-3hari 1.

Jika penyebabnya adalah sumbatan bilier ekstra-hepatik biasanya membutuhkan

tindakan pembedahan, ekstraksi batu empedu diduktus, atau insersi stent, dan drainase

bilier paliatip dapet dilakukan melalui stent yang ditempatkan melalui hati (transhepatik)

atau secara endoskopik. Papilotomi endoskopik dengan pengeluaranbatu telah

menggantikan laparatomi pada pasien dengan batu di duktus kholedokus. Pemecahan


batu di saluran empedu mungkin diperlukan untuk membantu pengenluaran batu di

saluran empedu.

Pencegahan

Cara-cara mencegah peningkatan kadar pigmen empedu (bilirubin) dalam darah /

mengatasi hiperbilirubinemia :

1. Mempercepat proses konjugasi / meningkatkan kemampuan kinerja enzim yang

terlibat dalam pengolahan pigmen empedu (bilirubin).

2. Mengupayakan perubahan pigmen empedu (bilirubin) tidak larut dalam air menjadi

larut dalam air, agar memudahkan proses pengeluaran (ekskresi), dengan cara

pengobatan sinar (foto terapi).

3. Membuang pigmen empedu (bilirubin) dengan cara transfusi tukar.

4. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi

Daftar Pustaka

[1]. Sudoyo,Aru.W, dkk, eds., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Dep. Ilmu Penyakit

Dalam : Jakarta, 2006, vol. I, hlm. 422-425

[2]. Kaplain, Lee M., Isselbacher, Kurt.J, “Harrison”, in Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit

Dalam, H.A,Ahmad, eds., EGC : Jakarta, 2000, vol.I, hlm. 263-269

[3]. Sakit Kuning (Jaundice), http://info-sehat.com/content.php?

s_sid=1064, acces : 05 November 2007

[4]. Jaundice, http://en.wikipedia.org/wiki/Jaundice, last modified : 30

November 2007, acces : 05 Nopember 2007


[5]. dr. Itqiyah, Nurul, Jaundice / Kuning,

http://www.sehatgroup.web.id/guidelines/isiGuide.asp?guideID=14 ,

last modified : 15 Januari 2007, acces : 05 November 2007

[6] Quality improvement report: The “jaundice hotline” for the rapid assessment of

patients with jaundice, doi:10.1136/bmj.325.7357.213 BMJ 2002;325;213-215 BMJ,

volume 325, 27 July 2002, halaman 213

Anda mungkin juga menyukai