Anda di halaman 1dari 17

Gejala Lepuh Pada Wanita Dewasa

Nelly Baharlianti
102017008
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510, Indonesia
Email: nellynelly752@gmail.com

Abstrak

Pemfigus  adalah  penyakit  kulit  yang  ditandai  dengan  timbulnya  sebaran gelembung   
secara   berturut-turut   yang   mengering   dengan   meninggalkan bercak-bercak berwarna
gelap, dapat diiringi dengan rasa gatal atau tidak dan umumnya   mempengaruhi   keadaan   
umum  penderita.7 pemfigus vulgaris adalah merupakan penyakit autoimun dengan
manifestasi lepuhan permukaan kulit atau mukosa.
Ini dapat terjadi karena kerusakan adhesi intesal akibat antibody igG, kadang kadang igA
dan igM terutama terhadap desmoglein 3, dapat juga pada desmoglein 1, sehingga
menyebabkan pelepasan sel epitel dikenal dengan akantolisis. Pemfigus vulgaris merupakan
penyakit autoimun yang memberikan manifestasi bula yang bersifat kronik. Lokalisasi dari
bula tersebut yaitu pada mukokutaneus. Dilaporkan kasus seorang wanita berumur 35 tahun
dengan keluhan lepuh lepuh hampir seluruh badan, kebanyakan lepuh sudah
pecah,meninggalkan lecet yang terasa perih. Dialami berulang, hilang timbul sejak 2 tahun
yang lalu. Factor pencetus tidak diketahui. Terdapat lecet dirongga mulut. Penatalaksaan
kasus terapi non farmakologi berupa edukasi cara membersihkan dan memilihara gigi serta
rongga mulutnya .Terapi farmakologis yang diberikan yaitu diberikan Nacl 0,9% sebagai
kompres pada lesi bibir dan per oral, dilanjutkan dexamethasone 1,5 mg-1 mg- 0 mg,
hydrocortisone 2,5%, chloramphenicol 2%, dan loratadine 1x10mg.

Kata kunci : Pemfigus, Pemfigus Vulgaris, Autoimun, Bula


Abstract

Pemphigus is a skin disease characterized by the emergence of consecutive bubbles that dry out
leaving dark patches, can be accompanied by itching or not and generally affects the general
condition of the sufferer.7 Pemphigus vulgaris is an autoimmune disease with manifestations of
blisters on the surface of the skin or mucosa.
This can occur due to damage to intestinal adhesion due to igG antibodies, sometimes igA and
igM especially to desmoglein 3, can also be in desmoglein 1, thus causing the release of
epithelial cells known as acantholysis. Pemphigus vulgaris is an autoimmune disease that
presents with chronic bullae manifestations. Localization of the bullae is mucocutaneous.
Reported case of a 35-year-old woman with complaints of blisters on almost the entire body,
most of the blisters have broken, leaving blisters that feel sore. Experienced repeatedly,
disappeared arising since 2 years ago. The originating factor is unknown. There are blisters in
the oral cavity. Management of non-pharmacological therapy cases in the form of education on
how to clean and select teeth and oral cavity. Pharmacological therapy given is given 0.9% Nacl
as compresses for lip and oral lesions, followed by dexamethasone 1.5 mg-1 mg-0 mg,
hydrocortisone 2.5%, chloramphenicol 2%, and loratadine 1x10mg
Keywords: Pemfigus, Pemfigus Vulgaris, Autoimun, Bula

Pendahuluan
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan
hidup manusia. Kulit merupakan organ yang essensial dan vital serta merupakan cermin
kesehatan dan kehidupan. Fungsi utama kulit adalah proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi,
pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D, dan
keratinisasi. Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis, misalnya
tekanan, gesekan, tarikan; gangguan kimiawi, misalnya zat-zat kimia yang bersifat iritan,
misalnya lisol, karbol, asam dan alkali kuat lainnya; gangguan yang bersifat panas, misalnya
radiasi, sengatan sinar ultraviolet; gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri maupun jamur.1
Istilah pemfigus menunjuk pada sekelompok penyakit autoimun melepuh pada kulit dan
membran mukosa yang secara histologis ditandai dengan lepuh intraepidermal akibat
acantholysis (seperti, pemisahan sel-sel epidermis satu sama lain) dan secara imunopatologi
ditandai dengan penemuan IgG bersirkulasi dan terikat yang menargetkan permukaan sel dari
keratinosit. Pemfigus secara esensial bisa dibagi menjadi tiga tipe utama yaitu: vulgaris,
foliaceus, dan paraneplastis. Pada pemfigus vulgaris lepuh terjadi pada bagian yang lebih dalam
dari epidermis, tepat diatas lapisan basal, dan pada pemfigus foliaceus, yang jga disebut
pemfigus superfisial, lepuh berada pada lapisan granular. Walaupun lepuh pada pemfigus
paraneoplastis dan pefigus vulgaris terjadi pada tingkatan epitelium skuamuous terstratifikasi
yang sama, namun pemfigus paraneoplastis dibedakan menurut gambaran klinis, histologis, dan
imunologi yang unik.3 Pemfigus vulgaris adalah suatu penyakit autoimun yang meliputi kulit dan
membran mukosa. Penyakit ini dapat terjadi pertama sekali pada rongga mulut sehingga penting
bagi dokter gigi untuk mengetahui patogenesis, gambaran klinis dan penanggulangan dari
penyakit ini. Etiologi dari penyakit pemfigus vulgaris sampai saat ini masih belum jelas namun
terdapat adanya faktor genetik dan pemakaian obat-obatan yang dapat menginduksi terjadinya
pemfigus vulgaris. Patogenesis penyakit dimulai dengan mekanisme autoimun di dalam tubuh
penderita hingga membentuk suatu autoantibodi. Adanya gambaran berupa vesikel dan bulla
yang akan pecah menjadi ulser pada intraepitel secara histologis menunjukkan proses akantolisis
pada lapisan tersebut oleh karena hilangnya perlekatan sel dengan sel. Penegakkan diagnosa dari
penyakit ini meliputi biopsi, pemeriksaan sitologi dan imunopatologi. Penyakit pemfigoid,
erosive lichen planus, dermatitis herpetiformis dan eritema multiform sering menjadi diagnosa
banding dari pemfigus vulgaris. Obat kortikosteroid menjadi pilihan utama untuk perawatan
penyakit ini dan ditambah dengan adjuvan. Penyakit ini harus ditangani dengan cepat jika tidak
dapat menyebabkan kematian.4, 5
Berdasarkan skenario, seorang perempuan berusia 35 tahun dengan keluhan datang dengan
lepuh lepuh hampir seluruh badan kebanyakan lepuh sudah pecah, meninggalkan lecet yang
terasa perih. Dialami berulang, hilang timbul sejak 2 tahun yang lalu. Sudah diobati sendiri dan
keorang pintar. Tidak ada perbaikan. Pasien merasa sangat nyeri jika sudah lecet lecet. Faktor
pencetus tidak diketahui. Terdapat lecet pada rongga mulut. Untuk dapat mendiagnosis sesuai
dengan skenario, maka terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu anamnesis yang
baik, dimana anamnesis akan memberikan data-data yang diperlukan mengenai penyakit
tersebut. Kemudian dari hasil anamnesis tersebut kita dapat memperkirakan penyakit yang
diderita pasien. Informasi yang dapat diambil tidak hanya dari pembicaraan secara verbal saja,
namun dapat pula diambil dari aspek nonverbal, seperti gaya bicara pasien, mimic wajah, dan
sebagainya.6-7 Kemudian akan dilakukan berbagai pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
apabila perlu yang akan membantu memastikan diagnosis penyakit yang diderita tersebut. Oleh
karena itu, penulis akan membahas lebih dalam lagi mengenai berbagai langkah-langkah
diagnosis penyakit sesuai dengan skenario dan berbagai hal terkait.

A. Anamnesis
Anamnesis yang baik disertai dengan empati dari dokter terhadap pasien. Anamnesis dapat
dilakukan langsung terhadap pasien (auto-anamnesis) maupun terhadap keluarganya atau
walinya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan wawancara,
misalnya dalam keadaan gawat-darurat.2
Untuk skenario 4 yang kita dapat anamnesis sebagai berikut:

1. Identitas : Perempuan usia 35 tahun


2. Keluhan Utama : lepuh lepuh hampir seluruh badan dan kebanyakan lepuh
sudah pecah
3. Riwayat Penyakit Dahulu : Pernah sakit seperti ini sebelumnya
4. Riwayat Penyakit Sekarang : lecet yang terasa perih

B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dari melihat keadaan umum, tingkat kesadaran, serta tanda-tanda
vital pasien. Lalu lakukan pemeriksaan fisik pada pasien meliputi inspeksi atau palpasi pada
tempat yang dikeluhkan gatal oleh pasien. Pada pemeriksaan fisik kulit ini bisa didapatkan tipe
warna kulit, bentuk lesi kulit dari pasien. Melalui pemeriksaan inspeksi dan palpasi dapat
ditemukan adanya kelainan kulit seperti dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika,
dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.4

C. Diagnosis
Diagnosis pemfigus didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik yang terperinci dan
jelas, didukung dengan pemeriksaan histopatologi dan imunopatologi. PV secara klinis
ditandai dengan lesi primer berupa bula yang berdinding kendor, mudah pecah, sehingga
jarang terlihat dalam bentuk bula yang utuh. Lesi yang dijumpai seringkali dalam bentuk erosi
yang mudah berdarah diakibatkan bula yang pecah dan sering juga menjadi krusta.Tanda
Nikolsky merupakan petanda khas pada PV.Membran mukosa sering terkena dengan lesi erosi
yang terasa nyeri dan sering timbul sebelum erupsi kulit muncul.4,5
D. Pemeriksaan Penunjang

- Darah rutin

Pemeriksaaan darah rutin meliputi 6 jenis pemeriksaan; hemaglobin, hematokrit, leukosit,


trombosit, laju endap darah dan eritrosit. Pada penderita artritis gout didapatkan leukositosis
ringan dan laju endap darah yang meningkat sedikit meningkat. 9

Laju endap darah nilai normal pria dewasa adalah kurang dari 15 mm/jam pertama dan
nilai normal lansia pria kurang dari 20 mm/jam pertama. Laju endap darah yang meningkat
menandakan adanya infeksi atau inflamasi, penyakit imunulogis, gangguan nyeri, anemia
hemolitik dan penyakit keganasan. 9

- Biopsi Kulit dan Patologi Anatomi


Pada pemeriksaan ini, diambil sampel kecil dari kulit yang berlepuh dan diperiksa
di bawah mikroskop. Gambaran histopatologi utama adalah adanya akantolisis yaitu
pemisahan keratinosit satu dengan yang lain. Gambaran histopatologi PV pada lesi awal
berupa gambaran edema interseluler dengan spongiosis esosinofilik pada epidermis
bagian bawah. Selanjutnya bisa didapatkan gambaran bula intraepidermal berisi sel-sel
akantolitik, sel radang limfosit, eosinofil, netrofil, kadang-kadang juga didapatkan
histiosit dan sel plasma. Biopsy dilakukan sebaiknya dari lesi kulit timbul.diambil dari
vesikel atau bula yang berumur kurang dari 24 jam. Tetapi karena lesi tersebut jarang
pada mukosa mulut, maka biopsy diambil dari tepi lesi pada daerah akantolisis, bila
menunjukan tanda Nikolsky positif, lesi inilah yang dibiopsi 3. Selain biopsi, diagnosis
pemphigus vulgaris dapat dipastikan melalu uji imunofluorosensi direk atau indirek.
Imunofluorensensi direk adalah pemeriksaan untuk menunjukan adanya autoantibodi
yang telah terikat pada jaringan. Pada pemphigus vulgaris, uji ini dilakukan terhadap
jaringan di daerah perilesi dan hampir selalu menunjukan adanya antibody interselular
dari tipe IgG. Intesitas terbesar fluoresen biasanya berada dalam region parabasal,
semakin ke permukaan semakin berkurang. Disini gamma globulin antihuman
fluorescein-tagged diletakkan diatas specimen jaringan pasien. Jika benar pemphigus
vulgaris, antibodi ini akan mengikat deposit imunogloblin pada subtansi interselular dan
menunjukan fluoresen positif dibawah mikroskop fluoresen3. Teknik imunofluoresensi
indirek memakai serum pasien yang bereaksi dengan jaringan normal sebagai control
untuk menunjukan adanya antibody dan konsentrasinya pada sirkulasi. Tes ini dapat
menilai keparahan penyakit yang dihubungkan dengan titer antibody sirkulasi.
- Imunofluoresensi.4,5
Imunofluoresensi langsung Sampel yang diambil dari biopsi diwarnai dengan
cairan fluoresens. Pemeriksaan ini dinamakan direct immunofluorescence (DIF). DIF
menunjukkan deposit antibodi dan imunoreaktan lainnya secara in vivo, misalnya
komplemen. DIF biasanya menunjukkan IgG yang menempel pada permukaan keratinosit
yang di dalam maupun sekitar lesi. Imunofluoresensi tidak langsung 4 Antibodi terhadap
keratinosit dideteksi melalui serum pasien. Pemeriksaan ini ditegakkan jika pemeriksaan
imunofluoresensi langsung dinyatakan positif. Serum penderita mengandung autoantibodi
IgG yang menempel pada epidermis dapat dideteksi dengan pemeriksaaan ini. Secara
klinis, penyakit bula autoimun seringkali khas tetapi gambaran klinisnya bisa tumpang
tindih sehingga mempunyai banyak diagnosis banding, antara lain pemfigus, pemfigoid
bulosa, epidermolisis bulosa, linear IgA bullous dermatosis maupun dermatitis
herpetiformis. Untuk itu dibutuhkan konfirmasi diagnostik dengan pemeriksaan
histopatologi dan imunopatologi.
- Pemeriksaan imunopatologik
Dengan melakukan pemeriksaan imunopatologik, maka pada penderita pemphigus
vulgaris ditemukan adanya antibodi sirkulasi(IgG), pada perlekatan interselular sel-sel
epitel. Immunoglobulin dan komplemen juga dapat ditemukan di sepanjang interselular
junction sel-sel epitel dengan pemerksaan mikroskopis imunofluoresensi. Titer antibodi
biasanya sebanding dengan ti ngkat keparahan penyakitnya.
- Pemeriksaan sitology terhadap adanya sel Tzank
Dilakukan dengan eksisi bula yang baru terbentuk di kulit. Kemudian cairan dari
vesikel atau bula tersebut dilakukan pewarnaan untuk menentukan adanya akantolisis
epitel supernasal dan adanya sel Tzank. Sel-sel ini menunjukan perubahan-perubahan
degeneraratif. Nukleunya bulat, membengkak, hiperkromatik, dan dikelilingi oleh
sitoplasma eosinofilik yang jelas
E. Diagnosa Banding
 Pemfigoid Bulosa

Pemfigoid bulosa adalah penyakit autoimun. Penyakit ini menyebabkan sistem


kekebalan tubuh, yang seharusnya berfungsi untuk melindungi tubuh, justru memproduksi
antibodi untuk menyerang jaringan yang sehat di dalam tubuh sendiri.

Jaringan yang diserang adalah jaringan kulit, sehingga timbul peradangan yang menyebabkan
lapisan terluar kulit (epidermis) terpisah dari lapisan kulit di bawahnya (dermis) dan muncul luka
lepuh.

Gejala Pemfigoid Bulosa

Gejala awal pemfigoid bulosa adalah berubahnya warna kulit menjadi kemerahan atau
kehitaman, dan terasa gatal. Kelainan kulit ini lebih sering terbentuk pada daerah lipatan, seperti
ketiak, selangkangan, atau perut.

Setelah beberapa minggu atau beberapa bulan, pada permukaan kulit tersebut, muncul luka lepuh
yang berisi cairan bening atau cairan yang bercampur darah. Lepuhan ini tidak mudah robek
hanya karena sentuhan. Bila luka lepuh robek atau pecah, akan terasa sakit, namun tidak akan
menimbulkan bekas luka. Gejala ini sering kali dianggap sebagai eksim basah.

Obat golongan kortikosteroid

Obat ini akan mengurangi peradangan dengan menghambat sistem kekebalan tubuh.
Obat kortikosteroid tersedia dalam bentuk salep dan tablet. Salep kortikosteroid memiliki efek
samping yang lebih sedikit dibandingkan kortikosteroid tablet, karena hanya dioleskan ke
permukaan kulit.

Penggunaan obat kortikosteroid tablet dalam jangka panjang, dapat meningkatkan risiko
terjadinya diabetes, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, tulang rapuh (osteoporosis), dan
infeksi.
Oleh karena itu, dokter akan segera menghentikan pengobatan secara bertahap bila lepuhan kulit
sudah hilang. Diskusikan dengan dokter kulit mengenai manfaat dan risiko obat kortikosteroid,
bila obat ini perlu dikonsumsi dalam waktu lebih dari 2 minggu. Contoh obat kortikosteroid
adalah methylprednisolone.

 Pemphigus eritematosus

Merupaka jenis pemphigus yang paling ringan. Secara klinis terlihat bersisik dan kemerah-
merahan. Biasanya terdapat pada muka, kulit kepala dan tubuh bagian atas. Pada muka sisik
terlihat seperti gambaran kpu-kupu10. Lesi didalam rongga mulut sangat jarang ditemukan, secara
histologi mirip dengan pemphigus foliaseus10.

F. Diagnosa Kerja
Pemphigus vulgaris
Pemfigus vulgaris adalah dermatitis vesikulobulosa rekuren yang merupakan kelainan
herediter paling sering pada aksila, lipat paha, dan leher disertai lesi berkelompok yang
mengadakan regresi sesudah beberapa minggu atau beberapa bulan. Pemfigus vulgaris
merupakan penyakit serius pada kulit yang ditandai dengan timbulnya bulla (lepuh) dengn
berbagai ukuran (misalnya 1-10 cm) pada kulit yang tampak normal dan membrane ukosa
(misalnya mulut dan vagina). berdinding kendur, terletak intra epidermal, dan dapat
mengakibatkan fatal.2, 4
Pemfigus Vulgaris merupakan salah satu dari empat jenis pemfigus yang termasuk jenis
kelainan dermatitis vesikobulosa kronik yang ditandai terutama oleh adanya vesikel dan
bula.5 Menurut letak celah pemfigus dibagi menjadi dua :
1. Disuperbasal ialah pemfigus vulgaris dan variannya pemfigus vegetans.
2. Di stratum granulosum ialah pemfigus foliaseus dan variannya pemfigus eritematosus

Pemfigus vulgaris adalah salah satu penyakit autoimun yang menyerang kulit dan
membrane mukosa yag menyebabkan timbulnya bula atau lepuh biasanya terjadi di mulut,
idung, tenggorokan, dan genital.5
Pada penyakit pemfigus vulgaris timbul bulla di lapisan terluar dari epidermis klit dan
membrane mukosa. Pemfigus vulgaris adalah “autoimmune disorder” yaitu system imun
memproduksi antibody yang menyerang spesifik pada protein kulit dan membrane mukosa.
Antibodi ini menghasilkan reaks yang menimbulkan pemisahan pada lapisan sel epidermis
(akantolisis) satu sama lain karena kerusakan atau abnormalitas substansi intrasel. Tepatnya
perkembangan antibody menyerang jaringan tubuh (autoantibody) belum diketahui.5, 6
Pemfigus   adalah   kumpulan   penyakit   kulit   autoimun   terbuka   kronik, menyerang
kulit dan membran mukosa yang secara histologik ditandai dengan bula intra spidermal
akibat proses ukontolisis (pemisahan sel-sel intra sel) dan secara imunopatologi ditemukan
antibody terhadap komponen dermosom pada permukaan keratinosis jenis Ig I, baik terikat
mupun beredar dalam sirkulasi darah.6
Pemfigus  adalah  penyakit  kulit  yang  ditandai  dengan  timbulnya  sebaran gelembung   
secara   berturut-turut   yang   mengering   dengan   meninggalkan bercak-bercak berwarna
gelap, dapat diiringi dengan rasa gatal atau tidak dan umumnya   mempengaruhi   keadaan   
umum  penderita.7

.    Etiologi
Etiologi yang pasti semua penyakit pemfigus masih belum diketahui. Akhir-akhir ini D-
penisilamin telah disebutkan sebagai faktor etiologi yang dapat menginduksikan pemfigus
pada penderita yang mendapatkan obat ini. Penemuan auto-antibody didalam serum
penderita pemfigus telah membuktikan bahwa penyakit ini mempunyai hubungan dengan
autoimunitas. Juga dapat ditemukan bersama-sama dengan penyakit autoimun lainnya,
misalnya lupus eritematosus sistemik, pemfigoid bulosa, miastenia gravis, timoma, dan
anemia pernisiosa. penderita pemfigus vulgaris memperlihatkan peningkatan insidens
fenotif H.L.A. –A 10 dan H.L.A. –Bw 13.7, 8 Penyebab dari pemfigus vulgaris dan factor
potensial yang dapat didefinisikan antara lain: 8, 9
1. Faktor genetic
2. Umur
Insiden terjadinya pemfigus vulgaris ini meningkat pada usia 50-60 tahun. Pada neonatal
yang mengidap pemfigus vulgaris karena terinfeksi dari antibody sang ibu.
3. Disease association
Pemfigus terjadi pada pasien dengan penyakit autoimun yang lain, biasanya myasthenia
gravis dan thymoma.

Menurut (Smeltzer dan Bare, 2002, hal:1879).


1.      Genetik
2.      Penyakit autoimun
3.      Obat-obatan (Penisilin dan kaptopril)
4.      Sebagai penyakit penyerta seperti neoplasma.

C. Epidemiologi
Pemfigus vulgaris (P.V) merupakan bentuk yang paling sering dijumpai (80 % semua
kasus).penyakit ini tersebar diseluruh dunia dan dapat mengenai semua bangsa dan ras.
frekuensinya pada kedua jenis kelamin sama. umumnya mengenai umur pertengahan
(decade ke-4 dan ke-5), tetapi dapat juga mengenai semua umur, termasuk juga anak.8
Beberapa survei retrospektif terhadap pasien-pasien yang mengalami pemfigus vulgaris
dan/atau foliaceus memungkinkan ditariknya kesimpulan umum yang pasti tentang
epidemiologi pemfigus. Prevalensi pemfigus dari kedua tipe ini pada pria dan wanita hampir
sama. Usia rata-rata onset penyakit adalah 50 sampai 60 tahun; akan tetapi, kisaran ini
cukup luas, dan penyakit yang baru mulai terjadi di masa lanjut usia dan pada anak-anak
juga telah dilaporkan. Kejadian pasti penyakit dan prevalensi pemfigus vulgaris
dibandingkan dengan pemfigus foliaceus sangat tergantung pada populasi yang diteliti.
Pemfigus vuilgaris lebih umum pada ras Yahudi dan kemungkinan pada orang-orang
Mediteranian. Dominasi etnik yang sama ini tidak ditemukan pada pemfigus foliaceus.
Dengan demikian, pada area-area dimana populasi Yahudi mendominasi, kejadian
pemfigus, serta rasio pemfigus vulgaris terhadap kasus pemfigus foliaceus, cenderung lebih
tinggi. Sebagai contoh, di Jerusalem kejadian pemfigus vulgaris diperkirakan 1,6 per
100.000; di Connecticut kejadiannya adalah 0,42 per 100.000; akan tetapi, di Finalndia,
dimana ada sedikit orang Yahudi dan orang-orang asal Mediteranian, kejadian jauh lebih
rendah, 0,76 per juta. Disamping itu, di New York dan Los Angeles rasio pemfigus vulgaris
terhadap pemfigus foliaceus adalah sekitar 5:1, sedangkan di Finalndia adalah sekitar 0,5:1.
Akan tetapi, alasan untuk beberapa perbedaan kejadian pemfigus pada berbagai populasi
lebih slit dipahami. Kejadian pemfigus vulgaris di Tunisia diperkirakan 2,5 kasus per juta
per tahun (3,9 diantara wanita dan 1,2 diantara pria); sedangkan di Perancis adalah 1,3 kasus
per juta per tahun (tidak berbeda signfiikan antara pria dan wanita). Akan tetapi, bahkan
yang lebih signifikan adalah penignkatan kejadian pemfigus foliaceus pada wanita-wanita
Tunisia (6,6 kasus per juta per tahun dibanding dengan 1,2 pada pria), sedangkan di
Perancis kejadian pemfigus foliaceus hanya 0,5 kasus per juta per tahun, sama pada pria dan
wanita.9, 10
D. Patofisiologi
Semua proses pemfigus sifat yang khas yaitu:2, 5
1. Poses akontolisis
2. adanya  antibody  Ig  G  terhadap  antigen  diterminan  yang  ada  pada permukaan
keratinosis yang sedang berdeferensiasi
Sebagian besar pasien, pada mulanya ditemukan dengan testoral yang tampak  sebagai
erosi- erosi  yang  bentuknya  ireguler  yang  terasa  nyeri,mudah  berdarah  dan  sembuh
lambat.  Bula  pada  kulit  akan  membesar, pecah dan meninggalkan daerah daerah erosi
yang lebar serta nyeri disertai dengan pembentukan krusta  dan  pembesaran  cairan.  Bau
yang menususk dan  khas  akan  memancar  dari  bula  dan  yang  merembes  keluar. Kalau
dilakukan penekanan yang meminimalkan terjadinya pembentukan lepuh/ pengelupasan
kulit  yang  normal  (tanda  nikolsky).  Kulit  yang  erosi sembuh  dengan lambah  sehingga
akhirnya daerah  tubuh  yang  terkena sangat   luas.   Sekunder  infeksi   disertai   dengan 
terjadinya   gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sering terjadi akibat kehilangan
cairan dan   protein   ketika   bula   mengalami  ruptur. Hipoalbuminemia sering dijumpai
kalau  proses  penyakit  mencakup  daerah permukaan  kulit  tubuh dan membran mukosa
yang luas.5, 6
Baru-baru ini, peranan penting interaksi sel kekebalan tubuh, khususnya dalam interaksi
CD40/CD154 telah terlibat sebagai mekanisme termasuk dalam memperlakukan pemphigus.
Sebuah studi oleh Aoki-Ota dkk., Yang dimuat dalam Jurnal Penyiasat Dermatology,
menunjukkan bahwa CD40/CD154 interaksi adalah penting untuk pemphigus vulgaris, dan
bahwa ini adalah interaksi yang menyebabkan anti-Desmoglein IgG antibodi yang dibuat
dari . Grup lebih lanjut menunjukkan bahwa pengepungan ini interaksi menjanjikan untuk
perawatan, melalui anti-CD154 monoclonal antibodi.6
E.    Gejala Klinis
Keadaan umum penderita biasanya buruk. penyakit dapat mulai sebagai lesi dikulit
kepala yang berambut atau rongga mulut kira-kira pada 60 % kasusu, berupa erosi yang
disertai pembentukan krusta, sehingga sering salah didiagnosa sebagai pioderma pada kulit
kepala yang berambut atau dermatitia dengan infeksi skunder. Lesi di tempat tersebut bisa
berbulan-bulan sebelum timbul bula generalisata.5
Semua penyakit tesebut memberi gejala yang khas, yaitu :
1. Pembentukan bula yang kendur pada kulit yang umumnya terlihat normal dan mudah
pecah.
2. Pada penekanan, bula tersebut meluas (tanda nikolsky positif)
3. Akantolisis selalu positif.
4. Adanya antibody tipe IgG terhadap antigen interselular di epidermis yang dapat
ditemukan dalam serum, maupun terikat diefidermis
Semua selaput lendir dengan epitel skuama dapat diserang, yakni selaput lender
konjungtiva, hidung, farings, larings, esofaring.5, 6
Tanda dan gejala Pemfigus vulgaris:
1. Kulit berlepuh, Ø 1-10 cm, bula kendur, mudah pecah, nyeri pada kulit yang terkelupas,
erosi
2. Krusta bertahan lama, hiperpigmentasi
3. Tanda nikolsky ada
4. Kelamin, mukosa mulut 60%
5. Biasanya usia 30-60 tahun
6. Bau spesifik

F. Pemeriksaan Diagnosis
1. Pemeriksaan visual oleh dermatologis
2. Biopsi lesi, dengan cara memecahkan bulla dan membuat apusan untuk diperiksa di
bawah mikroskop atau pemeriksaan immunofluoresent.
3. Tzank test, apusan dari dasar bulla yang menunjukkan akantolisis
4. Nikolsky’s sign positif bila dilakukan penekanan minimal akan terjadi pembentukan
lepuh dan pengelupasan kulit.5

G. Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah mengendalikan secepat mungkin, mencegah hilangnya
serum serta terjadinya infeksi sekunder, dan meningkatkan pembentukan epitel kulit
(pembaruan jaringan epitel). Kortikosteroid diberikan dalam dosis tinggi untuk
mengendalikan penyakit dan menjaga agar kulit bebas dari bula. Kadar dosis yang tinggi
dipertahankan sampai kesembuhan terlihat jelas. Pada sebagian kasus terapi ini, harus
dipoertahankan seumur hidup penderitanya.7
Kortikosteroid diberikan bersama makanan atau segera setelah makan, dan dapat
disertai dengan pemberian antacid sebagai pemberian profilaksis untuk mencegah
komplikasi lambung. Yang penting pada penatalaksanaan terapetik adalah evaluasi berat
badan, tekanan darah, kadar glukosa darah, dan keseimbvangan cairan setiap hari.
Preparat Immunosupresif (azatriopi, siklofosfomid) dapat diresepkan dokter untuk
mengendalikan penyakit dan mengurangi takaran kortikosteroid. Plasma feresis (pertukaran
plasma) secara temporer akan menurunkan kdar anti bodi serum.7, 8
a.   Penatalaksanaan Umum
         Perbaiki keadaan umum
         Atasi keseimbangan cairan ( input atau output ), elektrolit, tanda-tanda vital
b.      Penatalaksanaan Sistemik
         Kortikosteroid : Prednison 60-150 mg/hr ( tergantung berat ringannya penyakit
         Tapering off disesuaikan dengan kondisi klinis dan kadar IgG dalam darah sampai
dosis pemeliharaan
         Dapat dikombinasikan kortikosteroid dan sitostatika (Azotlapin 1-3 mg/kg BB )
untuk sparing efek.
         Antibiotika bila ada infeksi sekunder
         KCL 3x500 mg/ hari
         Anabolik ( Anabolene 1x1 tablet/ hari )
c.       Topikal
         Eksudatif : kompres
         Darah erosif :  Silver sulfadiazine
         Krim antibiotik bila ada infeksi
         Kortikosteroid lemah untuk lesi yang tidah eksudatif
Penelitian oleh Marchenko et al menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa
pemphigus vulgaris (PV) pasien mengembangkan antibodi antimitochondrial yang
aktivator kemungkinan jalur apoptosis intrinsik. Temuan penelitian ini memberikan
dukungan lebih lanjut untuk peran patogen utama dari apoptosis dalam PV dan mungkin
relevan untuk mengembangkan strategi terapeutik baru.7
PV adalah penyakit autoimun terik kulit dan selaput lendir karena kehilangan
adhesi keratinocyte diinduksi oleh autoantibodies. Seperti ditunjukkan sebelumnya,
acantholysis tergantung pada fosforilasi otoantibodi diinduksi oleh molekul adhesi,
internalisasi dan aktivasi jalur sinyal.6 Walaupun peran apoptosis dalam pathomechanism
dari PV masih diperdebatkan, baik jalur apoptosis intrinsik dan ekstrinsik muncul harus
diaktifkan di PV.6, 9 Dalam studi ini mereka, Marchenko et al. terfokus pada jalur yang
terkait dengan peristiwa acantholytic dan apoptosis dalam PV. Setelah inkubasi normal
monolayers keratinocyte manusia dengan PV imunoglobulin G (IgG) dari enam pasien
dan isolasi fraksi mitokondria, penulis divisualisasikan - oleh imunoblotting - adanya IgG
dalam fraksi ini dan mengamati bahwa PV IgG autoantibodies bereaksi dengan antigen
mitokondria dari berat molekul yang berbeda. Menariknya, preadsorption dari sera PV
dengan fraksi mitokondria menghambat acantholysis di keratinosit berbudaya dan secara
signifikan mengurangi tingkat acantholysis dalam model transfer pasif dari penyakit ini, di
neonatal BALB / c tikus. Para penulis mengusulkan bahwa, meskipun detasemen sel
adalah sebuah proses kompleks yang melibatkan beberapa kejadian isyarat yang bervariasi
dari pasien ke pasien, antibodi antimitochondrial adalah fitur umum. Sejak antigen
mitokondria di mana-mana, itu akan sangat menarik untuk mengeksplorasi efek
epidermis-jenis sebesar antibodi antimitochondrial di PV. Antimitochondrial adalah fitur
serologi karakteristik pada sirosis bilier primer dan mereka yang hadir bahkan sebelum
gejala berkembang.9, 10
Oleh karena itu, menyelidiki pola immunofluorescence dan spesifisitas antibodi
molekul halus antimitochondrial di PV dibandingkan dengan sirosis bilier primer dan
hubungan mereka dengan onset klinis harus menyediakan klinis dan biologis informasi
yang relevan. Studi selanjutnya juga harus membahas identitas autoantigens mitokondria
dan mengkarakterisasi sel entri mekanisme dan jalur sinyal dipicu oleh antibodi
antimitochondrial. Selain itu, pengembangan immunoassays kuantitatif (misalnya ELISA)
sangat harus memfasilitasi karakteristik korelasi tingkat IgG antimitochondrial dengan
aktivitas penyakit pada pasien PV.10

       Komplikasi
1.      Secondary infection
Salah satunya mungkin disebabkan oleh sistemik atau local pada kulit. Mungkin terjadi
karena penggunaan immunosupresant dan adanya multiple erosion. Infeksi cutaneus
memperlambat penyembuhan luka dan meningkatkan resiko timbulnya scar.
2.      Malignansi dari penggunaan imunosupresif
Biasanya ditemukan pada pasien yang mendapat terapi immunosupresif.
3.      Growth retardation
Ditemukan pada anak yang menggunakan immunosupresan dan kortikosteroid.
4.      Supresi sumsum tulang
Dilaporkan pada pasien yang menerima imunosupresant. Insiden leukemia dan
lymphoma meningkat pada penggunaan imunosupresif jangka lama.
5.      OsteoporosisTerjadi dengan penggunaan kortikosteroid sistemik
6.      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Erosi kulit yang luas, kehilangan cairan serta protein ketika bulla mengalami rupture
akan menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Kehilangan cairan
dan natrium klorida ini merupakan penyebab terbanyak gejala sistemik yang berkaitan
dengan penyakit dan harus diatasi dengan pemberian infuse larutan salin.
Hipoalbuminemia lazim dijumpai kalau proses mencapai kulit tubuh dan membrane
mukosa yang luas.4, 5, 6

  Prognosis
Sebelum kortikosteroid digunakan, maka kematian terjadi pada 50% penderita dalam tahun
pertama. Sebab kematian ialah sepsis, kakeksia, dan ketidakseimbangan elektrolit.
Pengobatan dengan kortikosteroid membuat prognosisnya lebih baik.5

Kesimpulan

Pemfigus vulgaris adalah suatu penyakit autoimun yang meliputi kulit dan membran
mukosa. Penyakit ini dapat terjadi pertama sekali pada rongga mulut namun terdapat adanya
faktor genetik dan pemakaian obat-obatan yang dapat menginduksi terjadinya pemfigus
vulgaris. Patogenesis penyakit dimulai dengan mekanisme autoimun di dalam tubuh
penderita hingga membentuk suatu autoantibodi. Adanya gambaran berupa vesikel dan bulla
yang akan pecah menjadi ulser pada intraepitel secara histologis menunjukkan proses
akantolisis pada lapisan tersebut oleh karena hilangnya perlekatan sel dengan sel.
Penegakkan diagnosa dari penyakit ini meliputi biopsi, pemeriksaan sitologi dan
imunopatologi. Obat kortikosteroid menjadi pilihan utama untuk perawatan penyakit ini dan
ditambah dengan adjuvan. Penyakit ini harus ditangani dengan cepat jika tidak dapat
menyebabkan kematian dengan penatalaksanaan pemberian terapi cairan, antibiotik,
antihistamin, kortikosteroid dan menjaga kebersihan luka dengan salep/ cream luka
memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap penyembuhan pada penyakit yang
diderita oleh pasien dengan pemfigus vulgaris.

Daftar pustaka
1.  Sjarif M. Wasaitaatmadja. Anatomi dan Faal Kulit Dalam Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. 5 ed. Jakarta: FKUI, 2007: 3-9
2.      Grando et al. Exp Dermatol 2009, 18:764-70
3.      Brunner  and  suddath,  2001;  Buku  Ajar  Keperawatan  Medikal   Bedah, EGC, Jakarta
4.      Arif Mansjoer et al. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Dalam Kapita Selekta Kedokteran.
3 ed. Jakarta: FKUI: 86-92.
5.    Benny E. Wiryadi. Dermatitis Vesikobulosa Kronik Dalam Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. 5 ed. Jakarta: FKUI, 2007: 204-208.
6.      Schmidt dan Waschke, Autoimmun Rev 2009, 8:533-7
7.  Adhi, Djuanda. Pengobatan dengan Kortikosteroid Sistemik dalam
Dermatologi.http://www.medicalholistik.com.
8.      Siregar, RS. 1991. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC: 219-22.
9.      Lee et al. J Chem Biol 2009, 284:12524
10.  Arredondo et al. Am J Pathol 2005, 167:1531-44
11. Muttaqin Arif,dkk.2011.Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen.Jakarta:
Salemba Medika
12. Suzanne C.Smeltzer dan Brenda G.Barc.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8. EGC

Anda mungkin juga menyukai