Anda di halaman 1dari 2

Farmakoterapi adalah ilmu yang membahas mengenai penggunaan serta

kedudukan obat dalam tatalaksana terapi suatu penyakit. Dalam mata kuliah ini,
mahasiswa diajarkan bagaimana cara memilih obat berdasarkan jenis dan tanda-
tanda penyakit. Jadi selain mempelajari mengenai obat-obatan (mulai dari
bentuk sediaannya hingga farmakokinetika dan farmakodinamikanya), kami juga
mempelajari mengenai berbagai penyakit (mulai definisi penyakit, prevalensi,
patofisiologi, etiologi, diagnosis, tanda dan gejala, faktor resiko, penanganan
non-farmakologi, penanganan farmakologi, hingga interaksi obat). Tujuan utama
yang diharapkan dapat dicapai oleh apoteker setelah menguasai farmakoterapi
adalah kemampuan untuk berkontribusi secara optimal dalam pengobatan
pasien, terutama terkait dengan pemilihan obat yang paling tepat dan ekonomis.
Farmakoterapi merupakan salah satu bagian dari ilmu dalam rumpun 
ilmu farmakologi yang bisa dikatakan sebagai terapan atau ujung tombak dari
semua ilmu dalam rumpun ilmu farmakologi itu sendiri.
 

Karena pada hakikatnya semua ilmu dalam rumpun ilmu farmakologi akan
bermuara pada bagaimana obat dapat digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan dan kualitas hidup manusia, baik terkait dengan upaya mencegah,
menyembuhkan penyakit, atau merubah fungsi fisiologis sistem tubuh manusia.  

Manfaat belajar farmakoterapi:

 Membantu apoteker dalam memahami penggunaan obat pada penyakit


tertentu
 Apoteker mampu memilih obat yang tepat
 Apoteker mampu memberikan informasi obat (Misalnya mengenai efek
samping obat, kontraindikasi obat, interaksi obat dengan obat lain atau
interaksi obat dengan makanan, dan sebagainya)
 Apoteker mampu berinteraksi dengan dokter dan tenaga medis lainnya.
 Apoteker membantu pasien melakukan self medication
Mata kuliah pendukung dalam mempelajari farmakoterapi diantaranya:

 Farmakologi
 Farmakokinetik
 Patofisiologi
 Mikrobiologi
 Parasitologi
 Virology
Bagaimana implementasi ilmu farmakoterapi?

Pertama, apoteker harus mengetahui secara jelas bagaimana penyakitnya dan


harus menemukan diagnosis yang tepat. Sebelum memilih obat, sebaiknya
apoteker menawarkan kepada pasien “terapi non-farmakologi” dengan
melakukan modifikasi gaya hidup (misalnya dengan melakukan diet tertentu,
olah raga tertentu, berhenti merokok dan berhenti mengkonsumsi alkohol, dan
lain-lain). Modifikasi gaya hidup dilakukan tergantung dengan tipe dan jenis
penyakit pasien. Jika terapi non-farmakologi tidak berhasil, lakukan tahap
selanjutnya yaitu terapi farmakologi (terapi dengan menggunakan obat). Terapi
farmakologi dimulai dengan pemilihan obat yang tepat dan dengan dosis rendah
dan dalam waktu sesingkat mungkin (tetapi harus tetap memberikan efek
terapi). Pemilihan obat berdasarkan gejala-gejala yang dirasakan oleh penyakit
dan harus menggunakan obat yang sudah terbukti melalui uji klinis. Penggunaan
obat baru dilakukan jika obat baru memiliki kelebihan secara signifikan
dibandingkan obat lama (new is not always better, remember?).

Hal yang harus diperhatikan adalah lama terapi obat (menentukan efikasi dan
efek samping), interaksi obat dengan obat lain, interaksi obat dengan penyakit,
interaksi obat dengan makanan, dan lain-lain. Selain itu, regimen obat sebaiknya
dibuat sederhana untuk mempermudah pasien. Kegagalan terapi dapat
disebabkan oleh seleksi obat tidak memadai, kesalahan penggunaan dosis,
munculnya penyakit lain, terjadi interaksi obat, adanya factor genetik dan faktor
lingkungan, dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai