Anda di halaman 1dari 11

TUGAS : PARASITOLOGI

MAKALAH PENYAKIT

SISTISERKOSIS

DI SUSUN

OLEH

NAMA: SRI WAHYUNINGSI ALI

NIM : 751440119004

KELAS : 1A KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2019/2020


A. DEFINISI PENYAKIT SISTISERKOSIS

Sistiserkosis adalah penyakit yang disebabkan oleh stadium larva Taenia solium(cacing
pita babi). Nama lain dari larva adalah metasestoda, cacing gelembung, kista atau cysticercus
cellulosae. Sistiserkosis dapat menimbulkan gejala-gejala yang berat, khususnya bila ditemukan
di dalam otak.

Manusia berperan sebagai hospes definitif yaitu mengandung cacing dewasa dan
sekaligus sebagai hospes perantara yaitu tempat hidupnya larvae T. solium. Seorang akan
menderita sistiserkosis bila telur yang mencemari makanan  tertelan. Di dalam lambung telur
akan dicerna, dinding telur hancur, embrio heksakan/onkosfer keluar, menembus dinding
lambung dan masuk ke dalam saluran getah bening serta peredaran darah. Embrio heksakan
kemudian tersangkut antara lain di jaringan subkutan, otot, otak, mata dan berbagai organ lain.
Larva yang menginfeksi sistim saraf pusat menyebabkan neurosistiserkosis, sedangkan bila
ditemukan di jaringan atau organ lain penyakit secara umum disebut disini sistiserkosis

Kejadian sistiserkosis setelah dikontrol secara bersamaan mempunyai keterkaitan dengan


pola kebersihan manusia seperti cuci tangan, jenis pekerjaan, frekuensi mandi, jenis sumber air
bersih dan tempat buang air besar. Perlu dilakukan pendidikan kesehatan kepada masyarakat
tentang hal-hal sebagai berikut: kebiasaan mencuci tangan, pentingnya mandi dengan
menggunakan air bersih serta membuang air besar pada tempat yang terlindung.

B. ETIOLOGI PENYAKIT SISTISERKOSIS

Terjadinya penyakit sistiserkosis disebabkan oleh Taenia solium (cacing pita daging
babi).Siklus hidup T. solium secara umum memiliki pola yang sama dengan Taenia yang lain
yang membedakan adalah inang antaranya yaitu babi. Babi adalah hewan omnivore termasuk
memakan tinja manusia.Larva ini mudah ditemukan dalam jaringan otot melintang tubuh
babi.Bahayanya telur T. solium juga menetas dalam usus manusia sehingga manusia bertindak
sebagai inang anatara walaupun secara kebetulan. Seseorang akan menderita sistiserkosis apabila
telur mencemari makanan tertelan. Di dalam lambung telur akan akan dicerna, dinding telur
hancur, embrio heksakan/onkosfer keluar, menembus dinding lambung dan masuk ke dalam
saluran getah bening serta peredaran darah. Embrio heksakan kemudian akan tersangkut antara
lain di jaringan subkutan, otot, otak, mata dan berbagai organ lain.

Siklus Hidup

Telur Sistisirkosis

 Filum   :  Platyhelminthes
Kelas    : Cestoda
Ordo    : Cyclophyllidae
Famili  : Taniidae
Genus  : Taenia
Spesies            : Taenia solium
Cestoda, atau cacing pita, merupakan subfilum lain di dalam filum Platyhelminthes.
Mereka tidak mempunyai rongga badan dan semua organ – organ tersimpan di dalam jaringan
parenkim. Semua cacing pita bersifat parasit, dan telah bermodifikasi secara besar-besaran untuk
eksistensi parasit tersebut.
Taenia solium adalah salah satu jenis cacing pita yang berparasit di dalam usus halus
manusia. Dalam klasifikisai taksonomi cacing ini termasuk kelas Eucestoda, ordo Taenidae, dan
genus Taenia. Tergolong dalam satu jenis genus dengan Taenia solium adalah Taenia
saginata dan Taenia asiatica yang juga bersifat zoonosis

C. TANDA DAN GEJALA

Gejala klinis yang timbul tergantung dan letak jumlah, umur, dan lokasi dari
kista.Sebagian besar penderita tidak menunjukkan gejala atau dapat ditemukan adanya nodul
subkutan.Sistiserkosis serebri sering menimbulkan gejala epilepsi atau gejala tekanan
intrakranial meninggi dengan sakit kepala dan muntah yang menyerupai gejala tumor otak.Pada
kasus yang berlangsung lama dapat dijumpai bintik kalsifikasi dalam otak.Akibat buruk mungkin
terjadi jika larva cacing tersebut tersangkut pada jaringan mata, SSP atau jantung. Jika pada
sistiserkosis somatik ini muncul gejala antara lain gejala seperti epilepsi, sakit kepala, tanda
tanda kenaikan tekanan intracranial atau gangguan psikiatri yang berat maka besar kemungkinan
sistiserkosis ada pada SSP. Neurocysticercosis dapat menyebabkan cacat yang serius akan tetapi
CFR nya rendah.

Berikut ini ada beberapa gejala klinis dari penyakit sistiserkosis antara lain :

1.       Cysticercosis pada otot , Cysticerci dapat berkembang dalam setiap otot pada manusia.
Invasi otot oleh cysticerci dapat menyebabkan myositis, disertai demam, eosinofilia, dan
pseudohypertrophy otot, yang dimulai dengan pembengkakan otot dan kemudian berkembang
menjadi atrofi dan fibrosis.

2.       Neurocysticercosis, Neurocysticercosis merupakan istilah umum yang merujuk pada kista


dalam parenkim otak. Biasanya berakibat kejang dan sakit kepala (jarang terjadi).
3.       Neurocysticercosis Intraventricular, Kista terletak di dalam ventrikel otak, dapat
memblokir arus keluar cairan serebrospinal dan hadir dengan gejala peningkatan tekanan
intrakranial.

4.       Racemose neurocysticercosis, Racemose neurocysticercosis mengacu pada kista dalam


ruang subarachnoid. Ini kadang-kadang dapat tumbuh menjadi massa lobulated yang besar dan
menyebabkan tekanan pada struktur sekitarnya.

5.       Neurocysticercosis Spinal, Neurocysticercosis melibatkan sumsum tulang belakang, paling


sering menyajikan sebagai nyeri punggung dan radiculopathy.

6.       Sistiserkosis Medic, Dalam beberapa kasus, cysticerci dapat ditemukan di seluruh bagian
tubuh ; otot luar mata, dan subconjunctiva. Tergantung pada lokasi, sistiserkosis dapat
menyebabkan kesulitan visual yang berfluktuasi pada mata, edema retina, perdarahan, visial
menurun atau bahkan hilangnya penglihatan.

7.       Subkutan sistiserkosis, Kista subkutan adalah dalam bentuk lainnya, nodul seluler, terjadi
terutama pada batang dan ekstremitas. Nodul subkutan  kadang-kadang menyakitkan.

D. CARA PENULARAN

Cacing pita Taenia dewasa hidup dalam usus manusia yang merupakan induk semang


definitive.Segmen tubuh Taenia yang telah matang dan mengandung telur keluar secara aktif
dari anus manusia atau secara pasif bersama-sama feses manusia. Bila inang definitif (manusia)
maupun inang antara (sapi dan babi) menelan telur (cysticercus bovis) pada sapi maupun larva
Taenia Solium (Cysticerosis cellulosa) atau larva Taenia asiatica yang terdapat pada daging
babi maka telur yang menetas akan mengeluarkan embrio(onchosphere) yang kemudian
menembus dinding usus. Embrio cacing yang mengikuti sirkulasi darah limfe berangsur-angsur
berkembang menjadi sistiserkosis yang infektif di dalam otot tertentu. Otot yang paling sering
terserang sistiserkus yaitu jantung, diafragma, lidah, otot pengunyah, daerah esofagus, leher dan
otot antar tulang rusuk.

Infeksi Taenia dikenaldenganistilah Taeniasis dan Sistiserkosis. Sistiserkosis pada manus
ia adalah infeksi jaringan oleh bentuk larva Taenia (sistiserkus) akibat
termakan telur cacing Taenia solium (cacing pita babi). Cacing pita babi dapat menyebabkan
sistiserkosis pada manusia, sedangkan cacing pita sapi (cysticercus bovis) tidak dapat
menyebabkan sistiserkosis pada manusia.Sedangkan kemampuan Taenia asiatica dalam
menyebabkan sistiserkosis belum diketahui secara pasti.Terdapat dugaan bahwa Taenia
asiatica merupakan penyebab sistiserkosis di Asia.

Manusia terkena taeniasis apabila memakan daging sapi atau babi yang setengah matang


yang mengandung sistiserkus sehingga sistiserkus berkembang menjadi Taenia dewasa
dalam usus manusia.Manusia terkena sistiserkosis bila tertelan makanan atau minuman yang
mengandung telur Taenia solium.Penularan dapat juga terjadi karena autoinfeksi, yaitu langsung
melalui ano-oral akibat kebersihan tangan yang kurang dari penderita Taniasis solium.

Sumber penularan cacing pita Taenia pada manusia yaitu :

1.      Penderita taeniasis sendiri dimana tinjanya mengandung telur atau segmen tubuh


(proglotid) cacing pita.

2.      Hewan, terutama babi dan sapi yang mengandung larva cacing pita (sistisekus).

3.      Makanan, minuman dan lingkungan yang tercemar oleh telur cacing pita.

E. CARA PENGOBATAN PENYAKIT SISTISERKOSIS

Pengobatan sistiserkosis tergantung pada berbagai faktor, termasuk gejala individu,


lokasi dan jumlah cysticerci, dan tahap perkembangan kista.Secara umum, pengobatan
disesuaikan dengan setiap pasien dan presentasi khusus mereka, dan rejimen pengobatan
mungkin termasuk agen obat cacing, kortikosteroid, obat-obatan antikonvulsan, dan atau
pembedahan.

Manajemen bedah mungkin diperlukan pada kasus tertentu sistiserkosis. Operasi pengangkatan
kista pusat sistem saraf atau penempatan shunt otak (untuk mengurangi tekanan) kadang-kadang
diperlukan dalam beberapa kasus neurocysticercosis. Sistiserkosis mata harus dioperasi,
sedangkan sisterkosis di otak hanya dapat dioperasi jika terdapat hanya satu kista saja yang
lokasinya memungkinkan.Sistiserkosis jaringan subkutan atau otot mempunyai prognosis baik,
sedangkan sistiserkosis jantung, otak, mata atau organ penting lainnya prognosisnya buruk.
Berikut pengobatan sistiserkosis yang diberikan :
1.      Prazikuantel per oral 50 mg/kgBB/hari dosis tunggal atau dibagi dalam tiga dosis selama
15 hari.

2.      Albendazol per oral 15 mg/kgBB/hari dosis tunggal atau dibagi dalam tiga dosis selama 7
hari.

Penggunaan obat tersebut biasanya menimbulkan efek samping yang membuat penderita
kurang nyaman.Hal itu dapat dikurangi dengan memberikan kortikosteroid, yaitu prednison
1mg/kgBB/hari dosis tunggal atau dibagi dalam tiga dosis.Kortikosteroid yang juga dapat
diberikan adalah deksametason dengan dosis yang setara dengan prednison.

Keberhasilan pengobatan sistiserkosis dapat diketahui melalui pemeriksaan tinja pada


bulan ketiga sampai bulan keenam setelah pengobatan.Pengobatan dinyatakan berhasil bila tidak
ditemukan telur Taenia sp dan proglotidnya.Apabila ditemukan telur Taenia sp, prologtid, atau
keduanya maka hal itu menandakan telah terjadi infeksi baru (reinfeksi).

F. PENCEGAHAN

Penyakit sistiserkosis pada hewan dapat ditekan dengan cara mengobati induk semang definitif
yang menderita Taeniasis. Keluarga pasien sebaiknya juga menjalani pemeriksaan untuk
memastikan tidak terkontaminasi. Anjing yang sering berkeliaran dan bergabung dengan hewan
ternak lain harus dihindarkan dan dicegah supaya tidak memakan bangkai hewan yang
terinfeksi Taenia. Selain itu, untuk mencegah terjadinya infeksi, hewan ternak dilarang kontak
langsung dengan feses manusia.Untuk mencegah Taeniasis pada manusia, dapat dilakukan
dengan menghindari memakan daging yang kurang matang, baik daging babi (untuk T.
solium).Daging yang terkontaminasi harus dimasak dahulu dengan suhu di atas 56oC.Selain itu,
dengan membekukan daging terlebih dahulu, dapat mengurangi risiko penularan penyakit.

Menurut FLISSER et al. (1986), daging yang direbus dan dibekukan pada suhu -20oC dapat
membunuh sistiserkus. Sistiserkus akan mati pada suhu -20 oC, tetapi pada suhu 0 – 20oC akan
tetap hidup selama 2 bulan, dan pada suhu ruang akan tahan selama 26 hari (BROWN dan
BELDING, 1964).

Menurut Departemen Kesehatan RI, upaya pencegahan sistiserkosis dapat dilakukan dengan :
a.       Usaha untuk menghilangkan sumber infeksi dengan mengobati penderita taenasis

b.      Pemakaian jamban keluarga, sehingga tinja manusia tidak dimakan oleh babi dan tidak
mencemari tanah atau rumput.

c.       Pemeliharaan sapi atau babi pada tempat yang tidak tercemar atau sapi dikandangkan
sehingga tidak dapat berkeliaran.

d.      Pemeriksaan daging oleh dokter hewan/mantri hewan di RPH, sehingga daging yang
mengandung kista tidak sampai dikonsumsi masyarakat (kerjasama lintas sektor dengan dinas
Peternakan)

e.       Daging yang mengandung kista tidak boleh dimakan. Masyarakat diberi gambaran tentang
bentuk kista tersebut dalam daging, hal ini penting dalam daerah yang banyak memotong babi
untuk upacara - upacara adat seperti di Sumatera Utara, Bali dan Irian jaya.

f.       Menghilanglkan kebiasaan maka makanan yang mengandung daging setengah matang atau
mentah.

g.      Memasak daging sampai matang ( diatas 57 º C dalam waktu cukup lama ) atau
membekukan dibawah 10ºC selama 5 hari . Pendekatan ini ada yang dapat diterima ,tetapi dapat
pula tidak berjalan , karena perubahan  yang bertentangan dengan adat istiadat setempat akan
mengalami hambatan. Untuk itu kebijaksanaan yang diambil dapat disesuaikan dengan situasi
dan kondisi daerah tersebut.

Upaya pencegahan sistiserkosis juga tidak jauh berbeda dengan upaya pencegahan pada penyakit
disentri yakni  mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir setelah menggunakan sabun
mandi dan sebelummemegang produk makanan,  mencuci dan mengupas semua sayuran
mentah dan buah-buahan sebelum dikonsumsi, hindari semua makanan yang
berpotensi terkontaminasi dengan kotoran, minum hanya air kemasan,air yang telah direbus
selama minimal 1 menit, atau minuman berkarbonasi yang ada di kaleng atau botol,jangan
menggunakan es batu di daerah dimana babi diperbolehkan untuk berkeliaran dengan
bebas atau di tempat – tempat yang sanitasi dan kebersihannya tidak memadai.
G. DIAGNOSIS
Taeniasis
Dapat ditegakkan dengan 2 cara :
1.      Menanyakan riwayat penyakit (anamnesa)
Didalam anamnesis perlu ditanyakan antara lain apakah penderita pernah mengeluarkan
proglotid (segmen) dari cacing pita baik pada waktu buang air besar maupun secara spontan 
2.      Pemeriksaan Tinja
Tinja yang diperiksa adalah tinja sewaktu berasal dari deteksi spontan. Sebaiknya diperiksa
dalam keadaan  segar. Bila tidak memungkinkan untuk diperiksa segera, tinja tersebut diberi
formalin 5-10% atau spirtus sebagai pengawet.
      Pemeriksaan tinja secara mikroskopis dilakukan antara lain dengan metode langsung (secara
relatif) bahan pengencer yang dipakai NaCl 0,9 % atau Lugol. Dari satu spesimen tinja dapat
digunakan menjadi empat sediaan. Bilamana ditemukan telur cacingTaenia sp, maka
pemeriksaan menunjukkan hasil positif taeniasis. Pada pemeriksaan tinja secara makroskopis
dapat ditemukan proglotid.
      Pemeriksaan dengan metode langsung ini kurang sensitif dan spesifik. Terutama telur yang
tidak selalu ada dalam tinja dan secara morfologi sulit diidentifikasi. Metode pemeriksaan lain
yang lebih sensitif dan spesifik misalnya teknis sedimentasi eter; anal swab; dan coproantigen
(paling spesifik dan sensitif). 
                      Sistiserkosis
Diagnosa sistiserkosis biasanya tergantung pada pembedahan untuk mengeluarkan
parasitnya dan pemeriksaan mikroskopik atas adanya batil isap dan kait pada skoleks. Seringkali
terdapat larva multipel dan adanya sistiserkus dalam jaringan subkutan atau otot menunjukkan
bahwa otak mungkin juga terkena. Larva yang mengalami perkapuran dapat langsung terlihat
pada sinar-X . CT Scan dapat memperlihatkan adanya lesi dalam otak. Apabila bentuk rasemosa
ada dalam otak. Apabila bentuk rasemosa ada dalam otak, CT scan tidak dapat membedakan lesi
dengan tumor – tumor yang disebabkan oleh penyebab lainnya. Sistiserkosis mata biasanya dapat
didiagnosis melalui identifikasi visual dari gerakan dan morfologi dari larvanya. Meskipun test
serologis dapat membanbtu pada beberapa kasus, dapat dijumpai reaksi silang di antara
sistiserkosis dan infeksi hidatid (Schantz dkk, 1980)
  Dinyatakan tersangka sistiserkosis apabila pada :
a)      Anamnesis :
1.      Berasal dari / berdomisili di daerah endemis taeniasis/ sistiserkosis
2.      Gejala Taeniasis
3.      Riwayat mengeluarkan proglotid
4.      Benjolan (“nodul subkutan”) pada salah satu atau lebih bagian tubuh
5.      Gejala pada mata dan gejala sistiserkosis lainnya
6.      Riwayat / gejala epilepsi
7.      Gejala peninggian tekanan intra kranial
8.      Gejala neurologis lainnya

b)      Pemeriksaan fisik :
1.      Teraba benjolan / nodul sub kutan atau intra muskular satu atau lebih
2.      Kelainan mata (oscular cysticercosis) dan kelainan lainnya yang disebabkan oleh sistiserkosis
3.      Kelainan neurologis

c)      Pemeriksaan penunjang :
1.      Pemeriksaan tinja secara makroskopis : proglotid
2.      Pemeriksaan tinja secara mikroskopis : Telur Taenia Sp
3.      Pemeriksaan serologis : sistiserkosis
4.      Pemeriksaan biopsi pada nodul subkutan gambaran menunjukkan patologi anatomi yang khas
untuk sistiserkosis

                      Neurosistiserkosis
Dinyatakan adanya tersangka neurosistiserkosis apabila :
a)      Anamnesis :
1.      Berasal dari / berdomisili di daerah endemis taeniasis/ sistiserkosis
2.      Gejala Taeniasis
3.      Riwayat mengeluarkan proglotid
4.      Gejala pada mata dan gejala sistiserkosis lainnya
5.      Riwayat / gejala epilepsi
6.      Gejala peninggian tekanan intra kranial
7.      Gejala neurologis lainnya

b)      Pemeriksaan fisik :
1.      Teraba benjolan / nodul sub kutan atau intra muskular satu atau lebih
2.      Kelainan mata (oscular cysticercosis) dan kelainan lainnya yang disebabkan oleh sistiserkosis
3.      Kelainan neurologis
4.      Pemeriksaan penunjang
5.      Pemeriksaan tinja secara makroskopis : proglotid (+)
6.      Pemeriksaan tinja secara mikroskopis : Telur Taenia Sp (+)
7.      Pemeriksaan darah tepi : Hb, Leukosit (Leukositosis), Eritrosit, hitung jenis (eosinofilia), LED
(meningkat dan gula darah)
8.      Pungsi Lumbal sel (eosinofil meningkat 70 %),protein (meningkat 100%), glukosa (menurun
70 % dibandingkan dengan glukosa darah) NaCl.
9.      Pemeriksaan serologis (ELISA dan immunoblot): sistiserkosis (+) spesimen yang diperiksa
berupa cairan otak (LCS) kurang lebih 2-3 cc. Tempat pemeriksaan di laboratorium yang telah
ditentukan. Pengiriman spesimen cairan otak dengan tabung / botol steril dan es batu (1 derajat
C) Bila memungkinkan dilakukan pemeriksaan foto kepala (untuk kista yang sudah mengalami
kalsifikasi) dan lebih baik lagi pemeriksaan CT- Scan (Computerized Tomography Scanning)
atau MRI.

Anda mungkin juga menyukai