Anda di halaman 1dari 3

Nama Lengkap : Debi Maulana Ahsan Halla

NIM : 2109190065
Kelas :1C
Mata Kuliah : Konservasi Lingkungan dan Manajemen Kebencanaan

Optimalisasi Lahan Marginal untuk


Konservasi Lingkungan
8 Desember 2019   21:32 Diperbarui: 8 Desember 2019   21:40  11  0 0

dokpri

Desa Tubanan, Kecamatan Kembang adalah salah satu desa di Kabupaten Jepara yang
berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Desa ini memiliki keunggulan karena tepat di sisi utara
desa dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tanjung Jati B dengan kapasitas
produksi total sebesar 2.664 MW yang berasal dari 4 unit. 
Perusahaan Listrik Negara (PLN) terus mengupayakan pembangunan unit 5 dan 6 yang
ditargetkan rampung pada tahun 2021. Jika unit 5 dan 6 beroperasi, total produksi PLTU
Tanjung Jati B mencapai 4.664 MW dan akan menjadi yang terbesar di Indonesia.

Besarnya produksi PLTU Tanjung Jati B dapat dinilai dari dua sisi yang berbeda.
Tentunya di satu sisi hal tersebut mampu mensuplai kebutuhan listrik di Jawa-Bali yang juga
terus meningkat konsumsinya. Di sisi lain, besarnya produksi memiliki konsekuensi terhadap
besarnya limbah Bahan Berbahya dan Beracun (B3) yang dihasilkan. Limbah B3 tersebut dapat
dalam bentuk fly-ash maupun bottom-ash. Pada dasarnya limbah B3 fly-ash dan bottom-ash
dihasilkan dari pembakaran batu bara pada PLTU.

Perlu diketahui bahwasanya limbah B3 fly-ash dan bottom-ash mengandung berbagai


unsur kimia, berdasarkan penelitian dari Kinasti dan Notodisuryo (2015) yang dimuat dalam
jurnal KILAT: Kajian Ilmu dan Teknologi volume 06 nomor 2 unsur kimia tersebut meliputi:
arsenic (As), Barium (Ba), Berrylium (Be), Boron (B), Cadmium (Cd), Chromium (Cr), Cobalt
(Co), Copper (Cu), Flourin (F), Timbal (Pb), Mangan (Mn), Nikel (Ni), Selenium (Se),
Strontium, Thalium (Th), Vanadium, dan Zinc (Zn).

Berbagai unsur kimia yang terdapat dalam fly-ash dan bottom-ash tersebut dapat
dimnafaatkan sebagai bahan baku produk batu batako, pupuk bunga matahari, absorben, filter
aspal dll. Namun demikian, besarnya limbah B3 belum mampu sepenuhnya dimanfaatkan untuk
industri. Dengan demikian, perlu ada upaya untuk mereduksi berbagai unsur kimia tersebut.
Salah satu upaya strategis yang dapat dilakukan adalah melalui penanaman berbagai jenis
tumbuhan penjerap fly-ash. Melalui hal ini, bottom-ash dapat dimanfaatkan untuk bahan baku
industri dan fly-ash akan dijerap oleh dedaunan.

Penanaman berbagi jenis tumbuhan penjerap fly-ash sangat mungkin dilakukan di Desa
Tubanan mengingat masih banyak sekali lahan kosong yang tidak dimanfaatkan (lahan tidur).
Potensi lahan tidur sepertinya belum menarik bagi masyarakat sekitar karena terlihat tandus dan
kering. Berbagai jenis tumbuhan yang ada juga menunjukkan bahwa masyarakat kurang
mengoptimasi potensi lahan yang ada. Padahal kawasan ini memiliki elevasi yang baik dengan
dukungan iklim mikro tropis yang sangat subur.

Oleh karena itu, tim pengabdi dari Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia yang
diketuai oleh Dr. Suyud Warno Utomo, M.Si berupaya mengoptimasi potensi Desa Tubanan
sekaligus mereduksi risiko cemaran udara akibat fly-ash melalui kegiatan pengabdian
masyarakat (pengmas) dengan tema Desa Hijau. 

Tim pengabdi telah melakukan identifikasi iklim mikro dan kondisi sosial budaya
masyarakat Desa Tubanan sejak bulan Februari 2019. 

Berdasarkan hasil inventarisasi dan identifikasi tersebut, tim pengabdi menemukan solusi
yakni meningkatkan tutupan lahan melalui penanaman Aquilaria malaccensis (tumbuhan
penghasil gaharu). Terhitung 9 bulan sejak dilaksanakannya program pengmas ini tim pengabdi
telah berhasil menyemai sekitar 26.000 bibit tumbuhan penghasil gaharu. Tumbuhan penghasil
gaharu dipilih karena memiliki keunggulan: (1) jenis asli Indonesia, (2) memiliki toleransi
terhadap kekeringan, (3) mudah tumbuh, (4) memiliki nilai ekologi sangat baik untuk menjerap
fly-ash dan menyerap serta menyimpan air, dan (5) memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi.

Berdasarkan 5 keunggulan tersebut, tumbuhan penghasil gaharu dinilai paling cocok


untuk dibudidayakan di Desa Tubanan dalam rangka mengkonservasi lingkungan dan
meningkatkan pendapatan masyarakat.

Hingga saat ini tim pengabdi terus berupaya mennyemai bibit dan membudidayakannya
dengan melibatkan pemerintah desa dan masyarakat setempat. Program pengmas ini terlaksana
berkat dukungan dari pemerintah Desa Tubanan melalui kepala desa dan Direktorat Riset dan
Pengabdian kepada Masyarakat (DRPM) Universitas Indonesia tahun anggaran 2019. Tim
pengabdi telah mengkader 5 orang masyarakat lokal untuk menjadi "ranger" yang akan menjadi
pendamping bagi msyarakat lainnya.

dokpri

Anda mungkin juga menyukai