Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep dasar luka

Luka merupakan kejadian yang sering kita jumpai dalam

kehidupan seharihari. Luka adalah kerusakan pada fungsi

perlindungan kulit disertai hilangnya kontinuitas jaringan epitel

dengan atau tanpa adanya kerusakan pada jaringan lainnya

seperti otot, tulang dan nervus yang disebabkan oleh beberapa

faktor, yaitu: tekanan, sayatan dan luka karena operasi (Ryan,

2014). Menurut Arisanty Luka merupakan gangguan atau

kerusakan dari keutuhan kulit (Arisanty, 2013). Luka adalah

gangguan pada struktur, fungsi dan bentuk kulit normal yang

dapat dibedakan menjadi 2 jenis menurut waktu

penyembuhannya yaitu luka akut dan luka kronis (Granic &

Teot, 2012). Ketika luka timbul ada beberapa efek yang akan

muncul yaitu:

1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ

Luka merupakan kejadian yang sering ditemui di kehidupan sehari-hari


yang

menyebabkan hilangnya seluruh atau sebagian fungsi


organ. Luka merupakan

kerusakan secara seluler maupun anatomis pada fungsi kontinuitas


jaringan hidup
10

(Nalwaya ,et al. 2009).

2. Respon stres simpatis

Reaksi pada respon stres simpatis dikenal juga sebagai

alergi terkait sistem imun tubuh. Reaksi yang sering muncul

dapat diklasifikasikan menjadi empat tipe. Tipe satu yaitu

reaksi segera atau reaksi vasoaktif substansi sel mast

ataubasofil yang diikuti dengan reaksi spesifik antigen atau

atibody. Tipe dua yaitu reaksi

9
sitotoksik berupa reaksi merusak sel, fagositosis, dan

mekanisme bula. Tipe tiga yaitu reaksi imun kompleks berupa

sirkulasi antigen atau antibodi ke jaringan inflamasi,

trombosit rusak, vasoaktif menurun, dan pemearbelitas

vaskuler meningkat. Tipe empat yaitu raksi hipersensitif

(Arisanty, 2013).

3. Pendarahan dan pembekuan darah

Luka dapat menyebabkan reaksi pendarahan dan pembekuan darah


akibat
respon imun di dalam tubuh. Lesi kulit dapat terjadi karena

gangguan pembuluh darah arteri dan vena (Arisanty, 2013).

Pendarahan dibedakan menjadi dua yaitu pendarahan internal

dan eksternal. Pendarahan internal ditandai dengan nyeri


11

pada area luka, perubahan tanda-tanda vital dan adanya

hematoma yang menyebabkan penekanan jaringan

disekitarnya, sehingga dapat menyumbat aliran darah(Treas

dan Wilkinson, 2013).

4. Kontaminasi bakteri

Semua luka traumatik cenderung terkontaminasi bakteri

serta mikro organisme lainnya. Bakteri adalah organisme

bersel tunggal yang berpotensi menyebabkan infeksi. Bakteri

biasanya juga mampu hidup tanpa bantuan,

walaupun beberapa diantaranya bersifat parasit (Boyle,


2009). Imunitas terhadap

bakteri bervariasi tergantung pada organisme yang hidup di

dalam atau di luar sel.. Walaupun banyak bekteri dapat

ditolak atau bahkan dimusnahkan oleh sistem pertahanan

tubuh dasar, beberapa bakteri telah mengembangkan

kemampuannya untuk memperdaya sistem pertahanan tubuh

(Boyle, 2009).

5. Kematian sel

Luka dapat menyebabkan kematian sel akibat beberapa

faktor. Kerusakan sel disebabkan beberapa faktor, yaitu shear

(lipatan), pressure (tekanan), friction(gesekan), bahan kimia,

iskemia (kekurangan oksigen), dan neuropati (mati rasa).


12

Mekanisme kerusakan pada kulit menyebabkan terjadinya

luka (arisanty, 2013).

2.1.1 Klasifikasi luka

Luka dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme cideranya seperti

luka sayat. Luka sayat merupakan salah satu jenis luka terbuka atau

luka bersih yang disebabkan oleh pisau bedah dengan meminimalkan

kerusakan kulit (Mair, 2013). Luka sayat memiliki resiko infeksi yang

tinggi sehingga perlu adanya teknik antiseptik saat preoperatif untuk

mengurangi infeksi pada area operasi dengan menggunakan bahan

Iodine, alkohol dan klorheksidine (Dumville, 2013).

Sering kita jumpai luka dapat diklasifikasikan menurut

warna untuk menentukan tingkat keparahan luka. Menurut

Arisanty (2013) klasifikasi luka berdasarkan warna dasar luka

atau penampilan klinis luka(clinicalappearance). Klasifikasi ini

juga dikenal dengan sebutan RYB (red, yellow, black). Beberapa

referensi menambahkan pink dan cokelat pada klasifikasi

tersebut.

2.1.2 Proses Penyembuhan Luka

Secara fisiologis, tubuh dapat memperbaiki kerusakan jaringan kulit


sendiri

yang dikenal dengan penyembuhan luka. Menurut Arisanty

(2013) cara penyembuhan luka berdasarkan tipe atau cara

penyembuhannya yaitu penyembuhan luka secara


13

primer (primary intention), secara sekunder (secondary

intention), dan secara tersier (tertiary intention atau delayed

primary intention).

1. Sering diketahui di dalam kamar operasi petugas medis

melakukan upaya penyembuhan luka secara primer.

Penyembuhan luka secara primer (primary intention) adalah

luka yang ditutup dengan cara dirapatkan kembali dengan

menggunakan alat bantu sehingga bekas luka (scar) tidak ada

atau minimal (Arisanty, 2013). Luka terjadi tanpa kehilangan

banyak jaringan kulit. Luka ditutup dengan cara dirapatkan

kembali dengan menggunakan alat bantu sehingga bekas

luka(scar) tidak ada atau minimal. Proses yang terjadi adalah

epitelisasi dan deposisi

jaringan ikat. Contohnya adalah luka sayatan robekan dan luka


operasiyang dapat

sembuh dengan alat bantu jahitan, stapler, taoe eksternal, atau lem

perekat kulit (Arisanty, 2013)

2. Penyembuhan luka secara sekunder(secondary intention).

Pada proses penyembuhan luka sekunder kulit mengalami

luka (kerusakan) dengan kehilangan banyak jaringan sehingga

memerluka proses granulasi (pertumbuhan sel), kontraksi,

dan epitelisasi (penutupan epidermis) untuk menutup luka.


14

Pada kondisi luka yang mengalami proses penyembuhan

sekunder, jika dijahit kemungkinan terbuka lagi atau menjadi

nekrosis (mati) sangat besar (Arisanty, 2013).

3. Penyembuhan luka secara tersier atau delayed primary terjadi

jika penyembuhan luka secara primer mengalami infeksi atau

ada benda asing sehingga penyembuhannya terlambat. Luka

akan mengalami proses debris hingga luka menutup.

Penyembuhan luka dapat juga diawali dengan penyembuhan secara


sekunder yang

kemudian ditutup dengan balutan jahitan/dirapatkan


kembali. Contohnya adalah

luka oprerasi yang terinfeksi (Arisanty, 2013).

Berdasarkan waktu penyembuhannya, luka dapat dibagi

menjadi dua yaitu luka akut dan luka kronis.

1. Luka akut adalah luka yang terjadi kurang dari 5 hari dengan

diikuti proses hemostasis dan inflamasi. Luka akut sembuh

atau menutup sesuai dengan waktu penyembuhan luka

fisiologis 0-21 hari (Arisanty, 2013). Luka akut juga

merupakan luka trauma yang biasanya segera mendapat

penanganan dan biasanya dapat sembuh dengan baik bila

tidak terjadi komplikasi.

2. Luka kronik merupakan luka yang berlangsung lama atau


sering timbul kembali
15

(rekuren), dimana terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang


biasanya

disebabkan oleh masalah multifaktor dari penderita. Luka kronik juga


sering

disebut kegagalan dalam penyembuhan luka (Arisanty, 2013).

Secara umum proses penyembuhan luka terdiri dari

beberapa fase penyembuhan dimana dibagi dalam tiga fase

utama yaitu (1) Fase inflamasi: (2) Fase proliferative: (3) Fase

maturasi. Fase-fase penyembuhan luka dapat dijabarkan

sebagai berikut:

1. Fase Inflamasi

Fase inflamasi terjadi pada awal kejadian atau pada saat

luka terjadi hari ke-0 sampai hari ke-3 atau hari ke-5. Terdapat

dua kegiatan utama pada fase ini, yaitu respon vaskuler dan

respon inflamasi. Respon vaskuler diawali dengan respon

hemostatic tubuh selama 5 detik pasca luka. Sekitar jaringan

yang luka mengalami iskemia yang merangsang pelapisan

histamine dan vasoaktif yang menyebabkan

vasodilatasi, pelepasan trombosit, reaksi vasodilatasi dan

vasokontriksi, dan pembentukan lapisan fibrin.

Respon inflamasi adalah reaksi non spesifik tubuh dalam

mempertahankan atau memberi perlindungan terhadap benda


16

asing yang masuk kedalam tubuh (Arisanty, 2013).Fase

inflamasi ditandai dengan adanya nyeri, bengkak, panas,

kemerahan dan hilangnya fungsi jaringan (Hess, 2008). Tubuh

mengalami aktifitas biokimia dan bioseluler, dimana reaksi

tubuh memperbaiki kerusakan sel kulit, leukosit memberikan

perlindungan dan membersihkan makrofag (Arisanty, 2013).

2. Fase Proliferasi

Fase proliferasi terjadi pada hari ke-5 sampai hari ke-7 setelah 3 hari

penutupan luka sayat. Fase ini ditandai dengan pengeluaran makrofak

dan neutrofil sehingga area luka dapat melakukan sintesis dan

remodelling pada mariks sel ekstraselular (Hubrecht & Kirkwood,

2010). Pada fase proliferasi makrofak berfungsi menstimulasi fibroblas

untuk menghasilkan kolagen dan elastin kemudian terjadi prose

angiogenesis. Pada proses granulasi kolagen dan elastin yang

dihasilkan menutupi luka dan membentuk matriks jaringan baru.

Epitelasi terjadi setelah tumbuh jaringan granulasi dan dimulai dari

tepi luka yang mengalami proses migrasi membentuk lapisan tipis yang

menutupi luka. Sel pada lapisan ini sangat rentan dan mudah rusak.

Sel mengalami kontraksi sehingga tepi luka menyatu dan ukuran luka

mengecil (Arisanty, 2013).

3. Fase Remodeling

Fase remodeling terjadi pada hari ke-8 hingga satu sampai dua tahun.
Pada
17

fase ini terbentuknya jaringan kolagen pada kulit untuk

penyembuhan luka (Hubrecht & Kirkwood, 2010). Jaringan

kolagen ini akan membentuk jaringan fibrosis atau bekas luka

dan terbentuknya jaringan baru. Sitokin pada sel endothelial

mengaktifkan faktor pertumbuhan sel dan vaskularisasi pada

daerah luka sehingga bekas luka dapat diminimalkan (Piraino &

Selemovic, 2015).

Aktifitas yang utama pada fase ini adalah penguatan

jaringan bekas luka dengan aktifitas remodeling kolagen dan

elastin pada kulit. Kontraksi sel kolagen dan elastin terjadi

sehingga menyebabkan penekanan ke atas kulit. Kondisi umum

pada fase remodeling adalah rasa gatal dan penonjolan epitel di

permukaan kulit. Pada fase ini kulit masih rentan terhadap

gesekan dan tekanan sehingga memerlukan

perlindungan (Arisanty, 2013).

2.1.3 Komplikasi Penyembuhan Luka

Komplikasi penyembuhan luka meliputi infeksi, pendarahan,


dehiscence dan

evicerasi dan juga sinus.

1. Infeksi

Infeksi merupakan reaksi yang timbul jika luka tidak

segera ditangani. Luka infeksi adalah luka dengan replikasi


18

mikroorganisme lebih dari 10 pangkat lima per gram jaringan,

dapat diketahui melalui kultur cairan (Arisanty, 2013). Infeksi

biasanya terjadi karena mikro organisme. Infeksi pada luka

ditandai dengan bengkak pada area lokal, kemerahan, panas,

nyeri dan demam (suhu tubuh lebih dari 38 0C), bau yang tidak

sedap atau keluarnya cairan purulen, berubahnya warna cairan

yang mengindikasikan infeksi. Invasi bakteri pada luka dapat

terjadi pada saat trauma , selama pembedahan atau setelah

pembedahan . Pada luka sayat, resiko infeksi akan

terjadi dalam 5 sampai 7 hari setelah operasi (Treas dan


Wilkinson, 2013).

2. Perdarahan

Perdarahan merupakan kejadian yang harus segera

mendapatkan penanganan. Jika perdarahan luar atau dalam

(hematoma) tidak diatasi, akan terbentuk satu jaringan nekrosis

pada luka sehingga penting sekali melindungi kulit yang

mengalami hematoma dan mengatasi perdarahan pada luka

(Arisanty, 2013).Dapat menunjukan suatu proses pelepasan

jahitan, sulit membeku pada garis jahitan, infeksi atau erosi dari

pembuluh darah oleh benda asing.

Hipovolemia mungkin tidak tampak, sehingga balutan jika

mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah

pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu. Jika terjadi perdarahan

yang berlegihan, penambahan tekanan luka steril mungkin


19

diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan

mungkin diperlukan (Perry

dan Potter, 2005).

3. Dehiscence dan eviscerasi


Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang

paling serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial

atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah

irisan. Sejumlahfaktor meliputi , kegemukan , kurang nutrisi.

Multiple trauma , gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan,

muntah, dan dehidrasi mempertinggi resiko klien mengalami

dehiscence luka (Perry dan Potter, 2005).

4. Sinus

Sinus merupakan jalan ke permukaan kulit (terowongan)

karena adanya abses atau benda asing yang memberikan efek

iritasi pada kulit yang sehat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi,

misalnya jahitan, serat kasa, dll (Arisanty, 2013).

2.1.4 Kajian Perawatan Luka Sayat

Dalam pengkajian perawatan luka sayat ada beberapa

tahap yang dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik,

pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan,

pemberian antibiotik dan pengangkatan jahitan Pengkajian pada


20

saat perawatan lukasayat dapat dilakukan melalui beberapa

tahap, yaitu:

1. Evaluasi luka dan pemeriksaan fisik

Tugas perawat dalam evaluasi luka dan pemeriksaan fisik pasien


adalah

mengkaji turgor kulit, adanya tanda-tanda inflamasi pada daerah

sekitar luka, tanda tanda infeksi, dan kaji nyeri yang dirasakan pasien.

Penyembuhan luka yang baik ditandai dengan mengecilnya ukuran

luka, berkurangnya cairan yang keluar dari luka, meningkatnya kondisi

kulit pada area sekitar luka, dan tanda-tanda infeksi tidak terjadi,

seperti: eritema, cairan purulen, dan bau yang tidak sedap (Treas &

Wilkinson, 2013).

Pemeriksaan pada area sekitar luka dapat dilakukan

dengan inspeksi warna, integritas, dan kontur kulit sedangkan

palpasi dilakukan dengan merasakan suhu pada kulit, tekstur,

kelembapan, ketebalan, turgor dan mobilitas kulit (Lewis ,et al.

2014).

2. Tindakan antiseptik

Menurut Daeschlein (2013), tujuan dari tindakan

antiseptik adalah membunuh bakteri, virus dan jamur sehingga

mencegah terjadinya infeksi, tindakan


21

ini dapat membantu proses penyembuhan luka khususnya pada


fase proliferasi dan

regenerasi. Pemberian cairan antiseptik tidak boleh berlebihan

karena hal tersebut akan mengganggu proses penyembuhan

luka pada fase haemostatis yang memiliki potensi untuk

memperburuk penyembuhan luka.

Pada luka insisi tindakan antiseptic dapat dilakukan

dengan pemberian Povido Iodine yang dapat dikombinasikan

dengan chlorhexidine, iodine povacrylex, dan Isopropil

Alcohol.Tindakan antiseptic dapat mempercepat epitelisasi pada

area luka sekitar 24-48 jam setelah dilakukannya insisi (John &

Andrew, 2012).

3. Pembersihan luka

Menurut Browne (2012) pembersihan luka bertujuan

untuk mengurangi jumlah bakteri pada area luka. Pembersihan

luka secara umum dilakukan untuk memperbaiki sel kulit yang

telah rusak, menumbuhkan jaringan baru dan menjaga

kelembapan kulit. Pembersihan daerah luka dilakukan dengan


tahapan sebagai

berikut:

a. Lakukan irigasi luka dengan menggunakan normal saline

atau menggunakan cairan antiseptik


22

b. Bersihkan area luka dengan kasa yang diberi cairan

normal saline secara lembut untuk menghindari

kerusakan jaringan kulit pada area sekitar luka maupun

jaringan sel kulit yang baru

c. Jika perlu berilah dressing sesuai dengan ukuran luka

d. Berikan balutan pada area luka tanpa memberikan


penekanan

4. Penjahitan luka

Luka yang terbuka dan sangat lebar perlu tindakan

penjahitan atau suture untuk mengurangi

pendarahan.Penjahitan luka memiliki beberapa teknik yang

berbeda tergantung lokasi dan lebar luka. Teknik penjahitan


luka dibedakan menjadi

4 teknik utama yaitu simple suture, vertical matress suture,

horizontal matress suture, dan subcuticular suture (Jain, Stoker

& Tanwar, 2013).

Menurut Singer, Hollander dan Blumm (2011), Luka sayat

dapat dilakukan penjahitan dengan dua teknik yaitu dengan

percutaneous suture dan subcuticular suture. Pemilihan bahan

untuk penjahitan luka ditentukan berdasarkan lapisan kulit yang

terluka.Sebagai seorang tenaga kesehatan wajib untuk

mengukur tekanan darah, kedalaman jahitan, terjadinya edema

dan waktu yang tepat untuk melepaskan jahitan.


23

5. Penutupan luka

Penutupan luka dapat dilakukan dengan penggunaan

Dressing sampai kurun waktu 48-72 jam setelah operasi.

Penutupan luka ini bertujuan untuk mempercepat

penyembuhan luka dengan menyediakan lingkungan yang


lembab pada area luka,

melindungi kulit dari bahaya luar yang berpotensi untuk memperburuk

kondisi luka, sebagai bahan pengkajian luka post-operasi,

mengabsorbsi eksudat yang keluar dan memberi kenyamanan

(Dougherty & Lister, 2015).Penutupan luka dengan

menggunakan dressing dibedakan menjadi 2 macam bahan yaitu

dressing dasar tanpa tambahan bahan pelembab, dressing

dengan hidrokoloid. Pemberian dressing setelah operasi terbukti

mempercepat proses penyembuhan luka (Bryant & Nix, 2015).

6. Pembalutan

Pembalutan luka operasi bertujuan agar jika terdapat

pendarahan yang berlebih dapat diantisipasi dengan

penggunaan kasa.Pembalutan luka lebih banyak dilakukan pada

operasi dengan luka yang lebar.Pembalutan luka dilakukan

setelah penggunaan dressing, setelah dibalut maka kasa


24

difiksasi dengan plester agar tidak bergeser dan membuat

pasien merasa nyaman (Pearce, 2009).

7. Pemberian antibiotik

Antibiotik dapat dikombinasikan dengan teknik antiseptik

untuk membunuh bakteri dan fungi pada area luka insisi.

Antibiotik dibedakan menjadi dua macam yaitu antibiotik local

dan antibiotik sistemik.Antibiotik lokal tidak disarankan untuk

luka insisi karena kurang efektif dalam membunuh bakteri,

sehingga diperlukan antibiotik sistemik yang biasa digunakan

untuk mengurangi resiko infeksi

(Daeschlein, 2013).
Pemberian antibiotik secara topikal atau jelly petroleum

dapat dilakukan setelah dua hari pasca penjahitan luka untuk

mempercepat epitelisasi jaringan pada kulit. Antibiotik

Prophylactic harus diberikan pada pasien dengan infeksi luka

yang cukup parah (Jain, Stoker & Tanwar, 2013).

8. Pengangkatan jahitan

Jahitan pada luka insisi dilepaskan untuk mengurangi resiko


kontaminasi
benang suture dengan jaringan disekitar kulit yang dapat

menyebabkan resiko infeksi. Jahitan dilepaskan dengan cara

menentukan titik ikatan jahitan dengan menggunakan pinset

dan mengguntingnya, kemudian tarik kedua jahitan yang


25

terpotong sesuai arah garis insisi dan jangan menariknya terlalu

kuat karena luka insisi dapat terbuka kembali (Jain, Stoker &

Tanwar, 2013).

Pengangkatan jahitan dilakukan sekitar 3-10 hari setelah

proses penjahitan tergantung dari lokasi luka insisi. Prosedur

pengangkatan jahitan harus dimulai dari pengamatan luka dan

pembersihan daerah luka dengan menggunakan teknik steril.Prosedur

pengangkatan luka dilakukan sesuai teknik pembuatan jahitan dengan

meminimalisir kontaminasi jaringan subkutan.Jahitan yang telah

diangkat diberikan obat Povidone Iodine untuk membersihkan daerah

jahitan dan mempercepat penyembuhan luka (William &

Wilkins, 2009).

2.2 Tumbuhan Patikan Kebo

Tumbuhan patikan kebo merupakan tumbuhan yang

memiliki beberapa nama tergantung daerah. Menurut

Wijayakusuma (1995) dalam Ramuan Tradisional Untuk

Pengobatan Darah Tinggi, patikan mempunyai beberapa nama di

Indonesia yaitu :Sumatra : daun biji kacang(Melayu). Jawa :

gelang susu, gedong anak (Jakarta), nanangkaan, nangkaan

(Sunda), kukon-kukon, patikan , patikan jawa, patikan kebo

(Jawa). Kak-sekakan (Madura). Maluku: sosononga lobi-lobi

(Halmahera), isumaibi (Ternate), dan isugibi (Tidore). Nama


26

asing dari tumbuhan ini yaitu: da fei yang cao, spurge,

malnommee, asthma herb. Tumbuhan patikan kebo merupakan

tumbuhan yang mudah di dapatkan karena patikan kebo

merupakan tumbuhan liar atau gulma,

tumbuh di tempat terbuka sekitar pantai, padang rumput, pinggir


jalan, atau kebun.

Tumbuh berpencar atau berkelompok.

GAMBAR 2.1 Tumbuhan Patikan Kebo


(Sumber: http://kb.123sehat.com/herbal/patikan-
kebo/, 2016)

2.2.1 Klasifikasi Patikan Kebo

Menurut Joshi (2011) dalam jurnal yang berjudul The


Magical Herb “Euphorbia hirta L.” An Important Traditional
Therapeutic Herb for Wart Disease among the Vangujjars of
Forest near Kashipur, Uttarakhand, patikan kebo
diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plante
Devisi :
27

Magnoliop
hyta
Class :
Magnoliop
sida
Ordo :
Malpighial
es
Family :
Euphorbia
ceae
Genus :
Euphorbia
Species : Hirta

2.2.2 Morfologi patikan Kebo

Patikan kebo merupakan tumbuhan liar atau gulma,

tumbuh di tempat terbuka sekitar pantai, padang rumput, pinggir

jalan, atau kebun. Tumbuh berpencar atau berkelompok. Patikan kebo

ini biasanya disebut dengan patikan cina dan tumbuh pada

ketinggian ±400meter diatas permukaan laut. Tumbuhan patikan kebo

mampu bertahan hidup selama 1 tahun dan berkembang biak melalui

biji. Patikan kebo memiliki warna dominan kecoklatan dan bergetah.

Batang pohon banyak memiliki cabang dengan diameter

berukuran kecil. Daun patikan kebo memiliki bentuk bulat,

memanjang dengan taji-taji. Letak daun yang satu dengan yang

lain berhadap-hadapan sedangkan bunganya muncul pada ketiak

daun. Patikan kebo hidupnya merayap di tanah (Wijayakusuma,

1995).
28

2.2.3 Kandungan Patikan Kebo

Patikan kebo mengandung zat kimia di dalamnya yang

dapat bersifat antisepti, anti-inflamasi, anti-fungal, dan anti-

bakterial, seperti diantaranya triterpenoid , sterol , alkaloid ,

glikosida , flavanoid , tanin , fenol , kolin dan asam

shikimat (Abubakar, 2009). Dari zat kimia tersebut ada


beberapa yang dibutuhkan

oleh tubuh saat tubuh terkena luka salah satunya adalah

flavonoid , allkaloid , dan tanin.

1. Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa-senyawa organik yang terdapat

pada tumbuhtumbuhan yang bersifat basa. Unsur-unsur

penyusun alkaloid adalah karbon, hydrogen, nitrogen, dan

oksigen (Sumardjo, 2009 dalam Prasetya, 2014). Alkaloid

memiliki memiliki kemampuan sebagai antibakteri dengan cara

mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel

bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara

utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson, 1991

dalam Editya, 2014). Protoplas merupakan struktur bakteri yang

kehilangan dinding selnya sehingga sebagian masih dapat

melakukan aktivitas metabolik tertentu akan


29

tetapi tidak dapat berkembang sehingga dapat mencegah


infeksi. (Juliantina, 2009

dalam Prasetya 2014).

2. Flavonoid

Flavonoid sebagai salah satu kelompok senyawa fenolik

yang banyak terdapat pada jaringan tanaman dapat berperan

sebagai antioksidan. Aktivitas antioksidatif atau melalui

kemampuannya mengkelat logam. Berbagai hasil penelitian

menunjukan bahwa senyawa flavonoid mempunyai aktivitas

oksidan yang beragam pada berbagai jenis sereal, sayuran, dan

buah buahan. Penelitian-penelitian mengenai peranan flavonoid

pada tingkat sel , secara in vitro maupun in vivo, membuktikan

pula adanya korelasi negatif antara asupan flavonoid dengan

resiko munculnya penyakit kronis tertentu, salah satunya di

duga flavonoid memiliki efek kardioprotektif dan aktifitas

antiproliferatif (Abdi, 2013 dalam Prasetya, 2014).

Flavonoid merupakan salah satu senyawa yang berperan aktif untuk


tubuh.

Flavonoid dapat melancarkan peredaran darah seluruh


tubuh dan mencegah

terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah, mengandung

anti inflamasi (anti radang), berfungsi sebagai anti oksidan dan

membantu mengurangi rasa sakit analgesik (Hustiantama, 2002

dalam Editya, 2014).


30

3. Tannins

Tanin merupakan senyawa kimia yang tergolong dalam

senyawa polifenol. Tannin memiliki kemampuan mengendapkan

protein, karena tannin mengandung sejumlah kelompok ikatan

fungsional yang kuat dengan molekul protein yang selanjutnya

akan menghasilkan ikatan silang yang besar dan kompleks yaitu

protein yang selanjutnya akan menghasilkan ikatan silang yang

besar dan kompleks yaitu protein tannin.

Tannin berfungsi sebagai adstringen yang dapat menyebabkan


penciutan pori-

pori kulit , mengehentikan eksudat dan perdarahan yang ringan,


sehingga mampu

menutupi luka mencegah prdarahan yang bisa timbul pada luka.

Tannin bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap,

yang tidak larut dalam air. Pada tumbuhan letak tannin terpisah

dari protein dan enzim sitoplasma , tetapi bila jaringan rusak

akan terjadi reaksi penyamakan (satwadhar, 2011 dalam

Prasetya 2014). 2.2.4 Khasiat Patikan Kebo

Patikan kebo temasuk tumbuhan herbal, dimana batang,

daun bunga dan buahnya penting sebagai obat, mempunyai bau

lemah dan rasanya pahit. Kemampuan tanaman patikan kebo

dalam mengobati berbagai macam penyakit melibatkna senyawa

kimia di dalamnya yang dapat bersifat antisepti, anti-inflamasi,


31

anti-fungal, dan anti-bakterial, seperti diantaranya triterpenoid ,

sterol , alkaloid , glikosida , flavanoid , tanin , fenol , kolin dan

asam shikimat (Abubakar, 2009).

Penyakit yang dapat diobati patikan kebo antara lain

mengurangi bengkak, peluruh air seni, dan menghilangkan

gatal. Beberapa kalangan masyarakat juga meyakini bahwa

tanaman ini dapat dimanfaatkan untuk mengobati beberapa

penyakit antara lain abses paru, bronkitis kronis, asma, disentri,

melancarkan kencing, radang kelenjar susu atau payudara, dan

tipus abdominalis(Hariana, 2006 dalam Editya, 2014).

2.3 Efek Patikan Kebo terhadap lama penyembuhan luka

Patikan kebo dipercaya dapat menyembuhkan luka (Hayne, 1987 dalam

Editya 2014). Karena patikan kebo mengandung zat kimia di

antaranya triterpenoid , sterol , alkaloid , glikosida , flavanoid , tanin ,

fenol , kolin dan asam shikimat

(Abubakar, 2009). Selain itu didukung oleh pernyataan Priosoeryanto


(2003) dalam

Editya (2014) bahwa kemampuan menyembuhkan luka di duga akibat


kandungan

alkaloid, (eritradina, eritrina, eritramina, hipaforina dan

erisovina) yang memiliki sifat khas pait, mendinginkan dan


32

membersihkan daerah yang berfungsi sebagai antibiotik, anti

inflamasi dan penghilang rasa sakit.

Alkaloid berperan aktif dalam fase inflamasi karena alkaloid memiliki


efek

farmakologis pada manusia dan hewan sebagai zat antibakteri.

Karena alkaloid dapat menghambat kerja enzim untuk

mensintesis kerja enzim pada bakteri. Penghambatan kerja

enzim ini dapat mengakibatkan metabolisme bakteri terganggu

(Suranintyas, 2008 dalam Prasetya 2014). Kandungan Flavonoid

dari patikan kebo diketahui memegang peranan penting dalam

meningkatkan proses penyembuhan luka. Zat tersebut diketahui

memiliki efek astrigent, antimikroba, dan peningkatan

kecepatan

dari epitelisasi.

Zat aktif tannins juga berperan sebagai antioksidan dan anti mikroba,

meningkatkan kontraksi luka dan meningkatkan kecepatan

epitelisasi (Thakur, 2011). Tannin berfungsi sebagai adstringen

yang dapat menyebabkan penciutan pori-pori kulit,

menghentikan eksudat dan pendarahan yang ringan, sehingga

mampu menutupi luka dan mencegah pendarahan yang biasa

timbul pada luka (Revi, 2011 dalam

Prasetya 2014).
33

2.4 Tikus Putih

Tikus putih yang memiliki nama lain Norway rat,

termasuk ke dalam hewan mamalia yang memiliki ekor panjang. Ciri-

ciri galur ini yaitu bertubuh panjang dengan kepala lebih sempit.

Telinga tikus ini tebal dan pendek dengan rambut halus. Mata tikus

putih berwarna merah Ciri-ciri yang paling terlihat adalah ekornya

yang panjang. Bobot badan tikus jantan pada umur dua belas minggu

mencapai 240 gram sedangkan betinanya mencapai 200 gram. Tikus

memiliki lamahidup berkisar 4-5 tahun dengan berat badan umum

tikus jantan berkisar 267-500 gram dan betina 225325 gram (Sirois,

2005 dalam Editya, 2014).

2.4.1 Klasifikasi Tikus Putih

Tikus putih memiliki klasifikasi berdasarkan kingdom,

phylum, sub phylum, class, ordo, sub ordo, family, sub family,

genus, dan juga spesies. Menurut Schomburg (2006) dalam

buku Springer HandBook of Enzymes tikus putih

diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
: Mamalia
Class : Rodentia
Ordo
Sub Ordo : Myomorpha
Family : Muridae
Sub : Murinae
Family
34

Genus : Rattus
Spesies : Rattusnorvegicus

2. 4.2Morfologi Tikus Putih

Tikus putih yang memiliki nama lain Norway rat, termasuk

ke dalam hewan mamalia yang memiliki ekor panjang. Ciri-ciri

galur ini yaitu bertubuh panjang dengan kepala lebih sempit.

Telinga tikus ini tebal dan pendek dengan rambut halus. Mata

tikus putih berwarna merah. Tikus putih tersebar di beberapa

habitat , manun tikus putih lebih sering terlihat pada beberapa

tempat yang merupakan habitat alami dari tikus putih, yaitu

area pertanian, hutan alami maupun buatan, pesisir pantai, dan

tenpat-tempat yang lembab (Pagad, 2011 dalam Prasetya, 2014).


Ciri-ciri yang paling

terlihat adalah ekornya yang panjang.


Adapun gambar tikus putih dapat dilihat pada gambar
sebagai brikut:
35

GAMBAR 2.2Tikus Putih


(Sumber: http://www.teropongbisnis.com/teropong-
usaha/suksesmelalui-bisnis-tikus-putih/, 2016)
Tikus putih merupakan hewan yang sering dijadikan sebagai hewan
uji coba

sebuah penelitian. Tikus putih memiliki lambung yang terdiri

dari dua bagian, yaitu nonglandular dan glandular. Small

intentine di dalam lambung tikus putih terdiri dari duodenum,

jejenum, dan ileum. Tikus putih tergolong hewan yang mudah

dipegang

(Alvyanto, 2012 dalam Editiya, 2014)

Tikus putih merupakan hewan yang sering digunakan oleh

para peneliti untuk berbagai uji coba dalam memperluas ilmu

pengetahuan mempunyai ciri-ciri spesifikasi tertentu seperti

berat badan, lama hidup, temperatur tubuh, kebutuhan air,

kebutuhan makanan, pubertas, lama kebuntingan, mata

membuka, tekanan darah, frekuensi jantung, frekuensi respirasi,

dan juga tidal volume. Hal itu dapat dilihat pada data biologi

tikus putih seperti terlihat pada Tabel 2.1 sebagai berikut.

Tabel 2.1 Data Biologi Tikus Putih


Deskripsi Spesifikasi
Berat Badan:
Jantan 300-400 gram
Betina 250-300 gram
Lama Hidup 2,5-3 tahun
Temperatur Tubuh 37,5˚C
Kebutuhan air 8-11 ml/100 gram BB
36

Kebutuhan Makanan 5 gram/100 gram BB


Pubertas 50-60 Hari
Lama 21-23 Hari
kebuntingan Mata 10-12 Hari
Membuka
Tekanan Darah: 84-184 mm/Hg
Sistolik 58-145 mm/Hg
Diastolik 330-480 per menit
Frekuensi Jantung 66-114 per menit
Frekuensi Respirasi 0,6-1,25 ml
Tidal Voluime

(Sumber : Kusumawati, 2004)

Tikus putih merupakan hewan yang sering dipergunakan

sebagai hewan uji coba. Bobot badan tikus jantan dapat

mencapai 300-400 gram sedangkan betinanya

mencapai 250-300 gram. Tikus memiliki lamahidup


berkisar 2,5-3 tahun dengan berat
(Sirois, 2005 dalam Editiya, 2014). Tikus putih memiliki

temperatur kulit hampir sama dengan manusia 37,5˚C.

Kebutuhan air 8-11 ml/100 gram BB dan kebutuhan makanan 5

gram/100 gram BB. Tikus putih mengalami pubertas setelah 50-

60 hari dan juga memiliki lama kebuntingan sekitar 21-23 hari.

Mata tikus putih baru membuka sekitar 10-12 hari. Tikus putih

memiliki tekanan darah: sistolik84-184 mm/Hg dan diastolik58-

145 mm/Hg. Frekuensi jantung330-480 per menit dan frekuensi

respirasi66-114 per menit dan juga memiliki tidal voluime0,6-

1,25 ml.

Anda mungkin juga menyukai