dan diwariskan dari generasi ke generasi.[1] Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk
sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.[1]
Erika Kurnia
Jurnalis
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google
AAA
GAYA hidup di perkotaan yang cepat berubah dan seiring dengan kemajuan teknologi dapat berdampak
pada kesehatan mata. Gangguan kesehatan mata yang paling umum terjadi salah satunya memicu
peningkatan tren penggunaan kacamata.
Menteri Kesehatan, Prof. Nila F. Moeloek, SpM(K)., sebagai seorang dokter spesialis mata melihat tren
ini sebagai suatu masalah yang dialami masyarakat, khususnya anak-anak. Menghadapi masalah ini, ia
meminta orang tua untuk mengawasi kesehatan mata anak.
“Penggunaan kacamata meningkat, terutama di kota. Coba lihat anak-anak sekarang, gadgetnya berapa
banyak. Oleh karena itu, tolong orangtua perhatikan cara membaca anak dan tentunya gizi untuk
menunjang kesehatan mata anak,” tuturnya saat ditemui di Kompleks SD Penjaringan, Jl Bandengan
Utara, Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa, (11/11/2014).
Sejauh ini, diperkirakan angka penurunan tajam penglihatan akibat gangguan refraksi pada anak usia
sekolah dasar sebesar 10-20 persen. Di samping itu, data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013
menunjukkan bahwa sekitar satu persen anak usia sekolah 6-14 tahun mengenakan kacamata.
(ren)
http://lifestyle.okezone.com/read/2014/11/11/481/1064072/menkes-penggunaan-kacamata-
meningkat-di-perkotaan
Sosial media adalah sebuah media untuk bersosialisasi satu sama lain dan dilakukan secara online yang
memungkinkan manusia untuk saling berinteraksi tanpa dibatasi ruang dan waktu.
http://unpas.ac.id/archives/597 (ini blog)
Andreas Kaplan dan Michael Haenlein mendefinisikan media sosial sebagai "sebuah kelompok aplikasi
berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0 , dan yang
memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content" (Kaplan, Andreas M.; Michael
Haenlein [2010] "Users of the world, unite! The challenges and opportunities of Social Media". Business
Horizons 53(1): 59–68).
Pemerintah juga sempat membuat kabijakan “kamis batik” bagi seluruh masyarakat Indonesia agar mau
memakai batik guna menjaga kelestarian budaya batik di indonesia. Selain peran masyarakat dan peran
pemerintah, Pendidikan juga memiliki peran yang cukup penting, karena dunia pendidikan merupakan
fasilitator untuk memperkenalkan budaya-budaya Indonesia kepada anak-anak dan menjadikan
pelajaran budaya sebagai sebuah kewajiban, bukan lagi sebagai pelajaran tambahan di sekolah. Hal ini
tidak menutup kemungkinan semua masyarakat akan megenal budaya yang kita miliki. Karena anak-
anak selaku generasi penerus sudah dibekali informasi mengenai budaya negaranya sendiri. Cara ini juga
akan menumbuhkan rasa cinta anak Indonesia kepada budayanya sendiri. Selanjutnya bagaimana kita
menyadarkan diri kita sendiri dan orang lain tentang bagaimana pentingnya melestarikan budaya
Indonesia.
Kejadian ini memberikan kesadaran diri bagi masyarakat untuk lebih melestarikan dan menjaga budaya
Indonesia. Namun kesadaran ini menjadi keterlambatan bila budaya Indonesia sudah terlanjur di akui
negara lain.
“Gerakan Ajek Bali (gerakan kembali ke kebudayaan lama)” yang telah dilaksanakan sejak tahun 2005
namun hingga saat ini gerakan tersebut belum mendapatkan hasil yang maksimal.
http://budaya.kampung-media.com/2014/04/27/krisis-budaya-lokal-di-zaman-global-2578
Komentar : 0
Penampilan pencak silat dalam acara "Pasar Ngampar" yang digelar Balai Pengelolaan Taman Budaya
Jabar, di halaman Teater Terbuka Taman Budaya Jabar, Dago, Bandung, Sabtu (19/4). (Republika/Edi
Yusuf)
A+ | Reset | A-
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG --Puluhan kesenian dan budaya di Jawa Barat terancam punah. Untuk
mencegah hal tersebut, Pemprov Jabar memperbanyak pagelaran dan festival seni budaya.
"Cukup banyak budaya yang hampir punah, jumlahnya ada puluhan," ujar Kepala Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan (Disparbud) Jabar Nunung Sobari kepada wartawan akhir pekan lalu.
Nunung mengatakan, seni budaya punah karena para sesepuh seniman dan budaya tidak sempat
mewariskan ke genarasi selanjutnya. Akibatnya, seni budaya tersebut jadi hilang.
Nunung mencontohkan, salah satu seni budaya yang hampir punah adalah Topeng Tambi. Namun
beruntung, tari dari Indramayu tersebut masih sempat dilestarikan. "Topeng Tambi dari Indramayu
sempat meroso, kami genjot dan suntik lagi supaya kembali dikenal," katanya.
Menurut Nunung, upaya melestarikan seni budaya sebenarnya susah susah mudah. Cara yang paling
mudah adalah melalui festival budaya.
Melalui festival, kata dia, seni budaya akan dilatih dari sesepuh kepada generasi selanjutnya. Gaung seni
budaya tersebut akan kembali harus karena dipentaskan kepada khalayak. "Menjawab ancaman
kepunahan tersebut, Pemprov menghadirkan Taman Budaya tempat bagi revitalisasi seni budaya,"
katanya.
Selain itu, kata dia, pihaknya juga melakukan program pewarisan seni pada kesenian yang hampir
punah. Pelatihan selama tiga bulan ini akan dibiayai secara gratis.
Calon pewaris, kata dia, akan dilatih oleh tokoh seni budaya. Calon pewaris bisa berasal dari keluarga
sang seniman atau dari lingkungan sekitarnya.
Usai dilatih, kata dia, pewaris akan dilihat kemampuannya di tempat tersebut. Kemudian, akan
dipentaskan di Taman Budaya. "Calon pewaris ini bisa vertikal anak cucunya atau lingkungan," katanya.
Menurutnya, upaya pelestarian seni budaya jangan hanya bergantung pemerintah provinsi juga perlu
dilakukan kabupaten/kota. Pemerintah Daerah harus membuat festival seperti yang dilakukan
Kabupaten Purwakarta yang menggelar Helaran tingkat Nasional. Yang dilakukan Purwakarta, patut
dicontoh karena kegiatannya kedepan akan mengundang negara tetangga.
"Festival Jember bisa jadi contoh juga, dulu kegiatanya skala kecil tapi dengan promosi yang baik
menjadi terus berkembang. Padahal isinya tidak sehebat itu," katanya.
Dikatakan Nunung, dalam waktu dekat, Pemprov akan menggelar festival tingkat nasional di Bogor dan
di Bandung serta festival tingkat internasional di Cirebon. Para seniman dan penata teather dari luar
negeri akan berkolaborasi dengan seniman lokal. Sebagai contoh Bandung Digital Art, merupakan
dokumentasi kesenian dengan pendekatan teknologi. "
Sebab, anak muda saat ini sangat fasih dekat dengan TI," katanya.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/03/29/nlyut7-puluhan-kesenian-dan-budaya-
jabar-terancam-punah
Arus informasi yang tak terkendali. Tidak semua informasi itu baik untuk kita, ada juga informasi yang
tidak baik dan tidak sesuai dengan kepribadiaan kita. Oleh karena itu, era globalisasi ini harus diimbangi
dengan Spiritual Quotient ( SQ ).
2. Kebarat – baratan
Menjamurnya budaya barat. Seperti yang dirasakan oleh bangsa Indonesia saat ini, Kenyataannya saat
ini banyak sekali budaya barat yang diadopsi di Indonesia, akan tetapi sebaliknya, jarang sekali orang-
orang yang mau melestarikan budaya asli Indonesia itu sendiri. Jika hal itu baik maka boleh kita tiru, jika
sebaliknya maka buanglah jauh-jauh.
3. Sikap individualisme
Saat ini, kita memerlukan bantuan alat atau perangkat untuk mempermudah aktifitas kita dan kita
merasa tak perlu lagi bantuan manusia. Hal ini yang menyebabkan manusia semakin individualistik,
padahal hakikat manusia sebenarnya adalah mahluk sosial. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan
menyebabkan orang-orang cenderung individualistis.
Meningkatnya konsumerisme dikalangan masyarakat Indonesia. Sifat Konsumtif dibentuk oleh kita yang
cenderung berbelanja produk-produk yang kita inginkan bukan yang kita perlukan. Kemudahan akses
dalam berbelanja dan menbanjirnya produk-produk dari luar menyebabkan pola hidup konsumtif
semakin merajalela.
karena banyaknya produk luar negeri yang membanjiri Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap
produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa cinta masyarakat kita terhadap bangsa
indonesia. Karena hal tersebut, maka dapat berdampak terhadap perekonomian dalam negeri,
pendapatan warga negara Indonesia sendiri menjadi berkurang, karena kebanyakan warga Indonesia
lebih suka membeli makanan dan lain-lain yang berbau luar negeri.
http://www.visec.info/2014/12/globalisasi-dan-masyarakat-indonesia.html
Globalisasi tidak hanya memberikan berjuta manfaat untuk kita semua, melainkan juga terdapat
dampak negatifnya, salah satunya adalah arus informasi yang tak terkendali. Tidak semua informasi itu
baik untuk kita, ada juga informasi yang tidak baik dan tidak sesuai dengan kepribadiaan kita. Oleh
karena itu, era globalisasi ini harus diimbangi dengan Spiritual Quotient.
– Westernisasi (kebarat-baratan)
Dampak negatif globalisasi yang juga dirasakan oleh bangsa Indonesia saat ini adalah menjamurnya
budaya barat. Jika hal itu baik maka boleh kita tiru, jika sebaliknya maka buanglah jauh-jauh.
Kenyataannya saat ini banyak sekali budaya barat yang hype di Indonesia tetapi sebaliknya jarang sekali
orang-orang yang mau melestarikan budaya asli Indonesia itu sendiri.
– Sikap Individualiasme
Saat ini, kita memerlukan bantuan alat atau perangkat untuk mempermudah aktifitas kita dan kita
merasa tak perlu lagi bantuan manusia. Hal ini yang menyebabkan manusia semakin individualistik,
padahal hakikat manusia sebenarnya adalah mahluk sosial. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan
menyebabkan orang-orang cenderung individualistis.
Sudah menjadi rahasia bersama jika gap antara orang miskin dan orang kaya dinegeri ini sangat besar
sekali. Satu sisi globalisasi membuka peluang untuk orang-orang yang berpendidikan, sedangkan disatu
sisi lagi globalisasi membuat orang-orang kecil semakin sulit bertahan hidup. Ini yang menyebabkan
kesenjangan sosial di Indonesia semakin lebar setiap tahunnya.
Dampak negatif dari globalisasi lainnya adalah meningkatnya konsumerisme dikalangan masyarakat
Indonesia. Sifat Konsumtif dibentuk oleh kita yang cenderung berbelanja produk-produk yang kita
inginkan bukan yang kita perlukan. Kemudahan akses dalam berbelanja dan menbanjirnya produk-
produk branded menyebabkan pola hidup konsumtif semakin merajalela.
http://www.invonesia.com/dampak-positif-dan-negatif-globalisasi-terhadap-bangsa-indonesia.html
Undang Undang dan Peraturan
1. Landasan Konstitusional:
2. Landasan Yuridis:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya, yang kemudian
direvisi menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992.
3. Landasan Operasional:
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 52 tahun 2012, tentang Organisasi dan Tata
Kerja Balai Pelestarian Cagar Budaya
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbmakassar/profil-lembaga/undang-undang-dan-peraturan/
kami menyuguhkan informasi tentang budaya dalam beberapa bentuk yang menarik dengan dua cara
untuk mendapatkan informasi tersebut, diantaranya dengan mendaftarkan diri menjadi anggota
(menggunakan akun), dan tidak mendaftarkan diri menjadi anggota (tidak menggunakan akun atau
dapat diakses secara umum). Pribumi tetap memberikan kualitas yang sama terhadap pengguna yang
memiliki akun dan yang tidak memiliki akun. Namun, kuantitas informasi yang diberikan berbeda.