Anda di halaman 1dari 45

PROPOSAL

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI PETUGAS KESEHATAN

TERHADAP SELF CARE DIABETES PADA PASIEN DIABETES

MELLITUS DI PUSKESMAS TOLO KECAMATAN KELARA

KABUPATEN JENEPONTO

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


Gelar Sarjana Keperawatan
STIKES TANAWALI PERSADA TAKALAR

OLEH :

IKAWATI M
16 CP 1049

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES TANAWALI PERSADA
TAKALAR
2020
LEMBAR PERNYATAAN

Saya bersumpah bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan belum

pernah dikumpulkan oleh orang lain untuk memperoleh gelar dari berbagai

jenjang pendidikan di perguruan tinggi manapun

Jeneponto, 2020

Penulis

IKAWATI M
NIM : 16CP1049

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

Hubungan Antara Komunikasi Petugas Kesehatan Terhadap Self Care

Diabetes Pada Pasien Diabetes Mellitus Di Puskesmas

Tolo Kecamatan Kelara Kabupaten Jeneponto

Di sususn dan diajukan Oleh :

Ikawati M
16CP1049

Diterimah dan disetujui untuk dilakukan Seminar Proposal

Menyetujui
Komisi Penasehat

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dina Oktaviana, S.Kep, Ns., M.Kep. Kamriana, S.Kep., Ns., M.Biomed

Mengetahui :

KETUA STIKES TANAWALI PERSADA TAKALAR

Dr. Hj. Patmawati, S.Kp, M.Kes


NIDN : 0903116301
iii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur kepada Allah SWT berkat Rahmat, Hidayah, dan Karunia-

Nya kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan proposal skripsi

dengan judul “Hubungan Antara Komunikasi Petugas Kesehatan Terhadap Self

Care Diabetes Pada Pasien Diabetes Mellitus Di Puskesmas Tolo Kecamatan

Kelara Kabupaten Jeneponto.

”. Laporan proposal ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi

persyaratan penyelesaian pendidikan pada program strata satu (S1) keperawatan

STIKES Tanawali Persada Takalar tahun akademik 2019/2020.

Penulis menyadari dalam penyusunan proposal skripsi ini tidak akan

selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Karena itu pada kesempatan ini kami

ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ir. Zaenal Abidin Mustari, Ketua Yayasan STIKES Tanawali Persada

Takalar

2. Dr. Hj. Patmawati, S.Kp, M.Kes selaku Ketua STIKES Tanawali Persada

Takalar. Yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

menambah ilmu di kampus ini.

3. Dr. Hj. Salmah Arafah, S.Kep, Ns, M.Kes, Selaku Puket I STIKES

Tanawali Persada Takalar.

4. Dewiyanti, S.Kep, Ns, M.Kes, Selaku Puket II Selaku Puket I STIKES

Tanawali Persada Takalar.

5. Wirda, S.Kep, Ns, M.Kep, Selaku Puket III Selaku Puket I STIKES

Tanawali Persada Takalar.

iv
6. Dina Oktaviana, S.Kep, Ns., M.Kep. selaku Pembimbing I dan Kamriana,

S.Kep., Ns., M.Biomed selaku pembimbing II yang selama ini telah sabar

membimbing saya dari awal pengurusan judul, perbaikan penulisan,

arahan referensi yang berguna untuk penulisan skripsi, motivasi yang

membangung sehingga peneliti bisa ketahap ini serta informasi yang ter

update.

7. Selaku Penguji I dan selaku Penguji II yang sabar dan ihlas meluangkan

waktu dan pikiran, memberikan saran dan kritikan yang membangun

sehingga peneliti dapat menghasilkan karya yang berkualitas.

8. Kepada sahabat saya Hasnia, Wiwi Dwi Putri, Nurul Istiqamah serta

Husnul Khotimah yang telah memberikan penulis motivasi dan pemikiran

positif

9. Kepada keluarga besar STIKES Tanawali Persada Takalar tercinta yang

memberikan saya ilmu dan pelajaran tentang penelitian, pengabdian

masyarakat yang begitu berharga sehingga saya bisa ketahap ini

Akhir kata, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas


segala kesalahan baik lisan maupun tulisan saat saya menempuh pendidikan di
kampus peradaban yang saya cintai dan STIKES Tanawali Persada Takalar,
penulis menyadari untuk menyempurnakan suatu karya tulis ilmiah tidaklah
semudah membalikkan telapak tangan, maka dari itu penulis sangat
mengharapkan, saran dan kritikan yang membangun, guna meningkatkan ilmu
penelitian. Sekian dan terimakasih.
Jeneponto, April 2020

Ikawati M
NIM: 16CP1049

v
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iii

LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iv

KATA PENGANTAR ................................................................................... v

DAFTAR ISI .................................................................................................. vi

DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang ................................................................................ 1

1.2 Perumusan masalah ........................................................................ 7

1.3 Tujuan penelitian ........................................................................... 7

1.4 Mamfaat penelitian ......................................................................... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Diabetes Melitus ..................................................... 9

2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus ................................................. 9

2.2 Tinjauan Tentang Diabetes Self Care ............................................. 11

2.2.1 Pengertian Diabetes Self Care............................................... 11

2.2.2 Self Care Diabetes Melitus .................................................... 13

2.2.3 Fakto-faktor yang mempengaruhi self care .......................... 17

BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Bagan kerangka konsep ............................................................... 22

vi
3.2 Hipotesis ........................................................................................ 23

BAB 4. METODE PENILITIAN

4.1 Jenis penilitian ............................................................................... 24

4.2 Kerangka Kerja .............................................................................. 24

4.3 Identitas Variabel ........................................................................... 25

4.4 Definisi Operasional Kriteria Objektif........................................... 25

4.5 Populasi dan Sampel ...................................................................... 26

4.6 Waktu Penelitian ............................................................................ 27

4.7 Pengumpulan Data ......................................................................... 27

4.8 Analisa data .................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vii
DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 1.1 Defenisi Operasional Dan Kriteria Objektif ............................. 45

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Permohonan Untuk Menjadi Responden

Lampiran 2 : Informed Consent

Lampiran 3 : Lembar Kuesioner

ix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

DM merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan meningkatnya

kadar glukosa dalam darah yang diakibatkan oleh kelainan dalam sekresi

insulin, aksi insulin atau keduanya. DM dibagi dalam 2 kategori yaitu DM tipe

1 dan DM tipe 2 (DMT2), DM tipe 1, disebabkan karena kekurangan absolut

sekresi insulin. DM tipe 2, disebabkan karena resistensi insulin dengan

kelainan pada sekresi insulin (American Diabetes Association, 2018).

DMT2 merupakan DM yang paling umum atau yang paling sering

dijumpai. Menurut International Diabetes Federation, (2016) diabetes sebagai

penyakit kronis yang mempengaruhi hampir 285 juta individu diseluruh dunia

dan prevalensi penyakit ini telah meningkat sebesar 50%. Didapatkan laporan

dari 130 negara pada tahun 2015 bahwa 382 juta orang menderita diabetes dan

diperkirakan akan meningkat menjadi 592 juta pada tahun 2035 (Guariguata et

al., 2017).

Di Indonesia didapatkan data dari Perkumpulan Endokrinologi

Indonesia bahwa pada tahun 2015, yang menderita DM mencapai 9.1 juta

orang, sehingga menempati urutan ke 5 terbanyak penderita DM setelah

Negara Cina, India, USA dan Brazil, yang sebelumnya menempati urutan ke 7

pada tahun 2013 (PERKENI, 2015). Demikian halnya di Sulawesi Selatan,

didapatkan bahwa ada 15 Provinsi yang angka kejadian DM melebihi angka

kejadian secara nasional dan Sulawesi Selatan menempati urutan ke 3 tertinggi

setelah Sulawesi Utara (RISKESDAS, 2013). Khusus di Kabupaten .

1
2

Jeneponto Pada tahun 2018, jumlah penderita DM tipe II terdapat 17.010

orang (2,32%), pada tahun 2019 terdapat 17.333 orang (2,74%). Hal tersebut

menunjukkan peningkatan sebesar 0,42 % Dinkes Kabupaten Jeneponto

(Pada periode Januari-Desember 2019).

Berdasarkan data yang di peroleh dari rekam medik Puskesmas Tolo,

Kecamatan. Kelara, Kabupaten. Jeneponto Terdapat 4.020 kunjungan peserta

sakit Periode Januari-Maret 2020, dari jumlah pasien yang datang terdapat

105 orang dengan rata rata setiap bulan 35 orang yang menderita DM, Rata-

rata klien berada pada rentang usia 45-64 tahun rekam medik Puskesmas Tolo,

Kecamatan. Kelara, Kabupaten. Jeneponto (2020).

DMT2 merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat

dikendalikan dan dapat menimbulkan masalah serta komplikasi seperti

peningkatan indeks massa tubuh, kadar glikemik tidak terkontrol, komplikasi

kaki, ginjal, kardiovaskuler, retinopati (Webb, Rheeder, & Zyl, 2015).

Prevalensi komplikasi penderita diabetes melitus tipe 2 ini cenderung

meningkat dan semakin memburuk disebabkan karena ketidak mampuan

penderita dalam mengelola penyakitnya secara mandiri (American Diabetes

Association, 2018). Dalam hal ini manajemen diri menjadi sangat penting

dalam pengobatan diabetes mellitus. Perawatan diri adalah salah satu

manajemen diri diabetes mellitus dan perlu untuk mendapatkan kontrol

glikemik yang memadai (Safila, 2015). Pada dasarnya semua manusia

mempunyai kebutuhan untuk melakukan perawatan diri dan mempunyai hak

untuk melakukan perawatan diri secara mandiri. Menurut Dorothea E. Orem

(2001) Perawatan diri merupakan kebutuhan manusia dimana individu


3

berusaha menjaga, mempertahankan serta meningkatkan kualitas hidup pasien

untuk kehidupan, kesejahteraan serta penyembuhan dari penyakit dan

terhindar dari komplikasi (Alligood, 2015).

Masalah-masalah yang dialami klien DM tipe 2 dapat diminimalkan jika

klien memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk melakukan

pengontrolan terhadap penyakitnya dengan melakukan self care. Self care

menggambarkan perilaku individu yang dilakukan secara sadar, bersifat

universal dan terbatas pada diri sendiri dengan tujuan mengoptimalkan,

meningkatkan kemandirian dalam derajad kesehatan (Weiler & Janice, 2016;

Sousa et al, 2017).

Perawat berupaya memandirikan klien DM tipe 2 dalam mengelola

penyakitnya agar tercapai pengontrolan gula darah dan pencegahan terhadap

komplikasi. Upaya mandiri yang dilakukan oleh klien DM tipe 2 tersebut

disebut dengan self care diabetes, yang merupa-kan bagian terintegrasi dari

proses keperawatan. Self care diabetes yang dilakukan oleh klien meliputi

minum obat secara teratur, melakukan pengaturan makan/diet, melakukan

latihan fisik, monitor gula darah secara kontinu dan melakukan perawatan

kaki secara teratur (Xu Yin, et al, 2017).

Peningkatan aktifitas self care diabetes akan berdampak terhadap

peningkatan status kesehatan, karena merupakan dasar untuk mengontrol

diabetes dan mencegah komplikasi (Xu Yin et al, 2017). Self care diabetes

sangat berguna bagi klien DM tipe 2, tetapi tindakan ini belum konsisten

dilakukan oleh beberapa klien DM tipe 2.


4

Berdasarkan hasil wawancara dengan tiga orang klien DM tipe 2

diketahui dua orang diantaranya bosan minum obat, satu orang pola makannya

tidak teratur, dan ketiganya tidak melakukan perawatan kaki dengan alasan

tidak mengetahuinya dan petugas kesehatan tidak memberikan penjelasan

secara jelas. Hal ini menggambarkan bahwa self care diabetes belum

dilakukan secara adekuat.

Komunikasi dalam asuhan keperawatan klien khususnya pada

penderita DM tipe 2 memiliki peranan yang penting didalam mencapai tujuan

perawatan mandiri (Shigaki et al, 2017). Komunikasi yang efektif antara

petugas dengan klien akan mendorong perubahan perilaku perawatan diri yang

lebih mandiri dan memberikan dampak pada peningkatan derajad kesehatan

yang optimal (Piette et al,2016). Perawat sebagai petugas kesehatan perlu

mengkaji, melakukan komunikasi efektif dan mendalam terhadap beberapa

aspek yang berkaitan dengan self care diabetik.

Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku self care diabetes

diantaranya adalah pengetahuan tentang diabetes, self efficacy, dukungan

keluarga (Xu Yin et al, 2017; Nelson et al, 2017; Bai et al, 2018). Hasil

penelitian lain menjelaskan bahwa selain faktor tersebut, social ekonomi,

aspek emosional, komunikasi, motivasi yang berkaitan dengan perilaku dalam

melakukan perawatan diri (Nwanko, 2017; Shigaki et al 2017; Kusniawati,

2018).

Hasil penelitian yang di lakukan oleh Kusniawati (2016) Komunikasi

petugas kesehatan yang efektif merupakan hal penting dan factor yang

paling berpengaruh terhadap self care diabetes. Komunikasi petugas


5

kesehatan yang baik tidak hanya memeberiakn pemahaman yang penting

bagi klien tentang penatalaksanaan self care diabetes yang harus dijalankan

tetapi juga dapat meningkatkan kepercayaan diri (Kusniawati, 2016).

Peningkatan komunikasi petugas kesehatan selain berdampak pada

self care diabetesjuga berdampak pada kepuasan dan kepatuhan ter-hadap

perencanaan pengobatan serta mening-katkan pencapaian hasil dalam

pengelolaan diabetes. Petugas kesehatan memiliki peran terdepan dalam

membantu klien mengelola kondisi kronik penyakitnya untuk meningkatkan

status kesehatan dan kualitas hidup (Heisler et al, 2015 dalam Kusniawati,

2016).

Komunikasi petugas kesehatan yang terkait dengan pendidikan

kesehatan dapat mening-katkan ketrampilan self care diabetes dan

penyesuaian terhadap diabetes serta berdampak terhadap kesehatan

emosional, mengurangi kecemasan dan depresi. Pendidikan kesehatan

terkait dengan aktifitas self care diabetes harus selalu dipertahankan

dalam setiap kunjungannya yang dilakukan dengan tujuan agar klien selalu

PROFESI, Volume 14, Nomor 1, September 2016 40 mengingat dan

mematuhi hal-hal apa saja yang harus dilakukan oleh klien dirumah agar

tercapai kadar gula darah yang terkontrol dan memini-malkan komplikasi

akibat diabetes (Kusniawati 2016)

Petugas kesehatan dapat berkontribusi dalam proses tersebut dengan

cara memberikan informasi yang dibutuhkan oleh klien untuk mengatasi

masalah yang dihadapinya, membantu menetapkan tujuan agar tercapai

perubahan perilaku dan memberikan dukungan emosional secara


6

berkesinambungan. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan klien jangka

panjang untuk mempertahankan self care yang efektif dan membantu

klien menghindari rasa bosan yang biasa dialami oleh klein diabetes

(Waspatji, 2017)

Peningkatan komunikasi kesehatan antara klien dan petugas

kesehatan akan meningkatkan kepuasan, kepatuhan terhadap perencanaan

pengobatan yang harus dijalankan dan meningkatkan status kesehatan.

Meningkatkan partisipasi klien dalam pengambilan keputusan dan

meningkatkan komunikasi petugas kesehatan akan meningkatkan self care

Komunikasi petugas kesehatan merupakan faktor yang paling dominan

berpengaruh terhadap self care DM. Komunikasi petugas kesehatan

berpengaruh terhadap self care terutama berkaitan dengan pengaturan makan

(diet). Komunikasi yang dijalankan oleh petugas kesehatan berkaitan dengan

pendidikan kesehatan tentang bagaimana tindakan yang harus dilakukan oleh

klien dalm kehidupan sehari hari agar gula darah dapat terkontrol sehingga

komplikasi akibat DM dapat diminimalkan (Heisler et al, 2017)

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, penulis tertarik untuk

meneliti, Hubungan antara komunikasi petugas kesehatan dengan self care

diabetes pada klien DM di Puskesmas Tolo, Kecamatan. Kelara, Kabupaten.

Jeneponto dengan alasan karena Puskesmas ini merupakan salah satu tempat

pelayanan kesehatan yang mendapatkan banyak kunjungan oleh masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


7

Apakah ada hubungan komunikasi petugas kesehatan dengan self

care diabetes pada penderita DM, di Puskesmas Tolo, Kelurahan.

Tolo,Kecamatan. Kelara, Kabupaten. Jeneponto ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara komunikasi petugas kesehatan dengan

self care diabetes.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran self care diabetes melitus di

Puskesmas Tolo, Kelurahan. Tolo,Kecamatan. Kelara,

Kabupaten. Jeneponto

2. Untuk mengetahui gambaran komunikasi petugas kesehatan pada

pasien diabetes melitus di Puskesmas Tolo, Kelurahan.

Tolo,Kecamatan. Kelara, Kabupaten. Jeneponto

3. Untuk mengetahui hubungan antara komunikasi petugas kesehatan

terhadap self care diabetes

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat

umum, penderita dan keluarga, tentang pentingnya Self Care terhadap

penderita DM.

1.4.2 Bagi Instansi Puskesmas Tolo


8

Penelitian ini dapat memberikan informasi terkait dengan

penyakit DM, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan tentang

DM pada masyarakat.

1.4.3 Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dan dasar bagi

peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian tentang DM secara

lebih mendalam.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar

2.1.1 Pengertian

DM ialah suatu kelompok penyakit metabolic dengan ciri

khasnya yaitu peningkatan kadar glukosa darah dalam tubuh akibat

kelainan dalam sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya

(PERKENI, 2015). DM ialah suatu sindrom akibat terganggunya

metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein akibat oleh kekurangan

atau hilangnya sekresi insulin (John E Hall, 2016). DM secara umum

dapat dibagi menjadi diabetes tipe 1 yaitu adanya destruksi sel beta

yang menjurus pada defisiensi insulin absolut, diabtes tipe 2 ialah

diabetes akibat resistensi insulin yang disertai defisiensi insulin,

diabtes tipe lain yaitu akibat defek gentik, sindrom genetic yang

berkaitan dengan DM, karena infeksi, atau zat kimia, dan DM

gestasional yaitu diabetes saat hamil bagi perempuan (PERKENI,

2015).

Manifestasi klinis dari diabetes ialah munculnya poliuria,

polidipsia, polifagia, pengelihatan buram, keletihan, paresthesia, dan

infeksi kulit (LeMone et al, 2017).

DM yang sering terjadi ialah DM tipe 2 yaitu sekitar 90

hingga 95% kasus diabetes. DM tipe 2 terjadi pada umur diatas 30

tahun, biasanya antara umur 50 hingga 60 tahun. Berbeda dengan

diabetes tipe 1, diabetes tipe 2 dihubungkan dengan peningkatan

8
9

konsentrasi plasma insulin (hiperinsulinemia). Hiperinsulinemia terjadi

sebagai respon dari kompensasi sel-sel beta pancreas untuk

meresistensi insulin, berkurangnya sensitivitas insulin akibat efek dari

metabolism insulin. Menurunnya sensitivitas insulin akibat

peningkatan glukosa darah dan merangsang peningkatan sekresi

insulin (John E Hall, 2016). Saat terjadi resistensi insulin, kerja insulin

dihambat sehingga kadar glukosa darah akan meningkat, jika ada

peningkatan sekresi insulin yang tidak bisa mengimbangi

hiperglikemia yang parah, maka perlahan akan menyebabkan sel-sel

beta pankreas menjadi “lelah” untuk melakukan sekresi insulin (John E

Hall, 2016), yang nantinya akan mengakibatkan penurunan fungsi sel

beta secara progresif (Suyono, 2015). Namun, apabila sel-sel beta tidak

mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan dari insulin, maka kadar

glukosa akan terus meningkat dan dapat terjadi DM tipe 2.

Selain menyebabkan gangguan metabolik, DM dapat

menyebabkan penyulit kronik yang menjadi penyebab dari tingginya

angka morbiditas dan mortalitas yang berkaitan dengan penyakit ini

sendiri (PERKENI, 2015). Konsentrasi glukosa darah yang terlalu

tinggi dapat menimbulkan sejumlah besar tekanan osmotik dalam

cairan ektrasel yang dapat mengakibatkan timbulnya dehidrasi sel dan

keluarnya glukosa dalam air seni. Hilangnya glukosa melalui urine

juga menimbulkan diuresis osmotik oleh ginjal, yang dapat megurangi

jumlah cairan tubuh dan elektrorit. Selain itu glukosa darah yang tinggi

dalam darah menyebabkan kerusakan pada banyak jaringan terutama


10

pembuluh darah yang mengenai sistem mikrovaskular (retinopati,

nefropati, dan beberapa tipe neuropati) dan makrovaskular (penyakit

arteri koroner, penyakit vaskular perifer) (John E Hall, 2016).

Komplikasi ini diakibatkan karena perilaku dari penderita DM

yang tidak merubah pola hidupnya seperti pola makan tidak seimbang,

kurang melakukan olahraga dan aktivitas fisik, dan tidak mengontrol

kadar glukosa darah secara rutin.

Komplikasi dapat dicegah dengan perubahan perilaku pasien

DM untuk menjalani penatalaksanaan DM dengan mengubah pola

hidup pasien DM menjadi pola hidup sehat. Untuk mencegah

terjadinya komplikasi pada penderita diabetes maka pengontrolan dan

pengelolaan terhadap glukosa darah harus dilakukan sejak dini

sebelum semuanya terlambat.

2.2 Tinjauan Tentang Diabetes Self Care

2.2.1 Defenisi

World Health Organisation (2016) mendefinisikan self-care

sebagai kemampuan individu, keluarga dan masyarakat dalam

meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, dan menjaga kesehatan

dan mengatasi penyakit dan kecacatan dengan atau tanpa dukungan dari

penyedia layanan kesehatan.

Self care merupakan teori keperawatan yang dikembangkan

oleh Dorothea Orem (2015). Orem mengembangkan definisi

keperawatan yang menekankan kebutuhan klien terhadap perawatan diri

sendiri. Perawatan diri sendiri (self care) dibutuhkan oleh setiap


11

individu manusia, baik laki-laki maupun perempuan, anak-anak

maupun dewasa. Saat self care tidak dapat terpenuhi maka akan

mengakibatkan terjadinya kesakitan ataupun kematian.

Menurut Orem, asuhan keperawatan diperlukan ketika klien tidak

dapat memenuhi kebutuhan biologis, psikologis, perkembangan dan

sosial. Perawat akan menilai apa yang membuat klien tidak dapat

memenuhi kebutuhannya, apa yang harus dilakukan untuk

meningkatkan kemampuannya, serta menilai seberapa jauh klien

mampu memenuhinya secara mandiri.

Keperawatan terkadang berupaya mengatur dan mempertahankan

kebutuhan perawatan diri secara konsisten bagi mereka yang tidak

dapat melakukannya secara keseluruhan. Perawat membantu klien

dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri sendiri dengan

melakukannya sebagian dari seluruh prosedur. Hal tersebut dilakukan

perawat dengan cara memberikanpengawasan dan memberikan

instruksi secara bertahap kepada klien.

2.2.2 Self Care Diabetes Melitus

Self care DM merupakan program yang harus dijalankan

sepanjang kehidupan penderita DM dan menjadi tanggungjawab penuh

bagi penderita DM. Self care DM bertujuan mengoptimalkan kontrol

metabolik, mengoptimalkan kualitas hidup, serta mencegah komplikasi

akut dan kronis. Beberapa studi menunjukan bahwa menjaga glukosa

darah tetap normal dapat meminimalkan komplikasi yang terjadi karena

DM.
12

Self care DM merupakan tindakan mandiri yang harus dilakukan

oleh penderita DM dalam kehidupannya sehari-hari. Tujuan melakukan

tindakan self care untuk mengontrol glukosa darah. Tindakan yang

dapat mengontrol glukosa darah, meliputi pengaturan pola makan

(diet), latihan fisik (olahraga), perawatan kaki, penggunaan obat

diabetes, dan monitoring gula darah.

Penyakit DM membutuhkan penanganan seumur hidup dalam

pengendalian kadar gula darah. Terapi pada DM memiliki tujuan utama

yaitu untuk mengurangi komplikasi yang ditimbulkan akibat DM

dengan cara menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah.

Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara memelihara kualitas hidup

yang baik dan menjaga kadar glukosa darah dalam batas normal tanpa

terjadi hipoglikemia.

1. Terapi nutrisi (manajemen diet)

Penatalaksanaan diet pada pasien DM memiliki beberapa

tujuan yaitu mempertahankan kadar glukosa darah dan lipid mendekati

normal, mencapai dan mempertahankan berat badan dalam batas-batas

normal atau ± 10% dari berat badan ideal, mencegah komplikasi akut

dan kronik, serta meningkatkan kualitas hidup. Penatalaksanaan nutrisi

dimulai dari menilai kondisi pasien atau status gizi pasien dengan cara

menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT). Hal ini bertujuan agar pasien

mengetahui apakah penderita mengalami obesitas, normal, atau kurang

gizi. IMT normal orang dewasa adalah antara 18,5-25.


13

Konsumsi makanan untuk pasien DM harus diperhatikan,

misalnya mengkonsumsi makanan berkolestrol harus dibatasi karena

akan hiperkolestrolemia yang akan menyebabkan aterosklerosis.

Standar komposisi makanan untuk pasien DM yang dianjurkan adalah

karbohidrat 45-65 %, protein 10-20 %, lemak 20-25 %, kolestrol <300

mg/hr, serat 25 g/hr, garam dan pemanis dapat digunakan secukupnya.

2. Latihan fisik (olahraga)

Penatalaksanaan latihan fisik bertujuan untuk meningkatkan

pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin

dengan cara menurunkan kadar glukosa. Manfaat lainnya adalah

memperbaiki sirkulasi darah dan tonus otot, mengubah kadar emak

darah yaitu menurunkan kadar kolestrol total dan trigliserida serta

meningkatkan kadar HDL-kolesterol.

Olahraga bagi penderita diabetes yang dianjurkan adalah sesuai

CRIPE (Contious Rythmiccal Intensicy Progressife Endurance), yaitu

dilakukan secara terus menerus tanpa berhenti sehingga otot-otot

berkontraksi dan relaksasi secara teratur. Otot otot yang berkontraksi

secara teratur ini akan merangsang peningkatan aliran darah dan

penarikan glukosa ke dalam sel. Latihan CRIPE sebaiknya dilakukan

minimal 3 kali dalam seminggu dan dua hari lainnya melakukan

olahraga yang disenangi penderita diabetes.

Olahraga yang baik dilakukan pada pagi hari sebelum jam

06.00 selama kurang lebih setengah jam. Suasana pada pagi hari akan

membuat penderita lebih nyaman berolahraga dan tidak mengalami


14

stres karena udara yang masih bersih juga suasana yang belum ramai.9

Aerobik merupakan jenis latihan yang dianjurkan bagi penderita DM

seperti jalan kaki, jogging, berenang, senam berkelompok atau aerobik

dan bersepeda di mana latihan ini bertujuan untuk meningkatkan

stamina penderita DM.

Prinsip olahraga bagi penderita DM:

a. Frekuensi olahraga tiap minggu sebaiknya dilakukan 3-5 kali

secara teratur

b. Intensitas ringan dan sedang (60-70 % maximius heart rate)

c. Durasi 30-60 menit

d. Jenis latihan seperti latihan jasmani endurans (aerobik)

3. Monitoring kadar gula darah

Self-monitoring blood glucose (SMBG) atau dikenal dengan

pemantauan kadar gula darah secara mandiri berfungsi sebagai deteksi

dini dan mencegah terjadinya hiperglikemi serta hipoglikemi. Dan

dalam jangka panjang akan mengurangi komplikasi diabetik jangka

panjang. SMBG telah menjadi dasar dalam memberikan terapi insulin.

Monitoring ini dianjurkan bagi pasien dengan penyakit DM yang tidak

stabil, memiliki kecenderungan untuk mengalami ketosis berat,

hiperglikemia dan hipoglikemia tanpa gejala ringan.

4. Terapi farmakologi/ Minum Obat DM

Kadar gula darah dalam rentang normal atau mendekati

normal adalah tujuan dari terapi farmakologi dengan insulin. Insulin

juga merupakan terapi obat jangka panjang untuk penderita DM tipe 2


15

karena bertujuan untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika dengan

diet, latihan fisik, dan Obat Hipoglikemia Oral (OHO) ketika tidak

dapat menjaga gula darah dalam rentang normal. Insulin dibutuhkan

secara kontemporer selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan,

pembedahan, dan beberapa kejadian stres pada Penderita DM tipe 2.

OHO saat ini terbagi menjadi 2 kelompok yaitu obat yang

memperbaiki kerja insulin dan obat yang meningkatkan kerja insulin.

Golongan obat yang memperbaiki kerja insulin adalah obat-obatan

seperti metformin, glitazone, dan akarbose. Obat-obatan ini bekerja

pada tempat di mana terdapat insulin yang mengatur glukosa darah

seperti pada hati, usus, otot dan jaringan lemak. Sementara golongan

obat yang meningkatkan kerja insulin adalah sulfonil, repaglinid,

nateglinid, dan insulin yang disuntikkan. Obat-obatan ini berfungsi

untuk meningkatkan pelepasan insulin yang disuntikkan untuk

menambah kadar insulin di sirkulasi darah. Obat-obatan golongan

diatas memiliki mekanisme kerja yang berbeda.

5. Perawatan Kaki

Perawatan kaki merupakan aktivitas penting yang harus

dilakukan penderita DM untuk merawat kaki yang bertujuan

mengurangi resiko ulkus kaki. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat

perawatan kaki adalah penderita DM harus memeriksa kondisi kaki

setiap hari, mencuci kaki dengan bersih dan mengeringkannya

menggunakan lap, memeriksa dan memotong kuku kaki secara rutin,


16

memilih alas kaki yang nyaman, serta mengecek bagian sepatu yang

akan digunakan.

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self Care

1. Usia

Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa penderita DM

dengan usia tua memiliki self care yang lebih baik dan teratur daripada

penderita DM usia muda. Peningkatan usia merupakan peningkatan

terjadinya kematangan dan kedewasaan seseorang sehingga klien akan

berfikir lebih rasional tentang manfaat yang didapatkan jika melakukan

aktivitas self care DM secara adekuat. Usia lanjut berkaitan erat dengan

tingginya tingkat aktivitas fisik, kepatuhan terhadap makanan atau diet,

dan perawatan kaki diabetik

2. Jenis kelamin

Jenis kelamin memiliki hubungan terhadap aktivitas self care

DM. aktivitas self care DM harus dilakukan oleh penderita DM laki-

laki maupun perempuan. Terdapat penelitian yang menyatakan bahwa

penderita DM berjenis kelamin perempuan memiliki aktivitas self care

lebih baik dibandingkan dengan penderita DM berjenis kelamin pria.

Namun, terdapat pula penelitian yang menyatakan sebaliknya bahwa

pria memiliki aktivitas self care yang lebih baik dibandingkan penderita

DM wanita. Kusniawati (2016) meyatakan bahwa tidak terdapat

korelasi antara jenis kelamin dengan aktivitas self care DM.


17

3. Tingkat pendidikan

Dalam mengelola penyakit DM, pengetahuan merupakan

faktor yang penting. Sebuah studi menyatakan bahwa kurangnya

pengetahuan akan menghambat pengelolaan self care. Sementara

penderita dengan tingkat pendidikan yang rendah akan mengalami

kesulitan dalam belajar merawat diri dengan DM. Namun banyak

penelitian juga mengungkapkan bahwa tidak terdapat korelasi antara

tingkat pengetahuan dengan aktivitas self care DM, yang berarti belum

tentu penderita dengan pendidikan tinggi akan patuh dalam melakukan

aktivitas self care DM.

4. Tingkat pendapatan

Pendapatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

self care pada DM. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, pada

umumnya penderita DM dengan penghasilan yang tinggi kurang patuh

terhadap self care DM dibandingkan dengan penderita DM dengan

penghasilan rendah. Hal ini mungkin dikarenakan penderita dengan

penghasilan tinggi memiliki hidup yang lebih beresiko daripada

penderita berpenghasilan lebih rendah.

5. Lamanya menderita DM

Penderita DM yang memiliki penyakit ini dalam kurun waktu

yang lebih lama memiliki aktivitas self care DM yang lebih tinggi

dibandingkan penderita yang baru menderita DM. Klien yang menderita

DM lebih dari 11 tahun biasanya lebih memahami perilaku self care

berdasarkan pengalamannya selama menjalani penyakit tersebut


18

sehingga klien lebih memahami tentang hal-hal terbaik yang dilakukan

untuk mempertahankan kesehatannya. Hal tersebut dapat dicapai

dengan melakukan aktivitas self care secara teratur dan konsisten.

6. Motivasi

Motivasi merupakan suatu kondisi internal yang

membangkitkan seseorang untuk bertindak, mendorong untuk mencapai

tujuan tertentu, serta membuat seseorang tetap tertarik dalam kegiatan

tertentu.Motivasi dapat menimbulkan suatu perubahan energi dalam diri

seseorang dan pada akhirnya akan berhubungan langsung dengan

kejiwaan, perasaan, dan emosi untuk bertindak dan melakukan sesuatu

untuk mencapai tujuan , kebutuhan, dan keinginan tertentu. Motivasi

pada penderita DM merupakan faktor penting yang mampu

memberikan dorongan kuat bagi klien DM untuk melakukan aktivitas

self care DM, sehingga gula darah dapat terkontrol secara optimal dan

kejadian komplikasi dapat dicegah. Penelitian menunjukkan bahwa

motivasi merupakan salah satu faktor utama self care pada DM.

Kusniawati (2016) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat

hubungan motivasi terhadap self care DM, semakin tinggi motivasi

klien maka aktivitas self care DM klien semakin meningkat.

7. Dukungan sosial

Beberapa penelitian menyatakan bahwa terdapat korelasi

antara self care DM dengan dukungan sosial. Semakin banyak

dukungan sosial yang didapatkan makan semakin banyak kegiatan self

care yang dilakukan.


19

8. Aspek emosional

Masalah emosional pada penderita DM berupa stres, rasa

khawatir tentang penyakit dan masa depannya, bersikap sedih,

memikirkan komplikasi yg akan muncul, perasaan takut, tidak

semangat dengan program pengobatan, bosan dengan perawatan rutin

yang dijalani, serta khawatir terhadap perubahan kadar gula darah.

Aspek emosional yang dialami penderita DM merupakan hal yang akan

mempengaruhi aktivitas self care DM. Klien akan dengan mudah

melakukan perawatan mandiri dalam kehidupannya sehari-hari jika

klien menerima dan memahami segala kondisi yang terjadi akibat

penyakitnya. Oleh sebab itu diperlukan penyesuaian emosional yang

tinggi untuk mencapai keberhasilan program perawatan bagi penderita

DM sehingga klien dapat beradaptasi dengan kondisi penyakit dan

menerima perawatan rutin yang harus dijalaninya.

9. Keyakinan terhadap efektivitas penatalaksanaan DM

Terdapat kontribusi antara keyakinan terhadap efektifitas

penatalaksanaan DM terhadap self care. Semakin tinggi keyakinan

terhadap efektifitas penatalaksanaan DM maka aktivitas self care DM

semakin meningkat.

10.Komunikasi petugas kesehatan

Komunikasi merupakan poin penting dalam perawatan diri

penderita DM. Pemberian informasi dan pendidikan kesehatan tentang

self care yang diberikan akan berpengaruh terhadap tingkat self care

klien. Semakin tinggi frekuensi petugas kesehatan memberikan


20

informasi maka aktivitas self care semakin meningkat. Penelitian yang

dilakukan Kusniawati (2016) menyatakan bahwa komunikasi petugas

kesehatan merupakan faktor yang paling dominan berkontribusi

terhadap self care DM.


BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Berdasarkan landasan teoritis yang telah diuraikan pada tinjauan pustaka

maka disusun kerangka konsep sebagai berikut :

Variabel independen Variabel dependen

Komunikasi Petugas
Kesehatan Diabetes Melitus
Tipe II
Self Care
Diabetes

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Penghubung Variabel

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

21
22

3.2 Hipotesis

Pada penelitian ini jenis Hipotesis alternatif (Ha), hipotesis ini

menyatakan adanya suatu hubungan antara dua atau lebih variabel . Adapun

hipotesis pada penelitian ini adalah :

Ha : Ada Hubungan antara Komunikasi Petugas kesehatan terhadap self care

diabetes pada pasien diabetes melitus di Puskesmas Tolo, Kecamatan.

Kelara, Kabupaten Jeneponto.

Ho: Tidak ada Hubungan antara Komunikasi Petugas kesehatan terhadap self

care diabetes pada pasien diabetes melitus di Puskesmas Tolo, Kecamatan.

Kelara, Kabupaten Jeneponto


BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penilitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah cross sectional study dengan

pendekatan deskriptif analitik yang dilakukan pada seluruh pasien DM yang

datang memeriksakan diri ke Puskesmas Tolo, Kelurahan. Tolo,Kecamatan.

Kelara, Kabupaten. Jeneponto

4.2 Kerangka Kerja (Frame Work)

Sampling

Penentuan Populasi Penentuan sampel

Pengumpulan data

Pengolahan dan analisa data


 Editing
 Coding
 Sorting
 Entry data
 Cleaning
 Penyajian data

Laporan awal

Seminar hasil

Pembuatan laporan akhir


Gambar 4.2 Kerangka Kerja

23
24

4.3 Identitas Variabel

4.3.1 Variabel independen (Bebas)

Variabel independen merupakan variabel bebas atau

variabel yang mempengaruhi variabel lain (Nursalam, 2017:177).

Variabel independen pada penelitian ini adalah “ Komunikasi

petugas keshatan dan self care Diabetes Meliitus”.

4.3.2 Variabel dependen (Terikat)

Variabel dependen merupakan variabel terikat atau

variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. (Nursalam,

2017:178). Variabel dependen pada penelitian ini adalah

“Diabetes Meliitus Tipe 2”.

4.4 Defenisi Operasional


Tabel 4.4 Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Alat Kriteria Skala


Operasional Ukur
1 Variabel petugas kesehatan Kuesioner Baik jika Ordinal
Independen yang efektif mendaptkan
(bebas) merupakan hal skore ≥ 50
Komunikasi penting dan factor Kurang : jika
petugas yang paling Mendapatka
kesehatan berpengaruh n
terhadap self care
skore ≤ 50
diabetes
Sebagai contoh
Ceramah,seminar,dis
kusi kelompok dan
sebagainya
Self Care Self Care Baik:jika Ordinal
Diabetes Diabetes Meliitus mendaptkan
Meliitus Adalah tindakan skore ≥ 50
mandiri yang harus Kurang :
dilakukan oleh jika
penderita Dmdalam mendapatka
kehidupannya n
sehari-hari skore ≤50
25

4.5 Populasi dan Sampel

4.5.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien DM yang

datang memeriksakan diri ke Puskesmas Tolo, Kelurahan.

Tolo,Kecamatan. Kelara, Kabupaten. Jeneponto yaitu mulai bulan

Januari-Maret 2020.

4.5.2 Sampel

Adapun sampel dalam penelitian ini adalah semua pasien DM

yang datang memeriksakan diri ke Puskesmas Tolo, Kelurahan.

Tolo,Kecamatan. Kelara, Kabupaten. Jeneponto yaitu mulai bulan

Januari-Maret 2020 dengan rata-rata perbulannya 35 pengunjung.

4.5.3 Teknik Pengambilan Sampel

Adapun cara pengambilan sampel yang digunakan adalah

dengan cara mengambil seluruh kunjungan sakit yang datang sebagai

sampel di Puskesmas Tolo, Kel. Tolo, Kelurahan. Tolo,Kecamatan.

Kelara, Kabupaten. Jeneponto pada saat penelitian berlangsung.

4.6 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Tolo, Kelurahan. Tolo,Kecamatan.

Kelara, Kabupaten. Jeneponto yaitu mulai bulan Januari-Maret 2020.

4.7 Pengumpulan Data

Data primer dan sekunder di dapatkan dengan melakukan wawancara

terhadap responden dan pengumpulan data sekunder. Hasil dari pengumpulan

data primer dan sekunder akan dikonfirmasikan dalam bentuk tabel distribusi

dan narasi.
26

4.8 Analisa data

Data di analisa secara deskriptif kualitatif dengan menggunakan SPSS 18


DAFTAR PUSTAKA
.
ASOSIASI DIABETES AMERIKA. (2018). Diagnosis dan klasifikasi diabetes mellitus.
Perawatan Diabetes, 33 (SUPPL. 1).
ASOSIASI DIABETES AMERIKA. (2018). Standar Perawatan Medis di Indonesia.
Jurnal Penelitian dan Pendidikan Klinis dan Terapan, 38 (Januari) 2018),
Supplement 1.
Bai, Y. et al (2018). Perilaku perawatan diri dan terkaitfaktor pada orang tua dengan
diabetes tipe 2. Jurnal Keperawatan Klinis.
Dinas kesehatan Kabupaten Jeneponto . (2019). Rekapitulasi PTM Diabetes Mellitus
2019. Jeneponto.
Guariguata, L., et al (2014). Perkiraan global prevalensi diabetes untuk 2013 dan
proyeksi untuk 2035. Penelitian Diabetes dan Praktek Klinis.
Heisler, M., et al (2017). komunikasi mempengaruhi self care diabetes dan kontrol
glikemik pasien,Hasil dari studi kesehatan dan pensiun (HRS). Jurnal gerontology
IDF. (2016). Federasi Diabetes Internasional .https://www.idf.org/
Kusniawati. 2017. Analisis Faktor yang Berkontribusi terhadap Self Care Diabetes
pada klien Diabetes Melitus Tipe 2, di Rumah Sakit Umum Tangerang.
Nelson, et al (2017). Faktor yang mempengaruhi manajemen diri penyakit antara veteran
dengan diabetes dan kontrol glikemik yang buruk. Perhimpunan Obat Penyakit
Dalam Umum.
PERKENI. (2015). Konsensus Pengelolaan tyy6dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe
2, di Indonesia.
PERKENI. (2015). Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di indonesia
2015. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PB PERKENI).
Piette, J.D., Schillinger, D., Potter, M.B., Heisler, M. (2016). Dimensi komunikasi pasien-
penyedia dan perawatan diri diabetes dalam populasi etnis yang beragam. Jurnal
Ilmu Penyakit Dalam Umum.
RISKESDAS. (2013). RISET KESEHATAN DASAR.
Retrieved from www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil Riskesdas
2013.
Safila, I. (2015). Hubungan Antara Tingkat Literasi Kesehatan Dengan Diabetes
Aktivitas Diri Perlindungan Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Kabupaten
Sleman. Universitas Gadjah Mada.
Shigaki, C., Kruse, R.L, Mehr, D., Sheldon, K., Bin G., Moore, C. (2017). Motivasi dan
manajemen diri diabetes.
Suyono. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbit
Departemen Penyakit Dalam FKUI.
Waspadji, S. (2017). Kaki Diabetes. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi
IV.Jakarta: FKUI,3.
Webb, E. M., Rheeder, P., dan Zyl, D. G. Van. (2015). Diabetes care and complications
in primary care in the Tshwane district of South Africa. Primary Care Diabetes.
WHO. (2016). Global Report On Diabetes. France: World Health Organization.
Xu Yin, et al(2017). Faktor yang mempengaruhi self diabetes pada diabetes tipe 2.
Penelitian dalam Keperawatan & Kesehatan.
Lampiran 1

PERMOHONAN UNTUK MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth.

Bapak/ Ibu Calon Responden

Saya bertanda tangan di bawah ini adalah Mahasiswa Stikes Tanawali


Persada, Takalar Ilmu Keperawatan :
Nama : Ikawati M
NIM : 16 CP 1049

Akan mengadakan penelitian dengan judul Hubungan antara

Komunikasi Petugas kesehatan terhadap self care diabetes pada pasien

diabetes melitus di Puskesmas Tolo, Kecamatan. Kelara, Kabupaten

Jeneponto. Penelitian ini tidak merugikan Bapak/ Ibu sebagai responden.

Kerahasiaan semua infomasi yang diberikan akan dijaga dan hanya

digunakan untuk kepentingan penelitian. Jika Bapak/ Ibu telah menjadi

responden dan terjadi hal-hal yang merugikan maka diperbolehkan

mengundurkan diri untuk tidak berpartisipasi dalam penelitian ini.

Setelah Bapak/ Ibu menyetujui maka saya mohon untuk


menandatangani lembar persetujuan, dan atas kesediaannya saya ucapkan
terima kasih.

Jeneponto , 2020

IKAWATI M
Lampiran 2
SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
(Informed Consent)

Dengan ini saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama (Inisial) :
Jenis Kelamin :

Menyatakan bersedia untuk menjadi responden penelitian dengan judul

Hubungan antara Komunikasi Petugas kesehatan terhadap self care diabetes pada

pasien diabetes melitus di Puskesmas Tolo, Kecamatan. Kelara, Kabupaten

Jeneponto.Saya memahami bahwa penelitian ini tidak berakibat negatif, oleh

karena itu saya bersedia menjadi responden pada penelitian ini.

Jeneponto, 2020
Responden
Lampiran 3
LEMBAR KUESIONER

Hubungan antara Komunikasi Petugas kesehatan terhadap self care diabetes

pada pasien diabetes melitus di Puskesmas Tolo, Kecamatan. Kelara,

Kabupaten Jeneponto.

A. Petunjuk umum pengisian

1. Saudara (i) diharapkan bersedia menjawab semua pertanyaan yang ada.

2. Berilah tanda check list (√) untuk pilihan jawaban yang anda pilih.

3. Hanya boleh memilih satu jawaban.

4. Jika ada pertanyaan yang kurang jelas silahkan bertanya pada peneliti.

Keterangan jawaban untuk Self care dan Diabetes Mellitus :

a) Selalu

b) Sering

c) Kadang-kadang

d) Tidak pernah

Kuesioner pengkajian data demografi

1. Nama (inisial) :

2. Jenis Kelamin :

3. Usia :

4. Pekerjaan :

5. Pendidikan Terakhir :

6. Riwayat Diabetes : Tahun


Tidak
No Komunikasi Petugas Kesehatan Jarang Sering Selalu
Pernah

Petugas kesehatan menjelaskan


1
kepada anda tentang diet diabetes
Petugas kesehatan menjelaskan
kepada anda tentang pentingnya
2
latihan fisik bagi penderita diabetes
mellitus
Petugas kesehatan menjelaskan
kepada anda tentang pentingnya
3
pemantauan kadar gula darah
secara teratur
Petugas kesehatan menjelaskan
4 kepada anda tentang pentingnya
minum obat diabetes secara teratur
Petugas kesehatan menjelaskan
5 kepada anda tentang cara
melakukan perawatan kaki
Petugas kesehatan menjelaskan
6 kepada anda tentang tanda-tanda
terjadinya ulkus diabetes
Kadang- Tidak
No Selft care Selalu Sering
kadang pernah
Pola makan (diet)
Mengkonsumsi makanan yang
1
bergizi
Menghindari konsumsi
2
makan/minuman yang manis
Mengkonsumsi makanan yang
3
mengandung kolestrol
Mengkonsumsi makanan yang
4
mengandung lemak
Latihan fisik
Melakukan olahraga 2-3 kali
5
sehari
Melakukan jalan santai tiap
6
minggu
Ditempat kerja saya lebih
7
banyak duduk
Begadang sehingga
8 menyebabkan kualitas tidur
buruk
Perawatan kaki
Melakukan senam 2-3 kali
9
seminggu
Melakukan jalan santai tiap
10
minggu
Tidak pakai alas kaki
11
(sendal/sepatu)
Malas melakukan pemeriksaan
12
BB
Menggunakan obat diabetik
13 Rutin konsumsi obat diabetik

14 Melakukan joging
Mengkonsumsi makanan seperti
15
junk food
Mengkonsumsi minuman bergas
16
(fanta, cola, sprite, dll)
Monitor gula darah

Melakukan pemeriksaan
17 kesehatan rutin di pelayanan
kesehatan
18 Melakukan pemeriksaan BB
19 Konsumsi makanan yang manis

20 Kebiasaan merokok

Anda mungkin juga menyukai