Anda di halaman 1dari 2

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien menderita avulsi dental. Avulsi dental merupakan suatu kondisi trauma gigi
dimana gigi terlepas dari soketnya, trauma yang dapat menyebabkan avulsi gigi seperti jatuh, perkelahian,
cedera olahraga, kecelakaan mobil, dan kekerasan pada anak (Kotska et.al, 2014). Avulsi dapat terjadi
pada gigi sulung maupun gigi permanen dimana umunya mengenai gigi insisif sentral rahang atas (White
SC dkk., 2009). Kejadian avulsi pada gigi alami dapat mengakibatkan terputusnya serat ligamen
periodontal dan bundel neurovascular, serta dapat mecederai tulang alveolar dan gigi disekitarnya. Ketika
gigi lepas dari soketnya sel-sel pulpa dan ligamentum periodontal mulai mengalami kerusakan akbiat
kekurangan asupan darah. Factor yang lain juga berupa kekeringan pada gigi avulsi, penyimpanan gigi
avulsi yang salah dan kontaminasi dengan bakteri (Dahong & Winarso 2012).

Pada kasus ini pasien wanita berumur 7 tahun yang disebabkan oleh trauma kraniofacial dengan
avulsi gigi insisif sentral kanan rahang atas dan fraktur korona enamel-dentin pada insisif sentral kiri rahang
atas. Pada gigi yang avulsi dilakukan perawatan endodontic eksra oral dengan mengisi MTA (mineral
trioxide aggregate) pada bagian apical gigi yang terbuka, diisi dengan termoplastik gutta-percha dan
kemudian ditutup dengan resin komposit. Gigi yang avulsi kemudian di reimplantasi kedalam soket dan di
stabilisasi memakai splinting semi-rigid untuk mempertahan gigi pada posisinya kurang lebih selama 4
minggu. Sedangkan pada gigi insisif sentral kiri rahang atas yang mengalami fraktur korona enamel dentin
ditutup dengan menggunakan semen glass ionomer dan kemudia direstorasi menggunakan resin komposit.
Untuk menghidnar terjadinya infeksi maka dimedikasikan dengan antibiotic amoxicillin dan asam klavulanat
selama 8 hari, diinstruksikan untuk memakan makanan lunak dan hindari olahraga berat, dan dianjurkan
untuk control berlanjut selama 18 bulan (Amaral dkk, 2018).

Reimplantasi merupakan pilihan utama dalam perawatan gigi yang avulsi. Reimplantasi
merupakan suatu Tindakan insersi gigi avulsi ke dalam soketnya serta mengembalikan fungsi-fungsi
normal gigi. Namun terdapat beberapa keadaan dimana replantasi tidak dapat dilakukan diantaranya ketika
terdapat gigi dengan karies yang parah, terjadi kekeringan pada gigi atau media penyimpanan yang
digunakan tidak memadai, fraktur pada tulang alveolar. Apabila gigi avulsi yang mengalami kerusakan
tersebut bila dilakukan replantasi pada soketnya kemungkinan besar akan mengalami kelainan seperti
ankilosis, atau terjadi infeksi apabila gigi avulsi yang direplantasi mengalami nekrosis. Oleh karena itu
teknik replantasi untuk gigi yang mengalami avulsi harus dilakukan secara benar dan hati-hati. Terdapat
beberapa factor yang dapat menetukan keberhasilan reimplantasi meliputi gigi avulsi tersebut harus sehat
tanpa karies, mahkota atau ikar tidak mengalami kepatahan, tidak ada kelainan periodontal, soket gigi
tetap utuh, gigi avulsi sebaiknya tidak mengalami kelainan orthodontic, waktu gigi berada di luar mulut tidak
lebih 60 menit, media penyimpan gigi avulsi harus tetap sama. Media yang dapat digunakan yaitu saliva,
susu, dan larutan saline (Dahong & Winarso 2012).

Untuk menstabilkan gigi yang telah di replantasi, di butuhkan suatu alat splint. Splinting merupakan
suatu usaha untuk mempertahankan, mengikat atau mengfiksasi gigi agar tetap pada posisi yang di
inginkan saat replantasi,untuk memberikan kesempatan agar gigi dapat melekat pada asalnya. Adapun
tujuan dari splinting adalah sandaran terbentuk pada jaringan periodonsium, membantu perbaikan akibat
trauma, mengurangi mobilitas secara cepat dan diharapkan secara permanen, beban yang diterima oleh
salah satu gigi dapat disalurkan ke beberapa gigi lainnya, kontak proksimal stabil, mencegah impaksi
makanan, dan mencegah migrasi gigi. Adapun indikasi utama penggunaan  splint  dalam mengontrol
kegoyangan yaitu imobilisasi kegoyangan yang menyebabkan ketidak nyamanan pasien serta
menstabilkan gigi pada tingkat kegoyangan yang makin bertambah. Splinting tidak bisa membuat gigi yang
goyang kembali kencang, hanya dapat mengontrol mobilitas bila splint tetap terpasang pada tempatnya.
Prinsip dari pembuatan splint yaitu dengan mengikat beberapa gigi menjadi satu kesatuan sehingga
tekanan dapat didistribusikan kesemua gigi yang diikat. ( Ambarawati, 2019 )

Anda mungkin juga menyukai