Anda di halaman 1dari 22

PROPOSAL

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK


“STIMULASI KOGNITIF : PERMAINAN TEBAK GAMBAR”
DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA SABAI NAN ALUIH SICINCIN

OLEH KELOMPOK 4:

Andrian Novika Sari Mutia Elvina


Dewi Sumarni Nurfitri
Dini Rani Rahmi Dafat Mayeni
Fakhrul Zikri Rahmad Alhamda
Fayziyyatul Bashiirah Fw Yulia Renita
Henny Prasetyawati Yulita Ayu Purnama Sari

PROGRAM STUDI PRODI NERS


STIKES YARSI SUMBAR BUKITTINGGI
2019

BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Lansia dapat dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Proses menjadi lansia merupakan proses alamiah yang
dapat terjadi pada setiap orang. Dimana keadaan yang ditandai oleh
kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi
stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan
untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual. Aspek yang juga
mengalami penurunan secara degenerative adalah fungsi kognitif
(kecerdasan/pikiran). Salah satu contoh gangguan degeratif kognitif pada
lansia adalah demensia.
Lanjut usia adalah kelanjutan dari usia dewasa yang merupakan proses
alami yang sudah ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa (Nugroho, 2008).
Akibatnya jumlah lanjut usia semakin bertambah dan cenderung lebih cepat
dan pesat (Nugroho, 2006). Sistem tubuh pada lanjut usia akan mengalami
penurunan diberbagai aspek baik biologis, fisiologis, psikososial, maupun
spiritual yang merupakan suatu proses penuaan (Stanley & Beare, 2006).
Pada lansia akan terjadi proses penuaan secara degenerative yang akan
berdampak pada perubahan-perubahan yaitu secara fisik, kognitif, sosial dan
sexsual (Glascock dan Feinman, 1981). Perubahan yang muncul secara fisik
misalnya sistem indra, sistem musculoskeletal, perubahan pada
cardiovaskuler. Perubahan secara psikologi misalnya masa pensiun,
perubahan peran sosial yang telah berubah. Dan pada lansia sering muncul
gangguan seperti immobility (imobilisasi), instability (instabilitas dan jatuh),
impairment (gangguan intelektual) isolation (isolasi) (Kuntjoro, 2002).
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya
fungsi intelektual dan ingatan/memori sedemikian berat sehingga
menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari (Brocklehurst and Allen, 1987
dalam Boedhi-Darmojo, 2009). Pada lansia dengan demensia penurunan
kemampuan mental yang biasanya berkembang secara perlahan, dimana
terjadi gangguan ingatan, pikiran, penilaian dan kemampuan untuk
memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian, sehingga
terkadang terjadi gangguan terhadap bio-psiko-sosial-spritual pada lansia.
Terapi aktifitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang
dilakukan perawat kepada kelompok lansia yang mempunyai masalah
keperawatan yang sama. Aktivitas digunakan sebagai terapi dan kelompok
digunakan sebagai target asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika
interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan dan menjadi
laboratorium tempat lansia melatih perilaku baru yang adaptif untuk
memperbaiki perilaku yang maladaptif.
Menurut Word Health Organization (WHO) populasi lansia yang
berusia diatas 60 tahun diperkirakan menjadi dua kali lipat dari 11% pada
tahun 2000 dan akan bertambah menjadi 22% tahun 2050. Pada tahun 2000
penduduk lansia populasinya berjumlah 605 juta jiwa dan akan bertambah
menjadi 2 miliar pada tahun 2050 (WHO, 2012). Berdasarkan hasil Susenas
tahun 2013, jumlah lansia di Indonesia telah mencapai 20,40 juta orang atau
sekitar 8,05% dari total penduduk Indonesia. Jumlah penduduk di Indonesia
diperkirakan akan terus bertambah menjadi sekitar 450.000 jiwa per tahun.
Dengan demikian, jumlah penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2025 akan
bertambah sekitar 34,22 juta jiwa (BPS, 2013). Semakin bertambahnya umur
manusia, akan terjadi proses penuaan dengan diikuti berbagai permasalahan
kesehatan terutama secara degeneratif yang berdampak pada perubahan-
perubahan pada diri manusia baik dari perubahan fisik, kognitif, perasaan,
sosial, dan seksual (Azizah, 2011). Masalah terbesar lansia adalah penyakit
degenerative. Diperkirakan pada tahun 2050 sekitar 75% lansia penderita
penyakit degeneratif tidak dapat beraktifitas (tinggal di rumah).
Berdasarkan hasil survei dari 5 wisma (Antokan, Anai, Tandikek,
Pantai cermin dan Selasih) terdapat 31 orang lansia dengan 16 orang lansia
perempuan dan 15 orang lansia laki-laki, dari 31 orang lansia tersebut
didapatkan 6 lansia mengalami kepikunan atau demensia, dan 8 lansia
beresiko mengalami demensia karena faktor usia, kurang aktivitas, makanan
yang tidak seimbang, dan depresi.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Kegiatan terapi aktivitas kelompok: tebak gambar ini bertujuan
untuk meningkatkan kognitif lansia serta melatih ingatan lansia di PSTW
Sabai Nan Aluih Sicincin.
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan kegiatan terapi aktivitas kelompok Tebak gambar:
1) Untuk meningkatkan kognitif dan daya ingat lansia
2) Mengubah pikiran negative menjadi positif
3) Membantu mengendalikan diri
4) Pencegahan dan perkembangan pribadi

C. PELAKSANAAN KEGIATAN
1. Topik
Terapi kognitif : tebak gambar
2. Sasaran
Lansia di PSTW Sabai Nan Aluih Sicincin
Kriteria inklusi :
1) Klien yang sudah mampu berinterkasi dengan klien lain.
2) Klien dengan kondisi yang stabil
3) Klien bersedia mengikuti permainan
3. Target
Lansia di wisma Antokan, Anai, Tandikek, Pantai cermin dan Selasih
4. Metode TAK
Ceramah dan permainan kelompok
5. Media
Gambar
6. Waktu dan setting tempat
a Waktu
Hari/ tanggal : Jum’at/ 14 juni 2019
Jam : 09.30-10.15 wib
b Tempat : Di Wisma Antokan PSTW Sabai Nan Aluih
Sicincin
6. Seting Tempat

Keterangan :
: Klien
: Fasilitator
: Observer
: Leader
: Co Leader

D. URAIAN STRUKTUR TUGAS


a. Leader : Rahmad Alhamda
Tugas:
 Memimpin TAK : merencanakan, mengontrol dan mengendalikan
jalannya TAK.
 Membuka acara TAK
 Memimpin perkenalan
 Menjelaskan tujuan TAK
 Menjelaskan proses kegiatan TAK
 Menutup kegiatan TAK
b. Co. Leader : Rahmi Dafat Mayeni
Tugas:
 Membacakan tata tertib dan program antisipasi
 Mengambil alih tugas leader apabila jalannya TAK pasif, dan
menyerahkannya kembali kepada leader apabila jalannya TAK
sudah normal kembali
 Menuliskan apa yang diucapkan klien, dipapan tulis
c. Fasilitator : Dewi Sumarni, Yulia Renita, Dini Rani, Henny
Prasetyawati, Andrian Novika Sari, Mutia Elvina Nurfitri, Fauziyyatul
Basyrah FW.
 Mempertahankan kehadiran peserta
 Mempertahankan dan meningkatkan motivasi peserta
 Mencegah gangguan atau hambatan terhadap kelompok baik dari
luar maupun dari dalam kelompok
d. Observer: Fakhrul Zikri, Yulita Ayu Purnama Sari.
 Mengobservasi jalannya kegiatan TAK dari awal sampai akhir
 Mengobservasi semua perilaku klien dan peran anggota terapis
 Mengevaluasi jalannya TAK dari awal sampai akhir
 Mencatat modifikasi strategi untuk kelompok yang akan datang
 Memprediksi respon anggota kelompok pada sesion berikutnya

E. KEGIATAN TAK
Tahap Waktu Kegiatan Kegiatan Metode Media
Tak Peserta
Pre 10  Membuka dengan salam Menjawab Ceramah -
orientasi menit  Memberikan evaluasi Mendengarkan Ceramah
validasi Mendengarkan Ceramah -
 Memberi reinforcement Memperhatika Ceramah
positif n

 Memperkenalkan diri dan tim Ceramah -

kepada peserta tak Menjawab -

 Menjelaskan maksud dan Ceramah

tujuan TAK Menjawab Ceramah

 Kontrak waktu Menjawab -

 Kontrak bahasa
--
Orientas 15  Menjelaskan peraturan Memperhatika Ceramah
i menit permainan n Ceramah
 Membagi lansia menjadi 4 Mengikuti
kelompok, dalam 1 kelompok
terdapat 3 lansia Ceramah
 Menginstruksikan untuk baris Mengikuti
perkelompok menjadi 1 Ceramah
banjar Memperhatika
 Memperlihatkan gambar n
yang akan ditebak
 Menginstruksikan kelompok Menebak
untuk mendiskusikan gambar
jawaban dari gambar yang
ditebak
 Mempersilakan kelompok
mejawab tebak gambar siapa
yang mengetahui terlebih
dahulu
 Kelompok yang menjawab
pertanyaan pertama dan
benar akan mendapatkan
poin.
Termina 5 menit Evaluasi :
si  Menanyakan perasaan lansia Menjawab Ceramah
seteleh mengikuti tak
 Memberikan reinforsement Memperhatika Ceramah
positif n
Tindak lanjut :
 Meminta lansia untuk Ceramah
mengungkapkan perasaannya Menjawab
setelah bermain tebak
gambar Ceramah

 Memberikan reinforsement Memperhatika


positif n
Kontrak akan datang Ceramah
 Menyepakati TAK yang akan
datang Tanya jawab Ceramah
 Menyepakati waktu dan
tempat Tanya jawab

F. ANTISIPASI MASALAH
1) lansia yang tidak aktif saat aktifitas kelompok penanganannya adalah
dengan memberikan motivasi oleh fasilitator.
2) Bila lansia meninggalkan kegiatan tanpa ijin, panggil nama lansia,
tanyakan alasan lansia meninggalkan kegiatan, berikan motivasi agar
lansia kembali mengikuti kegiatan.
3) lansia lain yang ingin mengikuti kegiatan, beri penjelasan pada lansia
tersebut bahwa kegiatan ini ditujukan pada lansiayang dipilih, katakan
pada lansia lain tersebut bahwa akan ada waktu khusus untuk mereka.

D. KRITERIA EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
1) Tim berjumlah 12 orang yang terdiri atas 1 leader, 1 co leader, 8
fasilitator dan 2 observer, dokumentasi.
2) Lingkungan memiliki syarat luas dan sirkulasi baik.
3) Tidak ada kesulitan memilih lansia yang sesuai dengan kriteria dan
karakteristik lansia untuk melakukan terapi aktifitas kelompok tebak
gambar
2. Evaluasi Proses
1) Leader menjelaskan aturan jalanya kegiatan dengan jelas
2) Fasilitator menempatkan diri di tengah-tengah lansia
3) Observer menempatkan diri di tempat yang memungkinkan untuk
dapat mengawasi jalannnya kegiatan
4) 70% lansia yang dapat mengikuti kegiatan dengan aktif dari awal
sampai selesai.
3. Evaluasi Hasil
Setelah mengadakan terapi aktifitas kelompok terapi kognitif 12
lansia yang diamati, hasil yang diharapkan adalah sebagai berikut :
1) 70% lansiayang dapat mengikuti kegiatan dengan aktif dari awal
sampai selesai.
2) 70% lansia dapat meningkatkan daya ingat dan kognitifnya.
3) 70% lansia dapat meningkatkan kemampuan akan kegiatan kelompok
(mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai).
4) 70% lansia mampu melakukan hubungan sosial dengan lingkungannya
(mau berinteraksi dengan perawat/lansia lain).

MATERI TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK PADA LANSIA


A. Defenisi Konsep TAK
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui
dalam rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan
tertentu. Fokus terapi adalah membuat sadar diri ( self- awereness).
Peningkatan hubungan interpersonal membuat perubahan.
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan yang
satu dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama
( Stuart & Laraia, 2001).
Terapi Aktivitas Kelompok( TAK) adalah salah satu terapi modalitas
yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah
keperawatan yang sama ( Keliat, 2005).
B. Terapi Aktivitas Kelompok
a. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi
TAK stimulasi Persepsi dilaksanakan dengan melatih klien
mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah
dialami.Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap
sesi. Dengan proses ini, diharapkan respons klien terhadap berbagai
stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif.
Aktivitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang disediakan:
baca artikel/ majalah/ buku/ puisi, menonton acara Terapi aktivitas
kelompok dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi
kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi
aktivitas stimulasi realita, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi.
TV (merupakan stimulus yang disediakan); stimulus dari
pengalaman masa lalu yang menghasilkan proses persepsi klien yang
maladaptif atau distruktif, misalnya kemarahan, kebencian, putus
hubungan, pandangan negative pada orang alin, dan halusinasi. Kemudian
dilatih persepsi klien terhadap stimulus.

b. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulus Sensoris


TAK stimulasi sensori adalah TAK yang menggunakan aktivitas
sebagai stimulus pada sensoris klien. Tahap berikutnya mengobservasi
reaksi sensoris klien terhadap stimulus yang sediakan, berupa ekspresi
perasaan secara nonverbal (ekspresi wajah, gerakan tubuh). Biasanya klien
yang tidak mau menungkapkan komunikasi verbal akan terstimululasi
emosi dan perasaannya, serta menampilkan respons. Aktivitas yang
digunakan sebagai stimulus adalah: musik, seni, menyayi, menari. Jika
hobi klien diketahui sebelumnya, dapat dipakai sebagai stimulus, misalnya
lagu kesukaan klien, dapat digunakan sebagai stimulus.
c. Terapi Aktivitas Kelompok Orientasi Realitas
Dalam TAK Orientasi Realitas klien diorientasikan pada kenyataan
yang ada disekitar klien, yaitu diri sendiri, orang lain yang ada di
sekeliling klien atau orang yang dekat dengan klien, dan lingkungan yang
pernah mempunyai hubungan dengan klien. Demikian pula dengan
orientasi waktu saat ini, waktu yang lalu, dan rencana kedepan. Aktivitas
dapat berupa: orientasi orang, waktu, tempat, benda yang ada disekitar,
dan semua kondisi nyata.
d. Terapi aktivitas kelompok sosialisasi
TAK sosialisasi dilaksanakan dengan membantu klien melakukan
sosialisasi dengan individu yang ada disekitar klien. Sosialisasi dapat pula
dilakukan secara bertahap dari interpersonal (satu dan satu), kelompok,
dan massa. Aktivitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompok.
C. Manfaat TAK
Terapi aktivitas kelompok mempunyai manfaat yaitu :
a. Umum
1)    Meningkatkan  kemampuan  menguji  kenyataan (reality  testing) 
melalui komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.
2)     Membentuk sosialisasi
3)     Meningkatkan  fungsi  psikologis,  yaitu  meningkatkan  kesadaran 
tentang hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku
defensive (bertahan terhadap stress) dan adaptasi.
4)     Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis
seperti kognitif dan afektif.
b.      Khusus
1)      Meningkatkan identitas diri.
2)      Menyalurkan emosi secara konstruktif.
3)     Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan
sehari-hari.
4)     Bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan ekspresi diri,
keterampilan sosial, kepercayaan diri, kemampuan empati, dan
meningkatkan kemampuan tentang masalah-masalah kehidupan dan
pemecahannya.
D. Tujuan Terapi Aktifitas Kelompok
Depkes RI mengemukakan tujuan terapi aktivitas kelompok secara rinci
sebagai berikut:
1.    Tujuan Umum
a. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan yaitu memperoleh
pemahaman dan cara membedakan sesuatu yang nyata dan khayalan.
b. Meningkatkan sosialisasi dengan memberikan kesempatan untuk
berkumpul, berkomunikasi dengan orang lain, saling memperhatikan
memberikan tanggapan terhadap pandapat maupun perasaan ortang lain.
c. Meningkatkan kesadaran hubungan antar reaksi emosional diri sendiri
dengan prilaku defensif yaitu suatu cara untuk menghindarkan diri dari
rasa tidak enak karena merasa diri tidak berharga atau ditolak.
d. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis
seperti fungsi kognitif dan afektif.
2.    Tujuan Khusus
a. Meningkatkan identifikasi diri, dimana setiap orang mempunyai
identifikasi diri tentang mengenal dirinya di dalam lingkungannya.
b. Penyaluran emosi, merupakan suatu kesempatan yang sangat
dibutuhkan oleh seseorang untuk menjaga kesehatan mentalnya. Di
dalam kelompok akan ada waktu bagi anggotanya untuk
menyalurkan emosinya untuk didengar dan dimengerti oleh anggota
kelompok lainnya.
c. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk kehidupan
sehari-hari, terdapat kesempatan bagi anggota kelompok untuk
saling berkomunikasi yang memungkinkan peningkatan hubungan
sosial dalam kesehariannya.
E. Dampak Terapeutik Dari Kelompok
Terjadinya interaksi yang diharapkan dalam aktivitas kelompok dapat
memberikan dampak yang bermanfaat bagi komponen yang terlibat. Yalom
(1985) dalam tulisannya mengenai terapi kelompok telah melaporkan 11 kasus
yang terlibat dalam efek terapeutik dari kelompok. Faktor-faktor tersebut
adalah :
1. Universalitas, klien mulai menyadari bahwa bukan ia sendiri yang
mempunyai masalah dan bahwa perjuangannya adalah dengan membagi
atau setidaknya dapat dimengerti oleh orang lain.
2. Menanamkan harapan, sebagian diperantarai dengan menemukan yang lain
yang telah dapat maju dengan masalahnya, dan dengan dukungan
emosional yang diberikan oleh kelompok lainnya.
3. Menanamkan harapan, dapat dialami karena anggota memberikan
dukungan satu sama lain dan menyumbangkan ide mereka, bukan hanya
menerima ide dari yang lainnya.
4. Mungkin terdapat rekapitulasi korektif dari keluarga primer yang untuk
kebanyakan klien merupakan problematic. Baik terapis maupun anggota
lainnya dapat jadi resepien reaksi tranferensi yang kemudian dapat
dilakukan.
5. Pengembangan keterampilan sosial lebih jauh dan kemampuan untuk
menghubungkan dengan yang lainnya merupakan kemungkinan. Klien
dapat memperoleh umpan balik dan mempunyai kesempatan untuk belajar
dan melatih cara baru berinteraksi.
6. Pemasukan informasi, dapat dapat berkisar dari memberikan informasi
tentang ganguan seseorang terhadap umpan balik langsung tentang
perilaku orang dan pengaruhnya terhadap anggota kelompok lainnya.
F. Indikasi Dan Kontra Indikasi TAK
Adapun indikasi dan kontra indikasi terapi aktivitas kelompok (Depkes
RI (1997) adalah :
1. Semua klien terutama klien rehabilitasi perlu memperoleh terapi aktifitas
kelompok kecuali mereka yang : psikopat dan sosiopat, selalu diam dan
autistic, delusi tak terkontrol, mudah bosan.
2. Ada berbagai persyaratan bagi klien untuk bisa mengikuti terapi aktifitas
kelompok antara lain : sudah ada observasi dan diagnosis yang jelas, sudah
tidak terlalu gelisah, agresif dan inkoheren dan wahamnya tidak terlalu
berat, sehingga bisa kooperatif dan tidak mengganggu terapi aktifitas
kelompok.
3. Untuk pelaksanaan terapi aktifitas kelompok di rumah sakit jiwa di
upayakan pertimbangan tertentu seperti : tidak terlalu ketat dalam tehnik
terapi, diagnosis klien dapat bersifat heterogen, tingkat kemampuan
berpikir dan pemahaman relatif setara, sebisa mungkin pengelompokan
berdasarkan problem yang sama.
DAFTAR PUSTAKA

Coresa, T. (2014). Gambaran fungsi kognitif pada lansia di Unit Rehabilitas


Social PucangGading Semarang (Skripsi, Universitas Diponegoro).

Hubungan kualitas tidur dan fungsi kognitif pada lanjut usia di PantiSosial
Margaguna Jakarta Selatan (Skripsi, Universitas Islam Negeri
SyarifHidayatullah Jakarta

Intani, A. C. (2013). Hubungan beban kerja dengan stres pada petani lansia di
Kelompok Tani Tembakau Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember
(Skripsi, UniversitasJember).

Jerry. (2010). Pengaruh kebisingan dan warna terhadap ingatan jangka pendek
ditinjau daridimensi kepribadian ekstrovert dan introvert (Skripsi,
Universitas Sumatera Utara)

Faizah. (2015). Pengaruh tayangan humor terhadap shortterm memory pada


mahasiswa baru. Jurnal Mediapsi, 1(1), 10-16. Diakses pada 14Oktober
2017 pukul 22.53

Anda mungkin juga menyukai