Anda di halaman 1dari 13

Pendekatan Klinis dan Penatalaksanaan Terhadap Pasien Infeksi Tali Pusat

Kelompok F4 - Mawar (102012181), Amira Yasmin (102015060), Deddy Winata


(102015112), Kelvin Thenedy (102016023), Cynthia Tambunan (102016091), Tania
(102016199), Zoey Abigail (102016242)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jalan Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat, DKI Jakarta 11510
Email : zoeyabgl@gmail.com

Abstrak
Tali pusat rentan menjadi sumber infeksi pada bayi baru lahir. Omphalitis adalah infeksi
polymicrobial yang biasanya disebabkan oleh campuran organisme kuman aerob dan
anaerob. Yang dibiasanya paling sering disebabkan oleh kuman Staphylococcus Aureus.
Infeksi lokal ditandai dengan tali pusat bengkak, eritema, eksudat, dan bau busuk. Deteksi
dan penanganan terlambat menyebabkan infeksi sistemik beserta komplikasi hingga
kematian. Perawatan tali pusat dilakukan untuk mencegah infeksi bayi baru lahir; berbagai
perawatan tali pusat meliputi dry clean care, penggunaan antiseptik (klorheksidin, iodium
povidon,alkohol) dan perawatan secara tradisional dengan ASI.
Kata Kunci: Omphalitis, Perawatan tali pusat, Komplikasi
Abstract
The cord is vulnerable to the source of infection in the newborn. Omphalitis is a
polymicrobial infection that is usually caused by a mixture of aerobic and anaerobic
organisms. The most commonly caused by the bacteria Staphylococcus Aureus. Local
infections are characterized by umbilical cord, erythema, exudate, and foul odors. Late
detection and treatment leads to systemic infections and complications to death. Cord care is
performed to prevent newborn infections; various umbilical cord care includes dry clean
care, antiseptic use (chlorhexidine, iodine povidone, alcohol) and traditional treatment with
breast milk.
Key Words: Omphalitis, Cord care, Complication

1
Pendahuluan
Pada tahun 2013, WHO mencatat angka kematian bayi (AKB) di dunia adalah 33 per
1000 kelahiran hidup, 60% terjadi pada periode neonatal (28 hari pertama). Angka kematian
neonatal masih tinggi terutama di Afrika dan Asia Tenggara, yaitu 30,5 dan 25,9 per 1000
kelahiran hidup. Infeksi menjadi salah satu penyebab tingginya AKB. Sumber infeksi dapat
berasal dari tali pusat. Persalinan yang dilakukan di rumah tanpa didampingi tenaga
kesehatan terampil menyebabkan banyak bayi lahir dalam kondisi tidak higienis dan rentan
mengalami infeksi. Paparan pathogen dari alat pemotong, tangan pengasuh, atau lingkungan
dapat menyebabkan infeksi lokal tali pusat (omphalitis).1
Perawatan tali pusat dapat dilakukan melalui berbagai cara. WHO merekomendasikan
perawatan tali pusat bersih dan kering tanpa pemberian apapun (dry clean care). Beberapa
penelitian dilakukan untuk membandingkan efektivitas metode tersebut dengan penggunaan
antiseptik topical (alcohol 70%, povidone iodin 10%, dan klorheksidin 0,4%) dalam hal saat
pemisahan tali pusat, kolonisasi, dan proliferasi bakteri. Dibeberapa negara dijumpai pula
perawatan tali pusat secara tradisional menggunakan air susu ibu (ASI), minyak zaitun,
minyak mustard, dan ekstrak tumbuh-tumbuhan lain.1
Epidemiologi
Insiden omphalitis secara keseluruhan bervariasi dari 0,2% hingga 0,7% di negara-
negara maju. Insidennya lebih tinggi pada bayi prematur yang dirawat di rumah sakit
dibandingkan bayi cukup bulan. Omphalitis biasanya timbul secara sporadik tetapi, juga
dapat dikarenakan oleh kuman aerob yaitu Staphylococcus Aureus. Laki-laki memiliki
prognosis yang lebih buruk daripada perempuan. Pada bayi cukup bulan, usia rata-rata saat
onset adalah 5-9 hari. Pada bayi prematur, usia rata-rata saat onset adalah 3-5 hari.2
Etiologi
Omphalitis adalah infeksi polymicrobial yang biasanya disebabkan oleh campuran
organisme kuman aerob dan anaerob. Selain itu, juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor
risiko yaitu: berat badan lahir rendah (<2500 gram), katerisasi umbilikal sebelumnya, sepsis,
pecahnya selaput ketuban. Kuman yang paling sering menyebabkan terjadinya omphalitis
adalah Staphylococcus Aureus, kuman ini ada dimana-mana dan didapat pada masa awal
kehidupan hampir semua bayi, saat lahir, atau selama masa perawatan. Biasanya kuman ini
sering dijumpai pada kulit, saluran pernafasan, dan saluran cerna terkolonisasi. Untuk

2
pencegahan terjadinya infeksi tali pusat sebaiknya tali pusat tetap dijaga kebersihannya,
upayakan tali pusat agar tetap kering dan bersih, pada saat memandikan diminggu pertama
sebaiknya jangan merendam bayi langsung ke dalam air mandinya karena akan menyebabkan
basahnya tali pusat dan memperlambat proses pengeringan tali pusat. Kuman aerob lainnya
seperti; Streptococcus grup A, Eschericia coli, Klebsiella, Proteus. Sedangkan kuman
anaerob yang juga dapat menyebabkan infeksi adalah Bacteroides fragilis,
Peptostreptococcus, Clostridium Perfringens.2
Omphalitis juga merupakan manifestasi awal dari gangguan neutrofil pada
neonatus, termasuk neonatal alloimmune neutropenia dan congenital neutropenia. Neonatal
alloimmune neutropenia adalah penyakit yang analog dengan penyakit Rh-hemolytic dan
hasil dari sensitisasi ibu untuk neutrofil janin yang mengandung antigen yang berbeda dengan
ibu. Antibodi imunoglobulin G maternal melintasi plasenta dan menyebabkan neutropenia
berat dan dapat berlangsung beberapa minggu hingga 6 bulan. Congenital neutropenia adalah
kelompok penyakit heterogen yang bermanifestasi secara intermitten hingga persisten dengan
berbagai derajat keparahan.2
Omphalitis juga dapat bermanifestasi dari gangguan imunologi yang mendasarinya
yaitu leukocyte adhesion deficiency (LAD). Banyak bayi dengan omphalitis akut atau kronis
telah didiagnosis dengan LAD, yang merupakan gangguan imunologi dengan pola resesif
autosomal. Yang biasanya disertai dengan gambaran sebagai berikut: leukositosis, pemisahan
tali pusat yang tertunda, infeksi berulang.2

3
Anatomi dan Fisiologi
Tali pusat terdiri dari dua arteri, satu vena dan ditutupi oleh wharton’s jelly yang
tipis dan berlendir. Tali ini berfungsi untuk memberikan darah yang mengandung oksigen
dan nutrisi dari ibu ke janin, serta membuang sisa metabolism janin ke plasenta. Sesaat
setelah persalinan terjadi proses fisiologis yang menyebabkan wharton’s jelly membengkak
disertai kolapsnya pembuluh-pembuluh darah sehingga aliran darah terhenti secara alami.
Dalam 24 jam, punting tali pusat yang awalnya berwarna putih kebiruan dan basah, perlahan
mongering dan berwarna kehitaman. Setelah beberapa hari/minggu, punting tali pusat akan
menjadi nekrotik dan meninggalkan luka kecil lalu setelah proses penyembuhan terbentuklah
umbilicus. Pemisahan tali pusat umumnya terjadi dalam 2 minggu (3-45 hari). Pengeringan
dan pemisahan tali pusat lebih cepat terjadi bila terpapar udara bebas.3

Gambar 1. Anatomi Tali Pusat


Patofisiologi
Tali pusat menghubungkan janin ke ibu dalam rahim. Terdiri dari jaringan ikat dan
pembuluh darah, tali pusat dipotong segera setelah lahir, meninggalkan tunggul umbilikal.
Biasanya area korda yang sering ditempati dengan bakteri patogen intrapartum selama atau
segera setelah lahir. Bakteri ini menarik leukosit polimorfonuklear ke tali pusat menyebabkan
influks granulosit dan fagositosis, infark jaringan dan nekrosis.4

4
Klasifikasi
Infeksi tali pusat terbagi menjadi dua yaitu; infeksi tali pusat lokal dan infeksi tali
pusat yang meluas. Gambaran infeksi tali pusat lokal dapat terlihat pembengkakan pada tali
pusat kurangan dari 1 cm disekitar pangkal tali pusat lokal, mengeluarkan nanah, atau berbau
busuk, dan disekitar tali pusat berwarna kemerahan.3

Gambar 2. Infeksi lokal omphalitis


Sedangkan infeksi tali pusat meluas yaitu dapat terlihat pembengkakan dan kemerahan pada
tali pusat yang sudah meluas melebihi 1 cm disekitar pangkal tali pusat, yang disertai juga
dengan pembengkakan perut.3

5
Gambar 3. Infeksi meluas omphalitis
Manifestasi Klinis
Tanda-tanda keluhan sistemik yang biasanya terjadi apabila bayi mengalami infeksi
omphalitis, yaitu:3
 gangguan termoregulasi: demam ( suhu > 38C), hipotermia ( suhu < 36C)
 gangguan kardivaskuler: takikardia (denyut nadi > 180 bpm), hipotensi (tekanan
darah sistolik <60 mmHg), delayed capillary refill (<2-3 detik).
 Gangguan respirasi: apnea, takipnea ( nafas > 60/menit)
 Gangguan gastroinstestinal: distensi pada abdomen
 Kelainan kulit: kuning, petikhie, sianosis
 Kelainan saraf: letargi, gangguan menyusu, hipotonia, hypertonia

Pemeriksaan Fisik
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, biasanya pada anamnesis didapatkan keluhan
dari ibu bayi bahwa bayinya demam, rewel, dan tidak mau menyusu. Pada pemeriksaan fisik
menunjukkan adanya tanda infeksi pada sekitar tali pust seperti kemerahan, panas, bengkak,
dan nyeri hingga mengeluarkan sekret dengan bau yang tidak sedap. Jika bengkak dan tanda
infeksi hanya terbatas pada wilayah kurang dari 1 cm dari sekitar tali pusat, akan
dikategorikan sebagai infeksi tali pusat lokal. Jika melebihi dari 1 cm dan menimbulkan
bengkak pada perut, akan dikategorikan sebagai infeksi tali pusat yang berat. Tanda-tanda

6
umum infeksi juga akan muncul, seperti demam, takikardia, letargi, dan kadang timbul
ikterus.3

Gambar 4. Omphalitis dalam berbagai derajat

Pemeriksaan Penunjang
Usap mikrobiologi dari umbilicus harus dikirim untuk kultur aerob dan anaerob. Kultur darah
harus disertakan pada saat yang tepat. Pada pemeriksaan laboratorium darah, dapat
ditemukan neutrofilia (kadang-kadang neutropenia). Diagnosis dapat ditegakkan melalui
pemeriksaan penunjang berupa:3
 Rontgen abdomen sangat diperlukan jika dicurigai terjadi necrotizing enterocolitis.
Dapat dijumpai gas di intraperitoneal dimana dapat terjadi peritonitis (disebabkan
oleh bakteri penghasil gas). Multiple fluid levels dapat mengarah ke obstruksi adhesi
tapi dapat pula dijumpai pada ileus.
 Usg abdomen berguna untuk memberikan gambaran mengenai dinding abdomen jika
dicurigai terjadi kista. Sangat berguna untuk mendiagnosis abses intraperitoneal,
abses retroperitoneal, dan abses hepar.
 Usg doppler dilakukan jika dicurigai terjadi trombosis vena portal

7
Diagnosis banding
Diagnosis banding dari infeksi tali pusat (omphalitis) adalah necrotizing enterocolitis (NEC)
dan granuloma umbilikalis. Pada necrotizing enterocolitis biasanya diakibatkan oleh hipoksia
pada bayi yang memunculkan gejala sistemik maupun gejala abdominal. Dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang berupa radiologi yang akan memberikan gambaran pasti yaitu
pneumatosis intestinalis (hallmark) dan hematologi menggambarkan terjadinya
trombositopenia, asidosis metabolik, hiponatremia berat serta pada pemeriksaan analisa tinja
yaitu darah samar (+). Sedangkan pada granuloma umbilikalis merupakan penyembuhan
yang tidak sempurna sehingga keluar jaringan granuloma yang tampak benjolan atau massa
yang kecil tidak terlalu besar, selalu berdarah, dan kadang terdapat carian kekuningan
disekitar tali pusat.2,3

Gambar 5. Pneumatosis intestinalis

8
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada omphalitis adalah:
 Necrotizing fasciitis
Merupakan salah satu komplikasi serius yang paling sering dilaporkan dari omphalitis
sekitar 13.5% neonatus. Kondisi ini dimulai dengan selulitis periumbilikalis yang
tanpa pengobatan dengan cepat dapat terjadi nekrosis kulit dan jaringan subkutan dan
beberapa kasus dapat terjadi mionekrosis.5
Skrotum adalah paling sering terpengaruh oleh necrotizing fasciitis, tetapi dinding
perut juga mungkin terlibat. Jika diobati dini, selulitis periumbilikalis dapat dikontrol
dengan menggunakan antibiotic parenteral spektrum luas. Rezim antibiotic harus
selalu menyertakan sebuah antibiotik anaerob yaitu metronidazole.5
Necrotizing fasciitis harus ditangani dengan debridement yang cepat, menghapus
semua jaringan yang mati diikuti dengan perawatan luka harian. Jika bayi terlalu sakit
untuk dilakukan anestesi umum, maka debridement dapat dilakukan dengan
menggunakan paracetamol parenteral atau perrektal untuk analgetik. Luka yang
dihasilkan nantinya akan memerlukan penutupan sekunder. Namun, luka skrotum
dapat sembuh dengan baik tanpa penutupan sekunder.5

Gambar 6. Necrotizing fasciitis


 Evisceration intestinal
Merupakan komplikasi pada usus halus. Meskipun kasusnya jarang presentasi klinik
dapat timbul lama dan dapat menjadi gangrene. Eviserasi intestinal ini harus ditutupi

9
dengan kain kasa lembab yang bersih dan ditempatkan dalam kantong usus.
Perawatan dilakukan untuk memastikan bahwa usus tidak terpelintir.5
Dengan anestesi umum, usus dibersihkan dan dikembalikan ke rongga peritoneal dan
umbilicus diperbaiki. Jika terdapat gangrene peritonitis atau usus, maka tindakan
laparotomi perlu dilakukan untuk mengeringkan dan membersihkan setiap abses
rongga peritoneal.5

Gambar 7. Evisceral intestinal


 Peritonitis
Dapat terjadi dengan atau tanpa abses intraperitoneal. Jika tidak terdapat abses,
infeksi bisa diterapi dengan penggunaan antibiotik intravena spektrum luas dan
operasi biasanya tidak diperlukan. Jika abses intraperitoneal maka tindakan
laparotomi perlu dilakukan.5
 Abses
Abses dapat terjadi diberbagai tempat, namun sering intraabdominal. Abses
intraperitoneal dilakukan drainase dengan laparotomi. Abses retroperitoneal dilakukan
drainase dengan pendekatan ekstraperitoneal. Abses hati dapat dikonfirmasi lokasinya
dengan pemeriksaan USG.5
 Trombosis vena porta
Trombosis dapat menyebabkan cavernoma, yang dapat menyebabkan obstruksi
empedu.5

Prognosis
Tingkat kematian di antara semua bayi dengan omphalitis, termasuk mereka yang telah
terjadi komplikasi, diperkirakan 7-15%. Angka kematian secara signifikan lebih tinggi (38-
87%) pada komplikasi yang telah berlanjut menjadi necrotizing fasciitis atau myonecrosis.

10
Selain itu, faktor-faktor resiko tertentu seperti prematuritas, kecil masa kehamilan, jenis
kelamin laki-laki dan proses kelahiran yang sepsi dapat menjadi prognosis yang buruk.3
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan omphalitis terbagi menjadi dua, yaitu secara farmakologi dan non-
farmakologi. Secara farmakologi dapat diberikan antibiotik seperti oxacylin dan gentamisin.
Apabila bakteri anaerob dapat diberikan antibiotik berupa metronidazole dengan lama terapi
selama 10-14 hari dan untuk omphalitis yang tidak terjadi komplikasi dapat diberikan terapi
antibiotik jangka pendek selama 7 hari.6
Penatalaksanaan secara non-farmakologi:
 Biasakan untuk selalu mencuci tangan sebelum memegang atau membersihkan tali
pusat, untuk mencegah berpindahnya kuman dari tangan
 Bersihkan tali pusat menggunakan larutan antiseptik (misalnya klorheksidin atau
iodium povidon 2,5%) dengan kain kasa yang bersih
 Olesi tali pusat pada daerah sekitarnya dengan larutan antiseptik (misalnya gentian
violet 0,5% atau iodium povidon 2,5%) delapan kali sehari sampai tidak ada nanah
lagi pada tali pusat

Perawatan tali pusat bersih dan kering (Dry Clean Care)


Segera setelah lahir, tali pusat dijepit dengan klem plastik sekitar 1 cm diatas kulit. Setiap
hari bayi dimandikan seperti biasa menggunakan sabun lalu tubuh dikeringkan dan tali pusat
dibiarkan terbuka (pengeringan alami) tanpa ditutupi. Jika tali pusat kotor di antara dua
periode mandi, dibersihkan dengan air dan keringkan dengan kapas. Edukasi orang tua sangat
penting terutama mengenai pentingnya kebersihan tali pusat, mencuci tangan sebelum dan
sesudah perawatan. Kelebihan dengan menggunakan metode ini adalah tidak meningkatkan
angka infeksi, tetapi dapat mengakibatkan kolonisasi kuman seperti Staphylococcus Aureus
menjadi lebih tinggi.2,6
Perawatan tradisional air susu ibu (ASI)
ASI diketahui memiliki faktor imunologi desinfektan, dan sumber nutrisi terbaik bagi bayi
baru lahir. Penggunaan ASI topikal untuk peawatan tali pusat banyak dilakukan di Kenya dan
Turki mengingat komplikasi penggunaan larutan antiseptik dan banyaknya manfaat ASI.
Cairan ASI dioleskan di puntung tali pusat lalu dibiarka kering selama beberapa waktu.
Perawatan dilakukan setelah bayi lahir selanjutnya rutin setiap 8 jam selama 2 hari. Metode
perawatan ini mudah dikerjakan dan murah.2,6

11
Pencegahan
Saat ini sudah tidak digunakan pencucian tali pusat dengan bahan medis, tetapi hanya
menggunakan perawatan kering tali pusat sampai tali pusat tersebut kering dan lepas dengan
sendirinya. Merawat tali pusat dengan prinsip bersih dan kering. Jadi, saat memandikan bayi,
tali pusat juga digosok dengan air dan sabun, lalu dikeringkan dengan handuk bersih terutama
daerah tali pusat yang masih berwarna putih dibagian pangkalnya. Bagian pangkal ini bisa
diberikan dengan cotton budpovidone yodine dan dibiarkan terbuka sehingga cepat
mongering atau dibungkus dengan kasa kering yang steril.2
Hindari kontak langsung tali pusat dengan air kencing bayi karena air kencing tersebut adalah
salah satu penyebab timbulnya infeksi pada tali pusat bayu. Menggunakan popok sekali pakai
sebaiknya dibawah pusar.2

Kesimpulan
Tali pusat rentan menjadi sumber infeksi pada bayi baru lahir. Infeksi lokal (omphalitis)
ditandai dengan tali pusat bengkak, eritema, eksudat, dan bau busuk. Deteksi dan penanganan
terlambat menyebabkan infeksi sistemik hingga kematian. Perawatan tali pusat dilakukan
untuk mencegah infeksi bayi baru lahir; berbagai perawatan tali pusat meliputi dry clean
care, penggunaan antiseptik (klorheksidin, iodium povidon,alkohol) dan perawatan secara
tradisional dengan ASI. Pedoman WHO yaitu metode dry clean care menekankan pentingnya
kebersihan tangan, memotong tali pusat dengan alat steril, menjaga puntung tali pusat tetap
bersih dan memfasilitasi paparan udara dengan melipat popok jauh dari tali pusat.
Penggunaan antiseptik atau bahan lain mungkin dapat mengurangi kolonisasi bakteri dan
mempercepat pemisahan tali pusat. Akan tetapi, belum cukup bukti yang mendukung
penggunaan bahan-bahan tersebut untuk perawatan tali pusat secara universal.

12
Daftar pustaka
1. Gallagher PG, Zanelli SA. Omphalitis Treatment & Management. [seri online] 2017
Dec 27 [dikunjungi 2 juni 2018]. Diunduh dari: URL:
https://emedicine.medscape.com/article/975422-treatment#d1.
2. Purnamasari L. Perawatan Topikal Tali Pusat Untuk Mencegah Infeksi pada Bayi
Baru Lahir. CDK [seri online] 2016 [dikunjungi 2 juni 2018]:43(5):395-8. Diunduh
dari: URL: http://www.cdkjournal.com/index.php/CDK/article/view/65.
3. Cahya. Tatalaksana Omphalitis pada Neonatus. [seri online] 2017 Apr 16 [dikunjungi
3 juni 2018]. Diunduh dari: URL: https://mediskripta.com/2017/04/16/tata-laksana-
omfalitis-pada-neonatus/.
4. Stewart D, Benitz W. Umbilical Cord Care in the Newborn Infant. AAP [seri online]
September 2016 [dikunjungi 3 juni 2018]:138(3):1-5. Diunduh dari: URL:
http://pediatrics.aappublications.org/content/pediatrics/138/3/e20162149.full.pdf.
5. Leveno KJ. Manual Williams Komplikasi Kehamilan. Edisi 23. Jakarta:EGC;2016.
Hal. 230-6.
6. Sabarudin U, Anwar AD, Mose JC. Penatalaksanaan Intensif Obstetri. Bandung:
Sagung Seto;2015. Hal. 271-83.

13

Anda mungkin juga menyukai