Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas kasih karuniaNya
sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun
isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah
satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

Palangka Raya, November 2019

Fajar Hanggara

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................2
1.3 Tujuan...........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................3
2.1 SEJARAH PERTAMBANGAN BATUBARA DI INDONESIA........................3
2.2 PERUSAHAAN TAMBANG BATUBARA DI INDONESIA.............................5
2.2.1 KALTIM PRIMA COAL (KPC).........................................................................5
2.2.2 PT. GERBANG DAYA MANDIRI......................................................................6
2.2.3 PT. BERAU COAL...............................................................................................7
2.3 PERATURAN DAN UU TAMBANG BATUBARA DI INDONESIA...............8
BAB III PENUTUP..............................................................................................................14
3.1 KESIMPULAN...........................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai potensi sumber


daya alam yang melimpah, baik itu sumber daya alam hayati maupun sumber
daya alam non-hayati. Sumber daya mineral merupakan salah satu jenis sumber
daya non-hayati. Sumber daya mineral yang dimiliki oleh Indonesia sangat
beragam baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Endapan bahan galian pada
umumnya tersebar secara tidak merata di dalam kulit bumi. Sumber daya mineral
tersebut antara lain: minyak bumi, emas, batu bara, perak, timah, dan lain-lain.
Sumber daya itu diambil dan dimanfaatkan untuk meningkatkan
kesejahteraan manusia. Sumber daya alam merupakan salah satu modal dasar
dalam pembangunan nasional, oleh karena itu harus dimanfaatkan sebesar-
besarnya untuk kepentingan rakyat dengan memperhatikan kelestarian hidup
sekitar. Salah satu kegiatan dalam memanfaatkan sumber daya alam adalah
kegiatan penambangan bahan galian,
Batubara merupakan hasil dari akumulasi tumbuh-tumbuhan pada kondisi
lingkungan pengendapan tertentu. Akumulasi tersebut telah dikenai pengaruh-
pengaruh syn-sedimentary dan post-sedimentary. Akibat pengaruh-pengaruh
tersebut dihasilkanlah batubara dengan tingkat (rank) dan kerumitan struktur
yang bervariasi.
Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari
endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui
proses pembatubaraan. Potensi batubara Indonesia masih memungkinkan untuk
lebih ditingkatkan lagi dengan memberikan prioritas yang lebih besar pada
pengembangan dan pemanfaatannya untuk meningkatkan peranan batubara.
Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di
cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau

1
Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batubara ekonomis tersebut
dapat dikelompokkan sebagai batubara berumur Eosen atau sekitar Tersier
Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas,
kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi. Di Indonesia
produksi batubara pada tahun 1995 mencapai sebesar 44 juta ton. Sekitar 33 juta
ton dieksport dan sisanya sebesar 11 juta ton untuk konsumsi dalam negeri. Dari
jumlah 11 juta ton tersebut 60 % atau sekitar 6.5 juta ton digunakan untuk
pembangkit listrik, 30 % untuk industri semen dan sisanya digunakan untuk
rumah tangga dan industri kecil.

1.2 Rumusan Masalah


1. Sejarah pertambangan batubara di Indonesia?
2. Perusahaan tambang batubara di Indonesia dan metodenya?
3. Peraturan dan undang-undang pertambangan batubara?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah pertambangan batubara
2. Untuk mengetahui perusahaan yang bergerak di industri batubara di Indonesia
3. Untuk mengetahui peraturan dan UU pertambangan di Indonesia

2
BAB II PEMBAHASAN

2.1 SEJARAH PERTAMBANGAN BATUBARA DI INDONESIA

Batubara adalah penghasil listrik hampir setengah dari listrik dunia. Di


Indonesia, batubara saat ini menjadi komoditi idola dari dunia pertambangan.
Walaupun jumlah batubara di Indonesia hanya sekitar 1% dari jumlah batubara di
dunia, namun saat ini Indonesia adalah pengekspor batubara terbesar di dunia.
Karakteristik batubara indonesia yang berkualitas bituminus - sub bituminus,
sangat cocok untuk bahan bakar PLTU. Oleh karena itu batubara indonesia banyak
diminati juga oleh negara lain. Di samping itu posisi Indonesia sebagai negara
kepulauan cukup strategis untuk pengiriman batubara ke negara lain melalui
transportasi laut.

Sejarah pertambangan batubara secara modern diawali dengan penemuan


cebakan batubara di Ombilin tahun 1856, yang dilanjutkan dengan pekerjaan
persiapan selama lebih kurang 36 tahun sebelum produksi pertama tahun 1892.
Pekerjaan persiapan tersebut termasuk membangun rel kereta api dari kota Padang
ke Sawahlunto – yang selanjutnya berperan penting dalam pembangunan Sumatra
Barat.

Selain di Ombilin, pertambangan batubara juga dibuka di Tanjung Enim


(Sumatra Selatan), tepi s. Mahakam (Kalimantan Timur), Pulau Laut (Kalimantan
Selatan).

Empat phase penting dari perkembangan pertambangan batubara


Indonesia:

1. Sebelum tahun 1941

Awal dibukanya tambang-tambang batubara modern:

 Ombilin – tambang bawah tanah

3
 Tanjung Enim – tambang terbuka
 Tepi sungai Mahakam – tambang bawah tanah

Pemakai batubara: transportasi (kereta api), pabrik semen, industri manufaktur


dan industri kecil – terutama di sekitar tambang batubara. Pabrik Semen Padang
dibangun tahun 1910 menggunakan batubara dari Ombilin. Produksi meningkat
hingga mencapai sekitar 2 juta ton/tahun.

2. Antara 1941 sampai tahun 1974

Pendudukan Jepang mengambil alih tambangtambang yang ada dan


dimanfaatkan untuk keperluan perang. Setelah kemerdekaan dan nasionalisasi pada
pertengahan tahun 50-an, produksi menurun karena pemakai batubara mulai
berkurang dan kekurangan tenaga ahli, walaupun ada bantuan teknik dari Polandia pd
awal tahun 60-an. Batubara mulai ditinggalkan, diganti oleh minyak . Tingkat
produksi mencapai titik terrendah pada tahun 1969 (sekitar 200 ribu ton/tahun). Awal
tahun 70-an krisis minyak membuat perhatian kembali ke batubara.

3. Antara 1974 sampai tahun 1991

Kontrak karya pertama dengan Shell Mijnbouw – di Sumatera Selatan, sekitar


Tanjung Enim pada tahun 1974 – berakhir tahun 1978 tanpa kelanjutan. Awal 80-an
proyek terpadu pengembangan tambang Bukit Asam, jalur kereta api dari Tanjung
Enim ke Tarahan (Lampung) dan PLTU Suralaya. PT Tambang Batubara Bukit Asam
(PTBA) terpisah dari PN Tambang Batubara. PN Tambang Batubara
menandatangani kontrak kerjasama (KKS) dengan perusahaan asing untuk
pengembangan pertambangan batubara di berbagai tempat di Kalimantan dan
Sumatra. Tahun 1990 – PN Tambang Batubara dibubarkan dan dilebur ke PTBA
Tahun 1990 beberapa tambang KKS telah memasuki tahap operasi produksi

4. Sejak 1991

4
Produksi batubara Indonesia terus meningkat secara signifikan – terutama dari
tambangtambang milik PTBA dan KKS. Tahun 1995 PTBA tidak lagi sebagai
prinsipal KKS – diambil alih oleh pemerintah – menjadi PKP2B (Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara). Sampai saat ini sudah 3 generasi PKP2B
Kebutuhan domestik meningkat dengan dibangunnya PLTU-PLTU baru. Ekspor juga
meningkat dengan pesat sejalan dengan berkembangnya negara-negara industri baru
di Asia Timur

2.2 PERUSAHAAN TAMBANG BATUBARA DI INDONESIA

Ada banyak perusahaan yang bergerak di industri pertambangan batubara di


Indonesia, baik menggunakan metode open pit (terbuka) maupun metode
underground (bawah tanah). Berikut beberapa perusahaan batubara besar yang ada di
Indonesia.

2.2.1 KALTIM PRIMA COAL (KPC)

Berlokasi di Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, terdapat


tambang batu bara bernama Kaltim Prima Coal (KPC) yang membentang seluas
84.938 hektar dan berdiri sejak 1982. Pada 2003, tambang ini diambil alih
kepemilikannya oleh PT Bumi Resources Tbk (BUMI) sebanyak 100%.

Saat ini, kepemilikan BUMI di KPC 51%, sebanyak 30% dimiliki oleh Tata
Power asal India, dan 19% dimiliki oleh China Investment Cooperation (CIC). KPC
merupakan perusahaan tambang batu bara terbesar di Indonesia. Lokasinya di
Sangatta dan Bengalon.

Di 2018, KPC merajai produksi batu bara secara nasional. Dengan produksi
sekitar 58 juta ton, KPC menyumbang sekitar 11% dari produksi batu bara nasional
yang pada tahun lalu mencapai 528 juta ton.

5
Direktur Independen BUMI Dileep Srivastava, mengatakan tahun lalu KPC
menyumbang pajak dan royalti ke negara hingga US$ 1,5 miliar. Jumlah sumber daya
batu bara KPC mencapai 7,055 miliar ton dengan cadangan 1,178 miliar ton. Dari
cadangan tersebut, sebanyak 948 juta ton di Sangatta dan 230 juta ton di Bengalon.
Tambang raksasa batu bara ini juga memiliki pelabuhan sendiri untuk mengirimkan
batu bara langsung ke para pembelinya. Untuk listrik, tambang KPC di Sangatta
memiliki pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berkapasitas 3x18 MW dan 2x5 MW.
PLTU ini sebanyak 18 MW diberikan KPC kepada PLN untuk melistriki warga di
Sangatta. Pembangkit ini juga menggerakkan conveyor yang berfungsi mengirim batu
bara dari tempat pengolahan batu bara mentah menuju ke pelabuhan.

2.2.2 PT. GERBANG DAYA MANDIRI

PT Gerbang Daya Mandiri melakukan pengembangan tambang batu bara


bawah tanah dengan investasi mencapai US$ 75 juta. Kegiatan produksi sebesar 494
ribu ton ditargetkan pada 2016.

Direktur Operasi dan Produksi Gerbang Daya, Firman Daudsyah, mengatakan


kegiatan eksplorasi penambangan bawah tanah dimulai pada Juni 2010 hingga
Januari 2011 dengan 31 titik pemboran. Saat ini penambangan bawah tanah masih
dalam tahap konstruksi. "Kami beralih ke tambang bawah tanah karena lingkungan
yang berdekatan dengan penduduk. Cadangan kami masih banyak sampai 50 juta ton.
Yang bisa diambil sekitar 29 juta ton," kata Firman di Kalimantan Timur, Sabtu
(21/02).

Firman menuturkan Gerbang Daya merupakan pemegang Izin Usaha


Pertambangan (IUP) dengan luas mencapai 1.758 hektar. Dia bilang kegiatan
ekplorasi kali pertama dilakukan pada 2005 untuk tambang terbuka. Sedangkan
kegiatan eksploitasi tambang terbuka itu dimulai pada 2009 hingga 2013. Tercatat
sebanyak 1,4 juta ton batubara yang diproduksi selama kurun waktu 4 tahun tersebut.
"Open pit (tambang terbuka) kami hentikan pada Mei 2013," ujarnya. Lebih lanjut dia

6
menyebut rencana produksi tambang bawah tanah pada 2016 sebesar 494 ribu ton,
kemudian di 2017 mencapai 943 ribu ton, di 2018 sebesar 845 ribu ton serta di 2019
mencapi 1,06 juta ton. "Setelah 2019 produksi tambang bawah tanah rata-rata sebesar
1 juta ton per tahun," tuturnya.

2.2.3 PT. BERAU COAL

 1983 PT. Berau Coal berdiri berdasarkan Perjanjian Kontrak Pengusahaan


Pertambangan Batubara (PKP2B) antara PN Tambang Batubara dengan PT
Berau Coal (26 April 1983). Luas wilayah konsesi berdasarkan PKP2B sekitar
480 ribu hektare. Mobil Oil Inc (Amerika Serikat) memiliki 60% saham dan 40%
dimiliki oleh Nissho Iwai (Jepang).
 1986 Status PKP2B PT Berau Coal menjadi Kuasa Pertambangan Eksplorasi (18
Maret 1986). Luas wilayah konsesi menjadi sekitar 240 ribu hektare.
 1990 Luas wilayah KP Eksplorasi PKP2B PT Berau Coal menyusut menjadi
sekitar 120 ribu hektare atau seperempat dari wilayah semula. Mobil Oil Co. Ltd.
Menjual kepemilikan sahamnya di PT Berau Coal kepada PT United Tractor.
Dalam pengambilalihan saham ini PT United Tractor bekerja sama dengan PT
Pandu Dian Pertiwi.
 1992 Kontrak pertama selama dua tahun dengan PT Pembangkit Jawa Bali II
(PT PJB) untuk pasokan ke PLTU Paiton 1-2 milik pemerintah sebanyak 750
ribu selama 1994-1995. Pada awal tahun 1992 terbentuk manajemen PT Berau
Coal yang baru dengan komposisi kepemilikan saham: PT United Tractor (60%);
PT Pandu Dian Pertiwi (20%); dan Nisshio Iwai (20%).
 1993 Uji coba produksi (bulk sample) dan dijual ke pasar India (Tamil Nadu
Electricity Board). Harga kualitas batubara Berau saat itu sekitar USD 15/ton.
 1995 Kuasa Pertambangan Eksploitasi Lati seluas 7 ribuan hektar berlaku 30
tahun. Luas wilayah tahap eksplorasi menjadi 115 ribu hektare.

7
 1996 PT Berau Coal mendapatkan Kuasa Pertambangan Eksploitasi Binungan
seluas 12 ribuan hektare dan berlaku 30 tahun (8 Juli 1996). Luas wilayah tahap
eksplorasi menjadi 120 ribu hektar. PT Berau Coal mendapat kontrak dengan
PLTU Paiton Swasta II (Paiton 6&7) PT Jawa Power.
 1999 Luas wilayah yang dipertahankan oleh PT Berau Coal adalah 120 ribu
hektare (19 Maret 1999).
 2000 PT Berau Coal memulai Tahap Kegiatan Operasi Produksi pada sebagian
wilayah seluas 16 ribu hektare di wilayah Sambarata dan Birang. Total luas
wilayah status eksplorasi menjadi 87 ribu hektare (16 Oktober 2000). Wilayah
seluas 86 ribu hektare menjadi daerah Produksi, sehingga seluruh wilayah
konsesi PKP2B PT Berau Coal menjadi 121 ribu hektare (29 desember 2000).
Komposisi saham berubah, saham yang dimiliki Nisshio Iwai di jual separuh
(10%), juga semua saham milik PT Pandu Dian Pertiwi dijual kepada PT
Armadian, sehingga menjadi PT United Tractor Tbk (60%), Nisshio Iwai Japan
(10%) san PT Armadian (30%).
 2004 Komposisi kepemilikan saham berubah menjadi PT Armadian Tritunggal
(51%), Rognar Holding BV (39%) dan Sojitz Crop (10%).
 2005 PT Berau Coal melakukan penciutan seluas 7 ribu hektare dan
penambahan seluas 3 ribu hektare wilayah konsesinya, sehingga wilayahnya
menjadi 118 ribu hektare.
 2009 Terjadi perubahan kepemilikan saham perseroan dimana 100%
kepemilikannya dipegang oleh Recapital Group (Recapital) melalui anak
perusahaannya yaitu PT Bukit Mutiara dan PT Bentara Energy Asia Utama.
 2010 Perubahan nama induk perusahaan dari PT Risco menjadi PT Berau Coal
Energy Tbk (21 April 2010). PT Berau Coal Energy Tbk go public dan listing
saham perdana di Bursa Efek Indonesia (19 Agustus 2010).

2.3 PERATURAN DAN UU TAMBANG BATUBARA DI INDONESIA

8
Di Indonesia hukum pertambangan yang mengatur kegiatan pengolahan 
pertambangan telah ada dari zaman penjajahan Hindia Belanda hingga era
kemerdekaan. Dibawah ini akan diuraikan secara singkat pemberlakukan dan
perubahan atau penggantian produk peraturan perundang-undangan dari zaman
Hindia Belanda hingga Era kemerdekaan baik Orde lama, Orde Baru dan Orde
Reformasi. Berikut peraturan-peraturan yang masih berlaku :

A.    UNDANG-UNDANG

1. UUD 1945;
2. UU Gangguan (Hinderordonnantie) 1926;
3. UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing;
4. UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan;
5. UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
6. UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
7. UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;
8. UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal;
9. UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara;
10. UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah;
11. UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup;

B.    PERATURAN PEMERINTAH

1. PP Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 1967;


2. PP Nomor 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan
Kerja Dibidang Pertambangan;

9
3. PP Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup;
4. PP Nomor 13 Tahun 2000 tentang Perubahan atas PP Nomor 58 Tahun 1998
tentang Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada
Departemen Pertambangan Dan Energi di Bidang Pertambangan Umum;
5. PP Nomor 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 32
Tahun 1969 tentang Pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 1967;
6. PP Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan;
7. PP Nomor 45 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Energi Dan Sumber Daya Mineral;
8. PP Nomor 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk
Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan Yang Berlaku Pada
Departemen Kehutanan;
9. PP Nomor 29 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran
Dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Terutang;
10. PP Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan Dan
Fungsi Kawasan Hutan;
11. PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral Dan Batubara;
12. PP Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan;
13. PP Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan Dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara;
14. PP Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi Dan PascaTambang;
15. PP Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas PP Nomor 23 Tahun 2010
Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara;
16. PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan;

10
17. PP Nomor 61 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas PP Nomor 24 Tahun 2010
tentang Penggunaan Kawasan Hutan;

C.    PERATURAN PRESIDEN

 Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu


Pintu Di Bidang Penanaman Modal;

D.    PERATURAN MENTERI

 PERMEN ESDM Nomor 47 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembuatan Dan


Pemanfaatan Briket Batubara Dan Bahan Bakar Padat Berbasis Batubara;
 PERMEN ESDM Nomor 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Penerapan
Kompetensi Profesi Bidang Pertambangan Mineral Dan Batubara;
 PERMEN ESDM Nomor 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi Dan Penutupan
Tambang;
 PERMEN ESDM Nomor 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perubahan
Penanaman Modal Dalam Rangka Pelaksanaan Kontrak Karya Dan Perjanjian
Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara;
 PERMEN ESDM Nomor 28 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa
Pertambangan Mineral Dan Batubara;
 PERMEN ESDM Nomor 33 Tahun 2009 tentang Pelimpahan Sebagian
Urusan Pemerintahan Di Bidang Energi Dan Sumber Daya Mineral Kepada
Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Dalam Rangka Penyelenggaraan
Dekonsentrasi Tahun Anggaran 2010;
 PERMEN ESDM Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pengutamaan Pemasokan
Kebutuhan Mineral Dan Batubara Untuk Kepentingan Dalam Negeri;
 PERMEN ESDM Nomor 5 Tahun 2010 tentang Pendelegasian Wewenang
Pemberian Izin Usaha Di Bidang Energi Dan Sumber Daya Mineral Dalam

11
Rangka Pelayanan Terpadu Satu Pintu Di BIdang Penanaman Modal Kepada
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal;
 PERMEN ESDM Nomor 17 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penetapan Dan
Harga Patokan Penjualan Mineral Dan Batubara;
 PERMEN ESDM Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penetapan
Wilayah Usaha Pertambangan Dan Sistem Informasi Wilayah Pertambangan
Mineral Dan Batubara;
 PERMEN ESDM Nomor 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah
Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan Dan Pemurnian Mineral;
 PERMEN ESDM Nomor 11 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas PERMEN
ESDM Nomor 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral
Melalui Kegiatan Pengolahan Dan Pemurnian Mineral;
 PERMEN ESDM Nomor 24 Tahun 2012 tentang PERMEN ESDM Nomor 28
Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan Mineral Dan
Batubara;

E.    PERATURAN MENTERI TERKAIT

 PERMEN Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang Jenis


Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;
 PERMEN Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan
Surat Izin Usaha Perdagangan;
 PERMEN Perdagangan Nomor 46/M-DAG/PER/9/2009 tentang Perubahan
Atas PERMEN Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang
Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan;
 PERMEN Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan
Izin Gangguan Di Daerah;

12
 PERMEN Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pinjam
Pakai Kawasan Hutan;
 PERMEN Keuangan Nomor 75/PMK.011/2012 tentang Penetapan Barang
Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar Dan Tarif Bea Keluar;

F.    Lain-lain

 Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1996 tentang Ketentuan Pokok


Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara;
 Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2000 tentang Penanggulangan Masalah
Pertambangan Tanpa Izin;
 Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2001 tentang Tim Koordinasi
Penanggulangan Pertambangan Tanpa Izin, Penyalahgunaan Bahan Bakar
Minyal Serta Perusakan Instalasi Ketenagalistrikan dan Pencurian Aliran
Listrik;
 Keputusan Menteri ESDM Nomor 1086 K/40/MEM/2003 tentang
Standardisasi Kompetensi Tenaga Teknik Khusu Bidang Geologi dan
Pertambangan;
 Keputusan Menteri ESDM Nomor 1603 K/40/MEM/2003 tentang Pedoman
Pencadangan Wilayah Pertambangan;
 Keputusan Menteri ESDM Nomor 0057 K/40/MEM/2004 tentang Perubahan
Keputusan Menteri Pertambangan Dan Energi Nomor 680 K/29/M.PE/1997
tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1996 tentang
Ketentuan Pokok Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara;
 Keputusan Menteri ESDM Nomor 1128 K/40/MEM/2004 tentang Kebijakan
Batubara Nasional;
 Keputusan Menteri ESDM Nomor 1614 Tahun 2004 tentang Pedoman
Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya Dan Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara Dalam Rangka Penanaman Modal Asing;

13
BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Sejarah pertambangan batubara secara modern diawali dengan penemuan


cebakan batubara di Ombilin tahun 1856, yang dilanjutkan dengan pekerjaan
persiapan selama lebih kurang 36 tahun sebelum produksi pertama tahun 1892.
Pekerjaan persiapan tersebut termasuk membangun rel kereta api dari kota Padang
ke Sawahlunto – yang selanjutnya berperan penting dalam pembangunan Sumatra
Barat.

Selain di Ombilin, pertambangan batubara juga dibuka di Tanjung Enim


(Sumatra Selatan), tepi s. Mahakam (Kalimantan Timur), Pulau Laut (Kalimantan
Selatan).

Indonesia memiliki banyak perusahaan batubara karena Indonesia memiliki


cadangan batubara yang banyak, beberapa perusahaan besar seperti PT. Kaltim
Prima Coal, PT. Bukit Asam, PT. Berau Coal adalah salah satu dari beberapa
perusahaan besar yang masih aktif di Indonesia.

Pertambangan di Indonesia diatur oleh Undang-Undang, Peraturan


Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Pemerintah, dan lain-lain.

14

Anda mungkin juga menyukai