Anda di halaman 1dari 20

Nama : Siti Antika Nurdin Yati

NIM : 180106064

Asisten Lab : Novy Herdiana

I. HARI / TANGGAL : Rabu, 16 April 2020

II. JUDUL PRAKTIKUM : Sistem Pencernaan

III. TUJUAN PRAKTIKUM :


3.3. Menentukan proses pencernaan kimiawi di mulut.
3.2. Menentukan proses pencernaan kimiawi di lambung oleh enzim pepsin.
3.3. Menentukan kondisi optimum yang diperlukan bagi aktivitas kerja pepsin.
3.4. Menentukan proses pencernaan kimiawi di usus halus.
3.5. Menentukan proses absorpsi glukosa di usus halus.

IV. PRINSIP
2.1 Menentukan hasil pada pencernaan secara kimiawi berdasarkan anatomi dan fisiologi
sistem pencernaan
2.2 Menentukan dan mengetahui bagaimana cara makanan yang dimakan dapat diserap di
usus halus, sehingga makanan itu harus diubah menjadi bentuk yang lebih sederhana
melalui proses pencernaan

V. ALAT DAN BAHAN


3.1 Alat
No Alat Fungsi
1 Cover glass Tempat mengamati sampel
2 Gelas kimia Wadah larutan / sampel
3 Heating matle Pemanas
4 Inkubator Pemanas
5 Object glass Penutup cover glass
6 Pipet tetes Memipet larutan
7 Plat tetes Tempat tetesan larutan
8 Plastik Penutup ketika dinkubator
9 Rak tabung Tempat tabung
10 Tabung control Tempat mereaksikan
11 Tabung reaksi Tempat mereaksikan zat

3.2 Bahan
No Bahan Fungsi
1 Cuka Zat pereaksi
2 Cu-Sulfat 1% Zat pereaksi
3 Glukosa 10% Zat pereaksi
4 HCl 0,4% Zat pereaksi
5 Kertas pH indikator Mengukur pH zat / sampel
6 Larutan benecit Zat pereaksi
7 Larutan iodium / betadine Zat pereaksi
8 Larutan pesin Zat pereaksi
9 Madu kefir Zat pereaksi
10 Metilen biru Indikator
11 NaOH Zat pereaksi
12 Putih telur matang Bahan uji
13 Saliva Bahan uji
14 Tepung aci (laruta amilum) Bahan penguji
VI. PROSEDUR
4.1 Anatomi Sistem Pencernaan

Gambar

 Dilengkapi bagian-bagian anatomi organ sistem pencernaan

Pelajari

4.2 Pemeriksaan Komponen Saliva


1. Uji Mikroskopik

Pewarnaan

 Diwarnai satu tetes saliva dengan metilen biru dan tempatkan di atas
object glass
 Di tutup dengan cover glass
 Diamati di bawah mikroskop adanya sel epitel, butir-butir lemak, leukosit
dan bakteri

Pengamatan

2. Pengamatan pH normal saliva

Penentuan

 Ditentukan pH saliva dengan menggunakan kertas pH indikator


(Indikator Universal)
Pengamatan

3. Membuktikan adanya mucin

Pengujian

 Diambil sedikit saliva kemudian tetesi dengan cuka


 Adanya endapan menunjukkan bahwa pada saliva terdapat mucin

Pembuktian

4. Membuktikan adanya protein

Pengujian

 Diambil 5 ml saliva, masukan ke dalam tabung reaksi


 Dilakukan uji Biuret dengan cara:
- Basakan saliva melalui penambahan 5 ml NaOH encer.
- Ditambahkan Cu-sulfat 1% tetes demi tetes dampai timbul warna
merah ungu
 Adanya protein ditunjukkan oleh terjadinya warna merah ungu.
Mengapa?

Pengamatan

4.3 Pencernaan Pati di Mulut


1. Pencernaan pati oleh sativa

Langkah-langkah
 Dibuat pasta kani dengan cara tepung aci atau tapioka dilarutkan
dalam air dingin kemudian dipanaskan.
 Dimasukkan 20 ml pasta amilum ke dalam gelas kimia, tambahkan 10
tetes saliva.
 Diaduk hingga merata dan biarkan 1 menit.
 Setelah satu menit, dilakukan 2 hal berikut secara bersamaan:
a. Diambil satu tetes larutan pasta amilum + saliva
Teteskan pada plat tetes, kemudian tembahkan 1-2 tetes larutan
iodium.
b. Diambil 3 tetes larutan amilum +saliva.
c. Dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 5 ml laurtan
Benecit.
d. Diamati apakah telah terjadi hilangnya kekeruhan larutan.
Hilangnya kekeruhan larutan ini menunjukkan bahwa pati telah
melarut.
 Setiap menit berikutnya dilakukan lagi hal yang sama seperti langkah
di atas
 Dilakukan terus sampai tercapai titik akromik melalui tahap-tahap
berikut:
a. Larutan pasta amilum + saliva dengan iodium : timbul warna biru
jernih
Larutan pasta amilum + saliva dengan larutan Benedict :
kekeruhan hilang.
b. Larutan pasta amilum + saliva dengan iodium : timbul warna
merah.
- Hal ini menunjukkan amilum telah menjadi eritrodekstrin.
c. Larutan amilum + saliva dengan iodium : lama kelamaan
menimbulkan larutan yang tidak berwarna. Hal ini menunjukkan
bahwa proses pemecahan amilum telah menghasilkan
akromodekstrin.
- Tahap ini disebut titik akromik.
 Bila telah tercapai titik akromik, dipanaskan semua tabung reaksi
(yang berisi campuran pasta amilum +saliva dengan larutan benedict)
di penangas air yang mendidih, selama 5 menit. Sebagai pembanding
gunakan tabung berisi larutan benedict yang dicampur dengan 2 ml
glukosa 10%.
 Dibiarkan menjadi dingin.
 Perubahan warna yang terjadi dapat dijadikan indikator apakah
amilum telah dicerna oleh enzim-enzim dalam saliva dan proses
pencernaan tersebut telah sampai ke tahap mana.

Pengamatan

2. Pengaruh Suhu dan pH terhadap Aktivitas Amilase Saliva

Responden

 Dikumpulkan saliva secukupnya dari seorang sukarelawan.


 Disiapkan larutan kontrol
 Disiapkan 1 seri tabung (untuk dibandingkan dengan hasil
eksperiman):
a. Siapkan dan beri label 2 buah tabung
-Tabung 1 : 1 tetes pati + 2 tetes iodine (ganti betadine)
-Tabung 2 : 1 tetes aquades + 2 tetes larutan iodine
b. Hasil yang diharapkan adalah sebagai berikut
-Tabung 1 : terjadi warna biru hitam (hasil uji positif terhadap
pati).
-Tabung 2 : terjadi warna kekuning-kuningan (hasil uji negatif
terhadap pati).
 Apa sebenarnya yang dimaksud dengan bunyi jantung ?

Pembahasan
3. Pengamatan Pengaruh Suhu

Pengujian

 Dilakukan percobaan ini untuk membandingkan aktivitas amilase


pada suhu ruangan, suhu 200C dan suhu 37oC.
 Disiapkan inkubator (kukusan) untuk tiap suhu tersebut
 Disiapkan 4 tabung, beri nomor (1-10) dan susun dalam rak tabung.
 Ditambahkan satu tetes pati dalam (bentuk pasta) pada tabung-tabung
tersebut.
 Ditempatkan rak tabung dan wadah saliva dalam penangas air. Biarkan
5 menit untuk mencapai kestabilan termperatur.
 Dicatat waktu dan tambahkan 1 tetes saliva pada tiap-tiap tabung
dimulai dari tabung 1. Pastikan tiap-tiap tetes mendarat langsung pada
pasta dan tidak menysusuri dinding tabung. Campur dengan.agitasi
(menggunakan alat agitator).
 Tepat 1 menit setelah tabung 1 menerima saliva, tambahkan 2 tetes
larutan iodium ke dalam tabung 1 tersebut.
 1 menit kemudian tambahkan 2 tetes larutan iodium ke dalam tabung
2.
 Dilanjutkan penambahan larutan iodium ke tiap tabung pada interval 1
menit sampai ke-10 tabung menerima larutan iodium.
 Dipindahkan tabung-tabung dari penangas air setelah penembahan
larutan iodium dan bandingkan dengan warna dari larutan uji dengan
warna pada kontrol untuk menentukkan waktu yang diperlukan untuk
mencerna pati.

Pengamatan
4. Pengamatan Pengaruh Pendidihan

Pengujian

 Dilakukan percobaan ini untuk membandingkan aktivitas amilase yang


telah dipanaskan sampai mendidih dengan amilase yang tidak
dipanaskan.
 Disiapkan 3 tabung, beri nomor 1, 2 dan 3.
 Ditambahkan 5 tetes larutan saliva ke tabung 1 dan 2. Tambah 5 tetes
aquades ke tabung 3.
 Ditempatkan 1 ml air dalam beaker glass dan panaskan sampai
mendidih.
 Ditempatkan tabung 1 dalam beaker glass yang berisi air mendidih
selama 3 menit.
 Ditambahkan 1 tetes pasta amilum (pati_ ke masing-masing tabung
dan campur dengan cara agitasi. Tempatkan tabung-tabung tersebut ke
dalam penangas air pada suhu 37oC selama 5 menit.
 Dipindahkan tabung dari penangas air dan tambahkan 2 tetes larutan

iodium ke masing-masing tabung tersebut.

Pengamatan
5. Pengamatan Pengaruh pH

Pengujian

 Dilakukan percobaan ini untuk mengamati pengaruh pH yang berbeda


terhadap aktivitas amilase.
 Disiapkan 9 tabung, beri nomor 1-9.
 Ditambahkan 1 tetes larutan dapar sebagai berikut: pH 5 ke tabung 1, 4
dan 7; pH 7 ke tabung 2, 5 dan 8; pH 9 ke tabung 3, 6 dan 9.
 Ditambahkan 2 tetes larutan saliva ke masing-masing tabung, campur
dengan agitasi. Tempatkan tabung-tabung dalam rak dan masukkan ke
penangas air pada suhu 37oC. Biarkan 5 menit untuk mencapai suhu
yang stabil.
 Dicatat waktu, mulai dengan tabung 1, tambahkan 1 tetes pasta ke
masing-masing tabung, campur dengan cara agitasi.
 Pada menit ke-2 tambahkan 4 tetes larutan iodium ke tabung 1, 2 dan
3.
 Pada menit ke-4 tambahkan 4 tetes larutan iodium ke tabung 4, 5 dan
6.
 Pada menit ke-6 tembahkan 4 tetes larutan iodium ke tabung 7, 8 dan
9.
 Dipindahkan tabung dari penangas air setelah penambahan larutan
iodium dan bandingkan dengan kontrol.

Pengamatan

4.4 Pencernaan protein di lambung


1. Percobaan proses pencernaan protein secara in vitro

Pengujian

 Dipotong putih telur (sampai seperti telah dikunyah), masukkan ke


dalam gelas kimia.
 Direndam putih telur tersebut dengan larutan pesin (5%). Catat
banyaknya putih telur dan pepsin yang dipergunakan (sampai seluruh
putih telur terendam oleh pepsin).
 Ditetesi dengan HCl 0,4% sampai tercapai pH 1,5 atau 2 (gunakan
indikator universal atau pH meter).
 Ditutup gelas kimia yang berisi campuran putih telur dan pepsin
dengan plastik dan inkubasikan pada suhu 37oC selama 3 hari.
 Campuran putih telur dengan pepsin ini harus sering diaduk dan dijaga
pH-nya (sekitar 1,5-2) dengan penambahan HCl bila perlu.
 Setelah diinkubasi selama 3 hari, saring campuran putih telur + pepsin
tersebut, netralkan dengan beberapa tetes NaOH 40%. Jika masih
terdapat endapan, artinya masih terdapat protein yang belum terurai.
Dalam kondisi seperti ini maka campuran harus dipanaskan sampai
mendidih, kemudian disaring.
 Diambil sedikit campuran putih telur + pepsin, kemudian dilakukan uji
Biuret. Uji Biuret dimaksudkan untuk melihat apakah sudah terjadi
hasil urai protein. Warna ungu kemerahan/merah keunguan
menunjukkan telah terjadi hasil urai protein berupa campuran proteosa
dengan pepton.
 Sebagai kontrol dapat digunakan pepton. Diambil sedikit pepton
kemudian direaksikan dengan Biuret.

Pengamatan

2. Kondisi Optimum untuk aktivitas pepsin (coba ganti madu atau kefir)

Pengujian

 Disiapkan 5 tabung reaksi.


1. Pada tabung 1 : masukkan pepsin 5% sebanyak 5 ml.
2. Pada tabung 2 : masukkan HCl 0,4% sebanyak 5 ml.
3. Pada tabung 3 : masukkan pepsin 5% sebanyak 5 ml dan HCl 0,4%
sampai dengan dicapai pH 1,5-2.
4. Pada tabung 4 : masukkan pepsin 5% sebanyak 2 ml dan Na 2CO3
0,5% sebanyak 5 ml.
5. Pada tabung 5 : masukkan aquades sebanyak 5 ml.
 Pada tabung 1-5 masukkan sedikit protein.
 Dimasukkan tabung 1-5 ke dalam inkubator (water bath) pada suhu
400C selama 30 menit.
 Diamati perubahan yang terjadi pada tabung 1-5 dengan cara
melakukan uji Biuret pada setiap tabung.
 Dicampur isi tabung 1 dan 2. Inkubasikan pada suhu 40 oC selama 15-
20 menit.

Pengamatan

4.5 Pencernaan Kimiawi di Usus Halus


1. Percobaan untuk membandingkan kecepatan pencernaan albumin dan serum
darah

Pengujian

 Disiapkan 2 buah wadah (wadah 1 dan wadah 2)


- Ke dalam wadah 1 masukan 5 mL larutan pankreatin (madu atau
kefir) dan sedikit putih telur
- Ke dalam vial 2 masukan 5 mL larutan pankreatin (madu atau
kefir) dan sedikit serum darah
 Diinkubasikan (kukus) wadah 1 dan 2 pada suhu 400C
 Diselang 15 menit, ambil sedikit larutan dari vial 1 dan 2, amati
dengan menggunakan uji Biuret. Lakukan terus sampai t=90 menit.
 Diamati perbedaan kecepatan pencernaan oleh pankreatin terhadap
albumin dengan serum darah.

Pengamatan
2. . Kerja Garam Empedu terhadap Pencernaan Lemak

Pengujian

 Disiapkan 2 buah tabung reaksi


- Tabung 1 diisi dengan air 5 mL
- Tabung 2 diisi dengan air dan garam empedu 5% (sama banyak)
 Ke dalam tabung 1 dan 2 diteteskan 1 tetes minyak sayur yang telah
dicampur dengan pewarna (Sudan)
 Tabung 1 dan 2 dikocok-kocok. Biarkan selam 5-10 menit.
 Diamati dan bandingkan pada tabung yang mana minyak
terdispersi/teremulsi (terlihat dari pecahnya minyak menjadi tetesan
yang kecil-kecil).
 Jelaskan pentingnya proses emulsifikasi lemak dalam membantu
proses pencernaan

Pengamatan

VII. HASIL PENGAMATAN


7.1. Anatomi
7.1.1.
1. Rongga mulut 11. Kelenjar 18. Usus besar
2. Kerongkongan sublingua menurun
3. Hati 12. Kelenjar 19. Usus besar
4. Empedu submandibula menanjak
5. Duodenum 13. Tenggorokan 20. Sekrum
6. Jejunum 14. Lambung 21. Sigmoid/usus
7. Ileum 15. Pankreas panggul
8. Anus 16. Limpa 22. Rektum
9. Lidah 17. Usus besar 23. Usus buntu
10. Kelenjar parotis melintang 24. Saluran anal

7.1.2.

1. Cardia, Esophagus 7. Pylonic antrium 11. Pylorus


2. Fundus 8. Pyloric canal 12. Lesser curvanture
3. Serosa 9. Pyloric Spincter 13. Oblique layer
4. Body (valve) 14. Circular layer
5. Rugae of mucosa 10. Duodenum 15. Longitudinal layer
6. Greater curvature
7.1.3.

1. Left colic (spienic) 6. Tenia coli 13. Ileocecal valve


flexure 7. Sigmoid colon 14. Ileum
2. Transverse 8. External anal 15. Ascending colon
mesocolon sphincter 16. Haustrum
3. Epiploic 9. Anal canal 17. Superior
apperdages 10. Rectum mesentric artery
4. Descending coion 11. Vermilorm 18. Transverse colon
5. Cut edge of appendix 19. Right colic
mesentery 12. Cecum (hepatic) fexure
7.2. Pemeriksaan komponen saliva
7.2.1. Uji Mikroskopik

Perlakuan Hasil Analisis


-Sel-sel terlihat seperti pecahan kaca.
-Potingan makanan terlihat seperti serbuk
Uji Mikroskopik hitam.
-Ketika diberi metil biru bentuk sel lebih
terlihat, terdapat bintik di tengah yang
merupakan nukleus
-Pada pinggiran terdapat bakteri berbentuk
batang yang bergerombol
-DNA yang terekstrak dari saliva berasal dari
sel darah putih

7.2.2. Pengamatan pH normal saliva

Literasi

Menurut Forleo (1948), Kebanyakan ahli setuju bahwa pH ideal dari


saliva adalah 7,2 – 7,4 , dan keberadaan normalnya berada pada rentang
6,8-7,4.

7.2.3. Membuktikan adanya mucin

Perlakuan Hasil
Percobaan menunjukkan ketika saliva ditetesi
cuka, hasil menunjukkan terdapat adanya
musin. Namun, hanya sedikit sekali yang
terlihat. Pada saliva terdapat mucin dengan
ditandai terbentuknya endapan. Fungsi
mucin sendiri untuk membasahi membran
mukosa mulut saat menelan.

7.3. Pencernaan pati mulut


7.3.1. Pencernaan pati oleh saliva
Perlakuan Hasil
(Acrena Benedict) Warna yang terjadi pada iodium
Waktu setelah 1 Biru gelap
pencampuran pasta menit
amilum dan saliva
Waktu setelah 2 Biru gelap
pencampuran pasta Meni
amilum dan saliva t
Waktu setelah 3 Biru tua
pencampuran pasta menit
amilum dan saliva

Perlakuan Hasil Analisis


(Benedict)
Waktu setelah Memperoleh hasil Kemerahan
pencampuran pasta
amilum dan saliva
dengan perlakuan kurang
dari 10 menit

7.3.2. Pengaru suhu dan pH terhadap aktivitas amylase saliva

Perlakuan Hasil Analisis


Hasil uji positif karena terjadi warna
biru hitam

Hasil uji negatif yang menunjukkan


warna kekuning-kuningan

7.3.2.1. Pengamatan pengaruh suhu

Perlakuan Hasil Analisis


Perlakuan Pengamatan 1 menit : Warna biru tua
Pengaruh Suhu 2 menit : intesitas biru tua berkurang

7.3.2.2. Pengamatan pengaruh pendidihan

Perlakuan Hasil
Perlakuan Pengamatan -Kandungan amilase pada saliva
Pengaruh Pendidihan menyebabkan larutan berwarna ungu
-Pemanasan pada suhu 37ºC dapat
meningkatkan kerja enzim

7.3.2.3. Pengamatan pengaruh pH

Perlakuan Hasil
Analisis
pH
2
pH
Pada semua
5
pH
pH
berwarna
7
pH bening
8
pH
9

7.4. Pencernaan protein di lambung


7.4.1. Percobaan proses pencernaan protein secara in vitro

Perlakuan Hasil Analisis


-Larutan pepsin membuat pepsin putih telur
Percobaan proses terurai.
pencernaan protein secara -Penambahan NaOH dapat meningkatkan
in vitro periraian pepsin.
-Protein yang terurai akan merubah warna
larutan menjadi ungu ketika ditambah biuret

7.4.1.1. Kondisi optimum untuk aktivitas pepsin

Perlakuan Hasil Analisis


-Air + pepsin : terurai sebagian
Kondisi optimum -HCl + pepsin : Terurai
untuk aktivitas -HCl + pepsin + pendinginan : mengendap
pepsin -Air + HCl : mengendap halus
-NaOH + pepsin : terurai sebagian

7.5. Pencernaan kimiawi di usus halus


7.5.1. Percobaan untuk membandingkan kecepatan pencernaan albumin dan
serum darah
No Data Hasil
.
1. Wadah 1 larutan madu  Pada menit ke 15 hasil yang didapatkan
dengan sedikit putih hampir tidak berwarna
telur  Pada menit ke 30 hasil yang didapatkan
warna menjadi ungu muda
2. Wadah 2 larutan madu  Pada menit ke 15 hasil yang didapatkan
dengan sedikit serum warna menjadi ungu muda
darah  Pada menit ke 30 hasil yang didapatkan
warna menjadi ungu muda yang sedikit
pucat

7.5.2. Kerja garam empedu terhadap pencernaan lemak


No Data Hasil
.
1. Pada tabung 1 Minyak terdispersi karena air dan minyak
tidak menyatu
2. Pada tabung 2 Minyak teremulsi karena adanya bantuan
dari garam empedu menjadikan minyak
dapat melarutkan lemak dalam tubu

VIII. KESIMPULAN
8.1 Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan bahwa proses pencernaan kimiawi di
mulut merupakan tahap awal pencernaan makanan yaitu pencernaan kimiawi dan
mekanik, pencernaan kimiwai dibantu oleh enzim amilase pada air liur yang
dihasilkan oleh kelenjar air liur/ ludah, enzim ini akan mengubah amilum menjadi
glukosa.
8.2 Berdasarkan sistem pencernaan manusia, bahwa pencernaan kimiawi di dalam
lambung berlangsung dengan bantuan getah lambung. Getah lambung di hasilkan
oleh kelenjar yang terletak pada dinding lambung di bawah fundus. Getah
lambung juga mengandung berbagai jenis zat. Zat yang terkandung dalam getah
lambung antara lain musin atau lendir, enzim pepsin atau pepsinogen, enzim
rennin dan asam klorida serta sedikit enzim lipase.
8.3 Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, bahwa fungsi enzim pepsin hanya
akan berjalan apabila kadar pH di lambung berada di kisaran 1,5 hingga 2. Ketika
pH lambung berada di kisaran angka 5 atau lebih tinggi, maka fungsi enzim
pepsin tidak bisa bekerja maksimal. Enzim pepsin akan menjadi netral dan tak
bisa menjalankan fungsinya. Hal ini penting karena idealnya lambung manusia
bersifat asam.
8.4 Berdasarkan sistem pencernaan manusia, bahwa proses pencernaan kimiawi pada
usus halus terjadi dengan bantuan enzim. Beberapa proses yang terjadi adalah :
a. Pengubahan asam lemak menjadi gliserin dengan hirdrolisis dari enzim
lipase pankreas.
b. Proses pengubahan pepton menjadi asam amino dengan bantuan enzim
tripsinogen, (sebelumnya terjadi juga di lambung dengan bantuan enzim
pepsinogen).
c. Proses pengubahan maltosa menjadi glukosa dengan bantuan enzim maltosa
d. Proses pengubahan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dengan enzim
sukrase.
e. Proses pengubahan laktosa menjadi galaktosa dengan enzim laktase
8.5 Berdasarkan sistem pencernaan manusia, bahwa proses penyerapan (absorbsi)
akan berlangsung di usus kosong dan sebagian besar di usus penyerap.
Karbohidrat diserap dalam bentuk glukosa, lemak diserap dalam bentuk asam
lemak dan gliserol, dan protein diserap dalam bentuk asam amino. Vitamin dan
mineral tidak mengalami pencernaan dan dapat langsung diserap oleh usus halus.

Anda mungkin juga menyukai