Anda di halaman 1dari 38

Nursing care with patien infection

Pengertian

Perawat terlibat secara langsung dalam menyediakan


lingkungan biologis yang aman dan meningkatkan
kesehatan. Mikroorganisme hidup disemua tempat di
lingkungan : dalam air, tanah dan dipermukaan
tubuh seperti kulit, sistem pencernaan (usus) dan
daerah lain yang terbuka (seperti mulut, sistem
pernafasan atas, vagina dan sistem perkemihan
bagian bawah), kebanyakan mikroorganisme adalah
tidak berbahaya dan beberapa bahkan
berguna/menguntungkan dalam peranan/fungsinya
yang esensial di dalam tubuh.
Infeksi adalah masuknya oraganisme kedalam
jaringan tubuh dan berkembang biak.
Mikroorganisme seperti itu disebut agen yang
menular. Jika mikroorganisme tidak memproduksi
bukti-bukti klinis infeksinya disebut asymptomatic
atau subclinical.
Mikroorganisme sangat bervariasi dalam Virulence
yaitu kemampuan mereka untuk menyebabkan
penyakit. Umumnya ada lima group mikroorganisme
yang biasanya dapat menyebabkan penyakit ;
bakteri, virus, jamur, protozoa dan ricketsia.
Mikroorganisme juga sangat bervariasi dilihat dari
beratnya penyakit yang mereka hasilkan dan
tingkatkan penularannya.
Trauma adalah cedera di tubuh, trauma dapat
berbentuk fisik, seperti terluka oleh sepotong kaca,
trauma juga dapat digambarkan sebagai cedera yang
disebabkan oleh serangan mikroorganisme.
Sehingga proses infeksi dapat digambarkan pula
sebagai trauma. Seringkali trauma infeksi mengikuti
trauma fisik seperti ketika sebuah luka menjadi
infeksi.
Pathogenicitas adalah kemampuan untuk
menimbulkan reaksi lokal/umum. Pathogenitas ini
bilamana reaksinya lokal dan dapat dilokalisir, maka
penyakitnya hanya berupa reaksi radang setempat
yang ringan. Suatu penyakit disebut
patogen/menimbulkan reaksi infeksi, atau radang
yang mempunyai tanda-tanda : calor, dolor, rubor,
tumor dan functiolaesa.
Calor (panas) : daerah peradangan pada kulit
menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab
terdapat lebih banyak darah (pada suhu 37º C) yang
disalurkan dari dalam tubuh kepermukaan daerah
yang terkena daripada disalurkan kedaerah yang
normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada
daerah yang terkena radang jauh di dalam tubuh,
karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai
suhu inti 37º C, dan hiperemia lokal tidak
menimbulkan perubahan.
Dolor (rasa sakit) : dolor dapat ditimbulkan oleh
perubahan PH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion
tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Hal
yang sama, pengeluaran zat kimia tertentu seperti
histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat
merangsang saraf, selain itu pembengkakan jaringan
yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan
lokal yang tanpa diragukan lagi menimbulkan rasa
sakit.
Rubor (Kemerahan) : merupakan hal pertama yang
terlihat didaerah yang mengalami peradangan.
Waktu reaksi peradangan mulai timbul , maka
arterioll yang mensuplai daerah tersebut melebar,
dengan demikian lebih banyak darah yang mengalir
kedalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang
sebelumnya kosong atau sebagian saja meregang,
dengan cepat penuh terisi darah. Keadaan ini yang
dinamakan hiperemia atau kongesti.
Tumor (pembengkakan) : pembengkakan
ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari
sirkulasi darah kejaringan interstisial. Campuran
cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan
disebut eksudat.
Functiolaesa : kenyataan adanya perubahan fungsi
telah diketahui. Secara superficial, mudah untuk
mengerti mengapa bagian yang bengkak dan sakit
disrtai sirkulasi yang abnormal dan lingkungan
kimiawi lokal yang abnormal berfungsi secara
abnormal. Namun sebetulnya kita tidak mengetahui
secara mendalam dengan jalan bagimana fungsi
jaringan yang meradang terganggu.
Etiology adalah studi tentang penyebab, etiologi dari
sebuah proses infeksi adalah identifikasi mengenai
serangan mikroorganisme. Kontrol terhadap
penyebaran mikroorganisme dan perlindungan
terhadp seseorang dari penyakit menular dan infeksi
dipraktekkan dalam empat tingkatan ; internasional,
nasional, komunitas dan individu. Sebuah contoh
kontrol terhadap penyakit menular pada tingkat
internasional adalah mewajibkan imunisasi pada
penyakit tertentu seperti kolera, sebelum bepergian
kenegara tertentu. Peraturan nasional
memerintahkan, contohnya transportasi makanan
antar negara bagian dan propinsi. Peraturan ini
melindungi orang dari menerima makanan yang
terkontaminasi. Juga peraturan nasional mencoba
untuk mengontrol polusi udara, air, dan lingkungan,
subjek-subjek itu sekarang ini menerima banyak
publisitas.
Komunitas mengatur pembuangan kotoran dan
pembersihan air minum. Perlindungan dari infeksi
adalah juga tanggung jawab masing-masing
individu. Individu-individu melindungi diri mereka
sendiri tidak hanya dengan mempraktekkan
kesehatan pribadi yang baik tetapi juga dengan
memakan diet makan seimbang dan olahraga.
Pertahanan tubuh normal
Manusia secara normal mempunyai flora mikrobial
yang terletak didalam dan diluar tubuh seperti di
kulit, diselaput lendir, diadalam saluran pernapasan
dan didalam sistem lambung (gastrointestinal
tract.). mikroorganisme ini disebut resident flora
karena mereka selalu muncul, biasanya dalam
jumlah yang sesuai dengan kesehatan seseorang,
berbeda dengan transient flora adalah
mikrorganisme yang muncul pada saat-saat tertentu.
Individu secara normal mempunyai pertahanan yang
melindungi tubuh dari infeksi. Pertahanan ini dapat
diategorikan pertahanan nonspesifik dan spesifik.
Pertahanan nonspesifik
Pertahanan non spesifik termasuk rintangan
anatomik dan psikologis. Kulit utuh/lengkap dan
selaput lendir adalah tugas utama tubuh dalam
pertahanan terhadap mikroorganisme . jika kulit dan
selaput lendir tidak retak dan rusak/patah/pecah,
mereka adalah rintangan yang efektif untuk melawan
bakteri.
Bakteri sangat berlimpah diarea basah seperti
perineum dan axillae. Perintang lain adalah sebum,
yang mengandung asam lemak jenuh yang
membunuh beberapa bakteri. Bakteri yang
menduduki kulit juga mencegah bakteri lain
berkembang biak. Bakteri-bakteri tersebut
menghabiskan makanan yang tersedia dan akhirnya
hasil metabolisme mereka merintangi bakteri lain.
Pengeluaran normal membuat kulit agak asam,
keasaman juga merintangi pertumbuhan bakteri.
Saluran hidung mempunyai fungsi-fungsi pertahanan.
Saat udara yang masuk mengikuti rute yang berliku-liku
dari saluran tersebut, udara tersebut berhubungan dengan
selaput lendir yang basah dan rambut-rambut kecil seperti
proyeksi disebut cilia ini menjebak mikroorganisme, debu
dan benda-benda asing. Paru-paru mempunyai alveolar
macrophagus. Phagocytes adalah sel seperti sel darah
putih yang melawan mikroorganisme, sel-sel dan partikel-
partikel asing. Paru-paru yang sehat bebas dari
mikroorganisme.
Air liur mengandung rintangan mikrobial seperti
lactoferin, lysozyme dan secretory Ig A. lactoferin adalah
protein pengikat besi yang merintangi pertumbuhan
mikroorganisme yang menyerang dengan membuat tidak
tersedianya besi untuk mereka. Enzym lysozyme, muncul
diair ludah dan air mata, berfungsi sebagai agen
antibakteri. Secretory IgA adalah immunoglobulin yang
melapisi bakteri sehingga mencegah penempelan mereka
pada oral epithelium dan pada gigi.
Mata dilindungi dari infeksi oleh air mata, yang secara
kontinyu mencuci mikroorganisme-mikroorganisme dari
mata dan mengandung rintangan yaitu lysozyme. Sistem
gastrointestinal juga mempunyai pertahanan melawan
infeksi. Keasaman yang tinggi dari perut secara normal
mencegah pertumbuhan mikroba. Peranan dari
mikroorganisme normal dari usus kecil dalam pertahanan
tubuh tidak diketahui. Meskipun begitu, resident flora
dari usus besar menolong mencegah pembentukan
produksi penyakit dari mikroorganisme . banyak
enterobacteria memproduksi bactericins yang mematikan
bagi bakteri yang berhubungan dekat. Beberapa
enterobacteria melepaskan antibiotik seperti substansi
yang membunuh atau merintangi pertumbuhan beberapa
bakteri.
Vagina juga mempunyai pertahanan alami melawan
infeksi. Ketika seorang gadis mengalami pubertas,
lactobacilli meragi gula dalam pengeluaran vaginal
membuat vagina PH 3,5 sampai 4,5. PH yang rendah ini
merintangi pertumbuhan banyak produksi penyakit dari
mikroorganisme. Wanita yang sehat biasanya secara
normal mempunyai jumlah konstan yang relatif dari
lactobacilli ini dalam vagina. Meskipun begitu terapi
antibiotik dapat mengganggu keseimbangan bakteri
karena lactobacilli sangat rentan terhadap antibiotik.
Mikroorganisme seperti “negative staph” dan escheria
coli (dari kotoran) dipercayai bahwa urine mempunyai
aksi membilas dan bakteriostatik yang mencegah bakteri
masuk ke urethra.
Respon peradangan
Respon peradangan mengikutsertakan sejumlah peristiwa
dinamis yang umumnya mengacu kepada tiga tahapan
respon yaitu:
1. Respon vascular dan celluler
2. Exudate
3. Reparative
Pada tahap awal kontriksi pembuluh darah terjadi hanya
beberapa saat. Kontriksi awal ini secara cepat diikuti oleh
dilatasi pembuluh darah. Banyak darah mengalir kedaerah
luka, peningkatan suplai darah ini disebut hiperemia dan
ditandai dengan gejala-gejala kemerahan dan panas.
Permeabilitas pembuluh darah meningkat apabila terjadi
luka disertai dengan dilatasi pembuluh darah sebagi
respon terhadap kematian jaringan dengan melepaskan
mediator kimia (baradikinin, serotonin dan
prostaglandin) dan juga melepaskan histamin akibat
gangguan permeabilitas yang mengeluarkan cairan,
protein dan leukosit kedalam interstisial, manifestasi
klinik dengan karakteristik tanda-tanda peradangan
seperti edema dan nyeri. Nyeri disebabkan oleh tekanan
akumulasii cairan ujung saraf lokal dan di mediator kimia
yang merembes sehingga terjadi iritasi di ujung saraf.
Cairan juga banyak masuk kedalam beberapa area di
pleura atau di ruang perikardium dapat mengakibatkan
kefatalan yang serius terhadap organ tersebut. Diarea lain
gangguan sendi dan mobilitas.
Selama tahap awal dalam respon radang, aliran darah
melemah pada saluran yang membesar. Tingkat aliran
yang berubah ini memberikan kemudahan mobilisasi
sejumlah leukosit sehingga meningkat pada jaringan yang
cedera. Mobilisasi dari leukosit termasuk dua proses dari
marginasi dan emigrasi. Secara normal, sel darah
(eritrosit, leukosit dan platelet) mengalir sepanjang pusat
pembuluh darah, sementara arus plasma mengalir sekitar
mereka berlawanan dengan dinding pembuluh darah.
Ketika aliran darah melemah, leukosit berkumpul atau
berbaris sepanjang permukaan dalam dari pembuluh
darah. Proses ini dikenal sebagai margination. Leukosit
kemudian bergerak melalui dinding pembuluh darah
kedalam ruang jaringan yang terganggu, sebuah proses
yang disebut emigration.
Dalam respon keseimbangan terhadap keluarnya leukosit
dari pembuluh darah tulang sum-sum memproduksi
sejumlah besar leukosit dan melepaskannya kedalam arus
darah (leukositosis). Mekanisme yang sebenarnya
menstimulasi peningkatan ini tidak diketahui, hal ini
adalah tanda-tanda lain yang diasosiasikan dengan radang
leukosit normal terhitung dari 4500-11000 perkubik
milimeter. Darah dapat naik sampai 20000 atau lebih saat
peradangan muncul.
Pada tahap kedua dari radang, cairan yang keluar dari
pembuluh darah, sel pagosit yang mati, dengan sel
jaringan yang mati dan produk yang dilepaskannya,
menghasilkan inflamatory exudate. Plasma protein
disebut fibrinogen (yang berubah menjadi serta saat
dilepaskan kedalam jaringan) thromboplastin (produk
yang dilepaskan oleh sel jaringan yang cedera) dan
platelet bersama-sama membentuk jalinan jaringan untuk
membentuk sebuah rintangan, dinding diluar area dan
mencegahnya menyebar. Selam tahap kedua, agen cedera
dapat diatasi dan exudate dibersihkan dengan lymphatic
drainage.
Siafat dan jumlah exudate bervariasi menurut jaringan
yang berhubungan dan intensitas dan durasi dari
peradangan. Type utama dari exudate adalah serous,
purulent dan hemoragic (sanguineus). Serous exudate
adalah terdiri dari kepala serum (pangkal yang jernih dari darah) diperoleh dari
dan selaput serous tubuh, seperti peritoneum, pleura, perikardium dan meninges. Objek ini
penampilannya basah dan punya sedikit sel. Contoh adalah cairan dilepuhan akibat luka bakar.
Purulent exudate lebih kental dari serous exudate sehubungan dengan adanya nanah. Ini terdiri
dari leukosit, lequified debris jaringan yang mati, dan bakteria hidup dan mati. Proses
pembentukan nanah disebut suppuration dan bakteri yang menghasilkan nanah disebut piogenic
bacteria. Tidak semua bakteri pyogenic. Purulent exudate bervariasi menurut warna, beberapa
memperoleh sedikit warna biru, hijau atau kuning. Warnanya tergantung dari causative
organisme.
Sanguneous (hemorrhagic) exudate terdiri dari sejumlah besar sel darah merah, mengindikasikan
kerusakan capillaries yang cukup berat yang memungkinkan keluarnya sel darah merah dari
plasma. Tipe exudate ini seringkali terlihat pada luka terbuka. Perawat seringkali perlu
membedakan apakah sanguineous exudate terang atau gelap. Sanguneous exudate yang terang
menunjukkan pendarahan segar, sedangkan yang gelap menunjukkan pendarahan yang sudah
lebih lama. Tipe-tipe campuran dari exudate seringkali diobservasi. Sebuah serosanguineus
(terdiri dari darah jernih dan yang sedikit mengering) exudate seringkali terlihat dalam irisan
bedah.
Tahap ketiga dari respons peradangan, juga disebut reparative phase, terdiri dari perbaikan
jaringan yang cedera dengan regenerasi atau replacement dengan pembentukan jaringan serat
(sekat). Regenerasi adalah replacement sel jaringan yang rusak dengan sel yang identik atau
serupa dalam struktur dan fungsi. Ini mengikut sertakan bukan hanya replacement sel yang rusak
satu persatu tetapi juga organisasi sel ini sehingga pola arsitektural jaringan dan fungsi dapat
diperbaiki.
Ketika perbaikan tidak dimungkinkan, perbaikan dimunculkan oleh fibrous tissu formation.
Fibrous (scar) tissu mempunyai kapasitas untuk berkenbang biak dibawah kondisi yang tidask
biasa dari ischemia dan PH yang berubah-ubah. Inflamatory exudate dengan jalinan jaringan
serat menyediakan frame work untuk jaringan ini berkembang.
Antibodi diproduksi oleh tubuh sebagai respon terhadap antigen alami (infeksi) dan antigen
buatan (vaccines). Dengan immunity passive tuan rumah menerima antibody alami atau antibodi
buatan yang diproduksi sumber lain.
Respon kekebalan mempunyai dua komponen : antibody-mediated defense dan cell-mediated
defense. Dua sistem ini menyediakan perlindungan yang jelas tapi overlapping. antibody-
mediated defense juga dosebut humoral (circulating) immunitas karena terletak di B-
Lymphocyites dan ditengahi oleh hasil anti bodi melalui sel B. antibody juga disebut
immunoglobulin, adalah bagian dari tubuh plasma protein. Sel B adalah suatu jenis lymphocyte
yang terdiri dari 30% lymphocyte darah dan berhidup pendek, mempunyai jangka waktu hidup
15 hari. Antibody mediated berspon pertahanan umumnya terhadap extracelluler phases dari
bakteri an viral infection.
Sel B diaktifkan ketika mereka menemukan penyerang asing, antigen. Kemudian berdiferensiasi
menjadi sel plasma, yang mengeluarkan antibody dan serum protein yang mengikat secara
spesifik terhadap bahan-bahan asing dan memulai bermcam-macam respon pembersihan. Sel B
yang berespon terhadap antigen mungkin memproduksi molekul antibody dalam lima kelas
immunoglobulin didesain dengan huruf G, A, M, D, dan E
Fungsi Antibody
IgM : adalah antibody utama yang ada dalam darah. Antibody pertama yang dihasilkan karena
adanya respon terhadap antigen.
Fungsi:
1 Respon utama dari imunitas
2 aktivasi sistem komplemen
3 stimulasi ingesti oleh macropag
4 berguna bagi iso antibody dan antibody golongan darah A, B, dan O pada infeksi yang
serius, seperti pada mikroorganisme gram (-)
5 Respon untuk imunisasi
IgG : prevalensi antibodinya plus banyak dalam darah dan antibody utama dalam jaringan.
Menghasilkan respon immunisasi lebih lambat dari IgM.
Fungsi:
1 pencetus fixasi komplement
2 mengaktivasi macropag ingesti
3 antibody yang melewati saluran placenta
4 menetralkan toxin mikroba, antivirus dan beberapa bakteri
IgA : tempatnya dibawah epitel mukosa sel, terutama tractus gastro intestinal, tetapi juga
ditemukan di air mata, saliva, keringat, colostrum dan air susu, respon immun lebih lamabt dari
IgM.
Fungsi:
1 merupakan untuk proteksi dari mikroorganisme dan benda-benda asing lainnya
2 mudah melewati membran sel
3 melindungi membran mucosa gastrointestinal dan tr. Respiratorius
4 karena banyak di dalam susu dan colostrum fungsinya untuk melindungi sel pencernaan
bayi
IgE : hanya sedikit konsentrasinya dlam darah yang berfungsi untuk merspon reaksi allergi.
IgD : juga konsentrasinya sedikit dalam darah yang tidak diketahui fungsinya.
Mata Rantai Infeksi
Penularan menumpang
terjadi dengan suatu alat transport atau medium seperti makanan, air, atau udar. Penularan udara
terjdi karena tersebarnya partikel debu yang mengandung kuman, dan menetap di udara. Kuman
lalu dihisap oleh korban TBC dan varicella contohnya. Vektor adalah hewan yang membawa
kuman dari reservoir kepada korban. Serangga dan hewan lainnya menularkan kuman seperti
spesies salmonella yang merupakan flora normal pada beberapa hewan tapi menyebarkan
gastroenteritis pada manusia.
Tempat masuknya kuman (port de Entry)
Sebelum infeksi, kuman mesti memasuki tubuh. Kulit adalah bagian rentang terhadap infeksi,
namun adanya luka pada kulit merupakan tempat masuk kuman. Kuman dapat masuk melalui
rute yang sama untuk keluarnya kuman. Sering kuman masuk dan keluar tubuh dengan jalan
yang sama.
Penderita yang peka
Seseorang penderita yang peka adalah orang yang beresiko terinfeksi, penderita yang rentang
adalah orang yang beresiko tinggi yang karena suatu sebab menjadi lebih muda terinfeksi.
Kerusakan sistem kekebalan tubuh dan beberap faktor lain dapat menambah resiko terinfeksi,
lihat fasktor yang mempengaruhi infeksi.
Memutuskan mata rantai infeksi
Banyak tindakan dalam memutuskan rantai infeksi atau memotong proses penyalit infeksi
contohnya: mata rantai pertama yaitu agen penyebab, dapat dengan pemakaian antiseptik ( bahan
yang pertumbuhan kuman) dan desinfektan (Bahan yang menghancurkan kuman patogen kecuali
spora) atau sterilisasi.
Tujuan kebanyakan rumah sakit dalam pencegahan adalah dengan memotong mata rantai cara
penularan.
Faktor yang mempengaruhi resiko infeksi
Apakah kuman menimbulkan infeksi dipengaruhi faktor-faktor diatas. Yang terpenting adalah
kerentanan penderita, yang dipengaruhi oleh usia, keturunan, tingkat stress, status gizi, status
imunisasi, pengadaan yang dijalani, dan riwayat penyakit.
Usia : mempengaruhi resiko infeksi, bayi dan manula, kekebalan tubuhnya menurun. Infeksi
merupakan penyebab kematian yang utama pada bayi karena sistem immunnya belum matang,
dan Ig dari ibu hanya melindungi selama 2-3 bulan.
Mata rantai infeksi
Terdapat mata rantai infeksi: agen penyebab atau mikroorganisme tempat biasanya kuman berada
(reservoir), jalan keluarnya dari reservoir cara penularan, jalan masuknya kuman kedalam tubuh,
dan kepekaan penderita.
Agen penyebab
Parasit adalah mikroorganisme yang hidup di organisme lain dan mengambil makanan darinya.
Semua virus adalah parasit. Kemampuan suatu mikroorganisme menyebabkan proses infeksi
tergantung pada kuman virulensi dan potensi (patogenitas), kemampuan memasuki tubuh,
kerentanan penderita, dan kemampuan kuman untuk hidup dalam tubuh. Beberapa kuman seperti
virus, cacar, mampu menginfeksi hampir semua orang yang terpapar, sebaliknya kuman TBC
hanya menginfeksi sebagian kecil populasi, biasanya yang kekurangan gizi dan lingkungan
kurang sehat. Beberapa orang dan binatang menjadi carrier atau membawa kuman patogen dalam
tubuhnya. Meskipun mereka tidak sakit. Carrier dapat menular keorang lain, contohnya, orang
yang diempedunya mengandung basil typhoid, keluar melalui feces, namun tanpa gejala
Reservoir
Umumnya yang menjadi sumber kuman adalah manusia lain, diri sendiri, tumbuhan, hewan atau
lingkungan
Tempat keluarnya kuman
Sebelum infeksi terjadi, kuman mesti dari reservoir, bila reservoirnya manusia, kuman dapat
keluar melalui beberapa cara tergantung lokasinya.
Cara penularan
Kuman ditularkan dengan berbagai cara, satu kuman dapat memiliki lebih dari satu penularan.
Ada empat rute bersama konstraksi, menumpang, udara & vektor.
Penularan kontak adalah yang ter penting bagi kuman (William, 1983)
Pada tabel berikut ini digambarkan tentang rantai infeksi dan peran perawat dalam memutuskan
rantai infeksi.

Tabel 1 Sumber Manusia dan Cara Penularan


Mikroorganisme
AREA ALAT ORGANISME
TUBUH PENYEBAR PENGINFEKSI
AN UTAMA
Saluran Ludah, V. parainfluensa,
Napas sewaktu bersinklebsiela Sp,
dan batuk Streptokokkus aereus
Saluran Muntaj, feses,V. Hepatitis A,
Kemih ludah, cucianShigella Sp,
(seperti dariSalmonella entridis
kandung
empedu)
Saluran Urine E. colli,
Kemih enterecoccus,
pseudomonas,
aeruginosa
Saluran Urine danN. Gonoroe, T.
kelamin semen palidum, Herves
Simpleks Tipe Z,
HBV
Darah Contoh darah,E. Colli, St. Aereus,
jarum, intraklebsiella Sp, St.
vena Epidermis
Jaringan Cairan dariSt. Aureus, E. Colli,
luka Enterecoccus,
Proteus Sp

Tabel 2 Reservoir Manusia dan Tempat Keluar


Reservoir Tempat Keluar
Sel Napas Hidung/mulut ketika bersin, batuk,
Sel Cerna nafas atau bicara, tuba endotracheal
Saluran atau tracheostomiMulut ; lewat
Kemih ludah dan muntahanus/osotomi :
Saluran FesesTuba draunase: nasogastrik
Kelamin tube, T. tubeMuara urethra dan
Darah ostomi pemisah urineVagina : sekret
vagina, dapat diteruskan lewat
urineMuara kencing: semen,
urineLuka terbuka, tempat masuk
jarum, semua luka dikulit atau
memrane mukosa
Tabel 3 Peranan Perawat dalam Memutuskan
Rantai Infeksi
RANTAI INTERVENSI RASIONAL
Agen Menjamin alat-alat Pencucian,
Penyeba bersih dan desinfeksi dan
b disterilisasi/desinfe sterilisasi
ktan sebelum mengurangi/
dipakai melenyapkan
mikroorganisme
Sumber Mendidik keluarga Penegtahuan
dan pasein dalam tentang ini akan
membersihkan dan mengurangi
desinkesi dan terjadinya
sterilisasi alat- penyakitPembalu
alatMengganti t yang lembab
perban atau balutan adalah tempat
bila yang ideal untuk
basah/kotombantu perkembangan
pasien bakteri Alat
membersihkan kulit higienes akan
dan mulut mengurangi
Membuang kain mikroorganisme
yang lembab dan reident dan
kotor dengan benar transient
Membuang feses sehingga
dan urine di tempat mencegah
yang benar infeksiKain yang
Menutup semua lembab dan kotor
tempat cairan mengandung
seperti botol, teko, lebih banyak
pengering mikrorganisme
Mengeringkan dibanding yang
botol penghisap keringUrine dan
dan pengering feses terutama
apabila selesai mengandung
dipakai banyak
kumanTerbukany
a cairan akan
menambah
kemungkinan
kontaminasi dan
kuman
berkembang
biakKuman akan
berkurang
dengan
dikeringkan
Tempat Mengurangi bicara, Cara-cara ini
Keluar batuk, bersin diatas mengurangi
luka terbuka, jumlah kuman
daerah steril dan yang keluar dari
tutup mulut dan saluran nafas
hidung bila batuk
atau bersin
Cara Cuci tangan setelah Mencuci tangan
Penulara menyentuh pasien, adalah cara yang
nTempat bahan yang paling efektif
Masuk infeksius, dan dalam mencegah
sebelum melakukan penularan
prosedur invasif mikroorganisme
atau luka terbuka, Kantong anti
anjurkan pasien dan lembab
keluarganya mencegah
mencuci tangan tersebarnya
sebelum makan, mikroorganisme
sesudah memegang Urine dan feses
bahan infeksi mengandung
dllLetakkan banyak kuman
barang-barang yang Mengontrol cara
kotor ditempat penularan akan
sampah yang anti mencegah
lembabPeganglah tersebarnya
pispot dengan kuman Masker
tangan agar tidak mencegah
tumpah, lalu buang penularan kuman
ditempat yang diudara Sarung
benarLakukan tangan dan jas
pencegahan aseptik mencegah
pada pasien kotornya tangan
terinfeksi dan pakain
Pakailah masker Tindakan invasif
bila berhadapan merusak barrier
dengan pasien pelindung tubuh
infeksi saluran terhadap kuman
nafas Pakailah Luka terbuka
sarung tangan sangat peka
ketika membawa terhadap infeksi
sekret yang Luka karena
infeksius, gunakan jarum yang
jas operasi bila ada dibuang adalah
resiko baju terkena sebab utama
bahan infeksius infeksi hepatitis
Pakailah teknik dan AIDS Pasien
streil bila tindakan lebih tahan
invasif seperti terhadap kuman
injeksi dan
kateterisasi
Lakukan tekhnik
steril bila
membedah luka
terbuka atau
membalut luka
Letakkan jarum
suntikan bekas
ditempat tahan
sobek untuk
dibuang Berilah
pasien alat-alat
pribadinya sendiri
Penderita Pertahankan gizi seimbang pada gizi seimbang memberi protein,
pasien Lakukan imunisasi vitamin bagi tubuh untuk
mengganti jaringan
tubuhimmunisasi melindungi
masyrajat

Tingkat Proses Infeksi


Tahap-tahap penyakit infeksi:
1 masa inkubasi
2 masa prodromal
3 masa sakit
4 masa konvalesent
Masa inkubasi adalah waktu anatara masuknya
mikrorganisme kedalam tubuh dengan mulai timbulnya
rasa saki. Lamanya masa inkubasi sangat bervariasi
tergantung dari mikroorganisme itu sendiri. Contohnya
tetanus 4 - 21 hari, rata-rata 7 - 10 hari, infeksi oleh virus
lebih menular, pada masa inkubasi sebelum pengidap
yang bersangkutan menunjukkan gejala.
Masa Prodromal ialah masa dari munculnya gejala
nonspesifik (lelah, lesu, demam dll) sampai munculnya
gejala khas (spesifik). Penderita yang menderita infeksi
tingkat prodromal ini sangat menular. Biasanya masa
prodromal lebih singkat : anatar beberapa jam dan
beberapa hari
Masa Sakit yaitu masa sakit dengan gejala-gejal yang
khas.
Masa Konvalesent adalah masa penyembuhan yang
lamanya berhari-hari sampai berbulan-bulan.
Pemeriksaan Laboratorium
1 Perubahan jumlah leukosit (Normal 4500 - 11000)
2 Peningkatam/penurunan jenis leukosit
3 Neutrofil (Normal 54 - 75 %) -> Meningkat pada
infeksi akut suppurative, mungkin menurun pada infeksi
akut bakterial
2 Limposit (Normal 20 - 40 %) -> Meningkat pada
infeksi kronis bakteri dan virus
3 Monosit (Normal 2 - 8 %) -> Meningkat pada infeksi
protozoa, TBC
4 Eusonopil (Normal 1 - 4 %) secara umum tidak
berubah
3 Basopil (Normal 0 - 1 %) secara umum tidak berubah
4 Peubahan ESR, LED meningkat pada proses
inflamasi
4 Pada kultur urine, darah, sputum terdapat
mikroorganisme patogenik

INFEKSI NOSOKOMIAL
Oleh Iwan[2]
Pengertian
Infeksi nosokomial adalah infeksi pada waktu penderita dirawat di rumah sakit tidak sedang
dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut, yang terjadi karena adanya interaksi antara host,
agent, dan enviroment. Disebut juga infeksi nosokomial apabila infeksi didapatkan di rumah
sakit walaupun gejala klinis baru timbul setelah penderita keluar dari rumah sakit. Keadaan ini
biasanya terjadi pada penyakit infeksi dengan masa inkubasi yang lama.
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi pada pasien yang sedang dirawat di rumah sakit
atau infeksi yang disebabkan oleh kuman yang didapat selama berada di rumah sakit. Infeksi
nosokomial dapat juga diderita oleh petugas dari tempat-tempat fasiitas kesehatan.
Masalah infeksi nosokomial lebih mendapat perhatian dengan pertimbangan bahwa infeksi ini
lebih sulit dicegah dan lebih mengancam, lebih sulit diprediksikan dan pengobatan lebih resisten
daripada penyakit-penyakit infeksi dimasyarakat (Norton, 1986).
Batasan infeksi nosokomial
Menurut Central Disease of Control (CDC), infeksi didapatkan di rumah sakit apabila :
1 (1) Pada waktu penderita masuk rumah sakit, tidak ditemukan gejala klinis dari infeksi
tersebut.
2 Pada waktu penderita dirawat di rumah sakit, tidak sedang dalam masa inkubasi dari
infeksi tersebut.
3 Tanda klinis infeksi tersebut timbul sekurang-kurangnya sesudah 3 x 24 jam sejak masuk
rumah sakit.
4 Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (kelanjutan) dari infeksi sebelumnya.
5 Apabila pada saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi dan
terbukti infeksi tersebut diperoleh penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu
yang lalu serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial.
Perlu diingat bahwa tanda infeksi yang timbul kurang dari 3 x 24 jam sejak mulai perawatan,
harus dilihat masa inkubasi dari jenis infeksi tersebut. Bagi penderita yang telah keluar dari
rumah sakit kemudian timbul tanda-tanda infeksi, baru dapat digolongkan sebagai infeksi
nosokomial apabila infeksi tersebut dapat dibuktikan berasal dari rumah sakit.
Insiden
Ada survey di USA yang mengidentifikasi bahwa infeksi nosokomial terjadi sekitar 5 %
penderita akut yang dirawat di rumah sakit dan 8 % pada penderita yang kronis. Insiden infeksi
nosokonial, lebih tinggi pada klien bedah, infeksi nosokomial pada klien post operasi 70 %.
Cara Penularan Infeksi Nosokomial
Sumber kuman penyebab infeksi nosokomial dapat berasal dari endogen atau eksogen.
Penularan kuman penyebab infeksi nosokomial dapat terjadi secara :
1 Infeksi sendiri : yaitu infeksi nosokomial berasal dari penderita sendiri (flora endogen)
yang berpindah ke tempat atau bagian tubuh lain.
2 Infeksi silang : yaitu infeksi nosokomial terjadi akibat penularan dari penderita/orang lain
di rumah sakit.
3 Infeksi lingkungan : yaitu infeksi yang disebabkan kuman yang didapat dari bahan/benda
di lingkungan rumah sakit.
Kontak penularan kuman penyebab infeksi nosokomial dapat terjadi secara langsung maupun
tidak langsung. Kontak penularan yang langsung terjadi bila penyebab infeksi langsung
ditularkan ke penderita atau petugas rumah sakit yang sebelumnya tidak menderita infeksi
tersebut. Kontak penularan yang tidak langsung dapat terjadi melalui benda, alat diagnostik,
pengobatan, makanan, minuman. Adapun Sumber-sumber penularan mikroorganisme dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Pasien
Dalam hal ini, kuman peyebab penyakit dapat menyebar ke:
1 Pasien lain
2 Petugas rumah sakit
3 Pengunjung
2. Petugas (perawat, dokter)
Yaitu orang yang berhubungan langsung dengan pasien, maka dapat membawa kuman penyakit
dan dapat menyebarkan pada :
1 Pasien lain
2 diri sendiri
3 alat-alat
3. Pengunjung: dapat terkontaminasi dari lingkungan luar/carrier dapat menyebar ke:
1 pasien
2 lingkungan rumah sakit
4. Sumber lain
1 lingkungan rumah sakit yang tidak bersih
2 alat-alat perawtan rumah sakit yang tidak bersih/ steril
3 alat-alat atau barang-barang pasien dari rumah/ dari luar rumah sakit
Dalam hal ini kuman dapat menyebar kepasien, pengunjung, dan petugas.

Kuman penyebab infeksi nosokomial


Distribusi kuman penyebab infeksi nosokomial adalah sebagai berikut : kuman aerob 91 %,
kuman anaerob 2 %, jamur 6 %, virus, protozoa dan parasit 1 %. National Nosocomial Infection
Study (NNIS) selama 1980 sampai 1982 mendapatkan bahwa kuman yang terbanyak
menyebabkan infeksi nosokomial berturut-turut adalah Escherichia coli, Staphylococcus aureus,
Streptococcus faecalis, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella sp, Proteus sp, Enterobacter sp,
Staphylococcus koagulase negatif, Candida sp, serratia sp, Bacteroides sp, Streptococcus grup B.
Menurut Bennett dan Brachman penyebab terbanyak infeksi nosokomial ialah kuman gram
negatif. Staphylococcus aureus merupakan kuman yang tersering sebagai penyebab infeksi
nosokomial pada luka operasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial adalah host, agent dan
enviroment.
Faktor host yang berperan ialah jenis kelamin, usia, dan daya tahan tubuh. Faktor jenis kelamin
pada kejadian infeksi nosokomial lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, pada wanita
kejadian infeksi saluran kemih dua kali lebih banyak daripada pria. Peningkatan infeksi
nosokomial juga sesuai dengan umur dimana pada usia 65 tahun kejadian infeksi tiga kali lebih
sering daripada usia muda sedangkan faktor daya tahan tubuh yang menurun dapat menimbulkan
resiko terkena infeksi nosokomial.
Faktor lingkungan yang berperan dan perlu diperhatikan ialah iklim, kebersihan, ruang
perawatan, lama perawatan, penggunaan alat penolong kehidupan dan lamanya operasi.
Peningkatan infeksi nosokomial oleh Acinetobacter setiap bulan Juli sampai dengan September,
walaupun belum diketahui sebabnya dan diduga berhubungan dengan suhu dan kelembaban
udara. Infeksi nosokomial dapat terjadi karena tidak dilaksanakannya kebersihan rumah sakit,
antara lain karena tidak membiasakan mencuci tangan, menggunakan alat-alat kesehatan yang
tidak steril, tidak menjaga kebersihan lingkungan. Penderita yang dirawat di rumah sakit pada
ruang perawatan dengan jumlah tempat tidur yang berlebihan memudahkan terjadinya infeksi
nosokomial. Perawatan beberapa macam penyakit menular di dalam suatu ruangan akan
meningkatkan resiko terjadinya infeksi nosokomial. Juga ruangan dengan kebersihan kurang,
sirkulasi cahaya yang kurang baik dapat memudahkan timbulnya infeksi nosokomial. Semakin
lama dirawat di rumah sakit semakin mudah terkena infeksi nosokomial. Menurut Haley
mengatakan bahwa bertambah lama perawatan sebelum operasi akan meningkatkan resiko
terjadinya infeksi nosokomial dimana perawatan lebih dari 7 hari pre operasi akan meningkatkan
kejadian infeksi pasca bedah dan kejadian tertinggi didapat pada lama perawatan 7 - 13 hari
(dikutip oleh Hadibrata, 1989 : 17). Hasil penelitian infection rate kira-kira 2 kali lebih besar
setelah dirawat 2 minggu dan 3 kali lebih besar setelah dirawat selama 3 minggu dibandingkan
bila dirawat 1-3 hari sebelum operasi. Penggunaan alat bantu kelangsungan hidup yang
terkontaminasi dapat menimbulkan infeksi nosokomial yaitu alat hemodialisa, alat pernafasan,
pemasangan infus, transfusi darah dan pemasangan pentil pada SSP. Lamanya operasi
mempengaruhi resiko terkena infeksi nosokomial, semakin lama waktu operasi makin tinggi
resiko terjadinya infeksi nosokomial.
Potensi patogenik kuman tergantung dari kemampuan untuk melakukan invasi, bertahan hidup
dan bermultiplikasi dalam jaringan tuan rumah, menghambat pertahanan tuan rumah dan
menyebabkan kerusakan jaringan host. Virulensi kuman berkaitan dengan daya invasi kuman dan
ini menentukan berat ringannya suatu penyakit. Jumlah kuman juga mempengaruhi proses
terjadinya infeksi.
Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan pada faktor-faktor di bawah ini:
1. Faktor pasien
1 Usia: penderita usia lanjut dan anak-anak lebih rentan ketahanannya daripada penderita
usia muda, dewasa muda.
2 Pasien dengan gannguan penurunan daya tahan: immunologik, misalnya leukemia, tumor
ganas dan transplantasi organ.
3 Status gizi pasien
4 Daya tahan tubuh penderita
5 Berat ringannya penyakit yang diderita
6 Status imunisasi/lengkap atau tidak lengkap
7 Situasi yang dapat menimbulkan immunitas pasien yang mengalami pembedahan atau
tindakan invasif (tindakan memeasukkan alat kesehatan kedalam tubuh pasien seperti:
kateterisasi, endoskopi, fiksasi internal orthopedi (plat dan skrub)
8 Herediter: kelainan bawaan berupa rendahnya serum immunoglobulin
9 Pasien dengan luka bakar.
2. Faktor infeksi kuman/ virus
Kuman penyebab infeksi nosokomial antara lain: stapilococcusaureus, spesies klebsiella, apesies
salmonella, E. Coli, micobacteria, tuberculosa, virus dan fungus.
Infeksi ini ditularkan dari suatu tempat atau dari sesorang keorang lain melalui beberapa cara:
1 Melalui udara antara lain varicella, measles, diptheria, TBC, pneumonia
2 Melalui kontak langsung atau tidak langsung misalnya infeksi pasca bedah atau pada
waktu pembedahan, luka bakar, infeksi kulit dan infeksi virus hepatitis B.
3 Melalui oral atau feces, misalnya salmonella, hepatitis A atau enteritis, E. Coli.
3. Faktor Lingkungan
1 Jumlah yang dirawat pada satu ruangan perawatan, makin banyak penderita yang berada
pada satu ruangan makin rentang terjadinya kontak sesama penderita.
2 Ventilasi udara yang tidak baik.
3 Sumber air yang terkontaminasi oleh kuman
4 Fasilitas ruangan yang sulit dikendalikan
5 Pengunjung rumah sakit yang tidak bisa dikendalikan
4. Faktor petugas
1 Petugas kesehatan yang tidak bekerja sesuai dengan prinsip aseptik dan antiseptik
2 Tidak ditaati prosedur kerja yang berlaku pada unit perawatan
3 Penggunaan alat-alat kesehatan yang tidak memenuhi standar sterilitas
Ada 3 jenis kontak langsung : kontak langsung (penularan fisik antar penderita dengan calon
korban). Kontak tidak langsung (kontak dengan benda-benda yang terkontaminasi, seperti:
tangan yang kotor dan kontak droplet (kontak dengan sekresi tubuh penderita). Umumnya infeksi
pernapasan melalui kontak droplet ini.
Batasan infeksi nosokomial luka operasi
Menurut Djojosugito, et al (1989) luka operasi dinyatakan infeksi bila didapat pus pada luka
operasi (pus pada benang jahitan tidak termasuk infeksi) dan diduga infeksi bila temperatur >
37,5 ° C pada axiler, keluar cairan serous (exudat) dari luka operasi, sekitar luka operasi oedem
dan kemerahan
Untuk menentukan apakah infeksi luka operasi tersebut termasuk infeksi nosokomial atau tidak,
diperlukan keterangan mengenai jenis tindakan operasi yang dilakukan, yaitu :
(1) Operasi bersih (Clean)
Adalah operasi yang bersifat non traumatik, tidak terinfeksi. Misalnya; pembedahan non
traumatik, tidak ada daerah peradangan yang dibuka, tidak melanggar tata cara aseptik antiseptik
dan melaksanakan teknik operasi steril, tidak membuka saluran pernafasan, pencernaan dan
kemih. Operasi bersih umumnya dilakukan secara elektif, dijahit primer dan tanpa drain. Untuk
kelas ini tidak diperlukan antibiotik profilaksis, kecuali bila ada pemasangan prosthesis, infection
rate 1-3 %
(2) Operasi bersih terkontaminasi (Clean contaminted)
Tindakan bedah akan membuka saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran kemih. Tapi
tanpa terjadi kontaminasi berlebihan atau apabila luka di drain secara mekanik. Misalnya saluran
gastrointestinal atau saluran pernafasan dibuka tanpa kontaminasi berlebihan, appendiktomi,
membuka oropharinx, membuka vagina, membuka saluran kemih yang tidak terinfeksi, ada
pelanggaran ringan terhadap tata cara dan teknik operasi. Profilaksis antibiotik hanya dilakukan
pada pasien resiko tinggi seperti usila, malnutrisi, diabetes mellitus, mendapat obat
immunosupresi, infection rate 8 - 10 %.
(3) Operasi terkontaminasi (Contaminated)
Yaitu operasi yang melibatkan daerah dengan luka terbuka 6 - 10 jam dengan atau tanpa benda
asing.Termasuk luka akibat trauma yang masih baru, ada pelanggaran kuman jelas terhadap tata
cara dan teknik operasi yang steril atau insisi melalui daerah yang sedang mengalami peradangan
non purulen akut. Misalnya pelanggaran tata cara teknik operasi steril, kontaminasi berlebihan
dari isi saluran gastrointestinal, luka akibat tauma yang masih baru dan terbuka, membuka
saluran kemih atau saluran empedu yang terinfeksi. Profilaksis harus diberikan, infection rate
mencapai 15 - 20 %.
(4) Operasi kotor terinfeksi (Dirty and infected)
Yaitu operasi yang melibatkan daerah dengan luka terbuka lebih dari 10 jam disertai tanda-tanda
klinis infeksi dan perforasi organ viscera, dalam hal ini kuman-kuman yang akan menimbulkan
infeksi post operatif telah ada di lapangan operasi sejak sebelum operasi dilakukan. Misalnya
peradangan akut akibat bakteri telah menimbulkan pus, membuka jaringan sehat untuk mencapai
daerah yang ada pus, perforasi usus, luka akibat trauma yang mengandung jaringan non vital,
benda asing, feses, luka yang terbengkalai atau terlambat dan luka kotor. Tidak saja profilaksis,
terapipun harus diberikan sebelum operasi, infection rate mencapai 27 - 40 %.
Kriteria infeksi nosokomial luka operasi
(1) Bila terjadi infeksi pada tindakan operasi bersih atau bersih terkontaminasi
(2) Bila terjadi infeksi pada tindakan operasi terkontaminasi atau kotor dan hasil pemeriksaan
laboratorium mikrobiologi dapat mengidentifikasi kuman yang berbeda dengan hasil kultur
sebelumnya.
Faktor risiko infeksi luka operasi
(1) Tingkat kontaminasi luka
(2) Faktor penjamu :
1 Usia ekstrim (sangat muda/tua)
2 Obesitas
3 Adanya infeksi perioperatif
4 Penggunaan kortikosteroid atau obat yang menekan daya tahan tubuh (immunosupresif).
5 Diabetes mellitus
6 Malnutrisi berat
(3)Faktor pada lokasi luka :
1 Pencukuran daerah operasi (cara dan waktu pencukuran)
2 Devitalisasi jaringan
3 Benda asing
4 Suplai darah yang buruk ke daerah operasi
5 Lokasi operasi yang mudah tercemar (dekat perineum)
(4) Lama perawatan sebelum operasi
(5) Lama operasi
Persiapan pre operatif dalam pencegahan infeksi luka operasi
Memperbaiki status nutrisi
Pada klien yang dilakukan pembedahan penting diberikan makanan yang bergizi. Hal ini
menyangkut keadaan dimana sebelum, selama dan setelah pembedahan harus puasa sampai
peristaltik usus sudah ada sehingga akan mempengaruhi kondisi fisik klien. Pembedahan itu
sendiri meningkatkan metabolisme rate tubuh yang berakibat berkurangnya energi dan protein
yang diperlukan untuk penyembuhan luka dan pembentukan fibrin. Apalagi pada klien BPH
sering terjadi pada usila yang sangat suseptible terhadap ketidakseimbangan nutrisi.
Malnutrisi dan obesitas dapat meningkatkan resiko pembedahan. Pembedahan biasanya
meningkatkan metabolisme tubuh dan berakibat habisnya kalium, asam ascorbit, dan vitamin B
dan semua yang membutuhkan penyembuhan luka dan pembetukan fibrin. Pada klien malnutrisi,
hipoproteinemi menghambat pemulihan post opertif. Keseimbangan negatif nitrogen mungkin
akibat dari habisnya cadangan protein. Situasi yang meningkatkan resiko mortalitas dan
morbiditas adalah penyembuhan luka. Pada klien obesitas sering mengalami kurang gizi karena
jeleknya kebiasaan makan dan ketidakseimbangan diet. Klien seperti ini dapat meningkatkan
sulitnya penyembuhan luka secara sempurna disebabkan adanya excessive jarinngan adiposa.
Jaringan lemak kurang mengandung nutrient, kurang vaskularisasi dan memiliki sedikit kolagen.
Hal tersebut sangat penting untuk penyembuhan luka.
Pencukuran daerah suprapubik dan genitalia
Pencukuran merupakan sumber kontaminasi dari area pembedahan dan mengakibatkan trauma
kulit sehingga mikroorganisme resident (flora normal) keluar dari bawah permukaan kulit dan
menjadi pathogen yang dapat mengkontaminasi luka. Karena itu pencukuran sebaiknya
menggunakan razor elektrik untuk meminimalkan trauma kulit. Pencukuran rambut dengan
pencukur elektrik mengurangi kemungkinan komplikasi dibandingkan dengan menggunakan
razor biasa atau pencukur silet (Ignatavicius, et al, 1995 : 364).
Pencukuran menyebabkan adanya potensi infeksi, karena itu jika pencukuran diperlukan, rambut
harus diambil dengan menggunakan razor steril dan prinsip aseptik segera sebelum prosedur
pembedahan dimulai. Oleh sebab itu, sebaiknya pencukuran dilakukan sedekat mungkin dengan
waktu operasi dan dilakukan oleh petugas kesehatan untuk mengurangi kontaminasi dengan
lingkungan. Dengan demikian persiapan pencukuran dilakukan di ruang tindakan, holding area
dari ruang operasi.
Pencucian daerah suprapubik dan genitalia
Menurut Atkinson, L.J, Kohn, M.L. (1995) mikroorganisme yang transient dapat diangkat
dengan pencucian secara mekanik. Sedangkan mikroorganisme yang resident dapat ditekan
pertumbuhannya dengan pencucian kimiawi dalam hal ini pengunaan antiseptik dalam
konsentrasi tertentu. Pencucian daerah suprapubik dan genitalia menggunakan savlon (hibiscrub
4 %). Konsentrasi 4 % dapat memberikan efek antimikroba terhadap gram positif dan gram
negatif. Akumulasi sisa pada kulit dengan penggunaan ulang dan menghasilkan efek yang
diperpanjang. Hibiscrub 4 % efektif dengan segera dan mengurangi mikroorganisme resident (di
bawah permukaan kulit), kelenjar kulit) dan mikroorganisme transiet (menempel pada
permukaan kulit). Bila tidak memungkinkan, bisa menggunakan bahan yang tidak merangsang
seperti sabun. Luas area yang dibersihkan dengan radius batas atas setinggi pusar ke samping kiri
kanan perut dan bawah dari proksimal ke paha.
Antiseptik yang dianjurkan untuk membilas adalah :
(1) Chlorhexidine gluconate 4 % (Hibitane, Hibiscrub)
Konsentrasi 4 % dari Chlorhexidine gluconate dapat memberikan efek antimikroba terhadap
gram positif dan gram negatif. Akumulasi sisa pada kulit dengan penggunaan ulang dan
menghasilkan efek yang diperpanjang. Chlorhexidine gluconate efektif dengan segera dan
mengurangi mikroorganisme resident (di bawah permukaan kulit) dan mikroorganisme transiet
(menempel pada permukaan kulit). Agen ini bersifat bakterisida.
(2) Povidone-iodine 10 %
Detergen iodine-kompleks dengan nama lain iodophor. Pembersih yang efektif, iodophor juga
meninggalkan efek yang tidak merusak kulit. Povidone-iodine membunuh dengan efektif gram
positif demikian juga gram negatif. Kemampuan membunuh dapat dipertahankan dalam 8 jam.
Orang yang alergi dengan iodine seharusnya tidak cuci tangan dengan iodophor.
(3) Hexachlorophene 0,1 %
Tipe ini paling efektif setelah terbentuk aksi supresi yang disebabkan oleh penggunaan yang
teratur. Lapisan residual pada kulit efektif untuk mencegah proliferasi gram positif, tetapi tidak
efektif untuk menekan proliferasi gram negatif. Aksi dari agen ini dapat dirusak oleh alkohol.
(4) Triclosan 1 %
Larutan triclosan 1 % adalah agen antimikroba yang tidak toksik, tidak menimbulkan iritasi dan
menghambat pertumbuhan kuman gram positif dan negatif. Triclosan berkembang baik pada aksi
kumulatif supresi apabila digunakan secara rutin. Triclosan dicampur dengan lanolin dan
petrolatum dalam bentuk krim, sabun halus. Triclosan dapat digunakan oleh orang yang sensitif
terhadap antiseptik lain.
(5) Alkohol 70 %
Agen ini bekerja cepat serta bersifat bakterisida terhadap gram positif dan gram negatif.
ngompresan daerah yang akan dioperasi
Menurut Ignatavicius (1995) setelah pembilasan daerah suprapubik dan genitalia dilakukan
pengompresan daerah yang akan dioperasi dengan alkohol 70 % sepanjang daerah yang akan
dioperasi. Tujuan pengompresan untuk mendesinfeksi daerah yang akan dioperasi dari kuman-
kuman yang ada dan menyerap lemak pada permukaan kulit. Sekresi lemak dari pori-pori kulit
yang mengering disenangi oleh kuman yang menimbulkan rasa gatal sehingga bisa menimbulkan
luka yang merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman.
Pengompresan menggunakan antiseptik alkohol 70 % karena bersifat bakterisida dan efektif
untuk gram positif dan negatif
Pemberian profilaksis
Pencegahan infeksi pasca bedah pada klien dengan operasi bersih terkontaminasi,
terkontaminasi, dan beberapa operasi bersih dengan penggunaan antimikroba profilaksis diakui
sebagai prinsip bedah. Pada pasien dengan operasi terkontaminasi dan operasi kotor, profilaksis
bukan satu-satunya pertimbangan. Penggunaan antimikroba pada operasi terkontaminasi dan
kotor untuk tujuan mengontrol penyebaran infeksi pada saat pembedahan dengan tujuan
pengobatan infeksi post operatif. Pemilihan pengobatan antimikroba pada kondisi seperti ini
didasarkan pada pengetahuan tentang kemungkinan infeksi bakteri, hasil kultur pre operatif dan
pemeriksaan jaringan yang terinfeksi yang ditemukan pada pembedahan. Pada pasien dengan
operasi bersih terkontaminasi, tujuan profilaksis untuk mengurangi jumlah bakteri yang ada pada
jaringan mukosa yang mungkin muncul pada daerah operasi.
Tujuan terapi antibiotik profilaksis untuk mencegah perkembangan infeksi dengan menghambat
mikroorganisme pada waktu masuk dan sebelum terjadi kolonisasi. Agar efektif, profilaksis
antibiotik harus diberikan dalam konsentrasi yang cukup sampai ke jaringan pada luka yang
terkontaminasi. CDC merekomendasikan parenteral antibiotik profilaksis seharusnya dimulai
dalam 2 jam sebelum operasi untuk menghasilkan efek terapi selama operasi dan tidak diberikan
lebih dari 48 jam. Pada luka operasi bersih dan bersih terkontaminasi tidak diberikan dosis
tambahan post operasi karena dapat menimbulkan resistensi bakteri terhadap antibiotik yang
menyebabkan kolonisasi pada pasien. Bernard dan Cole, Polk Lopez-Mayor membuktikan
keefektifan antibiotik profilaksis sebelum operasi dalam pencegahan infeksi post operasi elektif
bersih terkontaminasi dan antibiotik yang diberikan setelah operasi tidak mempunyai efek
profilaksis (Bennet, J.V, Brachman, P, 1992 : 688).
Menurut Depkes (1993), antibiotik profilaksis diberikan secara sistemik harus memenuhi syarat :
(1) Tepat dosis
(2) Tepat indikasi (hanya untuk operasi bersih terkontaminasi, pemakaian implant dan protesis,
atau operasi dengan resiko tinggi seperti bedah vaskuler, atau bedah jantung).
(3) Tepat cara pemberian (harus diberikan secara I.V. 2 jam sebelum insisi dilakukan dan
dilanjutkan tidak lebih dari 48 jam).
(4) Tepat jenis (sesuai dengan mikroorganisme yang sering menjadi penyebab Infeksi Luka
Operasi).
Sedangkan antibiotik oral hanya digunakan untuk operasi kolorektal, dan diberikan tidak lebih
dari 24 jam.
Hari rawat sebelum operasi harus sesingkat mungkin
Lingkungan rumah sakit adalah reservoir mikroorganisme dan merupakan salah satu sumber
infeksi. Suatu studi menunjukkan bahwa waktu rawat yang pendek sebelum operasi berhubungan
dengan rendahnya kejadian infeksi (Atkinson, L.J, Kohn, M.L, 1995 : 102). Resiko peningkatan
infeksi terjadi pada waktu rawat yang panjang. Hasil penelitian infection rate kira-kira 2 kali
lebih besar setelah dirawat 2 minggu dan 3 kali lebih besar setelah dirawat 3 minggu
dibandingkan dirawat 1-3 hari sebelum operasi. Menurut Cruse dan Foord terdapat hubungan
antara lama hospitalisasi sebelum operasi dengan insiden infeksi luka operasi. Angka infeksi
mencapai 1,2 % pada klien yang dirawat 1 hari, 2,1 % pada klien yang dirawat 1 minggu, dan 3,4
% pada klien yang dirawat 2 minggu (Malangoni, 1997 : 142).
Oleh karena itu sebaiknya waktu rawat sebelum operasi diupayakan sesingkat mungkin.
Pemeriksaaan dan pengobatan untuk persiapan operasi hendaknya dilakukan sebelum rawat inap
agar waktu pra bedah menjadi pendek. Demikian pula dengan keadaan yang memperbesar
kemungkinan terjadinya infeksi luka operasi diperbaiki antara lain : infeksi, pemakaian
kortikosteroid mengawasi berat badan terutama untuk operasi elektif, setidaknya tidak malnutrisi
dan obesitas, dan menghilangkan atau mengontrol infeksi di luar penyakit primer seperti
diabetes mellitus.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN RESIKO INFEKSI


A. PENGKAJIAN
1. Keluhan Utama : Nyeri, demam, adanya pembengkakan/luka, lemas, kehilangan nafsu makan,
mual, muntah, sakit kepala, gejala spesifik seperti nyeri BAK, sakit menelan dll.
2. Riwayat Penyakit sekarang : proses penyakit (kapan mulai keluhan, sifat keluhan, sudah
berapa lama, faktor yang mempengaruhi infeksi)
3. Riwayat penyakit dahulu:
1 Riwayat infeksi
2 Tindakan pengobatan dan perawatan yg pernah, sedang dilakukan dan lanjutannya
3 Riwayat imunisasi
4 Status nutrisi
4. Data Pendukung: stress emosional yang dialami 6 bulan terakhir
5. Data Fisik
a. Tanda dan Gejala Lokal Infeksi
1 Kemerahan dan berair pada kulit/membrane mukosa
2 Nyeri dan teraba lunak saat palpasi/bergerak
3 Teraba panas pada daerah yang terinfeksi
4 Pada luka terbuka, cairan luka berubah warna
5 Tanda dan gejala sistemik infeksi
6 Panas
7 Peningkatan nadi, pernapasan
8 Lesu, lemah
9 Anoreksia, mual, muntah
10 Pembesaran kelenjar limfe dan pembengkakan pada daerah infeksi
6. Data Laboratorium
1 Perubahan jumlah leukosit (normal 4500 - 11000)
2 Peningkatan/penurunan jenis leukosit
3 Neutropil (normal 54-75 %) -> Meningkat pada infeksi akut suppurative, mungkin
menurun pada infeksi akut bakterial
4 Limposit (normal 26 - 40 %) ->Meningkat pada infeksi kronis bakteri dan virus
5 Eusonopil (normal 1 - 4 %), secara umum tidak berubah
6 Perubahan ESR (eritrosit sedimentation rate)/LED meningkat pada proses inflamasi
7 Pada kultur urine, darah, sputum atau cairan lain terdapat mikroorganisme patogenik
7. Data Sosial
1 Keadaan lingkunagn tempat tinggal dan tempat kerja
2 Status sosial ekonomi
3 Kebiasaan sehari-hari serta budayanya
4 Kepercayaan yang dianut, dll
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi/aktual infeksi berhubungan dengan:
1 Kurang/tidak adanya imunisasi
2 Integritas kulit kurang baik
3 Penyakit kronis
4 Pengobatan dengan kortikosteroid
5 Khemoterapi
6 Pembedahan
7 Efek tindakan invasif
8 Malnutrisi
2. Resiko tinggi isolasi sosial berhubungan dengan :
1 kesalahan informasi tentang transmisi dari mukroorganisme
3. Resiko tinggi menurunnya aktivitas berhububungan dengan :
1 Menderita penyakit menular
2 Lingkungan RS yang monoton
5. diagnosa keperawatan lain yang muncul adalah:
a. Pada pasien yang terisolasi à gangguan harga diri
b. Pada pasien AIDS ;
1 kecemasan, ketakutan
2 keputusasaan, ketidak berdayaan

C. PERENCANAAN & IMPLEMENTASI


a. Tujuan yang akan dicapai
1 Mempertahankan/memulihkan pertahanan tubuh
2 mencegah penyebaran infeksi
3 mengurangi/mencegah permasalahan yang timbul karena infeksi
b. Intervensi
a. Pada klien dengan infeksi
1 Ambil spesimen darah untuk pemeriksaan jika diminta
2 Lakukan test intradermal skin
3 Tentukan dan pertahankan kemampuan pertahanan tubuh
4 Beri pengobatan dan monitor efektivitasnya
5 Beri terapi immun sesuia intruksi medis (vaksin, anti toksin)
6 Lakukan humidifier pada pasien batuk
7 Batasi aktifitas klien
8 Beri posisi yang nyaman, lakukan relaksasi dan beri analgesik
9 Minimalkan kehilangan cairan, monitor output urine yang sebanding dengan intake
10 Observasi dan catat tanda vital klien
11 Kaji bunyi nafas pada pasien yang mengalami infeksi pernapasan
12 Periksa specimen (sputum, darah, dll) secara periodik
13 Ajarkan klien dan keluarga tentang infeksi, penyebaran dan pencegahan
b. Mencegah infeksi
1 Peralatan dibersihkan, desinfektan dan disterilkan dengan benar sebelum digunakan
dengan benar sebelum digunakan
2 Ajarakan klen dan keluarga tentang cara-cara membersihkan, desinfektan dan
mensterilakn peralatan
3 Ganti pakaian dan verban bila basah
4 Buang urine dan feces pada tempatnya
5 Wadah yang berisi air seperti botol drainage/botol suction ditutup
6 Hindari bicara, batuk pada luka yang terbuka atau bagian yang steril, tutup mulut jika
batuk/menguap
7 Gunakan pasu sarung untuk mencegah jatuh dan buang pada tempatnya
8 Gunakan tekhnik aseptik pada pasien yang terinfeksi
9 Gunakan masker jika akan melakukan kontak dengan pasien yang mempunyai
kemungkinan mentransfer infeksi melalui saluran pernapasan
10 Gunakan sarung tangan jika akan menyentuh sekret/eksresi yang terinfeksi
11 Jika mungkin gunakan kacamaata pelindung selama prosedur irigasi atau ada
kemungkinan muncrat cairan tubuh
12 Gunakan tekhnik steril ketika menyuntik dan memasang kateter
13 Gunakan tejhnik steril ketika merawat luka terbuka
14 Gunakan jarum dispossible
15 Ajarkan klien untuk melakukan perawatan personal
16 Pertahankan integritas kulit dan mukosa membrane
17 Beri klien diet yasng seimbang
18 Ajarkan tentang pentingnya imunisasi
b. Pencegahan penyebaran infeksi
1 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien atau melakukan prosedur atau
sudah kontak dengan bagian tubuh klien
2 Lakukan pengurangan/pembatasan organisme pada lingkungan misalnya: sering ganti
pakaian
3 Letakkan materi yang tidak terpakai dan kotor pada tempat yang aman dan terlindung
4 Gunakan jarum secara hati-hati untuk menghindari infeksi, jangan memakai h\jarum
untuk dua kali tindakan
5 Gunakan tekhnik asepsis ketika menyuntik dan memasang kateter, dll
6 Perhatikan keadaan kulit (adanya lesi, ulser, penekanan satu area, edema perubahan suhu
dan warna)
7 Keringkan kulit setelah mandi dan beri lotion terutama pada daerah kering
8 Beri posisi miring kanan dan kiri setiap dua jam
9 Lakukan tindakan pencegahan/perawatan dekubitus
10 Gunakan tekhnik asepsis ketika rawat luka
11 Monitor perubahan tanda vital
12 Jika mungkin tempatkan pasien yang beresiko tinggi untuk infeksi diruangan isolasi
13 Anjurkan klien untuk bergerak, batuk dan nafas dalam sedikitnya tiap dua jam dan
gunakan teknik asepsis ketika suction
14 Laporkan keadaan sekret dan monitor hasil laboratorium (kultur sputum)
15 Beri intake cairan 2 - 3 liter/hari, kecuali jiak ada kontra indikasi, bantu klien
memperoleh intake nutrisi yang optimal
16 Cegah infeksi traktus urinarius
17 Observasi karakteristik urine dan pengeluaran urine

D. EVALUASI
Evaluasi adalah tolok ukur dari tujuan pada klien, perawat memerlukan bentuk-bentuk kriteria
evaluasi yang terdiri dari:
1 pertanyaan pada klien tentang penyebab atau faktor resiko dari infeksi, keyakinan dalam
mengurangi resiko infeksi, tindakan praktis untuk mencegah infeksi, tindakan imunisasi dan
adanya tanda dan gejala yang spesifik dari infeksi
2 Observasi tanda-tanda infeksi, contoh: status tindakan insisi
3 Review data laboratorium, contoh : kultur sekresi tubuh, eksresi, eksudasi dan jumlah sel
darah putih
Contoh pernyataan evaluasi yang diindikasikan tujuan dengan tolok ukur:
1 Klien memverbalisasikan pernyataan dalam pengurangan resiko terhadap infeksi
2 Klien menyatakan tondakan imunisasi diphteria
3 Keringnya luka tindakan incision dan bebas inflamasi
Beberapa fasilitas kesehatan merupakan komite pengontrol infeksi. Yang bertanggung jawab
terhadap pencari fakta, pengontrol, pencegahan infeksi. Komisi akreditasi rumah sakit (JCAH)
membuat rekomendasi pada rumah sakit - rumah sakit untuk bersama membentuk pengontrol
infeksi.
Tanggung jawab komite pengotrol infeksi adalah:
1. Menyeimbangkan sistem pencatatan infeksi
2. Menjaga/menyimpan infeksi records (catatan pelaporan infesksi)
3. Mereview dan membuat rekomndasi tentang praktik asepsis rumah sakit
4. Mereview pelayanan bakteriologis rumah sakit
5. Melakukan program pendidikan pada pelayanan rumah sakit
Perawat pengontrol infeksi merupakan bagian dari komite tersebut. Tanggung jawab perawat,
sering rancu dengan perawat epidemiologi yaitu:
1. Peningkatan lingkungan personel yang membantu mengontrol infeksi
2. Pelaksanan pencari fakta epidemiologi yang dirumuskan dalam data statistik dan fakta-
fakta
3. Supervisi pada program pengontrol infeksi rumah sakit
Bagaimana perawat pengontrol infeksi bertugas dan bertnggung jawab pada suatu unit? Yaitu
melalui langakah-langkah sebagai berikut:
1. Meningkatkan dan mendorong nilai positif terhadap kontrol infeksi
2. Mencatat dan melaporkan informasi yang relevan pada komite pengontrol infeksi rumah
sakit, contoh: masalah-masalah dengan tindakan tertentu
3. Membuat dan mempersentasikan proposal tentang pengontrolan infeksi pada komite
4. Melakukan program pendidikan pengontrol infeksi pada staff
5. Mengumpulkan dan menganalisa data berkenaan dengan infeksi nosokomial terhadap
sejumlah klien dan staff
6. Mengajarkan klien, mensupport. Dan tindakan protektif secara spesikfik pada staff
7. Mencari fakta terjadinya infeksi-infeksi yang tidak jelas/nyata
8. Memberikan konsultasi pada staff dalam tidakan pengontrolan infeksi
9. Mengkoordinasikan program rumah sakit dan masyarakat
10. B

Anda mungkin juga menyukai