Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

TRAUMA KIMIA MATA

Disusun Oleh :

dr. Asepky Zakia

Pembimbing :
dr. Yohana Ika Karolina P
dr. Desi Andriani

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD ENGKU HAJI DAUD TANJUNG UBAN
KEPULAUAN RIAU
2020

1
BAB I
PENDAHULUAN

Trauma pada mata akan mengakibatkan kerusakan mata serta menyebabkan


timbulnya penyulit yang dapat menyebabkan menurunnya fungsi penglihatan. Trauma pada
mata dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya trauma tumpul, trauma tembus bola
mata, trauma kimia serta trauma radiasi.1 Pada makalah ini akan lebih dibahas mengenai
trauma kimia.
Luka bakar pada sklera, konjungtiva, kornea, dan kelopak mata disebut sebagai luka
bakar okular. Luka bakar okular diklasifikasikan berdasarkan agen etiologinya seperti trauma
kimia (asam, basa) atau trauma energi radiasi (panas, ultraviolet). Trauma kimia, terutama
yang melibatkan kornea digolongkan sebagai kedaruratan oftalmologik.6
Sebagian besar bahan kimia dapat menyebabkan iritasi mata, dan sebagian kecil dapat
menyebabkan kerusakan hebat seperti komponen asam atau basa. Trauma basa lebih sering
dan lebih berbahaya. Irigasi terus-menerus yang segera, diikuti manajemen awal yang agresif
dan monitoring jangka panjang sangat diperlukan untuk penyembuhan permukaan okular dan
memberikan kesempatan rehabilitasi visual.5
Sebagai seorang dokter umum, diperlukan ketepatan dalam mendiagnosis dan
melakukan rujukan kepada seorang oftalmologis. Trauma kimia yang terjadi pada mata sering
sekali menyebabkan kebutaan, penyebab yang utama biasanya karena kecelakaan tempat
kerja, terutama pekerjaan yang berhubungan dengan bahan kimia, selain itu penyebab lain
seperti karena kesengajaan (tindakan bunuh diri) tidak terlalu sering terjadi. Sebanyak dua
per tiga kecelakaan kimia terjadi saat bekerja sedangkan sisanya terjadi di dalam rumah
tangga.3 Trauma kimia dapat disebabkan oleh bahan alkali kuat maupun bahan asam kuat.
Pengaruh bahan kimia tersebut sangat tergantung pada pH, kecepatan dan jumlah
bahan kimia.1 Oleh karena itu trauma karena asam dan basa kuat lebih berbahaya. Trauma
karena bahan alkali dua kali lebih sering dibandingkan karena bahan asam, karena alkali lebih
3
banyak digunakan dalam industri dan rumah tangga. Trauma yang disebabkan oleh bahan
alkali lebih cepat merusak dan menembus kornea dibandingkan bahan asam. Trauma asam
kuat dapat menyebabkan pengendapan dan penggumpalan protein, sementara trauma basa
dapat menyebabkan penghancuran jaringan kolagen kornea. 1 Pada trauma kimia basa dapat
menembus ke dalam bilik mata depan dalam waktu 7 detik, karena sifat bahan basa yaitu
koagulasi sel dan proses penyabunan yang disertai dengan dehidrasi. 1

2
Penatalaksanaan yang diberikan terutama melakukan irigasi secepatnya dengan bahan
fisiologis atau air bersih. Irigasi sebaiknya dilakukan sesegera mungkin dan cukup lama,
paling sedikit 15-30 menit.1 Selain itu perlu juga ditentukan jenis bahan kimia yang mengenai
mata, hal ini bisa didapatkan dari anamnesis serta pemeriksaan dengan kertas lakmus untuk
menentukan sifat bahan, apakah sifat asam kuat atau basa kuat. Hal ini penting dilakukan
karena dalam tatalaksana diperlukan langkah untuk menetralisasi bahan. Sebagai dokter
umum, kita juga perlu menentukan kasus yang memerlukan rujukan segera.
Trauma kimia yang parah memerlukan perawatan yang lama dan intensif di rumah
sakit serta kunjungan rawat jalan yang juga berlangsung lama. Pemulihan dan rehabilitasi
membutuhkan waktu berbulan-bulan. Sebagai akibat dari kehilangan penglihatan sesisi atau
kedua-duanya maka pasien bisa kehilangan kemampuan mengemudi, kehilangan pekerjaan
dan menjadi tergantung dengan orang lain. 4

3
BAB II
STATUS PASIEN

Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Usia : 30 tahun
Alamat : Jl. Talok Tg Uban
MR : 014108

Keluhan Umum
Mata kiri merah dan buram sejak 1 jam smrs.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Engku Haji Daud dengan keluhan satu jam yang lalu,
mata kiri merah dan buram karena terkena percikan air aki, silau +, nyeri -, rasa mengganjal
+, rasa terbakar +, berair + . Pasien kemudian merendam matanya dalam mangkuk berisi air
keran selama 10 menit.

Riwayat Penyakit Dahulu


Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Disangkal

STATUS OPHTALMOLOGIS
OS OD
6/18 proyeksi baik Visus 6/5 proyeksi baik
Edema Palpebra Tenang
Injeksi silier Konjungtiva Tenang
Erosi kornea +, iskemi Kornea Jernih
limbus +
Dalam BMD Dalam
Bulat, sentral, refleks cahaya Iris / pupil Bulat, sentral, refleks cahaya
+ +
Jernih Lensa/vitreus Jernih
Kesan baik Funduskopi Kesan baik

Diagnosa Kerja : Trauma Kimia Grade I OS

4
Penatalaksanaan :
Konsul dr. Rony, Sp. M
- Irigasi NaCl 0,9%
- Chloramphenicol zalf 1x24 jam oles tebal, eversi kelopak mata dan bebat mata.
- Lyters 1 gtt/ jam
- Lfx 1gtt/jam
- Ciprofloxacin 2x500mg
- As. Mefenamat 3x500mg
- Kontrol ke poli mata

5
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Trauma Kimia Pada Mata


Trauma kimia pada mata merupakan kedaruratan di bidang penyakit mata, terutama
yang melibatkan kornea.6 Trauma kimia pada mata memerlukan perawatan segera, sebelum
dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap.3
Trauma kimia yang parah memerlukan perawatan yang lama dan intensif di rumah
sakit serta kunjungan rawat jalan yang juga berlangsung lama. Pemulihan dan rehabilitasi
membutuhkan waktu berbulan-bulan. Sebagai akibat dari kehilangan penglihatan sesisi atau
kedua-duanya maka pasien bisa kehilangan kemampuan mengemudi, kehilangan pekerjaan
dan menjadi tergantung dengan orang lain. 4
Di Amerika serikat trauma kimia merupakan penyebab sekitar 10 % kunjungan pasien
ke rumah sakit dengan keluhan pada mata. Lebih dari 60 % trauma terjadi di tempat kerja,
dan 30 % terjadi di rumah. 5
Sekitar 20 % trauma kimia menyebabkan gangguan penglihatan dan kosmetik, hanya
15 % pasien dengan trauma kimia berat yang dapat mencapai penglihatan fungsionalnya
setelah dilakukan rehabilitasi. Trauma kimia dapat terjadi pada seluruh usia, namun
kebanyakan terjadi pada usia 16-45 tahun. Pria 3 kali lebih sering terkena dari wanita, hal ini
mungkin akibat predominasi pria dalam pekerjaan perindustrian, seperti konstruksi dan
pertambangan yang risiko tinggi untuk trauma okular.5
Akibat yang ditimbulkan pada mata sangat tergantung pada jenis bahan kimia,
konsentrasi, lama pajanan, jumlah mengenai mata dan dalamnya penetrasi bahan kimia
tersebut. Mekanisme trauma berbeda antara zat asam dan basa. Dibanding bahan asam, maka
trauma basa cepat dapat merusak dan menembus kornea. 1,2,3

Trauma Asam
Asam terdisosiasi menjadi ion-ion Hidrogen dan anion di kornea. Molekul hidrogen
merusak permukaan bola mata dengan merubah pH, sedangkan anion menyebabkan
denaturasi, presipitasi dan koagulasi protein pada epitel – epitel kornea yang terpajan. 5,6
8
Presipitasi dan koagulasi permukaan bola mata disebut nekrosis koagulatif. Koagulasi
protein mencegah terjadinya penetrasi asam lebih dalam,2,5,6 sehingga bila konsentrasi tidak
tinggi tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali. Umumnya kerusakan yang terjadi
bersifat nonprogresif dan hanya pada bagian superfisial saja.5

6
Asam hidrofluorat adalah pengecualian dalam kasus trauma akibat asam. Asam
hidrofluorat adalah asam lemah yang dapat melewati membran sel dengan cepat, dalam
keadaan tetap tidak terionisasi,6 sementara ion fluoride berpenetrasi lebih baik ke stroma
dibanding asam lainnya sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih parah di segmen
anterior.5 Karena itu asam hidrofluorat bekerja seperti basa, menyebabkan nekrosis
liquefactive.6 Ion fluoride yang dilepaskan ke dalam sel dapat menginhibisi enzim glikolitik
dan dapat bergabung dengan kalsium dan magnesium, membentuk kompleks tidak larut.
Nyeri lokal yang hebat diduga sebagai akibat dari kegagalan imobilisasi kalsium, yang
kemudian mendorong stimulasi syaraf oleh perpindahan potassium.6
Komplikasi paling serius dari trauma asam adalah jaringan parut konjungtiva dan
kornea, vaskularisasi kornea, glaukoma dan uveitis. 7 Biasanya trauma akibat asam akan
normal kembali, sehingga tajam penglihatan tidak banyak terganggu. 1
Bila mata terkena trauma suatu bahan asam maka akan terjadi peristiwa berikut:
a. Pada minggu pertama:
 Terjadi koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea,
demikian pula terjadi koagulasi protein konjungtiva bulbi. Koagulasi protein ini
terbatas pada daerah kontak asam dengan jaringan.
 Akibat koagulasi protein ini kadang-kadang seluruh kornea terkelupas
 Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam seperti stroma
kornea, keratosit dan endotel kornea
 Bila terjadi penetrasi jaringan yang lebih dalam akan terjadi edem kornea, iritis, dan
katarak
 Bila trauma disebabkan asam lemah maka regenerasi epitel akan terjadi dalam
beberapa hari dan kemudian sembuh
 Bila trauma disebabkan asam kuat maka stroma kornea akan berwarna kelabu
infiltrasi sel radang ke dalamnya. Infiltrasi sel ke dalam stroma oleh bahan asam
terjadi dalam waktu 24 jam
 Beberapa menit atau beberapa jam sesudah trauma asam konjungtiva bulbi menjadi
hiperemis dan kemotik. Kadang-kadang terdapat perdarahan pada konjungtiva bulbi.
 Tekanan bola mata akan meninggi pada hari pertama, yang kemudian dapat menjadi
normal atau merendah.

b. Trauma asam pada minggu 1-3:


 Umumnya trauma asam mulai sembuh pada minggu kesatu sampai ketiga ini

7
 Pada trauma asam yang berat akan terbentuk ulkus kornea dengan vaskularisasi yang
bersifat progresif
 Keadaan terburuk akibat trauma asam pada saat ini ialah berupa vaskularisasi berat
pada kornea

c. Trauma asam sesudah 3 minggu:


 Trauma asam yang tidak sangat berat akan sembuh sesudah 3 minggu
 Pada endotel dapat terbentuk membran fibrosa yang merupakan bentuk penyembuhan
kerusakan endotel

Trauma Basa
Basa terdisosiasi menjadi ion hidroksil dan kation di permukaan bola mata. Ion
hidroksil membuat reaksi saponifikasi pada membran sel asam lemak, sedangkan kation
berinteraksi dengan kolagen stroma dan glikosaminoglikan. Jaringan yang rusak ini
menstimulasi respon inflamasi, yang merangsang pelepasan enzim proteolitik, sehingga
memperberat kerusakan jaringan. Interaksi ini menyebabkan penetrasi lebih dalaM melalui
kornea dan segmen anterior. Hidrasi lanjut dari glikosaminoglikan menyebabkan kekeruhan
kornea.5 Kolagenase yang terbentuk akan menambah kerusakan kolagen kornea.1
Berlanjutnya aktivitas kolagenase menyebabkan terjadinya perlunakan kornea.7
Hidrasi kolagen menyebabkan distorsi dan pemendekan fibril sehingga terjadi
perubahan pada jalinan trabekulum yang selanjutnya dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intraokular. Mediator inflamasi yang dikeluarkan pada proses ini merangsang
pelepasan prostaglandin yang juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. 5,7
Basa yang menembus dalam bola mata akan dapat merusak retina sehingga akan berakhir
dengan kebutaan penderita.1
Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang sangat gawat pada
mata. Basa akan menembus dengan cepat ke kornea, bilik mata depan dan sampai pada
jaringan retina. Proses yang terjadi disebut nekrosis liquefactive. Bahan akustik soda dapat
menembus ke dalam bilik mata depan dalam waktu 7 detik.1,8
Penyulit yang dapat ditimbulkan oleh trauma basa adalah simblefaron, kekeruhan
kornea, edema dan neovaskularisasi kornea, katarak, disertai dengan terjadi ftisis bola mata.1
Penyulit jangka panjang dari luka bakar kimia adalah glaukoma sudut tertutup, pembentukan
jaringan parut kornea, simblefaron, entropion, dan keratitis sika.7

8
Trauma Iritasi
Adalah trauma kimia oleh zat iritan yang cenderung memiliki pH yang netral. Gejala
atau keluhan yang ditimbulkan cenderung lebih berat dibandingkan kerusakan sebenarnya.
Banyak deterjen rumah tangga yang masuk ke dalam kategori ini.
Pepper spray termasuk ke dalam golongan iritan. Pajanan yang terjadi dapat
memberikan rasa nyeri yang signifikan, namun pada umumnya tidak akan mempengaruhi
daya pandang, dan amat jarang menyebabkan kerusakan pada mata.9

Patogenesis
Bahan asam dan basa menyebabkan trauma dengan mekanisme yang berbeda. Baik
bahan asam (pH<4) dan alkali (pH>10) dapat menyebabkan terjadinya trauma kimia.
Kerusakan jaringan akibat trauma kimia ini secara primer akibat proses denaturasi dan
koagulasi protein selular, dan secara sekunder melalui kerusakan iskemia vaskular. Bahan
asam menyebabkan terjadinya nekrosis koagulasi dengan denaturasi protein pada jaringan
yang berkontak. Hal ini disebabkan karena bahan asam cenderung berikatan dengan protein
jaringan dan menyebabkan koagulasi pada epitel permukaaan. Timbulnya lapisan koagulasi
ini merupakan barier terjadinya penetrasi lebih dalam dari bahan asam sehingga membatasi
kerusakan lebih lanjut. Oleh karena itu trauma asam sering terbatas pada jaringan superfisial.
10

Terdapat pengecualian yaitu asam hidrofluorik yang dapat menyebabkan nekrosis


likuefaksi yang mirip pada alkali. Bahan asam hidrofluorik ini dapat dengan cepat menembus
kulit sampai ke pembuluh darah sehingga terjadi diseminasi ion fluoride. Ion fluoride ini
kemudian mempresipitasi kalsium sehingga menyebabkan hipokalsemi dan metastasis
kalsifikasi yang dapat mengancam jiwa. 10
Bahan alkali dapat menyebabkan nekrosis likuefaksi yang potensial lebih berbahaya
dibandingkan bahan asam. Larutan alkali mencairkan jaringan dengan jalan mendenaturasi
protein dan saponifikasi jaringan lemak. Larutan alkali ini dapat terus mempenetrasi lapisan
kornea bahkan lama setelah trauma terjadi. 10
Kerusakan jangka panjang pada konjungtiva dan kornea meliputi defek pada epitel
kornea, simblefaron serta pembentukan jaringan sikatriks. Penetrasi yang dalam dapat
menyebabkan pemecahan dan presipitasi glikosaminoglikan dan opasitas lapisan stroma
kornea. Jika terjadi penetrasi pada bilik mata depan, dapat terjadi kerusakan iris dan lensa.
Kerusakan epitel silier dapat menggangu sekresi asam askorbat yang diperlukan untuk
produksi kolagen dan repair kornea. Selain itu dapat terjadi hipotoni dan ptisis bulbi. 3

9
Proses penyembuhan dapat terjadi pada epitel kornea dan stroma melalui proses
migrasi sel epitel dari stem cells pada daerah limbus. Kolagen stroma yang rusak akan
difagositosis dan dibentuk kembali. 3

Klasifikasi Derajat Berat Trauma Kimia


Gradasi dan prognosis trauma kimia ditentukan berdasarkan kerusakan kornea dan
iskemia limbus. Iskemia limbus merupakan faktor klinis yang sangat penting karena
menunjukkan level kerusakan pada pembuluh darah di limbus dan mengindikasikan
kemampuan stem sel kornea (yang terdapat di limbus) untuk regenerasi kornea yang rusak.
Oleh karena itu, pada trauma kimia mata putih lebih berbahaya dibanding mata merah.
Ada 2 jenis klasifikasi derajat trauma kimia yang sering digunakan pada praktek
sehari-hari.
Derajat beratnya trauma kimia (menurut Roper-Hall) dibagi atas : 3
 Grade I : kornea jernih, tidak terdapat iskemia limbus (prognosis sangat baik)
 Grade II : kornea hazy tetapi detail iris masih tampak, dengan iskemia limbus <
sepertiga (prognosis baik)
 Grade III :detail iris tidak terlihat, iskemia limbus antara sepertiga sampai setengah
 Grade IV : kornea opak, dengan iskemia limbus lebih dari setengah (prognosis sangat
buruk)
Gradasi klinis berdasarkan kerusakan stem sel limbus (menurut kriteria Hughes), yang
digunakan di departemen mata RSCM yaitu :
I. Iskemia limbus yang minimal atau tidak ada
II. Iskemia kurang dari 2 kuadran limbus
III. Iskemia lebih dari 3 kuadran limbus
IV. Iskemia pada seluruh limbus, seluruh permukaan epitel konjungtiva dan bilik mata
depan
Selain pembagian tersebut diatas, khusus untuk trauma basa dapat diklasifikasikan
menurut Thoft menjadi :

Derajat 1 : hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata

Derajat 2 : hiperemi konjungtiva disertai dengan hilangnya epitel kornea

Derajat 3 : hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel kornea

Derajat 4 : konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%11

10
Gejala Klinis
Diagnosis trauma kimia pada mata lebih sering didasarkan pada anamnesis
dibandingkan atas dasar tanda dan gejala. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri dengan derajat
yang bervariasi, fotofobia, penurunan penglihatan serta adanya halo di sekitar cahaya.10
Umumnya pasien datang dengan keluhan adanya riwayat terpajan cairan atau gas
kimia pada mata. Keluhan pasien biasanya nyeri setelah terpajan, rasa mengganjal di mata,
pandangan kabur, fotofobia, mata merah dan rasa terbakar. 5
Jenis bahan sebaiknya digali, misalnya dengan menunjukkan botol bahan kimia, hal
ini dapat membantu menentukan jenis bahan kimia yang mengenai mata. Waktu dan durasi
dari pajanan, gejala yang timbul segera setelah pajanan, serta penatalaksanaan yang telah
diberikan di tempat kejadian juga merupakan anamnesis yang dapat membantu dalam
diagnosis.10

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang cermat harus ditunda setelah dilakukan irigasi yang banyak
pada mata yang terkena dan PH mata telah netral. Setelah dilakukan irigasi, dilakukan
pemeriksaan dengan seksama terutama melihat kejernihan dan integritas kornea, iskemia
limbus dan tekanan intraokular. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pemberian anestesi
topikal.5
Tanda-tanda yang dapat ditemui pada pemeriksaan fisik dan oftalmologi adalah :
 Defek epitel kornea, dapat ringan berupa keratitis pungtata sampai kerusakan seluruh
epitel. Kerusakan semua epitel kornea dapat tidak meng-up take fluoresin secepat
abrasi kornea sehingga dapat tidak teridentifikasi.
 Kekeruhan kornea yang dapat bervariasi dari kornea jernih sampai opasifikasi total
sehingga menutupi gambaran bilik mata depan.
 Perforasi kornea. Sangat jarang terjadi, biasa pada trauma berat yang
penyembuhannya tidak baik.
 Reaksi inflamasi bilik mata depan, dalam bentuk flare dan cells. Temuan ini biasa
terjadi pada trauma basa dan berhubungan dengan penetrasi yang lebih dalam.
 Peningkatan tekanan intraokular
 Kerusakan / jaringan parut pada adneksa. Pada kelopak mata hal ini menyebabkan
kesulitan menutup mata sehingga meng-exspose permukaan bola yang telah terkena
trauma.
 Inflamasi konjungtiva.

11
 Iskemia perilimbus
 Penurunan tajam penglihatan. Terjadi karena kerusakan epitel, kekeruhan kornea,
banyaknya air mata.
Pada trauma derajat ringan sampai sedang biasanya yang dapat ditemukan berupa
kemosis, edema pada kelopak mata, luka bakar derajat satu pada kulit sekitar, serta
adanya sel dan flare pada bilik mata depan. Pada kornea dapat ditemukan keratitis
pungtata sampai erosi epitel kornea dengan kekeruhan pada stroma. Sedangkan pada
derajat berat mata tidak merah, melainkan putih karena terjadinya iskemia pada pembuluh
darah konjungtiva. Kemosis lebih jelas, dengan derajat luka bakar yang lebih berat pada
kulit sekitar mata, serta opasitas pada kornea.10

Penyebab
 Alkali:Ammonia , Lye, Potassium hydroxide, Magnesium hydroxide, Lime
 Produk yang mengandung alkali : Fertilizers, produk pembersih(ammonia), drain
cleaners (lye), Oven cleaners, Potash (potassium hydroxide), Fireworks (magnesium
hydroxide),Cement (lime)
 Asam: Sulfuric acid, Sulfurous acid (paling sering), Hydrofluoric acid (paling fatal) ,
Acetic acid,Chromic acid,Hydrochloric acid
 Produk yang mengandung asam : Baterai(sulfuric),Glass polish
(hydrofluoric),Vinegar (acetic)
 Produk yang mengandung iritan : Pepper spray

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan PH permukaan bola mata secara periodik dan melanjutkan irigasi sampai
PH netral. Selain itu, pemeriksaan seperti tes flourescein, tes tonometri Goldman, tes
Schimmer, tes sitologi impresi juga perlu dilakukan. Pemeriksaan laboratorium diperlukan
jika terdapat kelainan sistemik lain.5

Tatalaksana
Trauma kimia merupakan trauma mata yang membutuhkan tatalaksana sesegera
mungkin. Tujuan utama dari terapi adalah menekan inflamasi, nyeri, dan risiko inflamasi.6
Tatalaksana emergensi yang diberikan yaitu: 10
1. Irigasi mata, sebaiknya menggunakan larutan Salin atau Ringer laktat selama
minimal 30 menit. Jika hanya tersedia air non steril, maka air tersebut dapat

12
digunakan. Larutan asam tidak boleh digunakan untuk menetralisasi trauma basa.
Spekulum kelopak mata dan anestetik topikal dapat digunakan sebelum dilakukan
irigasi. Tarik kelopak mata bawah dan eversi kelopak mata atas untuk dapat
mengirigasi fornices.
2. Lima sampai sepuluh menit setelah irigasi dihentikan, ukurlah pH dengan
menggunakan kertas lakmus. Irigasi diteruskan hingga mencapai pH netral (pH=7.0)
3. Jika pH masih tetap tinggi, konjungtiva fornices diswab dengan menggunakan
moistened cotton-tipped applicator atau glass rod. Penggunaan Desmarres eyelid
retractor dapat membantu dalam pembersihan partikel dari fornix dalam.
Selanjutnya, tatalaksana untuk trauma kimia derajat ringan hingga sedang meliputi: 10
1. Fornices diswab dengan menggunakan moistened cotton-tipped applicator atau glass
rod untuk membersihkan partikel, konjungtiva dan kornea yang nekrosis yang
mungkin masih mengandung bahan kimia. Partikel kalsium hidroksida lebih mudah
dibersihkan dengan menambahkan EDTA.
2. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) dapat diberikan untuk mencegah spasme
silier dan memiliki efek menstabilisasi permeabilitas pembuluh darah dan mengurangi
inflamasi.
3. Antibiotik topikal spektrum luas sebagai profilaksis untuk infeksi. (tobramisin,
gentamisin, ciprofloxacin, norfloxacin, basitrasin, eritromisin)
4. Analgesik oral, seperti acetaminofen dapat diberikan untuk mengatasi nyeri.
5. Jika terjadi peningkatan tekanan intraokular > 30 mmHg dapat diberikan
Acetazolamid (4x250 mg atau 2x500 mg ,oral), beta blocker (Timolol 0,5% atau
Levobunolol 0,5%).
6. Dapat diberikan air mata artifisial (jika tidak dilakukan pressure patch).
Tatalaksana untuk trauma kimia derajat berat setelah dilakukan irigasi, meliputi: 10
1. Rujuk ke rumah sakit untuk dilakukan monitor secara intensif mengenai tekanan
intraokular dan penyembuhan kornea.
2. Debridement jaringan nekrotik yang mengandung bahan asing
3. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) diberikan 3-4 kali sehari.
4. Antibiotik topikal (Trimetoprim/polymixin-Polytrim 4 kali sehari; eritromisin 2-4
kali sehari)
5. Steroid topikal ( Prednisolon acetate 1%; dexametasone 0,1% 4-9 kali per hari).
Steroid dapat mengurangi inflamasi dan infiltrasi netrofil yang menghambat
reepitelisasi. Hanya boleh digunakan selama 7-10 hari pertama karena jika lebih

13
lama dapat menghambat sintesis kolagen dan migrasi fibroblas sehingga proses
penyembuhan terhambat, selain itu juga meningkatkan risiko untuk terjadinya lisis
kornea (keratolisis). Dapat diganti dengan non-steroid anti inflammatory agent.
6. Medikasi antiglaukoma jika terjadi peningkatan tekanan intraokular. Peningkatan
TIO bisa terjadi sebagai komplikasi lanjut akibat blokade jaringan trabekulum oleh
debris inflamasi.
7. Diberikan pressure patch di setelah diberikan tetes atau salep mata.
8. Dapat diberikan air mata artifisial.
Selain pengobatan tersebut diatas, pemberian obat-obatan lain juga bermanfaat
dalam menurunkan proses inflamasi, meningkatkan regenerasi epitel dan mencegah
ulserasi kornea. Obat tambahan yang biasa diberikan:3

Asam askorbat : berfungsi untuk meningkatkan produksi kolagen, diberikan secara
topikal dan sistemik. Beberapa riset menunjukkan pemberian topikal asam askorbat
10% terbukti dapat menekan perforasi kornea. Akan tetapi, tatalaksana ini baru
digunakan pada tahap eksperimental (asam askorbat topikal 10% , setiap 2 jam dan
sistemik 4x 2 g per hari). 6

Asam sitrat : merupakan inhibitor kuat terhadap aktivitas neutrofil. Pemberian topikal
10% setiap 2 jam selama 10 hari.

Tetrasiklin : membantu menghambat proses kolagenase, menghambat neutrofil dan
mengurangi ulserasi. Biasanya pemberian secara topikal dan sistemik (doksisiklin 2 x
100 mg)3

Untuk tatalaksana trauma oleh asam hidrofluorat, medikasi yang optimum masih
belum dilakukan. Beberapa studi menggunakan 1% calcium gluconate sebagai media
irigasi atau untuk tetes mata. Bahan – bahan mengandung Magnesium juga digunakan
pada kasus ini. Sayangnya, masih sedikit penelitian yang mendukung efektifitas terapi
– terapi tersebut. Irigasi mengunakan magnesium klorida terbukti tidak bersifat toksik
terhadap mata. Efek positif dari terapi ini dilaporkan masih dapat ditemukan
walaupun pada pemberian 24 jam setelah cedera, dimana medikasi lainnya sudah
tidak berguna. Beberapa penulis merekomendasikan penggunaan sebagai tetes mata
setiap 2 – 3 jam atas pertimbangan irigasi dapat mengiritasi mata dan menimbulkan
ulserasi kornea.6

Injeksi subkonjungtival kalsium glukonat dan kalsium klorida tidak direkomendasikan
karena terbukti tidak bermanfaat dalam terapi.6

14

Terapi bedah dini penting untuk revaskularisasi limbus, restorasi populasi sel limbus
dan membentuk fornises. Sedangkan terapi bedah lanjutan meliputi graft konjungtiva
atau membran mukosa, koreksi deformitas kelopak mata, keratoplasti, serta
keratoprostheses.3
Tatalaksana berdasarkan prosedur standar di bagian IP mata RSCM berdasarkan gradasi,
dan lamanya trauma kimia tersebut.
Berdasarkan fase lamanya trauma kimia, dibagi menjadi :
I. Fase Kejadian (immediate)
Tujuan : menghilangkan materi penyebab sebersih mungkin
Tindakan :
 Irigasi Bahan Kimia
o Pembilasan dilakukan segera, bila mungkin berikan anastesi topikal terlebih
dahulu. Pembilasan dengan larutan non-toxic (NaCl 0.9%, Ringer Lactat dsb),
sampai pH air mata kembali normal (dinilai dengan kertas Lakmus). Pembilasan
dilakukan segera, bila mungkin berikan anastesi terlebih dahulu. Pembilasan
dengan larutan non-tosis (NaCl 0.9%, RL dsb), sampai pH air mata kembali
normal (dinilai dengan kertas Lakmus). Pembilasan dilakukan selama mungkin
dan paling sedikit 15-30 menit (60 mnt untuk trauma basa). Untuk bahan asam
dipergunakan larutan natrium bikarbonat 3%, sedangkan untuk basa digunakan
larutan asam borat, asam asetat 0,5% atau buffer asam asetat pH 4,5% untuk
menetralisir. Pendapat lain menganjurkan untuk memakai cairan yang netral.
o Benda asing yang melekat dan jaringan bola mata yang nekrosis harus dibuang
(pada anak-anak, jika perlu dalam narkose).
o Bila diduga telah terjadi penetrasi bahan kimia kedalam bilik mata depan (BMD),
dilakukan irigasi BMD dengan larutan RL.
 Diagnosa berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, oftalmologis dan penentuan gradasi
klinis.
 Penderita dirawat bila sesuai indikasi

II. Fase Akut (sampai hari ke 7)


Tujuan : Mencegah terjadinya penyulit
Prinsip :
 Mempercepat proses re-epitelisasi kornea

15
 Mengontrol tingkat peradangan
o Mencegah infiltrasi sel-sel radang
o Mencegah pembentukan enzim kolagenase
 Mencegah infeksi sekunder
 Mencegah peningkatan tekanan bola mata
 Suplement / anti oksidan
 Tindakan pembedahan

Penatalaksanaan
Tdkn Gradasi I Gradasi II Gradasi III Gradasi IV
A - Bandage lens Bandage lens Bandage lens
Autoserum tetes 6x Autoserum tetes jam
B (AB+) Kortikosteroid Dexamethason/Pred Dexamethason/Predn
steroid tetes 6x nison tetes/jam ison tetes/30 menit
tetes 4-6x Na-EDTA 1% Na-EDTA tetes/ Na-EDTA tetes/ 30
EDTA 1% tetes 6x jam menit
tetes 4-6x Autoserum tetes 6x Autoserum tetes/jam
C Antibiotik Tetrasiklin salep Tetrasiklin salep 4x Tetrasiklin salep 4x
(+ steroid) 4x Doksisiklin Doksisiklin 2x100mg
4-6x Doksisiklin 2x100mg
2x100mg
D - Timolol 0,5% Timolol 0,5% tetes Timolol 0,5% tetes
tetes 2x 2x 2x
Asetazolamid Asetazolamid
2x500mg + 2x500mg + substitusi
substitusi ion ion Kalium
Kalium
E SA 1% 3x SA 1% 3x SA 1% 3x SA 1% 3x
Vit.C4x500 Vit.C 4x500 mg Vit.C 4x500 mg Vit.C 4x500 mg
mg
F Nekrotomi + graf Nekrotomi + graf
konjungtiva-limbus konjungtiva-limbus

III. Fase Pemulihan Dini (early repair : hari ke 7 – 21)


Tujuan : Membatasi tingkat penyulit

16
Masalah:
 Hambatan re-epitelisasi kornea
 Gangguan fungsi kelopak mata
 Hilangnya sel Goblet
 Ulserasi stroma perforasi kornea

Prinsip : sesuai dengan Phase II

Penatalaksanaan
Tdkn Gradasi I Gradasi II Gradasi III Gradasi IV
A Re- Rerepitelisasi (+) Bandage lens Bandage lens
epitelisasi Bandage lens Autoserum tetes 6x Autoserum tetes jam
sempurna terus
(+)
B (AB+) Kortikosteroid Dexamethason/Predni Dexamethason/Predn
steroid tetes tetes tapp off son tetes tapp off/ ison ganti :
tapp off Na-EDTA 1% ganti dengan : NSAID tetes/ jam
tetes tapp off NSAID Na-EDTA tetes/ 30
(Indomethasin/Diklof menit
enac)tetes 6x/jam Autoserum tetes/jam
Na-EDTA tetes/ jam
Autoserum tetes 6x
C Antibiotik Tetrasiklin salep Tetrasiklin salep 4x Tetrasiklin salep 4x
(+ steroid) 4x Doksisiklin 2x100mg Doksisiklin 2x100mg
tapp Doksisiklin
2x100mg
D - Peningkatan TIO Peningkatan TIO (-): Timolol 0,5% tetes
(-) Timolol,Asetazolami 2x
Timolol stop d substitusi ion Asetazolamid +
Kalium stop subst ion Kalium
terus
E Uveitis : SA Uveitis : SA stop SA 1% 3x SA 1% 3x
stop Vit.C 4x500 mg Vit.C 4x2000 mg Vit.C 4x2000 mg
Retinoic acid salep 2x Vit A dan E
F Jaringan nekrotik : Jaringan nekrotik :

17
eksisi eksisi
Ulserasi stroma : graf Ulserasi stroma : graf

IV. Fase Pemulihan Akhir (late repair : setelah hari ke 21)


Tujuan : Rehabilitasi fungsi penglihatan
Masalah :
 Disfungsi sel Goblet
 Hambatan re-epitelisasi Kornea
 Ulserasi stroma (gradasi III dan IV)

Prinsip :
 Mempercepat proses re-epitelisasi kornea, atau optimalisasi fungsi epitel permukaan
 Dan seterusnya sesuai dengan phase II

Penatalaksanaan
Tdkn Gradasi Gradasi II Gradasi III Gradasi IV
I
A Solcoser Epiteliopati Epiteliopati (): Reepitelisasi () :
y 3x (): Solcosery 4x Bandage lens diteruskan
Solcosery 4x Retinoic acid 1% 1x
malam
B - NSAID tetes NSAID tetes 4x NSAID 4-6x
4x Medrox-progestron Medroxy-progesteron 4-6x
1% 4x Na-EDTA 4-6x
Autoserum 4-6x
C - - - Tetrasiklin salep 4x
Doksisiklin 2x100mg
D - - - Peningkatan TIO (-) :
Timolol 0,5% tapp off
Asetazolamid + substitusi
ion Kalium stop
E - - - Uveitis (-) : SA stop
Vit.C 4x2000 mg, vit A
dan E

18
F - - - Jaringan nekrotik : eksisi
Ulserasi stroma : graf

Rujukan
Setelah terapi inisial dan irigasi, pasien harus dirujuk ke fasilitas dimana terdapat
dokter mata.

Pencegahan
Edukasi dan pelatihan untuk mencegah pajanan zat kimia di tempat kerja dapat
mencegah terjadinya trauma kimia pada mata. Pekerja yang dapat terpajan zat kimia di
tempat kerja harus menggunakan safety goggles.5
Trauma kimia pada anak sering terjadi karena tidak adanya pengawasan. Letakkan
semua produk rumah tangga yang dapat menimbulkan bahaya di tempat yang tidak dapat
dijangkau oleh anak-anak.6

19
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien mengalami mata kiri merah, buram yang disertai rasa nyeri, rasa mengganjal
dikarenakan trauma kimia yang bersifat asam (air aki). Mata merah pada pasien disebabkan
karena iritasi akibat bahan kimia asam. Penurunan tajam penglihatan dapat terjadi karena
kerusakan epitel kormea. Edema palpebra terjadi karena reaksi inflamasi terhadap bahan
asam tersebut.
Mata pasien nampak merah, hal tersebut menandakan belum terjadinya iskemia di
pembuluh darah konjungtiva. Berdasarkan kriteria Hughes, yakni derajat kerusakan stem sel
limbus karena trauma kimia kasus ini digolongkan ke dalam derajat I, yaitu telah terjadi
iskemia limbus yang minimal atau tidak ada. Menurut kriteria Thoft, trauma ini tergolong ke
dalam derajat II, yakni terdapat hiperemis konjungtiva dan hilangnya epitel kornea.
Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam kornea.
Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH, sementara anion
merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein
umumnya mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan
tampilan ground glass  dari stroma korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga
trauma pada mata yang disebabkan oleh zat kimia asam cenderung lebih ringan daripada
trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa.
Asam hidroflorida adalah satu pengecualian. Asam lemah ini secara cepat melewati
membran sel, seperti alkali. Ion fluoride dilepaskan ke dalam sel, dan memungkinkan
menghambat enzim glikolitik dan bergabung dengan kalsium dan magnesium
membentuk insoluble complexes. Nyeri local yang ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari
immobilisasi ion kalsium, yang berujung pada stimulasi saraf dengan pemindahan ion
potassium. Fluorinosis akut bisa terjadi ketika ion fluoride memasuki sistem sirkulasi, dan
memberikan gambaran gejala pada jantung, pernafasan, gastrointestinal, dan neurologik.5
Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan
presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer dari jaringan
terhadap bahan asam serta adanya presipitasi protein maka kerusakannya cenderung
terlokalisir. Bahan asam yang mengenai kornea juga mengadakan presipitasi sehingga terjadi
koagulasi, kadang-kadang seluruh epitel kornea terlepas. Bahan asam tidak menyebabkan
hilangnya bahan proteoglikan di kornea. Bila trauma diakibatkan asam keras maka reaksinya
mirip dengan trauma basa.7

20
Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein epitel
kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga bila konsentrasi tidak tinggi
maka tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali. Biasanya kerusakan hanya pada
bagian superfisial saja. Koagulasi protein ini terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan
jaringan. Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam.
Teori terbentuknya kolagenase adalah pada defek epitel kornea akan terbentuk
plasminogen aktivator. Kemudian akan terjadi perubahan plasminogen menjadi plasmin yang
dibantu oleh adanya plasminogen aktivator tersebut. Plasmin yang terbentuk, melalui C3a,
akan mengeluarkan faktor kemotaktik untuk leukosit polimorfonuklear (PMN). Selanjutnya
akan terjadi perubahan proses kolagenase yang pada awal bersifat laten, berubah menjadi
kolagenase aktif akibat terdapatnya tripsin, plasmin, dan ketopepsin yang muncul pada waktu
adanya defek pada kornea. Kolagenase yang terbentuk akan menambah kerusakan kolagen
kornea. Berlanjutnya aktivitas kolagenase menyebabkan terjadinya perlunakan kornea.
Tujuan pasien melakukan pengaliran air (irigasi) pada mata yang terkena bahan kimia
tersebut adalah untuk menghilangkan materi penyebab sebersih mungkin. Irigasi yang
dilberikan sebaiknya dilakukan selama 60 menit. Chloramphenicol diberikan sebagai
antibiotik. Steroid dapat mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutrofil yang menghambat
reepitelisasi kornea, namun steroid tersebut tidak boleh digunakan lebih dari 10 hari pertama
karena dapat menghambat sintesis kolagen dan migrasi fibroblas sehingga proses
penyembuhan terhambat, selain itu juga meningkatkan resiko terjadinya lisis kornea atau
keratolisis. Antibiotik yang terdapat di dalam kandungan chloramphenicol berguna untuk
mencegah terjadinya infeksi oleh kuman oportunis.
Setelah pasien diberikan kortikosteroid dan antibiotik tetes atau topikal, pressure
patch dapat diberikan dengan tujuan untuk mencegah infeksi. Setelah terapi inisial dan
irigasi, pasien harus dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan mata tingkat sekunder untuk
pemeriksaan dan penatalaksanaan lebih lanjut berupa tes fluoresens untuk melihat adanya
defek kornea, tonometri Goldman untuk menilai tekanan intra okular, dan tes Schimmer
untuk menilai produksi air mata.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Trauma mata. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta. Balai
Penerbit FKUI. 2004.h.271-3
2. Berson, FG. Ocular and Orbital Injuries. In: Basic Ophtalmology. 6th ed. American
Academy of Ophtalmology. 1993. p. 82-7
3. Kanski Jack J, editor. Clinical ophtalmology a sistemic approach. 3 Rev ed.
Oxford:Butterworth Heinamann Ltd; 1994.p 89.
4. Driscoll AM, Shah P, Anggarwal RK, Chell PB, Ross MW, McDonnell PJ. Occular
injuries due too alkaline substances. BMJ 1995;310:943.
5. Randleman JB. Chemical burns. Available from URL: http://www. emedicine.com
6. Cheh IA. Occular burns. Emedicine [online] 2006 February [ cited 2007 October 8 ].
Available from URL: http://www.emedicine.com/emerg/topic736.htm
7. Asbury T, Sanitato JJ. Trauma. In : Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, editors.
Oftalmologi Umum. Edisi ke 14. Jakarta, Penerbit Widya Medika. 1996.p.384-5.
8. Broocker G, Mendicino ME, Stone CM. Injury to the eye. In: Mattox KL, Fellicino
DV, Moore EE, editors. Trauma. 4th ed. New York: Mc-Graw Hill; 2000.p.406-7.
9. Sachdeva Deepak.Chemical Eye Burns. Emedicine [online] 2002 April [cited 2007
October 8]. Available from URL: http://www.emedicine.com/AAEM/topic102.htm
10. Rhee DJ, Pyfer MF, editors. The Wills Eye Manual: office and emergency room
diagnosis and treatment of eye disease. 3rdedition. Philadelphia: Lippincott
Williams&Wilkins;1999.p.19-22.
11. Prosedur standar diagnostik dan tatalaksana RSCM.

22

Anda mungkin juga menyukai