id
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Pustaka
1. Hakikat Pendidikan Karakter
a. Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah proses untuk mengubah jati diri seorang peserta
didik untuk lebih maju. Menurut John Dewey (Listiyarti, 2012: 2) pendidikan
adalah merupakan salah satu proses pembaharuan makna pengalaman.
Sedangkan menurut H. Horne, pendidikan merupakan proses yang terjadi
secara terus-menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk
manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar
kepada Tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar, intelektual,
emosional, dan kemanusiaandari manusia.
Menurut UU No. 2 1989 dan PP No. 73 Tahun 1991, pendidikan
diselenggarakan melalui dua jalur yaitu jalur sekolah dan jalur luar sekolah.
Sedangkan untuk mendapatkan pendidikan, berdasarkan ruang lingkupnya
pendidikan dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis, yaitu pendidikan
formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal. Pendidikan formal
dapat ditempuh melalui lembaga pendidikan formal seperti sekolah,
pendidikan nonformal bisa melalui sanggar-sanggar, bimbingan belajar, dan
bimbingan lain diluar sekolah, sedangkan pendidikan informal dapat
diperoleh melalui pendidikan di dalam ruang lingkup keluarga.
b. Pengertian Karakter dan Pendidikan Karakter
Karakter yang kuat adalah sandangan fundamental yang memberikan
kemampuan kepada populasi manusia untuk hidup bersama dalam kedamaian
serta membentuk dunia yang dipenuhi dengan kebaikan dankebajikan, yang
bebas dari kekerasan dan tindakan-tindakan tidak bermoral. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (2008) karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik
yang terpatri dalam diri dan terejawantahakan dalam perilaku (Kementrian
Pendidikan Nasional,2010).commit to user
6
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Orang Bijak
Memiliki Kemauan
yang Kuat
Memiliki Perasaan
yang Halus
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10
11
besar berasal dar tanah Jawa, di antaranya adalah wayang wong (wayang orang),
wayang golek, wayang kulit (purwa), wayang makao/potehi, wayang klithik,
wayang gedog, wayang krucil, wayang suluh, wayang madya, wayang kampung
sebelah, wayang wahyu, wayang beber, wayang suket, dan masih banyak lagi.
3. Wayang Beber
Mengenai pengertian wayang beber Santosa berpendapat, “Wayang
beber adalah wayang yang terbuat dari kain atau kulit lembu yang berupa
beberan atau lembaran. Tiap beberan merupakan satu adegan cerita. Bila sudah
tak dimainkan lembaran ini dapat digulung” (2012 : 14). Dalam pagelaran
wayang beber, dalang membeberkan (membuka) gulungan tadi sedikit demi
sedikit kemudian mengisahkan peristiwa (lakon) yang tergambar digulungan
hingga selesai. Wayang ini dibuat pada zaman kerajaan Majapahit.
Pada masa kerajaan Majapahit, wayang beber menjadi populer di
kalangan rakyat dan istana. Pada tahun 1301 Saka atau 1379 Masehi wayang
beber mengalami penyempurnaan, menurut Serat Sastramiruda, Raden
Sungging Prabangkara putra Prabu Brawijaya yang terakhir, memperbaharui
pakaian (busana) wayang beber. Dihias dengan macam-macam warna,
disesuaikan dengan (busana) satria, punggawa, dan para raja.
Dari masa Majapahit, wayang beber terus berkembang sampai ke masa
kerajaan Demak. Pada waktu itu mulai timbul kerajaan Islam di Jawa, dan mulai
terjadi perubahan-perubahan yang menentukan perkembangan wayang beber di
masa selanjutnya, karena dalam agama Islam tidak diijinkan gambar-gambar
manusia (makhluk hidup). Pada kerajaan Demak terdapat suatu peristiwa
penting, yaitu pergantian cerita wayang beber. Wayang beber yang semula
mempunyai cerita purwa diganti dengan cerita gedog (siklus Panji) oleh sunan
Bonang pada tahun 1564 Masehi. (Suharyono, 2005: 56-61).
Berdasarkan berbagai peristiwa yang berpengaruh terhadap visual
wayang beber, maka wayang beber termasuk jenis wayang yang cukup banyak
mengalami perkembangan dan perubahan visual sesuai dengan jiwa zamannya.
commit to user
Demikian, wayang beber merupakan wayang yang cukup tua sejarah
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12
kemunculannya. Di antara yang masih tersisa saat ini ada wayang beber Pacitan,
yang berasal dari Desa Karangtalun, Gedompol, Kecamatan Donorojo,
Kabupaten Pacitan merupakan salah satu wayang beber yang masih aktif dalam
melestarikan wayang beber. (Gozali, 2014 : 11)
13
ini terinspirasi dari kehidupan petani jawa yang erat kaitannya dengan istilah
pranata mangsa atau yang sering dikenal dengan pengaturan musim.
Pranata mangsa itu sendiri identik dengan gejala alam dan kondisi manusia
yang berperan di dalamnya. Imajinasi ini muncul tidak terlepas dari kondisi
sosial masyarakat petani Jawa. Kondisi sosial masyarakat dalam menyikapi
alam sebagai wacana untuk mengatakan, menuliskan, dan menggambarkan
suatu peristiwa, pengalaman, serta pandangan hidup. Dengan demikian
pranata mangsa menarik untuk dikembangkan dan dijadikan karya seni
sungging wayang beber.
Pranata mangsa mengajarkan tentang bagaimana keseimbangan
alam berperan penting bagi kelangsungan bumi. Bumi dan manusia harus
memiliki hubungan harmonis, hubungan spiritualisme inilah yang membuat
petani Jawa dapat bertahan hidup. Bumi telah menjadi bagian kerohanian
mereka, bagaikan simbiosis mutualisme yang selalu berputar dalam setiap
siklus tahunan. (Wibisono, 2016: 59) Beberapa peranan pranata mangsa
dalam masyarakat petani Jawa, yang dapat terbaca dengan jelas, meliputi:
hubungan manusia dengan alam, sifat-sifat mangsa, pembagian waktu
dalam setiap tahun, dan pengaruh mangsa dalam kehidupan manusia atau
masyarakat petani Jawa.
Pranata mangsa (pengaturan musim) ini merupakan sebuah
pedoman hidup bagi petani Jawa dalam melakukan berbagai aktivitas
pertanian yang didasarkan pada 12 mangsa (musim) dalam satu tahun.
Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang pesat,
wayang beber tani ini muncul sebagai media refleksi yang mengandung
nilai-nilai luhur masyarakat Jawa yang sudah ada sejak dulu dan kini mulai
ditinggalkan. Selain itu wayang beber tani merupakan suatu gebrakan untuk
generasi muda untuk terus berkarya.
Wayang beber tani ini terdiri atas 24 pejagong (episode) yang
terdapat dalam enam gulung naskah wayang beber, setiap satu gulung
wayang beber terdapat empat pejagong (episode) yang menceritakan
tentang : commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14
15
peningkatan hasil panen, dan waktu panen yang tepat, dan aktivitas
lainnya.
Wayang beber tani menjadi gambaran kehidupan masyarakat Jawa yang
sebagian besar dari mereka berada dalam sektor agraris dan berprofesi
sebagai petani. Kehidupan pedesaan yang kental muncul dari goresan-
goresan sungging wayang beber tani dengan penuh makna. Selain sebagai
sarana berkreasi dan hiburan wayang beber tani juga sebagai media dalam
pendidikan dan menambah wawasan generasi muda.
Menurut Wibisono (2016: 52) Sunggingan di Jawa seringkali
memiliki makna simbolis dari kehidupan manusia sebagai microcosmos
(jagad cilik) dan macrocosmos (alam semesta). Sebagai warna alam
semesta misalnya: merah-warna api, kuning-warna udara, putih-warna air,
hijau-warna kesuburan tanaman dan hitam atau coklat-warna bumi.
Kelima warna tersebut disebut Pancamaya (merah, hijau, kuning, hitam,
putih) yang menjadi dasar filsafat ketimuran, sebagai cermin watak
kepribadian perasaan. Dalam kejawen warna: api, udara, air, tanaman dan
tanah disebut “sederek sekawan gangsal pancer”, dalam sifat manusia
melambangkan:
1. Putih (seta)-warna air-mutmainah-suci, berbakti, pasrah.
2. Hitam (kresna)-warna bumi-aluamah-kejahatan, kuat, perkasa,tabah,
sedih, dan sebagainya.
3. Kuning (jenar)-warna udara-sufiah-nafsu birahi, luhur, agung,
gembira, cerdas.
4. Merah (dadu)-warna api-amarah brangasan-berwatak berani, hidup,
dinamis, dan sebagainya.
5. Hijau (wilis)-warna tanaman-mulhimah-arah, segar, harapan damai,
mujur, dan sebagainya.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16
17
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18
5. Semiotika
Kata “semiotika” berasal dari bahasa Yunani, seme, seperti dalam
semeiotikos, yang berarti penafsir tanda. Berdasarkan asal kata tersebut, Cobley
(2002: 4) berpendapat, “Sebagai suatu disiplin, semiotika berarti ilmu analisis
tanda atau studi tentang bagaimana sistem penandaan berfungsi”. Seperti
pendapat dari Sachari (2003: 61) yang menyatakan bahwa, “Semiotika secara
populer telah digunakan oleh seorang ahli filsafat Jerman, Lambert, pada abad
ke-18 sebagai padanan kata dari logika. Dalam konteks lain, kita juga mengenal
kata semiotika dipadankan dengan semiotik, semantik, semasiology,semiology,
sememiks dan semiks”.
Dua tokoh utama perintis semiotika dalam linguistik adalah Charles
Sanders Pierce (1839-1914) dan Ferdinan de Saussure (1857-1913). Kedua
tokoh ini tidak saling kenal ataupun berhubungan. Pierce adalah seorang ahli
commit to user
filsafat dan ahli logika yang berdomisili di Jerman, sedangkan Saussure adalah
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19
ahli linguistik umum dan tinggal di Perancis. Menurut Pierce logika mempelajari
bagaimana orang bernalar, berfikir, berkomunikasi, dan memberi makna apa
yang ditampilkan oleh alam kepada orang lain melalui tanda. Pemaknaan ‘tanda’
bagi Pierce bisa berarti sangat luas, baik dalam linguistik maupun tanda-tanda
lainnya yang bersifat umum. Sedangkan De Saussure lebih menekankan ‘tanda-
tanda’ sebagai dasar untuk mengembangkan teori linguistik umum. Saussure
beranggapan, bahwa tanda-tanda linguistik mempunyai kelebihan dari sistem
semiotik yang lainnya. Pierce menghendaki teori semiotik dapat bersifat umum
dan dapat diterapkan pada segala macam hal yang berhubungan dengan tanda.
Kemudian ia mengembangkan teori umum untuk aneka jenis tanda dalam
kumpulan tulisan yang berjudul : Oeuvre Completes (Karya yang lengkap)
(Sachari. 2003 : 62)
Menurut Zoest (Rusmana, 2014: 107) Pierce memaknai semiotik sebagai
studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengan tanda; cara berfungsi
(sintaktik semiotik) dan hubungan antartanda (semantik semiotik), serta
mengkaji pengirim dan penerimanya oleh mereka yang menggunakan tanda
(pragmantik semiotik). Oleh karena itu tanda tidak hanya melekat pada bahasa
dan kebudayaan, tetapi juga menjadi sifat instrinsik pada seluruh fenomena alam
(pansemiotik). Melalui tanda manusia bisa memaknai kehidupan dengan
realistis.
Berbeda dengan Saussure, Pierce memandang tanda bukan sebagai
struktur, melainkan bagian dari proses pemahaman (signifikasi komunikasi).
Tanda merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari objek referensinya serta
pemahaman subjek atas tanda. Pierce menyebutnya representament, sedangkan
sesuatu yang ditunjuk atau diacunya disebut objek. Tanda yang diartikan sebagai
“sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain” bagi seseorang berarti menjadikan
tanda bukan sebagai entitas otonom.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20
Intrepretant
Representament/ground Object
21
22
e. Isyarat (signal)
Isyarat adalah suatu hal atau keadaan yang diberikan oleh subjek kepada
objek melalui bahasa nonverbal (bukan tulisan ataupun lisan). Umumnya,
isyarat tampil dalam bentuk body-language (bahasa tubuh), seperti gesture
(isyarat tangan) atau mimic (isyarat muka). Dalam hal ini subjek selalu
berbuat sesuatu untuk memberitahukan kepada objek yang diberi isyarat pada
waktu itu juga. Jadi, isyarat selalu bersifat temporal (kewaktuan). Apabila
ditangguhkan pemakaiannya, isyarat akan berubah menjadi tanda atau
perlambang. Di antara ketiganya (tanda, lambang, dan isyarat) terdapat
nuansa, yaitu perbedaan yang sangat kecil mengenai bahasa, warna, dan
lainnya. (Rusmana, 2005: 39-45).
Menurut Sachari (2005: 71) alat komunikasi manusia, pada hakikatnya
tidak hanya berupa bahasa tulisan, lisan atau bahasa isyarat, melainkan juga
bahasa rupa yang merupakan tanda komunikasi simbolik atau komunikasi rupa.
Salah satu unsur penting dalam komunikasi rupa adalah bahasa rupa. Bahasa
rupa meupakan kerangka dasar dari desain. Bahasa rupa seperti halnya bahasa
yang lain juga memiliki empat kelompok unsur, yaitu :
a. Unsur konsep, yang terdiri dari titik, garis, bidang, dan volume.
b. Unsur rupa, yang terdiri dari bentuk, ukuran, warna, dan tekstur.
c. Unsur pertalian, yang terdiri dari arah, kedudukan, ruang, gaya, dan berat.
d. Unsur peranan, yaitu yang terdiri dari gaya, makna, dan tugas.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23
B. Kerangka Berpikir
Wayang merupakan sebuah karya seni rupa yang hadir di tengah masyarakat
sebagai sebuah media untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat. Seiring
dengan perkembangan zaman wayang semakin beraneka ragam, walaupun ada juga
yang terabaikan. Wayang merupakan hasil dari perwujudan proses kreatif dari
seorang seniman yang tidak lepas dari ide-ide kreatif. Wayang Beber Tani
merupakan wayang beber kreasi baru yang hadir di masyarakat dengan berbagai
faktor yang melatarbelakanginya, baik dari diri seniman ataupun dari lingkungan.
Bentuk rupa wayang merupakan hasil olah proses kreatif seniman yang tidak
lepas dari unsur-unsur visual. Selain unsur-unsur visual yang berperan penting
dalam pembuatan karya, gagasan atau ide tentang nilai-nilai luhur yang akan
disampaikan juga merupakan hal yang sangat penting dalam pembuatan karya
wayang beber tani, karena pada dasarnya wayang beber tani adalah sebuah media
pendidikan untuk masyarakat.
Kerangka pemikiran ini dibuat dengan maksud supaya lebih memudahkan
penelitian yang didasarkan pada nilai-nilai pendidikan karakter dan makna simbolik
pada wayang beber tani karya Faris Wibisono. Adapun penggambaran kerangka
berpikir tersebut adalah sebagai berikut :
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24
Wayang Beber
Latar Belakang :
Makna Simbolik Nilai-nilai
- Kebudayaan Pendidikan Karakter
- Sosial - Religius
- Pendidikan Unsur Visual :
- Jujur
- Ekonomi - Toleransi
Titik
- Bentuk
- Disiplin
dan Raut Garis
- Kerja keras
Bidang - Kreatif
- Mandiri
- Warna
- Demokratis
- Tekstur
- Rasa ingin tahu
- Semangat
kebangsaan
- Cinta tanah air
- Menghargai
prestasi
- Bersahabat
- Cinta damai
- Peduli
lingkungan
- Peduli sosial
- Tanggung jawab
commit to user