Anda di halaman 1dari 19

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Pustaka
1. Hakikat Pendidikan Karakter
a. Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah proses untuk mengubah jati diri seorang peserta
didik untuk lebih maju. Menurut John Dewey (Listiyarti, 2012: 2) pendidikan
adalah merupakan salah satu proses pembaharuan makna pengalaman.
Sedangkan menurut H. Horne, pendidikan merupakan proses yang terjadi
secara terus-menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk
manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar
kepada Tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar, intelektual,
emosional, dan kemanusiaandari manusia.
Menurut UU No. 2 1989 dan PP No. 73 Tahun 1991, pendidikan
diselenggarakan melalui dua jalur yaitu jalur sekolah dan jalur luar sekolah.
Sedangkan untuk mendapatkan pendidikan, berdasarkan ruang lingkupnya
pendidikan dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis, yaitu pendidikan
formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal. Pendidikan formal
dapat ditempuh melalui lembaga pendidikan formal seperti sekolah,
pendidikan nonformal bisa melalui sanggar-sanggar, bimbingan belajar, dan
bimbingan lain diluar sekolah, sedangkan pendidikan informal dapat
diperoleh melalui pendidikan di dalam ruang lingkup keluarga.
b. Pengertian Karakter dan Pendidikan Karakter
Karakter yang kuat adalah sandangan fundamental yang memberikan
kemampuan kepada populasi manusia untuk hidup bersama dalam kedamaian
serta membentuk dunia yang dipenuhi dengan kebaikan dankebajikan, yang
bebas dari kekerasan dan tindakan-tindakan tidak bermoral. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (2008) karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik
yang terpatri dalam diri dan terejawantahakan dalam perilaku (Kementrian
Pendidikan Nasional,2010).commit to user

6
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Menurut pernyataan Muchlas (2012: 42) mengutip pendapat Scerenco


yang mendefinisikan karakter sebagai artribut atau ciri-ciri yang membentuk
dan membedakan ciri pribadi, ciri etnis, dan kompleksitas mental dari
seseorang, suatu kelompok atau bangsa. Karakter dapat dimaknai sebagai
nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena
pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya
dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam
kehidupan sehari-hari.
Sedangkan menurut pernyataan Syarbini (2014: 13) yang mengutip
pendapat dari Lickona menyatakan :
Pendidikan karakter adalah upaya membentuk/ mengukir kepribadian
manusia melalui proses knowing the good (mengetahui kebaikan),
loving the good (mencintai kebaikan), dan acting the good (melakukan
kebaikan), yaitu proses pendidikan yang melibatkan tiga ranah:
pengetahuan moral (moral knowing), perasaan moral (moral
feeling/moral loving), dan tindakan moral (moral acting/ moral doing),
sehingga perbuatan mulia bisa terukir menjadi habit of mind, heart, and
hand. Tanpa melibatkan tiga ranah tersebut pendidikan karakter tidak
akan berjalan efektif.
Pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntutan kepada peserta
didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati,
pikiran, raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter dapat dimaknai
sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral,
pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta
didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik,
dan mewujudakan kebaikan itu di dalam kehidupan sehari-hari dengan
sepenuh hati. Penanaman nilai-nilai pendidikan karakter akan efektif jika
ditanamkan kepada semua tenaga kependidikan ataupun non-pendidik yang
terlibat dalam pendidikan karakter.
Menurut Listyarti (2012: 28) tujuan pendidikan karakter anak didik
diharapkan mampu memahami nilai-nilai positif dan menginternalisasikan
dalam kehidupan sehari-hari, seperti yang dipaparkan dalam bagan 2.1:

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Orang yang Baik

Orang Bijak

Pendidikan itu Akhlak


bertujuan untuk
menjadikan anak Etos
didik menjadi
……… Keterampilan
Praktis
Mempertajam Otak

Memiliki Kemauan
yang Kuat

Memiliki Perasaan
yang Halus

Bagan 2.1 Tujuan Pendidikan Karakter Listyarti (Listyarti, 2012: 28)


c. Nilai-nilai Pendidikan Karakter
Menurut Koentjaraningrat dan Mochtar Lubis (Listyarti, 2012: 4-5),
karakter bangsa Indonesia yaitu meremehkan mutu, suka menerabas, tidak
percaya diri sendiri, tidak berdisiplin, mengabaikan tanggung jawab, hipokrit,
lemah kreativitas, etos kerja buruk, suka feodalisme, dan tak punya malu.
Karakter lemah tersebut menjadi realitas dalam kehidupan bangsa
Indonesia. Nilai-nilai tersebut sudah ada sejak bangsa Indonesia masih dijajah
bangsa asing. Bahkan ketika bangsa ini sudah merdeka pun karakter tersebut
masih melekat. Kondisi itulah yang melatarbelakangi munculnya pendidikan
karakter oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Menurut Kemendiknas (2010), nilai-nilai luhur sebagai pondasi
karakter bangsa yang dimiliki oleh setiap suku di Indonesia ini, jika diringkas
diantaranya sebagai berikut :

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 2. 1 Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Karakter Bangsa


No Nilai Deskripsi
1 Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun
dengan pemeluk agama lain
2 Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan
dirinya sebagai orang yang dapat selalu dipercaya
dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan
3 Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,
suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain
yang berbeda dari dirinya.
4 Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh
pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5 Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh
dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas,
serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6 Kreatif Berfikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan
cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7 Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8 Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan tindakan yang menilai sama
hak dan kewajiban dirinya dan orang lain
9 Rasa Ingin Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
Tahu mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu
yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10 Semangat Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
Kebangsaan menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan diri dan kelompoknya
11 Cinta Tanah Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
Air kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi
terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, dan politik bangsa
12 Menghargai Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
Prestasi menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat,
dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang
lain.
13 Bersahabat/ Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara,
Komunikatif bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14 Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan
orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran
dirinya
15 Gemar Kebiasaan menyediakan waktu luang untuk membaca
Membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi
commit to user
dirinya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

10

16 Peduli Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah


Lingkungan kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan yang sudah terjadi
17 Peduli Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan
Sosial pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18 Tanggung Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan
Jawab tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan,
terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,
sosial, dan budaya), Negara, dan Tuhan Yang Maha
Esa.

2. Tinjauan Tentang Wayang


Wayang adalah dunia legendaris dari pertunjukan Jawa Tradisional.
Dunia wayang adalah kembaran budaya yang memperdayakan realitas Jawa.
Dunia wayang dihuni oleh dewa-dewa, raja-raja dan pangeran-pangeran yang
mulia dan yang buruk, putri-putri cantik, setan, raksasa, makhluk menakutkan,
para guru, abdi, dan para pelawak, semuanya anggota dari keluarga budaya Jawa
yang akrab.
Dalam arti sempit kata wayang (secara harfiah ‘bayangan’) yang
menunjuk pada sebuah wayang kulit yang bertangkai dan berbentuk pipih.
Bentuknya sendiri distilasi dari manusia Jawa yang alami. Orang bisa
mengatakan bahwa bayangan dari wayang adalah tajam dan mantap atau panjang
dan bergetar, merupakan bayangan dari bayangan.
Sedangkan wayang dalam arti luas adalah sebuah pertunjukan
dramatik, sebuah drama, sebuah tontonan, para aktornya bisa boneka ataupun
manusia. Dengan demikian wayang adalah sebuah boneka bayangan atau drama
bayangan. Seperti contoh wayang wong, yaitu sebuah pertunjukan (drama tari)
yang dipertunjukkan oleh manusia, yaitu sebagai aktor hidup. (Holt, 2000: 155-
156).
Keberadaan wayang di Indonesia menjadi daya tarik wisatawan lokal
maupun mancanegara. Wayang tidak sebatas kebudayaan saja melainkan sebuah
ciri khas bangsa yang perlu terus dilestarikan hingga generasi mendatang.
Terdapat beragam jenis wayang yang menjadi ikon-ikon daerah yang sebagian
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

11

besar berasal dar tanah Jawa, di antaranya adalah wayang wong (wayang orang),
wayang golek, wayang kulit (purwa), wayang makao/potehi, wayang klithik,
wayang gedog, wayang krucil, wayang suluh, wayang madya, wayang kampung
sebelah, wayang wahyu, wayang beber, wayang suket, dan masih banyak lagi.

3. Wayang Beber
Mengenai pengertian wayang beber Santosa berpendapat, “Wayang
beber adalah wayang yang terbuat dari kain atau kulit lembu yang berupa
beberan atau lembaran. Tiap beberan merupakan satu adegan cerita. Bila sudah
tak dimainkan lembaran ini dapat digulung” (2012 : 14). Dalam pagelaran
wayang beber, dalang membeberkan (membuka) gulungan tadi sedikit demi
sedikit kemudian mengisahkan peristiwa (lakon) yang tergambar digulungan
hingga selesai. Wayang ini dibuat pada zaman kerajaan Majapahit.
Pada masa kerajaan Majapahit, wayang beber menjadi populer di
kalangan rakyat dan istana. Pada tahun 1301 Saka atau 1379 Masehi wayang
beber mengalami penyempurnaan, menurut Serat Sastramiruda, Raden
Sungging Prabangkara putra Prabu Brawijaya yang terakhir, memperbaharui
pakaian (busana) wayang beber. Dihias dengan macam-macam warna,
disesuaikan dengan (busana) satria, punggawa, dan para raja.
Dari masa Majapahit, wayang beber terus berkembang sampai ke masa
kerajaan Demak. Pada waktu itu mulai timbul kerajaan Islam di Jawa, dan mulai
terjadi perubahan-perubahan yang menentukan perkembangan wayang beber di
masa selanjutnya, karena dalam agama Islam tidak diijinkan gambar-gambar
manusia (makhluk hidup). Pada kerajaan Demak terdapat suatu peristiwa
penting, yaitu pergantian cerita wayang beber. Wayang beber yang semula
mempunyai cerita purwa diganti dengan cerita gedog (siklus Panji) oleh sunan
Bonang pada tahun 1564 Masehi. (Suharyono, 2005: 56-61).
Berdasarkan berbagai peristiwa yang berpengaruh terhadap visual
wayang beber, maka wayang beber termasuk jenis wayang yang cukup banyak
mengalami perkembangan dan perubahan visual sesuai dengan jiwa zamannya.
commit to user
Demikian, wayang beber merupakan wayang yang cukup tua sejarah
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

12

kemunculannya. Di antara yang masih tersisa saat ini ada wayang beber Pacitan,
yang berasal dari Desa Karangtalun, Gedompol, Kecamatan Donorojo,
Kabupaten Pacitan merupakan salah satu wayang beber yang masih aktif dalam
melestarikan wayang beber. (Gozali, 2014 : 11)

Gambar 2.1 Wayang Beber Jaka Kembang Kuning, Gaya Pacitan


(Sumber: Faris Wibisono, 2016)

4. Wayang Beber Tani


a. Pengertian Wayang Beber Tani
Wayang beber tani merupakan wayang beber yang tercipta dari
dampak perkembangan zaman. Wayang beber ini mengangkat tema pranata
mangsa sebagai sumber ide penciptaan karya wayang beber tani. (Wibisono,
2016: 30) Tujuan wayang beber tani ini adalah untuk mengingatkan
masyarakat atas peran pranata mangsa pada masa lalu yang kini sudah
ditinggalkan petani jawa khususnya agar dapat tersampaikan kepada petani
atau generasi muda kekinian melalui karya sungging beber. Pranata
mangsa sangat kaya dengan berbagai lambang berupa watak-watak mangsa
sebagai tatanan hidup petani Jawa, sehingga petani Jawa memiliki pedoman
hidup untuk memperlakukan alam sebagai satu-kesatuan keseimbangan
bumi.
Karya sungging beber ini merupakan karya dari Faris Wibisono
commit to user
yang merupakan alumni Institut Seni Indonesia Surakarta tahun 2016. Karya
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

13

ini terinspirasi dari kehidupan petani jawa yang erat kaitannya dengan istilah
pranata mangsa atau yang sering dikenal dengan pengaturan musim.
Pranata mangsa itu sendiri identik dengan gejala alam dan kondisi manusia
yang berperan di dalamnya. Imajinasi ini muncul tidak terlepas dari kondisi
sosial masyarakat petani Jawa. Kondisi sosial masyarakat dalam menyikapi
alam sebagai wacana untuk mengatakan, menuliskan, dan menggambarkan
suatu peristiwa, pengalaman, serta pandangan hidup. Dengan demikian
pranata mangsa menarik untuk dikembangkan dan dijadikan karya seni
sungging wayang beber.
Pranata mangsa mengajarkan tentang bagaimana keseimbangan
alam berperan penting bagi kelangsungan bumi. Bumi dan manusia harus
memiliki hubungan harmonis, hubungan spiritualisme inilah yang membuat
petani Jawa dapat bertahan hidup. Bumi telah menjadi bagian kerohanian
mereka, bagaikan simbiosis mutualisme yang selalu berputar dalam setiap
siklus tahunan. (Wibisono, 2016: 59) Beberapa peranan pranata mangsa
dalam masyarakat petani Jawa, yang dapat terbaca dengan jelas, meliputi:
hubungan manusia dengan alam, sifat-sifat mangsa, pembagian waktu
dalam setiap tahun, dan pengaruh mangsa dalam kehidupan manusia atau
masyarakat petani Jawa.
Pranata mangsa (pengaturan musim) ini merupakan sebuah
pedoman hidup bagi petani Jawa dalam melakukan berbagai aktivitas
pertanian yang didasarkan pada 12 mangsa (musim) dalam satu tahun.
Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang pesat,
wayang beber tani ini muncul sebagai media refleksi yang mengandung
nilai-nilai luhur masyarakat Jawa yang sudah ada sejak dulu dan kini mulai
ditinggalkan. Selain itu wayang beber tani merupakan suatu gebrakan untuk
generasi muda untuk terus berkarya.
Wayang beber tani ini terdiri atas 24 pejagong (episode) yang
terdapat dalam enam gulung naskah wayang beber, setiap satu gulung
wayang beber terdapat empat pejagong (episode) yang menceritakan
tentang : commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

14

a. Pejagong 1 gulungan 1 “persewakan warga umbul mungkret”;


b. Pejagong 2 gulungan 1 “nenandur palawija”;
c. Pejagong 3 gulungan 1 ”tirta telaga reja”;
d. Pejagong 4 gulungan 1 “tirta telaga reja #2”;
e. Pejagong 5 gulungan 2 “panen palawija”
f. Pejagong 6 gulungan 2 “panen palawija #2”
g. Pejagong 7 gulungan 2 “pasar tradisional”
h. Pejagong 8 gulungan 2 “gelagah ombo”
i. Pejagong 9 gulungan 3 “kerja bakti”
j. Pejagong 10 gulungan 3 “kerja bakti #2”
k. Pejagong 11 gulungan 4 “ngluku sawah”
l. Pejagong 12 gulungan 3 “macul lan nunggu winih tukul”
m. Pejagong 13 gulungan 4 “ndaud”
n. Pejagong 14 gulungan 4 “tandur (nata karo mundur)”
o. Pejagong 15 gulungan 4 “koperasi Sri Rejeki”
p. Pejagong 16 gulungan 4 “ngopeni Mbok Sri”
q. Pejagong 17 gulungan 5 “tirta kang lumeber”
r. Pejagong 18 gulungan 5 “tepo slira”
s. Pejagong 19 gulungan 5 “ijo royo-royo”
t. Pejagong 20 gulungan 5 “tunggu manuk”
u. Pejagong 21 gulungan 6 “berkah Mbok Sri”
v. Pejagong 22 gulungan 6 “ngirim”
w. Pejagong 23 gulungan 6 “prepare of ceremony”
x. Pejagong 24 gulungan 6 “sedekah bumi”
Menurut Wibisono (2016: 30-33) di dalam pejagong-pejangong
tersebut menceritakan 12 mangsa yang ada di Indonesia yaitu: (1) mangsa
kasa; (2) mangsa karo; (3) mangsa katelu; (4) mangsa kapat; (5) mangsa
kalmia; (6) mangsa kanem; (7) mangsa kapitu; (8) mangsa kawolu; (9)
mangsa kasanga; (10) mangsa kasepuluh; (11) mangsa dhesta; (12)
mangsa saddha. Mangsa-mangsa tersebut diyakini oleh petani Jawa
sebagai pedoman dalamcommit to user jenis tanaman pertanian, upaya
menentukan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

15

peningkatan hasil panen, dan waktu panen yang tepat, dan aktivitas
lainnya.
Wayang beber tani menjadi gambaran kehidupan masyarakat Jawa yang
sebagian besar dari mereka berada dalam sektor agraris dan berprofesi
sebagai petani. Kehidupan pedesaan yang kental muncul dari goresan-
goresan sungging wayang beber tani dengan penuh makna. Selain sebagai
sarana berkreasi dan hiburan wayang beber tani juga sebagai media dalam
pendidikan dan menambah wawasan generasi muda.
Menurut Wibisono (2016: 52) Sunggingan di Jawa seringkali
memiliki makna simbolis dari kehidupan manusia sebagai microcosmos
(jagad cilik) dan macrocosmos (alam semesta). Sebagai warna alam
semesta misalnya: merah-warna api, kuning-warna udara, putih-warna air,
hijau-warna kesuburan tanaman dan hitam atau coklat-warna bumi.
Kelima warna tersebut disebut Pancamaya (merah, hijau, kuning, hitam,
putih) yang menjadi dasar filsafat ketimuran, sebagai cermin watak
kepribadian perasaan. Dalam kejawen warna: api, udara, air, tanaman dan
tanah disebut “sederek sekawan gangsal pancer”, dalam sifat manusia
melambangkan:
1. Putih (seta)-warna air-mutmainah-suci, berbakti, pasrah.
2. Hitam (kresna)-warna bumi-aluamah-kejahatan, kuat, perkasa,tabah,
sedih, dan sebagainya.
3. Kuning (jenar)-warna udara-sufiah-nafsu birahi, luhur, agung,
gembira, cerdas.
4. Merah (dadu)-warna api-amarah brangasan-berwatak berani, hidup,
dinamis, dan sebagainya.
5. Hijau (wilis)-warna tanaman-mulhimah-arah, segar, harapan damai,
mujur, dan sebagainya.

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

16

Gambar 2.2 Karya Wayang Beber Tani


Sumber : Faris Wibisono (2016: 133)
b. Proses Kreatif Penciptaan Karya
Wayang beber tani tidak lepas dari proses kreatif penciptaan yang
dilakukan seniman. Pembuatan karya wayang beber tani diperlukan alat dan
bahan yang cukup mudah didapatkan. Bahan yang dibutuhkan untuk
membuatnya yaitu; (1) kain philip; (2) cat tembok; (3) pigmen warna; (4)
cat akrilik; (5) lem kayu (rakol); (6) air teh; (7) air; (8) tinta bak (tinta Cina).
Sedangkan peralatannya yaitu : (1) pensil dan penghapus; (2) spidol
(snowman permanent marker); (3) Penggaris; (4) kuas ukuran kecil; (5)
kuas ukuran besar; (6) meja kerja dan kursi kerja; (7) palet; (8) pena kodok.
Proses kreatif pembuatan karya ini secara umum adalah sebagai berikut :
a. Menyiapkan semua alat dan bahan yang dibutuhkan dalam proses
berkarya.
b. Dimulai dengan pembuatan media atau kanvas dengan menggunakan
kain philip, dan mengencerkan lem kayu sebagai campran cat dan kain.
c. Kemudian dengan menggunakan campuran air teh, lem kayu dan cat
warna putih, kain melalui proses pencelupan untuk mendapatkan kesan
warna kecoklat-coklatan agar terkesan lawas.
d. Tidak sampai disitu saja proses pengulangan dilakukan dengan cara
menguaskan kembali campuran tadi hingga sesuai dengan warna dan
tekstur yang diinginkan.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

17

e. Setelah kering kanvas sudah bisa digunakan, rancangan gambar atau


sketsa bisa diaplikasikan dengan menggunakan pensil.
f. Jika sketsa telah selesai dibuat, tahap selanjutnya adalah proses
pewarnaan wayang beber tani. Teknik pewarnaannya dengan
menggunakan teknik sungging warna. Proses penyunggingan hanya
sampai tiga tingkatan saja selanjutnya dengan cara pewarnaan blok.
g. Setelah pewarnaan dengan teknik sungging dan blok selesai, berikutnya
adalah tahap finishing. Finishing yang dimaksud adalah dengan
merapikan out line dan memasukkan isen-isen. Tujuannya untuk
mempertegas, memperindah serta menyelaraskan tiap objek atau
karakter gambar.
h. Tahap terakhir adalah mbanyoni (membasuhi) tujuannya untuk
menyelaraskan warna sunggingan dengan isen-isen agar tidak terlalu
kontras sehingga hasil sunggingan maksimal dan indah.
i. Setelah semuanya selesai barulah lembaran wayang beber tani ini diberi
penyangga berupa kayu, plastik atau bahan lainnya pada kedua sisi
lembaran wayang beber untuk mempermudah dalam memebeber dan
menggulung, serta sebagai penyangga saat wayang dipertunjukkan
(dibeberkan).

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

18

Alur proses pembuatan karya adalah sebagai berikut :

Gambar 2.3 Alur pembuatan wayang beber tani


(Sumber: Faris Wibisono, 2016)

5. Semiotika
Kata “semiotika” berasal dari bahasa Yunani, seme, seperti dalam
semeiotikos, yang berarti penafsir tanda. Berdasarkan asal kata tersebut, Cobley
(2002: 4) berpendapat, “Sebagai suatu disiplin, semiotika berarti ilmu analisis
tanda atau studi tentang bagaimana sistem penandaan berfungsi”. Seperti
pendapat dari Sachari (2003: 61) yang menyatakan bahwa, “Semiotika secara
populer telah digunakan oleh seorang ahli filsafat Jerman, Lambert, pada abad
ke-18 sebagai padanan kata dari logika. Dalam konteks lain, kita juga mengenal
kata semiotika dipadankan dengan semiotik, semantik, semasiology,semiology,
sememiks dan semiks”.
Dua tokoh utama perintis semiotika dalam linguistik adalah Charles
Sanders Pierce (1839-1914) dan Ferdinan de Saussure (1857-1913). Kedua
tokoh ini tidak saling kenal ataupun berhubungan. Pierce adalah seorang ahli
commit to user
filsafat dan ahli logika yang berdomisili di Jerman, sedangkan Saussure adalah
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

19

ahli linguistik umum dan tinggal di Perancis. Menurut Pierce logika mempelajari
bagaimana orang bernalar, berfikir, berkomunikasi, dan memberi makna apa
yang ditampilkan oleh alam kepada orang lain melalui tanda. Pemaknaan ‘tanda’
bagi Pierce bisa berarti sangat luas, baik dalam linguistik maupun tanda-tanda
lainnya yang bersifat umum. Sedangkan De Saussure lebih menekankan ‘tanda-
tanda’ sebagai dasar untuk mengembangkan teori linguistik umum. Saussure
beranggapan, bahwa tanda-tanda linguistik mempunyai kelebihan dari sistem
semiotik yang lainnya. Pierce menghendaki teori semiotik dapat bersifat umum
dan dapat diterapkan pada segala macam hal yang berhubungan dengan tanda.
Kemudian ia mengembangkan teori umum untuk aneka jenis tanda dalam
kumpulan tulisan yang berjudul : Oeuvre Completes (Karya yang lengkap)
(Sachari. 2003 : 62)
Menurut Zoest (Rusmana, 2014: 107) Pierce memaknai semiotik sebagai
studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengan tanda; cara berfungsi
(sintaktik semiotik) dan hubungan antartanda (semantik semiotik), serta
mengkaji pengirim dan penerimanya oleh mereka yang menggunakan tanda
(pragmantik semiotik). Oleh karena itu tanda tidak hanya melekat pada bahasa
dan kebudayaan, tetapi juga menjadi sifat instrinsik pada seluruh fenomena alam
(pansemiotik). Melalui tanda manusia bisa memaknai kehidupan dengan
realistis.
Berbeda dengan Saussure, Pierce memandang tanda bukan sebagai
struktur, melainkan bagian dari proses pemahaman (signifikasi komunikasi).
Tanda merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari objek referensinya serta
pemahaman subjek atas tanda. Pierce menyebutnya representament, sedangkan
sesuatu yang ditunjuk atau diacunya disebut objek. Tanda yang diartikan sebagai
“sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain” bagi seseorang berarti menjadikan
tanda bukan sebagai entitas otonom.

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

20

Intrepretant

Representament/ground Object

Gambar 2.3 Model segitiga semiotika Pierce


(Sumber : Rusmana, 2014)

Pierce memandang adanya relasi triadik dalam semiotika, yaitu antara


representament (R), object (O), dan intrepretant (I). Dengan demikian, semiosis
adalah proses pemaknaan tanda yang bermula dari presepsi dasar (ground;
representament) itu merujuk pada objek akhirnya terjadi intrepretant. Dengan
demikian, semiotik bagi Pierce adalah tindakan (action), pengaruh (influence),
atau kerjasama tiga subjek, yaitu tanda (sign), objek ( object), dan intrepretan
(intrepretant). (Rusmana, 2014: 108)
Komponen dasar semiotik terdiri dari tanda (sign), symbol (lambang),
ikon, indeks, dan isyarat (signal). Walaupun demikian menurut pendapat para
pakar komponen dasar itu tidak memiliki kesepakatan yang pasti dan memiliki
penafsiran yang berbeda sesuai dengan konteksnya. Hal ini menunjukkan bahwa
perbedaan antara tanda, indeks, ikon, lambang, dan isyarat tidak akan dapat
dinyatakan dengan kejelasan yang mutlak.
a. Tanda (sign)
Tanda diartikan sebagai representasi dari gejala yang memiliki sejumlah
kriteria, seperti nama, peran, fungsi, tujuan, dan makna. Tanda tersebut
berada di seluruh kehidupan manusia sehingga menjadi nilai intrinsik dari
setiap kebudayaan manusia dan menjadi sistem tanda yang digunakan sebagai
pengatur kehidupan. Tanda dapat muncul dalam bentuk struktur karya sastra,
struktur real, bangunan, artefak, nyanyian, mode pakaian, sejarah, dan
sebagainya. Oleh karena itu, tanda-tanda (yang berada dalam sistem tanda)
commit
sangat akrab, bahkan melekat padatokehidupan
user manusia yang penuh makna
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

21

(meaningful action) seperti teraktualisasi pada bahasa, religi, seni, sejarah,


dan ilmu pengetahuan.
b. Symbol (lambang)
Symbol atau lambang adalah sesuatu hal atau keadaan yang membimbing
pemahaman subjek kepada objek. Hubungan antara subjek dengan objek
terselip adanya pengertian sertaan. Lambang selalu dikaitkan dengan adanya
tanda-tanda yang sudah diberi sifat-sifat kultural, situasional, dan
kondisional. Dengan demikian, simbol atau lambang dapat dimaknai sebagai
tanda yang bermakna dinamis, khusus, subjektif, kias, dan majas.
Bahasa merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara penanda
dan petanda. Petanda adalah yang menandai dan sesuatu yang segera terserap
dan teramati, mungkin terdengar sebagai bunyi atau terbaca sebagai tulisan ,
misalnya cinta. Mungkin pula terlihat dalam bentuk penampilan, misalnya
wajahnya memerah, napasnya terengah-engah, gerakannya gemetaran,
tampangnya menyeramkan, dan sebagainya. Sedangkan petanda adalah
sesuatu yang disimpulkan, ditafsirkan , terpahami maknanya dari ungkapan
bahasa dan nonbahasa.
c. Ikon
Persoalan ikon atau ikonitas menjadi salah satu focus kajian dari semiotika
Pierce, yang terbentuk dari hubungan antara tanda dan acuan (referen). Ikon
dalam tradisi Peircian adalah hubungan antara tanda dan acuan yang berupa
kemiripan (keserupaan). Misalnya, peta geografi merupakan ikon dari
geografi wilayah yang sebenarnya. Foto dan patung Barrack Obama
merupakan ikon dari Barrack Obama. Gambar Osama bin Laden merupakan
ikon dari Osama bin Laden.
d. Indeks
Indeks dimaknai dengan hubungan antara tanda dengan acuan yang timbul
karena adanya kedekatan eksistensi. Misalnya, sebuah tiang penunjuk jalan
merupakan indeks dari arah atau nama jalan. Sebuah penunjuk angin
merupakan indeks dari keberadaan angin atau indeks dari arah tiupan angin.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

22

e. Isyarat (signal)
Isyarat adalah suatu hal atau keadaan yang diberikan oleh subjek kepada
objek melalui bahasa nonverbal (bukan tulisan ataupun lisan). Umumnya,
isyarat tampil dalam bentuk body-language (bahasa tubuh), seperti gesture
(isyarat tangan) atau mimic (isyarat muka). Dalam hal ini subjek selalu
berbuat sesuatu untuk memberitahukan kepada objek yang diberi isyarat pada
waktu itu juga. Jadi, isyarat selalu bersifat temporal (kewaktuan). Apabila
ditangguhkan pemakaiannya, isyarat akan berubah menjadi tanda atau
perlambang. Di antara ketiganya (tanda, lambang, dan isyarat) terdapat
nuansa, yaitu perbedaan yang sangat kecil mengenai bahasa, warna, dan
lainnya. (Rusmana, 2005: 39-45).
Menurut Sachari (2005: 71) alat komunikasi manusia, pada hakikatnya
tidak hanya berupa bahasa tulisan, lisan atau bahasa isyarat, melainkan juga
bahasa rupa yang merupakan tanda komunikasi simbolik atau komunikasi rupa.
Salah satu unsur penting dalam komunikasi rupa adalah bahasa rupa. Bahasa
rupa meupakan kerangka dasar dari desain. Bahasa rupa seperti halnya bahasa
yang lain juga memiliki empat kelompok unsur, yaitu :
a. Unsur konsep, yang terdiri dari titik, garis, bidang, dan volume.
b. Unsur rupa, yang terdiri dari bentuk, ukuran, warna, dan tekstur.
c. Unsur pertalian, yang terdiri dari arah, kedudukan, ruang, gaya, dan berat.
d. Unsur peranan, yaitu yang terdiri dari gaya, makna, dan tugas.

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

23

B. Kerangka Berpikir
Wayang merupakan sebuah karya seni rupa yang hadir di tengah masyarakat
sebagai sebuah media untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat. Seiring
dengan perkembangan zaman wayang semakin beraneka ragam, walaupun ada juga
yang terabaikan. Wayang merupakan hasil dari perwujudan proses kreatif dari
seorang seniman yang tidak lepas dari ide-ide kreatif. Wayang Beber Tani
merupakan wayang beber kreasi baru yang hadir di masyarakat dengan berbagai
faktor yang melatarbelakanginya, baik dari diri seniman ataupun dari lingkungan.
Bentuk rupa wayang merupakan hasil olah proses kreatif seniman yang tidak
lepas dari unsur-unsur visual. Selain unsur-unsur visual yang berperan penting
dalam pembuatan karya, gagasan atau ide tentang nilai-nilai luhur yang akan
disampaikan juga merupakan hal yang sangat penting dalam pembuatan karya
wayang beber tani, karena pada dasarnya wayang beber tani adalah sebuah media
pendidikan untuk masyarakat.
Kerangka pemikiran ini dibuat dengan maksud supaya lebih memudahkan
penelitian yang didasarkan pada nilai-nilai pendidikan karakter dan makna simbolik
pada wayang beber tani karya Faris Wibisono. Adapun penggambaran kerangka
berpikir tersebut adalah sebagai berikut :

commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

24

Wayang Beber

Wayang Beber Tani


“Village Party”

Latar Belakang :
Makna Simbolik Nilai-nilai
- Kebudayaan Pendidikan Karakter
- Sosial - Religius
- Pendidikan Unsur Visual :
- Jujur
- Ekonomi - Toleransi
Titik
- Bentuk
- Disiplin
dan Raut Garis
- Kerja keras
Bidang - Kreatif
- Mandiri
- Warna
- Demokratis
- Tekstur
- Rasa ingin tahu
- Semangat
kebangsaan
- Cinta tanah air
- Menghargai
prestasi
- Bersahabat
- Cinta damai
- Peduli
lingkungan
- Peduli sosial
- Tanggung jawab

commit to user

Anda mungkin juga menyukai