Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Hipertensi

1. Pengertian

Nurarif dan Kusuma (2013) menyatakan, “hipertensi adalah

meningkatnya tekanan darah arteri yang persisten” (p. 213). Sedangkan

Murwani (2008) menyatakan, “hipertensi adalah suatu keadaan dimana

tekanan systole dan diastole mengalami kenaikan yang melebihi batas

normal (tekanan systole diatas 140 mmHg, diatas 90 mmHg)” (p. 73).

Ramadhan (2010) menyatakan, “tekanan darah yang abnornal

tinggi pada pembuluh darah menyebabkan meningkatnya risiko

terhadap stroke, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal”

(p.104).

2. Klasifikasi

Berikut tabel klasifikasi tekanan darah (Muhammadun, 2010, p.19):


Tabel 2.1
Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa
Tekanan Darah Tekanan Darah
Kategori
Sistolik Diastolik
Normal Dibawah 130 mmHg Dibawah 85 mmHg
Normal tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Stadium 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
(hipertensi ringan)
Stadium 2 160-175 mmHg 100-109 mmHg
(Hipertensi Sedang)
Stadium 3 180-209 mmHg 110-119 mmHg
(Hipertensi Berat)
Stadium 4 210 mmHg atau lebih 120 Hg atau lebih
(Hipertensi Maligna)
3. Etiologi

5
6

Garnadi (2012) menyatakan berdasarkan penyebabnya hipertensi

dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

a. Hipertensi Primer

Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya atau disebut

juga hipertensi essensial. Beberapa faktor risikonya sebagai

berikut:

1) Faktor Keturunan

2) Faktor Usia

3) Stres Fisik dan Psikis

4) Kegemukan dan Obesitas

5) Pola Makan Tidak Sehat

6) Kurangnya Aktivitas Fisik

b. Hipertensi Sekunder

Wijaya dan Putri (2013) menyatakan “penyebab hipertensi

sekunder diantaranya berupa kelainan ginjal seperti tumor,

diabetes, kelainan adrenal, kelainan aorta, kelainan endokrin

lainnya seperti obesitas, retensi insulin, hipertiroidisme dan

pemakaian obat-obatan seperti kontrasepsi oral dan kortikosteroid”

(p.52).

4. Patofisiologi

Beberapa faktor yang mungkin dapat menyebabkan peningkatan

tekanan darah pada pasien hipertensi, misalnya faktor keturunan, usia,


7

stres fisik dan psikis, kegemukan atau obesitas, pola makan tidak sehat,

kurangnya aktivitas fisik (Garnadi, 2012).

Mekanisme mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak dipusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor

ini bermula jaras saraf sispatis, yang berlanjut ke bawah ke korda

spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis

di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan

dalam bentuk implus yang bergerak kebawah melalui saraf simpatis ke

ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan

asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf paska ganglion ke

pembuluh darah, dimana dengan dilepasnya neropinefrin

mengakibatkan kontraksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti

kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah

terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat

sensitif terhadap neropinefrin.

Pada saat bersamaan sistem saraf simpatis merangsang pembuluh

darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang

mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal

mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks

adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat

memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi

yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal menyebabkn

pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang


8

kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat,

yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks

adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus

ginjal menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor

ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

Perubahan truktural fungsional dan fungsional pada sistem

pembuluh darah perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan

darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi

aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam

relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan

kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.

Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya

dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung

(volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan

peningkatan tahanan perifer (Wijaya dan Putri, 2013).

5. Cara Mengukur Tekanan Darah

Pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan dalam keadaan

istirahat, paling kurang setelah 5 menit berbaring. Pengukuran

dilakukan dalam posisi berbaring, duduk dan berdiri sebanyak 2-3 kali

pemeriksaan dengan interval antara 5-10 menit (Soenardi dan

Suetardjo, 2005, p. 7).


9

6. Pathways Keperawatan

Faktor keturunan, usia, stres fisik dan psikis, kegemukan atau


obesitas, pola makan tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik

HIPERTENSI

Tekanan sistemik darah  Kerusakan vaskuler Perubahan situasi


pembuluh darah

Beban kerja jantung  Informasi yang minim


Perubahan struktur

Aliran darah makin cepat Defisiensi Pengetahuan


Penyumbatan pembuluh
keseluruh tubuh
darah
sedangkan nutrisi dalam
sel sudah mencukupi
Resiko Cidera
kebutuhan vasokontriksi

Gangguan sirkulasi Spasme arteriol

Ginjal Otak Pembuluh darah Retina

Vasokontriksi
pembuluh darah Retensi pembuluh Suplay O2 ke Sistemik Koroner
ginjal darah otak  otak 
Vasokontriksi Iskemi miokard
Blood flow darah 
Nyeri Kepala Resiko
Afterload  Nyeri dada
ketidakefektifan
perfusi jaringan
Respon RAA
otak

Mengandung aldosreron

Penurunan curah jantung Vasokontriksi


Edema
Intoleransi aktifitas
Kelebihan Volume Cairan

Gambar 2.1. Pathways keperawatan hipertensi (Nurarif & Kusuma, 2013)


10

7. Manifestasi Klinis

Menurut Carwin dikutip oleh Wijaya dan Putri (2013)

menyatakan sebagian besar gejala klinis yang timbul pada hipertensi

berupa:

a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan

muntah,

b. Penglihatan kabur,

c. Ayunan langkah yang tidak mantap,

d. Nokturia/ kencing terus menerus pada malam hari,

e. Edema dependen dan pembengkakan.

8. Komplikasi

Wijaya dan Putri (2013) menyatakan, “tekanan darah tinggi

apabila tidak diobati maka dalam jangka panjang akan menyebabkan

kerusakan arteri didalam tubuh sampai organ yang mendapat suplai

darah dari arteri tersebut. Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada

organ-organ sebagai berikut” (p.58).

a. Jantung

b. Otak

c. Ginjal

d. Mata
11

9. Penatalaksanaan

Wijaya dan Putri (2013, p.56) menyatakan “penatalaksanaan

hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu penatalaksanaan nonfarmakologi

dan penatalaksanaan farmakologi”.

a. Terapi Non-farmakologi

Penatalaksanaan hipertensi dengan nonfarmakologis terdiri

dari berbagai macam modifikasi gaya hidup untuk menurunkan

tekanan darah, yaitu:

1) Mempertahankan Berat Badan

2) Kurangi asupan natrium (sodium)

3) Batasi konsumsi alkohol

4) Makanan K dan Ca yang cukup dari diet

5) Menghindari merokok

6) Penurunan stress

7) Terapi masase (pijat)

b. Terapi Farmakologi

Menurut Ramadhan (2010) menyatakan “berdasarkan cara

kerjanya, obat hipertensi dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu

golongan diuretik, ACE Inhibator, Angiotensin II, betabloker dan

kalsium” (p. 112).


12

B. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Hipertensi

1. Pengkajian

Evania (2013) menyatakan “pengkajian keperawatan merupakan

tahap awal proses keperawatan yang sistematis dalam pengumpulan

data dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi

status kesehatan klien (p.18).

a. Riwayat Keperawatan

Wijaya dan Putri (2013) menyatakan riwayat keperawatan pada

penderita hipertensi, sebagai berikut.

1) Data Biografi

Nama, alamat, umur, tanggal masuk rumah sakit, diagnose

medis, penanggungjawab.

2) Riwayat Kesehatan

a) Keluhan Utama

Biasanya pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan

kepala terasa pusing dan bagian kuduk terasa berat, tidak

bisa tidur.

b) Riwayat Kesehatan Sekarang

Biasanya pada saat dilakukan pengkajian pasien masih

mengeluh kepala terasa sakit dan berat, penglihatan

berkunang-kunang, tidak bisa tidur.

c) Riwayat Kesehatan Dahulu


13

Biasanya penyakit hipertensi ini adalah penyakit yang

menahun yang sudah lama dialami oleh pasien dan

biasanya pasien mengkonsumsi obat rutin seperti

captopril.

d) Riwayat Kesehatan Keluarga

Biasanya penyakit hipertensi ini adalah penyakit

keturunan.

3) Data Dasar Pengkajian: Nanda, Pola Gordon

a) Pola Manajemen Kesehatan-Persepsi Kesehatan

Hal yang perlu dikaji:

Bagaimana pasien dan keluarga menangani permasalahan

hipertensi, Bagaimana mengontrol lingkungan yang

mendukung kesembuhan, apakah pasien sering

memeriksakan tekanan darahnya, apakah pasien

mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan

kesehatannya.

b) Pola Metabolik-Nutrisi

Yang perlu dikaji:

Bagaimana kebiasaan jumlah makan, jenis makanan dan

minuman yang dikosumsi selama 24 jam, adakah

pantangan makanan dan minuman yang mempengaruhi

kesehatan pasien.
14

c) Pola Eliminasi

Yang perlu dikaji:

Bagaimana kebiasaan pola buang air kecil dan buang air

besar selama hipertensi.

d) Pola Aktivitas-Latihan

Yang perlu dikaji:

Bagaimana keadaan umum pasien, bagaimana aktivitas

sehari-hari yang dilakukan pasien, bagaimana

kemampuan pasien untuk merawat diri sendiri akibat

adanya hipertensi saat ini.

e) Pola Istirahat-Tidur

Yang perlu dikaji:

Bagaimana kebutuhan istirahat dan tidur pasien sebelum

dan selama dirawat, apakah pasien mengalami gangguan

pada istirahat dan tidur.

f) Pola Persepsi-Kognitif

Yang perlu dikaji:

Apakah ada pengaruh hipertensi dengan gambaran panca

indra, apakah pasien menggunakan alat pendukung panca

indra, bagaimana tingkat pendidikan pasien, bagaimana

kemampuan pasien dan keluarga dalam mengambil

keputusan.
15

g) Pola Konsep Diri-Persepsi Diri

Yang perlu dikaji:

Keadaan sosial, identitas personal, keadaan fisik, harga

diri dan ancaman terhadap diri sendiri akibat hipertensi.

h) Pola Hubungan-Peran

Yang perlu dikaji:

Hubungan pasien dengan orang lain, gambaran tentang

peran berkaitan dengan keluarga, teman dan rekan kerja.

i) Pola Reproduksi-Seksual

Yang perlu dikaji:

Masalah atau perhatian seksual, pengetahuan yang

berhubungan dengan seksualitas dan reproduksi, riwayat

menstruasi.

j) Pola Toleransi terhadap Stres Koping

Yang perlu dikaji:

Sifat pencetus stres yang dialami baru-baru ini, gambaran

respon umum dan khusus terhadap stres yang muncul,

stategi yang digunakan untuk mengatasi stres.

k) Pola Keyakinan-Nilai

Yang perlu dikaji:

Bagaimana latar belakang budaya dan etnik, status

ekonomi, dampak kesehatan terhadap spiritualisasi,

harapan kedepannya terkait masalah yang pasien hadapi.


16

b. Pemeriksaan Fisik

Rohmah dan Walid (2009, p. 46) pemeriksaan fisik adalah sebagai

berikut.

1) Status kesehatan umum

Tanda-tanda vital:

a) Tekanan darah: terjadi kenaikan tekanan darah.

b) Nadi: frekuensi jantung meningkat (per menit)

c) Respirasi: takipnea (nafas cepat)

d) Suhu: (oC)

e) Berat badan: normal atau obesitas (kg)

2) Integumen secara umum

Diisi dengan warna dan perubahan kulit, biasanya terjadi

sianosis.

3) Kepala

Mengalami nyeri kepala.

a) Rambut: warna, distribusi, kebersihan, kutu, ketombe.

b) Wajah: raut wajah, kebersihan, jerawat, luka.

c) Mata: kelopak mata, konjungtiva, pupil, sklera, terdapat

perubahan retinal optik.

d) Hidung: kebersihan, sekresi, dan pernafasan cuping

hidung.

e) Mulut: bibir, mukosa mulut pucat, lidah dan tonsil.

f) Gigi: jumlah, karies, gusi dan kebersihan.


17

g) Telinga: kebersihan, sekresi, dan pemeriksaan

pendengaran.

4) Leher

a) Pembesaran kelenjar limfe, tyroid.

b) Distensi vena jugularis.

c) Kaku kuduk

5) Dada

a) Inspeksi: lihat dada (frekuensi, irama, kedalaman)

b) Palpasi: nyeri dada.

c) Perkusi: perhatikan intensitas, nada, kualitas, bunyi dan

vibrasi yang dihasilkan.

d) Auskultasi: suara nafas, suara nafas tambahan dan suara

jantung.

6) Abdomen

a) Inspeksi: warna, striae, jaringan parut, lesi, kemerahan,

umbilicus, garis bentuk abdomen.

b) Auskultasi: frekuensi, nada dan intensitas bising usus.

c) Palpasi: rasakan adanya nyeri tekan dan adanya massa.

d) Perkusi: dengarkan bunyi yang dihasilkan.

7) Ekstremitas

a) Penurunan kekuatan otot.

b) Range of motion (rentan gerak).

c) CRT/ Cappilary refile (normal < 3 detik).


18

8) Anus genetalia

Sesuai prioritas pengkajian

9) Neurologis

Glasgow Coma Scale (GCS) yaitu respon membuka mata,

respon verbal/ bicara dan respon motorik/ gerakan.

c. Pemeriksaan Penunjang

Sudoyo (2010) pemeriksaan penunjang pasien hipertensi

terdiri dari:

1) Hemoglobin dan hematokrit,

2) Kreatinin serum,

3) Glukosa darah (sebaiknya puasa),

4) Kalium serum,

5) Kalsium serum,

6) Kolesterol dan Trigliserida serum,

7) Asam urat serum,

8) Urinalisis,

9) Foto dada,

10) Elektrokardiogram.

2. Diagnosa keperawatan

Evania (2013) menyatakan, “rumusan diagnosa keperawatan

mengandung tiga komponen dasar, yaitu probleme (problem), etiologi

(penyebab), symptom (gejala)” (p. 20).


19

Nurarif dan Kusuma (2013) menyatakan masalah yang sering

muncul dalam hipertensi, sebagai berikut:

a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan

dengan peningkatan afterload, vasokontriksi, hipertropi/rigiditas

ventricular, iskemi miokard.

b. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan, ketidak

seimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

c. Nyeri (akut) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler

serebral.

d. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan

gangguan fungsi serebral.

e. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema.

f. Risiko cedera berhubungan dengan gangguan penglihatan (spasme

arteriol).

g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif,

misinterpretasi/ minim informasi.

3. Perencanaan Keperawatan

Evania (2013) menyatakan “langkah-langkah dalam pembuatan

rencana keperawatan, meliputi penetapan prioritas, penetapan tujuan

dan kriteria hasil yang ditetapkan, menentukan intervensi keperawatan

yang tepat, dan pengembangan rencana asuhan keperawatan” (p. 21).


20

a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan

dengan peningkatan afterload, iskemi miokard, vasokontriksi

hipertropi rigid itas ventricular.

Nursing outcomes classification (NOC):

1) Cardiac pump effectiveness (keefektifan pompa jantung)

2) Circulation status (status sirkulasi)

3) Vital sign status (tanda-tanda vital)

Kriteria Hasil:

1) Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,

respirasi).

2) Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan.

3) Tidak ada edema paru, perifer dan tidak ada asites

4) Tidak ada penurunan kesadaran.

Nursing intervention classification (NIC):

Cardiac care (Perawatan jantung)

1) Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi, durasi).

2) Catat adanya disritmia jantung.

3) Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput.

4) Monitor status kardiovaskuler.

5) Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung.

6) Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi.

7) Monitor balance cairan.

8) Monitor adanya perubahan tekanan darah.


21

9) Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia.

10) Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan.

11) Monitor toleransi aktivitas pasien.

12) Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu.

13) Anjurkan untuk menurunkan stress.

Vital Sign Monitoring (Monitor tanda-tanda vital)

1) Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan frekuensi nafas.

2) Catat adanya fluktuasi tekanan darah.

3) Monitor saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri.

4) Auskultasi tekanan darah pada kedua lengan dan bandingkan.

5) Monitor tekanan darah, nadi, frekuensi nafas, sebelum, selama

dan setelah aktivitas.

6) Monitor kualitas dari nadi.

7) Monitor adanya pulsus paradoksus.

8) Monitor adanya pulsus alterans.

9) Monitor bunyi jantung dan irama jantung.

10) Monitor suara frekuensi dan irama pernapasan.

11) Monitor pola pernapasan abnormal.

12) Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit.

13) Monitor sianosis perifer.

14) Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,

bradikardi, peningkatan sistolik).

15) Identifikasi penyebab dari perubahan tanda-tanda vital.


22

b. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan, ketidak

seimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

Nursing outcomes classification (NOC):

1) Energy conservation (Konservasi energi).

2) Activity toleransi (Toleransi aktivitas).

3) Self Care: ADLs (Perawatan diri: aktivitas sehari-hari).

Kriteria Hasil:

1) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan

tekanan darah, nadi dan frekuensi nafas

2) Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri.

3) Tanda-tanda vital normal.

4) Energy psikomotor.

5) Level kelemahan.

6) Mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan alat.

7) Status kardiopulmonariadekuat.

8) Sirkulasi status baik.

9) Status respirasi: pertukaran gas dan ventilasi baik.

Nursing intervention classification (NIC):

Activity Therapy (Terapi aktivitas)

1) Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam

merencanakan progran terapi yang tepat.

2) Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu

dilakukan.
23

3) Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan

kemampuan fisik, psikologi dan sosial.

4) Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang

diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan.

5) Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi

roda, krek.

6) Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai.

7) Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang.

8) Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan

dalam beraktivitas.

9) Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas.

10) Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan

penguatan.

11) Monitor respon fisik, emosi, sosisal dan spiritual.

c. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan

vaskuler serebral.

Nursing outcomes classification (NOC):

1) Pain Level (Tingkat nyeri),

2) Pain control (Kontrol nyeri),

3) Comfort level (Tingkat nyeri).


24

Kriteria Hasil:

1) Mampu mengontrol nyeri (penyebab nyeri, mampu

menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,

mencari bantuan).

2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan

manajemen nyeri.

3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda

nyeri).

4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

5) Tanda vital dalam rentang normal.

Nursing intervention classification (NIC):

Pain Management (Manajemen nyeri)

1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk

lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor

presipitasi.

2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.

3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui

pengalaman nyeri pasien.

4) Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri.

5) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.

6) Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang

ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau.


25

7) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan

dukungan.

8) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti

suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan.

9) Kurangi faktor presipitasi nyeri.

10) Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non

farmakologi dan inter personal).

11) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi.

12) Ajarkan tentang teknik non farmakologi.

13) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

14) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.

15) Tingkatkan istirahat.

16) Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan

nyeri tidak berhasil.

17) Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri.

Analgesic Administration (Administrasi analgesi)

1) Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri

sebelum pemberian obat

2) Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi

3) Cek riwayat alergi

4) Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik

ketika pemberian lebih dari satu .

5) Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri.


26

6) Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal.

7) Pilih rute pemberian secara IV (Intravena), IM (Intramuskular)

untuk pengobatan nyeri secara teratur.

8) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik

pertama kali.

9) Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat.

10) Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping).

d. Kelebihan volume cairan.

Nursing outcomes classification (NOC):

1) Electrolit and acid base balance (Keseimbangan asam basa dan

cairan elektrolit).

2) Fluid balance (Keseimbangan cairan).

3) Hydration (Hidrasi).

Kriteria hasil:

1) Terbebas dari edema, efusi, anasarka.

2) Bunyi nafas bersih, tidak ada dysneu/ortopneu.

3) Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek hepatojugular (+).

4) Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output

jantung dan vital sign dalam batas normal.

5) Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan.

6) Menjelaskan indikator kelebihan cairan.

Nursing intervention classification (NIC):

Fluit management (Managemen cairan)


27

1) Timbang popok/ pembalut jika diperlukan.

2) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.

3) Pasang urin kateter jika diperlukan.

4) Monitor hasil Hemoglobin yang sesuai dengan retensi cairan:

blood urea nitrogen (BUN), hematokrit, osmolalitas urin).

5) Monitor status hemodinamik termasuk central venous pressure

(CVP), mean arterial pressure (MAP), pulmonary arterial

pressure (PAP), dan pulmonary capilarry wedge pressure

(PCWP).

6) Monitor tanda-tanda vital.

7) Monitor indikasi retensi/ kelebihan cairan: cracles, central

venous pressure (CVP), edema, distensi vena leher, asites.

8) Kaji lokasi dan luas edema.

9) Monitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori.

10) Monitor status nutrisi.

11) Kolaborasi pemberian diuretik sesuai interuksi.

12) Batasi masukan caran pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan

serum Na<130 mEq/l.

13) Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul

memburuk.

Fluid Monitoring (Monitoring cairan)

1) Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminasi.


28

2) Tentukan kemungkinan faktor risiko dari ketidakseimbangan

cairan (hipertermia, terapi diuretik, kelainan renal, gagal

jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll).

3) Monitor berat badan, nadi, tekanan darah, dan frekuensi nafas.

4) Monitor serum dan elektrolit urine.

5) Monitor serum dan osmilalitas urine.

6) Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama

jantung.

7) Monitor parameter hemodinamik infasif.

8) Catat secara akurat intake dan output.

9) Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan

penambahan berat badan.

10) Monitor tanda dan gejala odema.

11) Melakukan suksion.

12) Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien

menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.

Airway Management (Managemen jalan nafas)

1) Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila

perlu.

2) Posisikan pasien untuk maksimalkan ventilasi.

3) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas

bantuan.

4) Pasang mayo bila perlu.


29

5) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction.

6) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.

7) Lakukan suction pada mayo.

8) Berikan bronkodilator bila perlu.

9) Berikan pelembab udara kassa bedah natrium klorida (NaCl)

lembab.

10) Atur intake untuk cairan, mengoptimalkan keseimbangan.

11) Monitor respirasi dan status oksigen (O2).

e. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak.

Nursing outcomes classification (NOC):

1) Circulation status (Status sirkulasi).

2) Tissue Prefusion: cerebral (Jaringan perfusi: serebral).

Kriteria hasil:

1) Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan:

a) Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang

diharapkan.

b) Tidak ada ortostatik hipertensi.

c) Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial

(tidak lebih dari 15 mmHg).

2) Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai

dengan:

a) Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan

kemampuan.
30

b) Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi.

c) Memproses informasi.

d) Membuat keputusan dengan benar.

e) Menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh:

tingkat kesadaran membaik, tidak ada gerakan-gerakan

involunter.

Nursing intervention classification (NIC):

Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi perifer)

1) Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap

panas/ dingin/ tajam/ tumpul.

2) Monitor adanya paretese.

3) Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lesi

atau laserasi.

4) Gunakan sarung tangan untuk proteksi.

5) Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung.

6) Monitor kemampuan buang air besar.

7) Kolaborasi pemberian analgetik.

8) Monitor adanya tromboplebitis.

9) Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi.

f. Defisiensi pengetahuan.

Nursing outcomes classification (NOC):

1) Knowledge: disease proces (Pengetahuan: proses penyakit)

2) Knowledge: health behavior (Pengetahuan: perilaku kesehatan)


31

Kriteria hasil:

1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,

kondisi, prognosisdan program pengetahuan.

2) Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang

dijelaskan secara benar.

3) Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang

dijelaskan perawat/ tim kesehatan lainnya.

Nursing intervention classification (NIC):

Teaching: disease proses (Pengajaran: proses penyakit)

1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang

proses penyakit yang spesifik.

2) Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini

berhubungan dengan anatomi dan fisiologi dengan cara yang

tepat.

3) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit

dengan cara yang tepat.

4) Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat.

5) Identifikasi kemungkinan penyebab dengan cara yang tepat.

6) Sediakan informasi bagi pasien tentang kondisi dengan cara

yang tepat.

7) Diskusikan perubahan perubahan gaya hidup yang mungkin

diperlukan untuk mencegah komplikasi dimasa yang akan

datang dan atau proses pengontrolan penyakit.


32

8) Diskusikan pilihan terapi atau penanganan.

g. Risiko cidera.

Nursing outcomes classification (NOC):

1) Risk Kontrol (Kontrol resiko)

Kriteria hasil:

1) Klien terbebas dari cidera

2) Klien mampu menjelaskan cara/ metode untuk mencegah

injury/ cidera.

3) Klien mampu menjelaskan faktor risiko dari lingkungan/

perilaku personal.

4) Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injuri.

5) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.

6) Mampu mengenali perubahan status kesehatan.

Nursing intervention classification (NIC):

Environment management (Manajemen lingkungan)

1) Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien.

2) Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi

fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu

pasien.

3) Menghindari lingkungan yang berbahaya (misalnya

memindahkan perabotan).

4) Memasang side rail tempat tidur.

5) Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih.


33

6) Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau

pasien.

7) Membatasi pengunjung.

8) Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.

9) Mengontrol lingkungan dari kebisingan.

10) Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan.

11) Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung

adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.

4. Implementasi

Evania (2013) menyatakan “implementasi keperawatan adalah

serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu

klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan

yang lebih baik dan menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan”

(p. 22).

5. Evaluasi

Terdapat dua tipe evaluasi keperawatan, yaitu evaluasi formatif

dan sumatif. Evaluasi formatif adalah hasil observasi dan analisa

perawat terhadap respon pasien segera pada saat/setelah dilakukan

tindakan keperawatan dan ditulis pada catatan perawatan. Sedangkan

evaluasi sumatif adalah rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan

analisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan dan ditulis pada

catatan perkembangan. Pada tahap evaluasi dibagi menjadi 4 tahap

yaitu subjektif, objektif, analisa, planning (SOAP) (Putra, dkk, 2014).

Anda mungkin juga menyukai