Anda di halaman 1dari 14

ANAISIS KASUS SOSIAL

“PENYALAHGUNAAN MEDIA SOSIAL


SEBAGAI MEDIA PROVOKASI”

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pra Ujian Tengah Semester (UTS)


Mata Kuliah Sosiologi Komunikasi Semester Empat (IV)

Disusun Oleh:
VIRLY DWI ARYA GEMILANG 42180056
ADE MUHTAROMIN 42180267
MUHAMMAD MULYANSYAH 42180062
RAIHAN ICHSAN RASSYID 42180273

42.4A.01

i
PROGRAM STUDI BROADCASTING
UNIVERSITAS BINA SARANA INFORMATIKA
2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami haturkan kepada Tuhan YME yang dengan kasih sayang-Nya masih
memberikan kami kesehatan sehingga Analisis Kasus ini bisa kami kerjakan dan selesaikan tepat
pada waktunya.

Penelitian dengan judul ‘Penyalahgunaan Media Sosial Sebagai Media Provokasi‘,


sebagai tugas Pra Ujian Tengah Semester IV (UTS) :

Bersamaan dengan kata pengantar ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan dukungan moril dan materil. Selain ucapan syukur kepada Tuhan
YME, kami ucapkan terima kasih juga kepada:

1. Ibu Marlina Rahmi Shinta P,SE,MM selaku dosen dan pendidik yang telah membimbing
selama masa perkuliahan.
2. Kedua orang tua dan kakak, karena dengan doa dan dorongannya saya bisa melalui
proses pembuatan makalah ini.
3. Teman-teman jurusan Broadcasting UBSI Margonda.
4. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah memberikan
dukungan selama ini.

Kami telah berusaha sebaik dan semaksimal mungkin dalam membuat Analisis Kasus ini,
namun kami sadar pasti banyak yang perlu dikoreksi lagi. Untuk itu saya mohon kepada semua
pembaca agar memberikan kritik dan saran yang membangun agar makalah berikutnya bisa lebih
baik lagi.

Akhir kata, semoga apa yang kami lakukan bisa bermanfaat bagi semua kalangan.

Depok, 19 April 2020

( Penulis )

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................................i


KATA PENGANTAR ............................................................................................................ii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................1

1.2 Batasan dan Rumusan Masalah ................................................................................3

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................................4


2.1 Kriteria dan Pedoman ................................................................................................4
2.2 Konsistensi Pemerintah RI ........................................................................................8
2.3 Faktor Pendukung dan Hambatan ...........................................................................8
2.4 Hasil Analisa Kasus.....................................................................................................9

BAB III PENUTUP ...............................................................................................................10


3.1 Kesimpulan ................................................................................................................10
3.2 Saran ..........................................................................................................................10
3.3 Daftar Pustaka ..........................................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Media sosial adalah salah satu bentuk media untuk dapat berhubungan dan bekerja secara
online dan akan memungkinkan orang dapat berinteraksi satu sama lain didalam jaringan media
sosial. Media sosial juga saat sekarang ini sangat populer, dan sering digunakan untuk berbagi
platform seperti Facebook, Twitter dan Instagram dari sumber “media sosial” itu sendiri.

Kecanggihan teknologi dewasa ini memungkinkan penggunanya untuk mengakses berita


di seluruh dunia. Sayangnya berita yang diakses ini agaknya belum tentu benar atau tidaknya.
Bahkan, ada pula beria hoax yang ramai dan viral namun akhirnya hilang ditelan bumi. Dalam
hal ini tidak terbuktinya berita tersebut secara benar. Mengingat banyak sekali berita meresahkan
semacam ini beredar. Jika tak hati-hati, bisa-bisa kita akan mudah terprovokasi oleh pihak yang
tidak bertanggung jawab. Contoh kasus media sosial yang menjadi media provokasi antara lain:

 Sebelumnya di beberapa kota di wilayah Indonesia juga ramai aksi unjuk


rasa. Banyak dari mereka yang menyuarakan HAM, aspirasi rakyat, rasa
solidaritas juga suara lainnya. Namun, terkadang sayang aksi unjuk rasa yang
semula damai harus berakhir ricuh.  Pemicunya ialah media sosial. Teknologi ini
dinilai memiliki peranan penting dalam menyebarkan sebuah berita. Ya kalau
beritanya positif, jika tidak hancur sudah.
Aksi demonstrasi berujung tindakan anarkis di DKI Jakarta. Aksi
demonstrasi ini dilakukan guna menyikapi  RKUHP dan Revisi UU KPK di depan
Gedung DPR Pusat, DKI Jakarta 24/09/19. Dilaporkan setidaknya terdapat
seratusan lebih korban jiwa. Mahasiswa yang melakukan aksi demo mengalami
luka-luka, sesak napas, hingga kelelahan saat bentrok dengan aparat keamanan.
Bahkan, terdapat puluhan diantaranya harus mendapatkan perawatan secara
intensif.

1
 Kejadian tawuran didaerah Manggarai, Jakarta Selatan sudah terjadi kesekian
kalinya, yang sudah tak terhitung lagi jumlahnya. Pemicunya adalah rivalitas antar
kampung, tak hanya meresahkan dan merugikan warga sekitar, perjalanan KRL lintas
Jakarta Kota – Manggarai pun sempat terhambat karna ada tawuran antar warga dilokasi
tersebut 04/09/19.  Diduga ada geng di media sosial yang menjadi Provokator, yang
membuat aksi tawuran antar warga ini pecah.

2
1.2 Batasan dan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, peneliti perlu membuat batasan masalah. Adapun


Batasan Permasalahan yaitu : “Menganalisa kasus Penyalahgunaan Media Sosial Sebagai
Media Provokasi”. Adapun Rumusan Masalahnya sebagai berikut :

1. Bagaimana cara penggunaan media sosial dengan benar dan dipatuhi oleh semua
orang.

2. Faktor apa saja yang menjadi pendukung penyalahgunaan media sosial sebagai
alat provokasi. Kasus apa saja yang berhasil di provokasi oleh pihak yang tidak
bertanggung jawab.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa banyak frekuensi


kemunculan unsur Penyalahgunaan Media Sosial Sebagai Alat Provokasi, adapun
manfaat penelitian ini antara lain :

 Manfaat Akademis
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan tambahan referensi bagi
mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi khususnya jurusan Penyiaran dalam
memahami dan menjelaskan pelangaran penyalahgunaan media sosial sebagai
alat provokasi yang bengandung unsur SARA dengan tujuan mengadu domba 2
pihak atau lebih akan di kenakan Pasal 28 ayat (2).

 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi seluruh


lembaga masyarakat Indonesia agar tidak lagi membuat suatu berita yang tidak
benar unsur keaslian beritanya, serta harus lebih berhati-hati dalam membaca
dan tidak mudah terprovokasi dalam membaca berita yang menjurus niat
memprovokasi.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pedoman dan Kriteria

1. Media sosial didesain untuk menjaga dan meningkatkan reputasi lembaga serta
menggali aspirasi publik.

2. Media sosial adalah media interaktif. Karena itu, hal ini harus dimanfaatkan oleh
humas untuk lebih dekat dengan publik. Humas harus dapat mengikuti ritme
media sosial, berkomunikasi secara langsung, dan memberikan respons dengan
segera.

3. Media sosial adalah dokumentasi online . Mengingat sifatnya yang terbuka dan
bergesernya privasi, segala macam yang disajikan di sana akan terekam oleh
mesin pengindeks dan dapat dijadikan bukti yang berkekuatan hukum.

4. Media sosial menjangkau publik yang sangat luas sehingga diperlukan


pemahaman dalam penyebaran informasi dan cara berkomunikasi lintas budaya.
Bagi sebagian kalangan, media social dianggap sebagai antisosial. Untuk
menghindari stigma ini, seorang humas tentu harus mampu menyeimbangkan
antara peran media komunikasi online dengan komunikasi langsung dengan
publiknya, terutama publik internal yang secara fisik dan geografis sangat dekat.

4
KEAGAMAAN

1. Yang memberi kesan anti Tuhan dan anti agama dalam segala bentuk dan
manifestasinya.
2. Yang dapat merusak kerukunan hidup antar – umat beragama di Indonesia.
3. Yang mengandung penghinaan terhadap salah satu agama yang diakui di Indonesia.

IDEOLOGI DAN POLITIK


1. Setiap kasus penyebaran provoksi selelu membenarkan ajaran kebencian terhadap
suatu kelompok tertentu, merusak nama baik suatu instansi tanpa bukti kesalahan
yang sebenarnya, dan mengajak untuk membuat kerusuhan media sosial maupun di
jalan.
2. Penyebaran ideologi radikal semakin meluas karna ajakan tersebut tak sedikit dari
kaum terpelajar yang berprofesi sebagai ilmuwan, dosen, guru, pemuka agama dan
semacam- nya.

SOSIAL BUDAYA

1. Pergeseran pola tingkah laku yang diakibatkan oleh media massa dapat terjadi di
lingkungan keluarga, sekolah, dan dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Perubahan gaya hidup dalam hal peniruan atau imitasi secara berlebihan terhadap diri
seorang firgur yang sedang diidolakan berdasarkan informasi yang diperoleh dari
sosial media.
3. Terjadinya perilaku yang menyimpang dari norma-norma sosial  atau nilai-nilai
budaya.

KETERTIBAN UMUM

1. Kekejaman dan kekerasan secara berlebihan kepada seseorang atau suatu kelompok
lain.
2. Menitik beratkan ujaran kebencian pada permasalahan yang di alami oleh kelompok
atau organisasi yang berseberangan.

5
3. Kerusuhan berupa dua kelompok massa yang saling menyerang baik dari media
sosial maupun fisik, tindakan itu terjadi karna terhasut oleh hasutan unsur provokasi
dari orang yang tidak bertanggung jawab (provokator).
4. Mengandung hasutan untuk melakukan perbuatan melawan hukum.

PEDOMAN MEDIA SOSIAL

KUTIPAN DARI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2018

TENTANG
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 27 UU ITE

Didalam Pasal 27 (saja) UU No. 19 Tahun 2018 tentang perubahan UU No. 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), sedikitnya ada 4 poin
yang bisa menjerat pengguna media sosial yaitu:

a. Konten yang mengandung pelanggaran kesusilaan.


Hal ini diatur pada pasal 27 ayat (1) UU ITE yang menegaskan pelarangan bagi setiap
orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

b. Konten yang memiliki muatan perjudian.


Adapun ayat kedua menjelaskan pelarangan bahwa setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan perjudian, maka hal tersebut dianggap melanggar undang-undang ITE ini.

6
c. Konten yang memuat penghinaan atau pencemaran nama baik.
Pasal 27 ayat (3) UU ITE mengatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

d. Konten yang memuat pemerasan atau pengancaman.


Pasal 27 ayat (4) UU ITE menjelaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan pemerasan dan/atau pengancaman.

Pasal 28 UU ITE.

a. Konten yang memuat berita bohong dan menyesatkan pihak lain.

Pasal 28 ayat (1) menegaskan pelarangan bagi setiap orang yang dengan sengaja dan
tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan
kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.

b. Konten yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau


kelompok tertentu (SARA).

Pasal 28 ayat (2) UU ITE melarang setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak
menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau
permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku,
agama, ras, dan antargolongan (SARA).

7
Pasal 29 UU ITE

Pasal 29 UU ITE mengancam bagi pengguna sosial media yang mengirimkan konten
yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti orang lain. Adapun pasal ini
menegaskan bahwa Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan
Informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan
atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.

2.2 Konsistensi Pemerintah RI

Sistem Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana sebagai pelaksanaan


Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006, merupakan konsistensi pemerintah RI dalam
mengantisipasi dan menanggulangi berbagai kejahatan tertentu beserta implikasinya
dalam hal pelaku melarikan diri ke luar negeri, ataupun negara-negara lain dapat meminta
bantuan pada pemerintah RI dalam menyelesaikan kejahatan-kejahatn serupa, jika
pelakunya melarikan diri ke Indonesia.

Kasus-kasus cybercrime yang jenis dan variasinya semakin bermunculan, dengan


teknologi komputer yang canggih semakin meresahkan masyarakat internasional. Namun
upaya penanggulangannya diwarnai banyak kendala-kendala, walaupun bantuan timbal
balik dalam masalah pidana memang sangat diperlukan oleh semua Negara di dunia.

2.3 Faktor Pendukung dan Hambatan

1. Faktor Pendukung

Faktor Pendukung yang menjadi kekuatan pengawasnan tindakan penyalahgunaan


media sosial kita di backup pemerintah, peraturan perundang – undangan, peraturan
menteri dan di dukung oleh anggaran yang disediakan oleh pemerintah untuk mengawasi
akun provokasi di media sosial.

8
2. Faktor Hambatan

Kendala yang menjadi hambatan adalah mudahnya masyarakat kita percaya


dengan berita bohong (hoax) dan berunsur memprovokasi, kurangnya membaca referensi
berita yang harus di lihat dari dua arah presepsi, menjadikan masyarakat kita mudah
terpancing emosi saat ada berita yang sedang hangat di bicarakan, membuat kebencian
menyebar luas secara cepat dan memprovokasi sebagian masyarakat.

2.4 Hasil Analisa Kasus

 Media sosial adalah wadah baru yang memungkinkan siapa pun dapat menjadi
pewarta berita meskipun tanpa lisensi sebagai wartawan. Setiap orang, dengan dukungan
gawai (gadget) dan internet dapat mengekpos setiap informasi apa pun tanpa terkecuali.
Melalui Facebook, Twitter, Instagram, dan lain sebagainya. Semua orang dengan mudah
memperoleh dan membagi kembali informasi tanpa harus melalui pintu sensor yang bisa
menghambatnya.

Media sosial saat ini tidak saja dinilai sering digunakan untuk menyebarkan berita
bohong dan provokasi, tetapi yang mencemaskan adalah ketika informasi yang disirkulasi
dan diresirkulasi di media sosial tidak lagi bisa dibedakan mana yang benar dan mana
yang salah. Sebuah realitas yang tidak memiliki rujukan dalam dunia nyata, tetapi ketika
realitas tersebut diunggah berulang-ulang dan diresirkulasikan melalui media sosial, bisa
saja realitas bentukan itu kemudian dianggap sebagai kebenaran itu sendiri.

Kehadiran dan kemudahan yang ditawarkan media sosial, yang tidak diimbangi
dengan kesadaran dan literasi informasi yang kritis serta pengetahuan hukum yang
memadai, harus diakui sering menyebabkan masyarakat tanpa mereka sadari menjadi
rawan terkontaminasi efek negatif media sosial.

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Di Indonesia, hukum yang berlaku sebetulnya sudah mengatur bagaimana


masyarakat mempergunakan media sosial sesuai koridor yang berlaku. Artinya, media
sosial bukanlah ranah yang bebas, sebebas-bebasnya. Sudah ada aturan hukum yang
membatasi seseorang dalam menggunakan media sosial. Salah satunya adalah Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008, yang mengatur tentang informasi serta transaksi
elektronik, atau teknologi informasi secara umum.

Di luar langkah-langkah normatif dan implementasi ketentuan hukum yang


berlaku, langkah lain yang tak kalah penting adalah bagaimana pemerintah terus
mendorong peningkatan literasi informasi masyarakat, sebab di sanalah sebenarnya kunci
untuk menepis berbagai kemungkinan efek negatif media sosial.

3.2 Saran

Menanyakan kembali kebenaran suatu berita, merupakan pintu pertama agar


terhindar dari narasi kebencian yang mengarah pada provokatif. Menanyakan kebenaran
berarti berpikir skeptis terhadap informasi yang baru muncul. Sikap skeptis atau
meragukan suatu berita baru, baik dilakukan agar tidak mudah terbawa pada provokatif
kebencian dan pertikaian. Sikap skeptis juga mengajarkan kita berpikir kritis, apakah
berita yang disampaikan oleh orang tersebut benar adanya, ataukah ada agenda politik
praktis di belakangnya.

Mempertanyakan kemanfaatan atas berita yang baru muncul adalah langkah yang
efektif agar terhindar dari provokatif kelompok untuk mengadu domba antar kelompok.
Berita yang manfaat tentunya akan memberikan pengetahuan bagi orang yang
membacanya atau mendengarnya. Bahkan bisa jadi berita yang bermanfaat akan
membawa perubahan bagi pembaca atau pendengarnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. https://republika.co.id/berita/ohfsg72/media-sosial-provokasi-dan-literasi-masyarakat
2. https://www.antaranews.com/berita/1137555/tawuran-manggarai-diduga-akibat-
provokasi-di-media-sosial
3. https://wartakota.tribunnews.com/2019/09/26/terungkap-pemicu-unjuk-rasa-semakin-
besar-adanya-provokasi-lewat-media-sosial
4. https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt4fb9207f1726f/interprestasi-
pasal-28-ayat-2-undang-undang-no-11-tahun-2008-tentang-informasi-transaksi-
elektronik/
5. https://www.neliti.com/id/publications/3065/provokator-kerusuhan-dari-sudut-
penghasutan-dan-penyertaan-dalam-kitab-undang-un
6. https://www.halloriau.com/read-otonomi-105976-2018-10-03-jeratan-hukum-
pengguna-media-sosial.html
7. https://www.bphn.go.id/data/documents/laporan_penelitian_penerapan_bantuan_t
imbal_balik_dalam_masalah_pidana_terhadap_kasus.pdf

11

Anda mungkin juga menyukai